Part 52
"Sayang, apa maksudnya ini? Ce-ceraai?!""Ya, tandatangani saja, setelah itu kita akan bertemu di pengadilan.""Sayang, jangan bercanda, kalau mau ngasih kejutan buat aku jangan ngeprank gini deh!" ucap Nova dengan suara manjanya."Ini serius, aku tidak bercanda, Nova. Kita akan berpisah."Nova makin shock mendengar penuturan Pak Biru, terlihat wajah pria itu sangat serius, membuat raut wajah Nova berubah sedih. Matanya tampak berkaca-kaca."Kenapa tiba-tiba sekali? Aku salah apa? Kenapa tiba-tiba kamu seperti ini?""Aku tidak perlu menjelaskannya, kamu pasti sudah tahu," sahutnya masih dengan ekspresi dingin."Sayang, ini gak bener! Ini gak adil buat aku! Kamu menceraikanku tanpa kutahu salahku dimana?!""...""Sayang, kenapa jadi seperti ini? Kita bukan pasangan muda yang masih labil dan ambil keputusan secara gegabah, kita ini sudah berumur, bukankah kalau ada masalah bisa diselesaikPart 52b"Aku mencintainya dengan tulus.""Tentu Bos, saya juga tahu itu. Dari ekspresi wajah Bos aja sudah ketebak, kalau Bos cinta banget sama Mbak Damay. Coba kasih buket bunga atau coklat pasti bikin Mbak Damay merasa berarti.""Pulang dari sini langsung mampir. Aku udah gak sabar ingin melihat senyumannya.""Siaaappp, laksanakan!"Mereka berdua berjalan keluar dari ruangan, menyusuri koridor kantor yang sepi ditinggal para penghuninya. Tak ingin membuang waktu, mereka segera tancap gas. Mobil yang dikemudikan Pak Tom berjalan kencang menyusuri jalan raya di malam hari yang masih ramai oleh beberapa kendaraan bermotor.Mobil sempat berhenti di toko kado, Pak Tom segera turun, membelikan buket bunga sekaligus coklat untuk Bos mudanya itu. Sampai di rumah ....Saga bisa bernapas lega, usai turun dari mobilnya. Melangkah tegas menuju pintu. Awalnya, dia memanggil Damay, tapi tak ada sahutan. Lelaki i
Part 53"Ayah?!" Saga balas memeluk erat ayahnya. Perasaan haru memenuhi seisi ruangan. Sudah sangat lama ia merindukan hal ini. Bahkan rasanya nyaris tak ada harapan lagi karena ada dinding pemisah yang sangat tinggi."Jagoan kecil Ayah sekarang sudah besar dan sekarang sudah punya tanggung jawab. Ayah bangga padamu, Nak."Mereka terlibat obrolan yang menyenangkan. Sesekali Pak Biru tak bisa menahan tawanya saat Saga bercerita pengalamannya yang seru."Ayah jangan pulang dulu ya, kita makan malam bersama. Biar saya siapkan dulu," ujar Damay."Iya, boleh, Nak. Ayah juga ingin makan malam bersama kalian lagi," sahut Pak Biru sambil tersenyum."Baik, Ayah." Damay langsung bergegas ke dapur meracik semua bahan yang sudah ada, ia menggoreng ayam yang sudah diungkep sebelumnya lalu menata sayur untuk lalapan, tak lupa membuat sambal juga capcay, tak ketinggalan tempe dan tahu goreng juga disajikan di meja makan."W
Part 53b"Ibu pikir kamu nikah sama si Guntur, hidup kita bakal enak! Eh malah makin parah begini! Dia cuma pura-pura jadi anak orang kaya, itu yang bikin ibu gak habis pikir, kenapa sih kamu yang cerdas malah kena tipu gini!""Sudahlah, Bu, jangan ngomongin ini terus tiap hari. Aku juga gak tahu kalau akhirnya jadi seperti ini. Ya udah aku coba mau susulin dia.""Tunggu, Mega! Kamu mau nyusulin dia kemana hmm? Ke kantor? Ibu yakin dia pasti sudah pulang dari kantor.""Ya kemana aja!!""Enggak, enggak, ini sudah malam! Apalagi kamu sedang hamil. Biarkan saja, dia pasti pulang! Ibu justru lebih khawatir sama kamu!"Raut wajah Mega seketika mendung. Ia mengelus perutnya yang mulai membuncit. "Sudah sana kamu istirahat saja.""Kalau kayak begini aku jadi pengen tukeran sama Mbak Damay. Aku juga pengen jadi istri orang kaya, Bu.""Halaaah, sudah jangan bicara omong kosong. Jalani saja hidupmu yang sekarang
Part 54 "Takkan kubiarkan seorangpun menyakiti Damayku!" Mereka berdua menoleh, Nova terperangah kaget melihat seseorang yang membela Damay. Seketika tangannya merasa kesakitan karena dicengkeram oleh laki-laki itu dengan kuat. "Lepaskan aku!" tukas Nova tajam seraya mengibaskan tangannya. Bekasnya terlihat memerah. "Tante belum kapok juga nyakitin istriku?! Apa perlu kubuat tangan dan kaki tante patah?" ancam Saga penuh penekanan. Tak lama, Manager dan beberapa pegawai minimarket datang melerai mereka. "Berhenti! Pak, Bu, tolong jangan buat keributan di sini. Anda mengganggu kenyamanan pengunjung lain. Kalau ada masalah, silakan selesaikan baik-baik di luar!" seru sang manager dengan tegas. Nova merasa beruntung kali ini, dia mengembuskan napas kesal dan berlalu begitu saja meninggalkan minimarket. Melihat kondisi mulai kondusif kembali, mereka semua membubarkan
Part 54b Selina kembali menoleh lalu menggeleng pelan. "Sekarang realistis aja deh, Tante. Saga begitu mencintai Damay, begitu juga sebaliknya. Nggak mungkin aku bisa masuk di tengah-tengah mereka. Kekuatan cinta mereka itu begitu besar, Tante. Aku ini bicara fakta. Lebih baik aku cari kerjaan aja sama pria kaya lainnya yang masih single." Nova menghela nafas panjangnya. Dia berpikir sang keponakan udah nggak bisa diandalkan lagi. Ia hanya bisa mengandalkan dirinya sendiri, membuatnya makin merasa kesal. *** Damay masih berkutat di dapur dengan penuh kegembiraan. Setelah bahan-bahan kue disiapkan dengan teliti, ia mulai meracik adonan dengan cermat. Suara mixer terdengar memenuhi dapur. Damay tersenyum puas melihat adonan kue yang sudah siap dibentuk. "Damay, apa yang sedang kau buat?" tanya Saga, yang tiba-tiba muncul di pintu dapur dengan senyum lebar. Raut wajahnya yang tampan membuat hati
Part 55 Damay sudah bersiap mengenakan gamis warna dusty pink dengan hijab yang dengan warna senada. Penampilannya yang sederhana tapi tetap terlihat anggun di mata sang suami. Damay melangkah dengan anggun ke samping mobil Saga yang telah siap menunggu di depan rumah mereka. Sinar lampu memancar lembut, menciptakan suasana hangat yang cocok dengan keindahan penampilan Damay. Saga tersenyum lembut sambil membuka pintu mobil untuknya. Tak henti-hentinya, ia menatap kagum pada sang istri."Sudah siap semuanya?" tanya Saga dengan penuh kehangatan saat Damay naik ke dalam mobil."Sudah, Mas. Kue-kuenya sudah aku letakkan di dalam box, semoga aman perjalanannya. Hanya saja, tolong jangan terlalu ngebut ya, Mas," pinta Damay dengan candaan ringan."Sudah kudengar, Tuan Putri," jawab Saga sambil tersenyum menggoda. Dia mengetahui betul kecemasan Damay terhadap kue-kue yang telah ia buat dengan sepenuh hatinya."Kemana kita mau pergi d
Part 55b"Paling-paling sebentar lagi mereka juga cerai. Ribut terus tiap hari mereka itu!""Iya, bener!" sahut yang lain.Damay dan Saga saling berpandangan sejenak. "Maaf Bu, kalau begitu kami permisi dulu ya!" pamit Damay karena sudah merasa tak enak hati.Saga dan Damay berjalan mendekat ke arah pintu rumah ibu dengan perasaan campur aduk. Damay merasa tidak nyaman dengan percakapan tetangga yang tadi. Meskipun dia mencoba tersenyum, kata-kata mereka mengundang rasa tidak enak."Mas Saga, apa yang mereka katakan..." Damay berhenti sejenak, mencoba mengatur pikirannya."Aku tahu, May. Tidak perlu terlalu dipikirkan. Mereka hanya suka mencari sensasi," jawab Saga dengan suara yang tenang."Tapi, itu tidak adil. Mereka tidak tahu apa yang sudah kita lewati," Damay merasa perlu membela diri."Sudahlah, biarkan mereka berbicara. Yang penting kita tahu kebenarannya. Kita tidak perlu membuktikan apa-apa p
Part 56"Geni, ini bukan bercandaan yang lucu. Tolong hentikan kelakuanmu yang tidak pantas!" ucap Saga dengan serius.Geni terkesiap, namun tetap mempertahankan senyum genitnya. "Maaf ya, Mas Saga. Tapi aku suka sama Mas Saga soalnya Mas Saga ganteng."Damay masih terlihat agak terkejut dengan ucapan Geni, namun ia segera mencoba mengalihkan suasana."Mas, kita pulang saja!"Saga mengangguk. Namun lagi-lagi Geni menahannya. "Mas Saga, tawaranku berlaku untuk selamanya lho! Kalau Mas Saga berubah pikiran langsung saja temui aku ya! Aku sudah sangat siap kok, apalagi jadi istrinya Mas Saga!"Tak ingin menanggapi lebih lanjut, Saga meminta istrinya untuk masuk ke dalam mobil."Sayang, ayo masuk ke mobil!" ujar Saga.Damay mengangguk dan langsung masuk ke mobil suaminya. "Mbak Damay dengar ini, aku pasti bakal bisa merebut suami kamu, Mbak!" ujarnya setengah berteriak tanpa malu-malu lagi. Saga
Sementara itu ...Di kantor, ponsel Saga kembali bergetar. Ia mengambilnya dan membaca pesan itu. Alisnya sedikit berkerut.Dia mengetik balasan dengan hati-hati.[Aidan, aku masih banyak pekerjaan. Nanti aku kabari lagi, ya.]Pesan terkirim. Tapi tak sampai lima menit, balasan dari Aidan masuk lagi.[Bro, nggak ada alasan untuk nggak luangin waktu buat sahabat lama. Lagian, aku sudah pesan meja di restoran favoritku. Aku janji, cuma makan santai kok. Kamu bisa bawa istri dan anak kamu. Aku penasaran lihat keluarga bahagiamu.]Saga menghela napas panjang. Ada sesuatu tentang Aidan yang selalu sulit ia tolak. Ia menutup matanya sejenak, lalu mengetik balasan.[Baiklah, aku akan datang. Tapi jangan buat kejutan aneh-aneh.]Balasan dari Aidan langsung muncul hanya beberapa detik kemudian.[Hahaha, tenang aja, Bro. Aku cuma mau ngobrol dan nostalgia. Nggak sabar ketemu kalian semua!][Kirim lokasi
"Maaf cari siapa ya?"Pria itu tersenyum lebar, senyuman yang tampaknya ingin mencairkan suasana. “Damay, kan?""Anda mengenal saya?"Pria itu tertawa. "Tentu saja. Bukankah kita pernah bertemu di Rumah Sakit Korea beberapa hari yang lalu? Nona yang mengembalikan dompet saya."Deg! Damay mulai mengingat insiden di RS kala itu. 'Jadi dia pria yang dompetnya jatuh? Kenapa penampilannya berbeda sekali?'Bukan hanya penampilan fisik tapi juga perangainya. Pria yang ada di hadapannya kini terlihat lebih ramah dan bersahabat, tak seperti waktu itu yang terlihat dingin dan kaku.'Lalu untuk apa dia datang ke sini dan kenapa bisa mengenalku?'"Hahaha, sepertinya nona kebingungan. Tentu saja saya tahu tentang Nona, karena Nona adalah istri sahabat saya. Kenalkan, saya Aidan," ucap lelaki itu seraya menyodorkan tangannya.Damay mengangguk, tapi tak membalas uluran tangannya. Ia hanya menangkupkan tangannya di depan dada. "Oh, maaf Mas Aidan. Tapi Mas Saga sudah berangkat ke kantor. Mungkin nan
Saga mengangguk. "Hmmm .... Jadi yang semalam telepon itu nomornya dia.""Oalah, terus?"Saga melirik arloji yang melingkar di tangannya. "Katanya dia mau datang ke sini. Mungkin sore nanti. Dia ingin bertemu, tapi aku tidak tahu apakah itu ide yang bagus?"Damay terdiam sejenak melihat suaminya yang tengah bingung. "Ya udah yuk, kita sarapan dulu! Makanannya udah siap lho, Mas pasti suka!" ajak Damay mengalihkan perhatiannya.Sagara mengangguk. Mereka menikmati makan bersama sebelum akhirnya Pak Tom memberi tahu agar Saga segera datang ke kantor karena ada meeting darurat."Ya, aku segera datang!" ujar Sagara di ujung telepon. Ia meletakkan ponselnya ke dalam saku lalu berpamitan dengan sang istri."Sayang, aku berangkat dulu ya!""Hmmm, iya mas, semoga pekerjaanmu lancar," ucap Damay sambil tersenyum manis.Saga langsung mengecup kening istrinya dengan lembut."Terima kasih, Sayang. Jaga dir
“Aku tidak tahu, panggilan dari nomor asing.”"Abaikan saja.""Iya, Mas."Damay mendekat ke arah sang suami lalu menatap Rain yang sudah tertidur kembali di pelukan ayahnya."Dia sudah tidur lagi," ucap Saga sambil tersenyum.Damay tersenyum lalu mengecup pipi mungil Rain. "Hmmm .... cuma Rain aja nih yang dicium? Ayahnya enggak?"Damay menoleh menatap wajah sang suami, ia tertawa pelan. "Untuk ayahnya tidak perlu, kan udah sering!"Saga tersenyum lebar, senang melihat Damay kembali ceria. "Ah, jadi aku harus bersaing dengan baby Rain sekarang, ya?" gurau Saga sambil menggoda.Damay tertawa kecil, lalu mendekatkan wajahnya pada Saga, memberikan kecupan hangat di pipinya. "Mas," Damay memulai lagi, suaranya sedikit lebih serius"Hmmm, kenapa Sayang?" Saga menatapnya dengan penuh perhatian.Saga menaruh kembali baby Rain dalam boks bayi, setelah Rain tertidur dengan tenang. "
Kenangan itu membekas di hati Saga. Sejak saat itu, Pak Jerry menjadi lebih dari sekadar pendamping; dia adalah teman, pengganti figur keluarga yang hilang. Tapi kini, saat nama Pak Jerry disebut dalam masalah besar perusahaan, kenangan itu terasa seperti pisau yang menusuk hati Saga lebih dalam.***Sementara di tempat lain ...Pak Tom pulang ke markas sendirian, disambut oleh anak-anak pilihan. "Akhirnya yang ditunggu-tunggu pulang juga. Pak, saya bawa oleh-oleh liburan buat Pak Tom, Pak Jerry, dan anak-anak," seru Lanang menghampirinya dengan senyum yang lebar. Anak-anak pilihan mengangguk dengan ceria, senyuman tulus terpancar dari binar matanya.Tapi tidak dengan Pak Tom yang ekspresi wajahnya terlihat muram. "Mana Pak Jerry? Kok belum muncul juga? Apa masih di mobil?" tanya Lanang kembali seraya tolah toleh ke belakang."Pak Jerry gak pulang.""Oh, masih ada tugas dari Mas Bos?"Pak Tom menggele
Damay mematung di tempatnya, memandang Saga dengan tatapan sedih, mencoba memahami ucapan suaminya. Tapi Saga tetap terdiam, hanya menunduk sambil memutar cangkir kopinya yang sudah dingin.Baby Rain bergerak sedikit, gumaman lembut suara bayi terdengar samar. Damay menoleh, tatapannya beralih ke sosok mungil itu sejenak, lalu kembali ke Saga. Ia meraih pundaknya perlahan, mencoba memecahkan kebekuan di antara mereka.“Mas,” bisiknya, suaranya nyaris pecah. “Kenapa bilang Pak Jerry terlibat? Apa ada bukti?”Saga mengangkat wajahnya, mata merahnya bertemu dengan tatapan istrinya. Ia membuka mulut, namun tak ada kata-kata yang keluar. Hanya napas berat yang terdengar, mengisi ruang yang terasa semakin sempit.“Semua datanya mengarah ke dia,” gumamnya akhirnya, pelan, nyaris tak terdengar. Jari-jarinya mengusap wajahnya yang penuh kelelahan. “Aku nggak bisa mengerti… bagaimana bisa? Aku selalu percaya sama dia, Damay. Aku selalu melihat dia seba
Pak Jerry membuka mulutnya, tapi tidak ada kata-kata yang keluar. Tubuhnya sedikit gemetar, ia menatap Saga, Pak Tom serta Pak Riko bergantian, tatapan matanya tampak berkaca-kaca. “Saya… saya tidak tahu apa-apa, Pak. Seseorang pasti menyabotase saya.” Saga tidak berkata apa-apa, hanya menatapnya tajam. Hening di ruangan itu begitu tegang, hingga detik jam dinding terdengar seperti pukulan palu. “Pak Riko,” ujar Saga akhirnya, tanpa melepaskan tatapannya dari Pak Jerry, “amankan semua akses Pak Jerry. Jangan biarkan dia menyentuh sistem apa pun sampai kita tahu kebenarannya. Dan Pak Jerry…” Dia mendekat, suaranya rendah tapi dingin. “Kalau Bapak benar-benar tidak bersalah, buktikan. Tapi kalau Bapak berbohong…” Saga berhenti sejenak, matanya menyipit. “Bapak tahu akibatnya.” Pak Jerry tertunduk. "Pak Bos, Anda tahu sendiri, saya sudah mengabdi pada Pak Bos dan perusahaan ini bukan satu tahun dua tahun, tapi lebih dari itu.
“Pak Saga, kami punya kabar baik dan buruk,” suara Pak Riko terdengar tergesa-gesa di ujung telepon.“Apa itu?” “Kabar baiknya, kami berhasil melacak sebagian besar transaksi ilegal itu. Kami menemukan aliran dana mengarah ke sebuah akun di luar negeri. Tapi buruknya, ada indikasi bahwa pelaku masih memiliki akses ke beberapa sistem kami. Kami menduga mereka sedang menunggu momen berikutnya untuk menyerang.”Saga mengerutkan kening. “Sudahkah kalian memutus semua akses yang mencurigakan?”“Sudah, Pak, tapi pelaku ini sangat terampil. Mereka bisa menggunakan backdoor lain kapan saja. Kami juga mencurigai adanya aktivitas mencurigakan dari beberapa karyawan yang memiliki akses tinggi.”Saga terdiam sesaat. Curiga ini semakin menguatkan dugaan adanya orang dalam yang terlibat.“Baik,” katanya akhirnya. “Saya akan segera ke kantor. Pastikan semua data cadangan aman dan awasi aktivitas siapa pun yang mencurigakan. Jangan ambil risiko
Damay tersenyum tipis, matanya tak lepas dari wajah Saga. Dia tahu, meski suaminya mengatakan akan terus berjuang, ada sesuatu yang belum sepenuhnya lepas dari pikirannya. “Mas,” bisiknya sambil menyandarkan kepala di bahu Saga, “kalau terlalu berat, Mas bisa ceritakan semuanya ke aku. Aku mungkin nggak bisa bantu banyak, tapi aku selalu ada untuk Mas.” Saga terdiam, tatapannya masih pada Baby Rain. Detik-detik berlalu tanpa jawaban, sampai akhirnya dia berbicara, pelan tapi tegas. “Di kantor tadi, kami diserang. Sistem keuangan kita diretas. Uang perusahaan hilang dalam hitungan menit, dan datanya sekarang dienkripsi. Mereka meminta tebusan.” Damay membeku. Tubuhnya kaku sesaat, tapi dia berusaha tetap tenang. “Berapa yang hilang, Mas?” Saga menghela napas panjang, pandangannya jatuh ke lantai. “Dua puluh lima miliar,” jawabnya lirih. “Dan aku curiga ada orang dalam yang terlibat.” Damay menut