Dylan akhirnya jadi berang juga karena Alena dan mamanya sampai pergi meninggalkan tempat acara. Proses ijab kabul telah gagal dilakukan karena ulah wanita misterius."Katakan, siapa yang menyuruh kamu? Lihatlah, perutmu diisi apa? Gak perlu, kan, aku panggil polwan untuk menggeledah perut kamu?" Dylan berkata dengan pandangan sinis. "Hei, bukankah kamu temannya Grace?" Tiba-tiba Diana berdiri dan menghampiri wanita misterius. Pandangan semua orang seketika tertuju kepada Diana. Bahkan kedua mata Dylan terbelalak menyaksikan ini.Tanpa disangka-sangka, wanita misterius ini menggandeng tangan Diana menuju suatu ruangan yang sepertinya sebuah kantin yang sudah tidak terpakai. Dia mengira tempat itu aman untuk berbicara.Beruntung bagi Alena yang masih bertahan di toilet, sementara mamanya duduk menunggu dalam mobil. Wanita ini melihat dua wanita melintas di depan pintu masuk toilet.Dia pun langsung mengangkat kain panjang yang dipakai sampai bisa melangkah lebih lebar. Alena mengikut
Ting!Ponsel bergetar singkat. Alena ambil benda tersebut kembali. Dia membuka layar lantas menyentuh notifikasi, membuka pesan masuk melalui aplikasi hijau.Deg!Wajahnya seketika berubah menegang dan memancarkan gurat sendu. Dadanya bergejolak. Jemarinya bergetar. Matanya berkaca-kaca. Namun, dengan sekuat tenaga menahan hujan dari pelupuk mata agar tidak jatuh. Meskipun, perlahan isakan tangis perlahan menguasai dirinya.Wanita yang masih berkebaya pengantin ini menatap sebuah foto yang tidak ingin diharapkan. Ini seperti mimpi buruk yang jadi kenyataan dan seketika Alena mengutuk diri sendiri. Dia memang sebodoh itu?Alena menatap foto Dylan dengan perasaan campur aduk. Wanita ini akhirnya tidak bisa menahan diri. Isak tangisnya tidak bisa ditahan lagi. Air mata deras mengalir hingga menghasilkan rasa sesak dalam dada. "Alena, tenang, Sayang!" Dokter Pamela memegang tangan putrinya untuk menguatkan putrinya."Tuan Dylan ada di kantor polisi. Dia dilaporkan telah melakukan peleceh
"Wah ide bagus, Mom. Saya setuju banget,"sahut Dylan yang paham dengan arah maksud Dokter Pamela.Dylan pun segera menoleh ke arah calon mertuanya. "Biar Alena sama saya saja."Wanita setengah umur itu pun langsung mengangguk. Dylan pun memeluk Alena dan buru-buru mengajak ke mobilnya. Setelah itu disusul oleh Dokter Pamela. "Apa gak malu itu. Pake pakaian gitu nongkrong di kafe?"tanya Diana sambil menunjuk ke arah pasangan calon pengantin di depan. Rendi tahu itu adalah kamuflase dari rasa kecewa Diana."Ayo, Sayang. Buruan, kita susul mereka!"pinta Rendi yang memeluk bahu Diana.Tak berapa lama, mobil mereka telah meninggalkan halaman parkir kantor polisi. Sementara itu, Alena masih tampak cemberut oleh ucapan Diana barusan. Hal itu membuat hati Dylan bangga bisa dicintai oleh Alena."Alena, aku bisa jatuh cinta jika kau bersikap manis seperti ini terus,"ucap Dylan sambil mengusap pipi calon istrinya lembut. Dia memiringkan kepala, lalu mengecupnya sekilas."Pria yang tidak punya h
"Tuan pura-pura lupa, kalo aku sedang mengandung benih dari dia,"balas Diana sambil memegangi setelan beskap dan kain panjang. Wanita ini menciuminya berulang kali lalu mengusap-usap dengan wajah bahagia. "Pasti kamu bertambah gagah memakai ini, Suamiku."Tiba-tiba dari arah depan, datang Rendi menghampiri mereka dengan langkah kaki panjang. Di samping itu ada seorang pria dan wanita berpakaian serba putih mengikutinya."Sayang, kita liburan dulu, yuk!"ajak Rendi sambil memeluk Diana dan kedua orang berpakaian serba putih, mendekat. Salah seorang memegangi tangan Diana, yang satu langsung mempersiapkan injeksi."Jangan lakukan itu!"teriak seorang pria berkacamata dengan beberapa orang pasukan kopassus. Seketika Rendi dan tenaga medis tadi menghentikan aksi. Mereka berdiri terpaku lalu mengangguk memberi hormat. Hal yang sama pun dilakukan oleh para undangan dan juga penghulu.Beberapa saat, seorang wanita berpakaian sama perlentenya dengan pria berkacamata tadi masuk dengan dikawal d
Alena dan mamanya langsung keluar dari kafe lalu menuju tempat parkir. Mereka masuk mobil dan bersiap untuk meninggalkan area insiden yang membuat hati Alena sulit untuk percaya kepada Dylan kembali. Namun, mobil terpaksa berhenti karena Dylan dengan kedua tangan terentang menghadang.Alena menekan klakson beberapa kali supaya pria tersebut cepat menepi, tetapi usaha itu tak berhasil. Dylan justru semakin nekat. Dia mendekat hingga ke bemper depan."Minggir, nggak! Kalau tidak, aku nekat menabrakmu! " teriak Alena dengan muka merah padam."Enggak! Kamu gak boleh pergi, Alena! Tunggu aku selesaikan semua urusan ini,"ucap Dylan dengan kedua tangan telangkup depan dada. Wajah pria tersebut memelas dengan kedua mata berkaca-kaca."Selesaikan semua masalah keluarga kamu dengan Tuan Hadi Wijaya! Aku gak perlu membeli harga dirimu agar kita bisa menikah? Minggirlah!"teriak Alena lalu menekan klakson berulang kali. Dari dalam kafe, Rendi berlari menghampiri. Pria ini langsung masuk mobilnya.
"Tentu saja. Ya sudah, kita istirahat dulu. Besok akan menjadi hari yang begitu menyenangkan untukku, Mom."Alena langsung menarik tangan Dokter Pamela masuk rumah, tetapi wanita yang menggunakan piyama itu menolak keras. "Alena ... kasih tahu Mommy, besok kita ketemu siapa?"tanya Dokter Pamela yang membuat Alena langsung tertawa. "Tunggu saja besok pagi, Mom," ucap Alena lalu berlari masuk kamar.***Tubuh Alena bergetar saat mendengar caci makian dari Dylan. sungguh wanita ini tidak menyangka pria tersebut akan menelepon dirinya dengan perilaku tidak berakhlak di luar kebiasaan.Tubuh Alena benar-benar bergetar saat mendengar caci makian dari bapak biologis putranya itu. Seharusnya dia minta maaf dengan berlaku sopan padaku, batin Alena."Apa maksudmu, Tuan Dylan? Kenapa tiba-tiba mencaci makiku seperti ini?" tanya Alena seraya menahan emosi yang hampir siap meledak. Jemari tangan terkepal karenanya."Kau memang pantas untuk dicaci-maki. Apakah ini adalah alasanmu untuk gak mau me
"Saya Abimana, panggil saja Abi," balasnya dengan tersenyum ramah ke arah Alena.Entah mengapa pertemuan kali pertama dengan pria tampan itu, menjadi pertemuan paling berkesan untuk Alena.Beberapa menit kemudian, bus pun telah berhenti. Tampak Abi dan ibunya sudah bersiap untuk turun dari bus."Saya permisi dulu, Nona. Terima kasih atas kursinya. Semoga kita bisa bertemu lagi," pamitnya dengan ramah."Iya, Tuan, hati-hati. Semoga kita bisa terlaksana," balas Alena sambil berharap bisa bertemu dengan si pria tampan lagi.Abimana dan ibunya lalu segera turun dari bus di sebuah halte, sementara Alena masih akan turun di halte berikutnya.Beberapa menit kemudian, bus itu akhirnya melaju kembali dan Alena rasakan hanya beberapa menit saja, bus telah berhenti di halte tujuan Alena akan turun.Alena pun bergegas turun dari bus dan lanjut memesan ojek online menuju ke rumah sakit di mana dirinya akan melakukan interview. Tampak jalanan saat itu sangat ramai, hingga driver ojol harus berputar
Restu mengikuti ke mana arah mata sobatnya itu memandang. Dia pun tersenyum dan langsung paham, sepertinya Abimana sedang tertarik dengan wanita berambut ikal panjang tersebut."Jadi si rambut panjang itu yang membuatmu bengong seperti kesambet setan, Bi?" canda Restu.Abimana pun tersadar bahwa dirinya terpergok oleh Restu sedang mengamati dokter baru itu. "Eehh, oohh. Hmn, itu ... ahh, sudahlah," balas Abimana terbata-bata dan bingung mau menghindar."Bukannya kamu sudah dijodohkan dengan Sandra?" tanya Restu mengingatkan Abimana akan rencana orang tuanya.Pria yang ditanya barusan seketika berubah ekspresi wajah menjadi murung. Dia tidak memiliki ketertarikan apa pun terhadap Sandra apalagi perasaan khusus. Itu benar-benar murni perjodohan yang diatur antar orang tua. Restu jadi tidak enak hati terhadap Abimana.Pria berkulit agak gelap daripada Abimana tersebut lalu menepuk pundak sahabatnya. "Sori, Bro! Aku gak maksud bikin kamu jengkel."Restu lalu bersandar pada dinding gazebo,