Share

90. Rencana kencan terakhir di Berlin

Devan berlarian mengambil handuk dan mengusap rambut Berlin yang basah dengan lembut. Berlin terus menatap Devan yang tengah fokus mengeringkan rambut panjangnya dengan handuk. “Jika kau terus melihatku seperti itu, jangan salahkan aku jika aku menciummu!” cetus Devan begitu blak-blakan di depan Berlin.

“Aku tidak melihatmu! Aku melihat bulu hidungmu!” kilah Berlin.

“Bulu hidung milik siapa?” tanya Devan.

“Milikmu,”

“Itu artinya kau sedang melihatku, kan? Bulu hidung itu juga bagian dari diriku, kan?” tukas Devan tak ingin kalah berdebat dengan Berlin.

“Baiklah, kau menang!” cetus Berlin menyerah.

Devan melempar senyum tipis pada Berlin, kemudian mengacak gemas rambut sang kekasih yang agak basah itu. “Aku bisa buatkan mie lagi kalau kau mau,” tawar Devan.

Tak ingin lagi memperpanjang perdebatan, Berlin pun akhirnya luluh dan memilih untuk meminta maaf terlebih dahulu atas sikapnya yang cukup mengesalkan pada Devan. “Maa
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status