Xylan malah langsung memberi tatapan aneh pada sang kakak.Rowena yang alih-alih tidak mendapatkan jawaban tapi tatapan menyebalkan itu sontak mendengus, “Yah, kau putra mahkota. Ayah pasti membicarakan hal itu denganmu. Iya kan?”Xylan menghela napas panjang, merasa aga kesal dengan sikap kakak perempuannya itu. “Kenapa kau berpikir ayah akan mendiskusikan masalah ini denganku, Kakak?” Rowena menahan rasa tidak sabarnya dan menjawab, “Astaga. Kau adalah calon raja negeri ini, menggantikan ayah kelak. Masalah pengangkatan jenderal perang yang baru juga harus berkaitan denganmu.”Xylan menggelengkan kepala, “Tidak begitu. Memang kau tidak ingat berapa umurku saat ini, Kak?”Rowena tidak menjawab.“Aku masih lima belas tahun, baru akan enam belas tahun tiga bulan lagi. Mana mungkin aku dilibatkan dalam masalah sepenting itu?”Rowena masih enggan membalas. Sang putri yang saat itu memakai gaun violet berlengan panjang dengan panjang mencapai mata kaki itu malah memutar bola matanya ma
Alen pun dengan sabar menjelaskan, “Josh Cleve mengalami luka serius saat terjadi perang beberapa bulan yang lalu.”“Dia mengalami kerusakan otak yang cukup parah sehingga dia harus menjalani beberapa operasi sampai akhirnya dia dinyatakan sembuh,” lanjut Alen.James tercengang. “Kerusakan otak yang parah? Dan dia … sekarang kembali menjadi prajurit, begitu?”Alen mengangguk, “Sayangnya, saat perang dengan Kerajaan Fermoza terjadi dia masih harus menjalani pemeriksaan intensif sampai dia benar-benar dia dinyatakan benar-benar pulih secara total.”Alen melirik ke arah Josh Cleve selama beberapa detik, baru kemudian dia melanjutkan, “Oleh sebab itu, dia tidak bisa bergabung dengan kita melawan Kerajaan Fermoza.”James masih terlihat penasaran dan tidak bisa berhenti bertanya begitu saja sehingga dia bertanya lagi, “Lalu, sebenarnya apa yang membuatnya istimewa sampai dia terpilih menjadi kandidat?”Riley yang juga tertarik ikut menoleh ke arah Alen, “Usianya sepertinya jauh lebih tua da
“Ini menarik!” kata Xylan, mengomentari pengumuman tersebut sambil tersenyum bahagia.“Ini sangat menarik!” Xylan mengulang kembali seraya menoleh ke arah sang kakak perempuannya yang saat itu ternyata sedang melotot tajam ke arah dirinya. Senyum Xylan pun menghilang seketika.“Kenapa kau menatapku seperti itu?” Xyan bertanya dengan agak bingung.Rowena menggertakkan gigi dan menarik lengan adik laki-lakinya itu, meminta Xylan untuk lebih mendekat kepadanya dengan jari tangannya.Dengan penuh tanda tanya Xylan menuruti sang kakak dengan sedikit menundukkan kepalanya lalu memasang telinga kanannya untuk mendengar Rowena berbicara.“Kau sudah gila?” Rowena berkata dengan nada agak keras hingga Xylan harus menjauhkan telinganya dari Rowena.Xylan sontak menutup telinganya dan menatap kakak perempuannya itu, “Kenapa kau melakukan itu?”“Karena kau sepertinya sudah gila sepertinya Jenderal Reece yang memilih Riley untuk bersaing dengan James Gardner. Oh, astaga! Yang benar saja!”Gadis mu
Riley menggertakkan gigi, “Kau mau membuang kesempatan besar seperti ini? Kau sudah kehilangan akal, hah?”James mengangkat bahu, “Tidak akan menyenangkan jika tidak ada lawan yang setara denganku.”“Kau ….”“Kita tidak punya waktu banyak, cepat putuskan!” desak James. Riley membuang napas dengan kasar, tampak begitu sangat kesal atas sikap temannya yang jelas-jelas keras kepala itu. Riley sangat memahami karakter James. Pemuda itu bukanlah orang yang menjilat ludahnya sendiri. Dia yakin James akan benar-benar melakukan apa yang dia katakan.Alen sendiri tidak khawatir akan masalah itu lantaran dia sangat yakin James pasti akan mendapatkan apa yang dia mau dan sudah jelas keinginan James sama seperti keinginannya. Jadi, dia hanya harus menunggu tanpa ikut campur.Dilihatnya tatapan Riley mulai menyerah. Beberapa detik selanjutnya dia bergerak untuk maju ke depan ke samping James, lalu berbisik dengan kesal, “Aku bersumpah akan menendang kakimu sampai patah nanti.”James hanya tersen
Saat ini keluarga Wood sedang berkumpul bersama di ruang keluarga mereka setelah melakukan prosesi acara pertunangan antara Shirley, si bungsu dari keluarga Wood dan Peter Green, seorang putra dari pemilik tambang emas di Carlo Hill. Cassandra Wood, istri Bill sedang duduk di bagian pinggir dan terlihat tidak terlalu menyukai berada di sana. Beberapa kali ia melihat suaminya diperintah oleh keluarganya dan hanya menurut. Ia kesal. Sangat kesal. Bagaimana tidak, suaminya itu tidak memiliki wibawa sedikit pun dan kerap menjadi bulan-bulanan keluarganya. Ia begitu ingin sekali melihat suaminya melawan, setidaknya sekali saja. Tapi, nyatanya sampai mereka menikah selama hampir tiga tahun lamanya, Bill masih juga sama. Masih menjadi seorang pencundang yang tidak berguna. "Cepat isi gelas ini, Bill!" perintah Shirley pada kakak iparnya. Bill dengan tenang mengambil botol wine merah dan membukanya dengan cepat lalu mengisi gelas Shirley kembali. Dia lalu berdiri di samping lelaki tua yang
Lelaki itu sudah tersulut emosi. Christopher yang begitu terkejut segera bertanya, "Kenapa kau berteriak pada Peter, Bill?" Bill menunjuk Peter dengan jari telunjuknya dengan amarah yang tidak terkendali. "Dia-" "Apa yang kau lakukan? Kenapa menunjuk Peter seperti itu?" ucap Shirley, sudah mendekat ke arah calon suaminya, terlihat kesal dengan tingkah kakak iparnya. "Dia bilang mau mendekati Cassandra," ucap Bill sambil menggeram marah. Shirley terbelalak kaget dan langsung mengangkat tangan, berniat menampar Bill. Tapi dengan sigap, Bill berhasil menepisnya. "Kau. Berani sekali kau menuduh hal kotor seperti itu. Dia tidak serendah kau, Bill!" ujar Shirley kesal luar biasa. "Dia yang mengatakannya sendiri. Dia-" "Cukup, Bill!" teriak Christopher, terlihat begitu murka. Bill menghela napas panjang. Dadanya kembang kempis, menandakan ia begitu marah. Peter berkata, "Apa maksudmu berkata seperti itu? Aku hanya mengatakan istrimu cantik. Apakah itu salah?" Ia beralih pada Chistop
Bill duduk di depan kios buah Emma sampai pagi. Sang pemilik kios itu cukup terkejut saat melihat Bill berada di sana dengan pakaian yang sama. Tapi, dia tidak bertanya apapun lantaran melihat ekspresi Bill yang agak kusut. Saat Bill membereskan buah-buah yang berserakan di lantai, seorang pembeli buah yang sedari tadi sudah berada di sana sejak kejadian sebelum Bill datang itu mendekat kepadanya. Bill menoleh kepadanya dengan tatapan heran. "Ya Tuan, ada yang bisa saya bantu?" "Ada, Jenderal." Pupil Bill sontak membesar mendengar panggilan itu. Kenapa orang ini memanggilnya 'Jenderal'? Apakah dia mengenal dirinya? Tapi bagaimana mungkin?Bill segera saja menaruh keranjang buah itu dan menatap laki-laki muda berpenampilan rapi itu dengan pandangan penuh selidik. "Siapa kau? Kenapa kau memanggilku 'Jenderal'?" Pria muda yang Bill tebak usianya berbeda jauh di bawahnya itu berkata, "Ini saya, Jenderal. Anak buah Anda. Andrew." Bill menyipitkan mata, sambil mencoba mengingat-ng
Esok malamnya, saat dia baru saja mengunci kios milik Emma, tiba-tiba saja dia didatangi oleh sejumlah laki-laki berbadan besar yang Bill tebak merupakan preman biasa. "Aku sedang lelah, jangan ganggu aku sekarang!" ucap Bill dengan wajah yang memang terlihat begitu letih. Seorang preman yang terlihat sebagai pemimpin mereka maju ke depan sambil membawa barbel. Bill mengeryit, "Apa yang akan kau lakukan dengan itu?" "Kau kan yang sudah mematahkan tangan Baron kemarin?" tanya preman bertampang sangar. Bill mengernyitkan dahi tiba-tiba teringat akan seorang preman yang pernah datang ke kios Emma dan berniat mengacaukan kios itu. "Ah, aku tidak tahu kalau ternyata mematahkannya." "Hajar dia!" perintah sang pemimpin, murka. Bill dengan santai meladeni orang-orang itu tanpa banyak mengeluarkan tenaga. Beberapa pukulan berhasil ia layangkan tepat sasaran. Namun, Bill sempat lengah karena ponselnya yang tiba-tiba saja bergetar. Sang pemimpin menggunakan ketidaksiapan Bill dan memukul p