Part 45
Malam itu, Saga tetap di samping Damay. Dia membawa kain basah untuk ditaruh di dahinya, membantunya berganti baju yang lebih nyaman, dan terus memeriksa suhu tubuhnya. Kesunyian di antara mereka memberi kenyamanan, penuh dengan perhatian dan kasih sayang yang tidak terucap.Waktu terus berjalan, demamnya mulai mereda, dan dia mulai merasa sedikit lebih baik. Dia memperhatikan Saga yang tak tinggal diam di sekitar ruangan, merapikan dan sesekali memandangnya dengan senyum penuh keyakinan.Perhatian dan kelembutannya membuat hatinya berdebar, meskipun tubuh Damay lemah."Mas Saga," Damay akhirnya berbicara dengan lembut, memecah keheningan.Saga menoleh padanya, ekspresinya lembut. "Iya, Damay?""Terima kasih sudah merawatku malam ini," ucap Damay pelan, pipinya memerah karena campuran demam dan rasa malu. "Aku tidak tahu harus berkata apa..."Saga duduk di sampingnya dengan lembut dan menggenggam tangannya. "KamPart 45bDamay tersenyum saat melihat suaminya menghidangkan bubur ke dalam mangkuk lalu menuangkan sayur soup ke atasnya."Ternyata Mas bisa masak juga ya," ucap Damay dengan mata berbinar."Sedikit-sedikit, tapi masih kalah jauh sama kamu. Ini juga rasanya gak tau gimana, tapi semoga cocok di lidahmu," jawab Saga."Makasih, Mas.""Mau disuapin?" tanya Saga dengan lembut."Tidak usah, Mas. Biar aku saja, badan aku sekarang udah jauh lebih baik kok."Saga mengangguk, ia masih menatap istrinya yang perlahan menyuapkan bubur itu ke mulut. "Gimana rasanya?""Enak, Mas.""Suka gak?""Suka.""Hahah, iyalah aku menambahkan bumbu spesial pada masakan ini.""Bumbu spesial? Apa itu, Mas?""Bumbu spesial penuh cinta," jawabnya lalu terkekeh. Damay tersenyum malu-malu. "Kamu ini bisa aja menghiburku.""Iya dong, pokoknya kamu harus makan yang banyak
Part 46 "Ya, itu karena langit, matahari dan aku ingin sama-sama menyapamu. Selamat pagiii, cantiiiikk. Semoga hari ini kita bisa membuat kenangan indah bersama, seperti warna-warni langit pagi ini yang mencerminkan kebahagiaan kita." Pipi Damay bersemu kemerahan saat mendengar kata romantis dari suaminya. "Mas Saga, kamu selalu punya cara unik untuk membuatku tersenyum," ucap Damay sambil tersenyum malu-malu. "Hmm karena saat kamu tersenyum, dunia terasa begitu sempurna bagiku," sahut Saga. Mereka berjalan kembali menuju bangku di taman, melihat beberapa tanaman bunga yang bermekaran warna-warni. Mereka duduk di bangku itu, menikmati kedamaian dan kebersamaan Di bawah sinar matahari yang hangat dan angin yang meniup lembut, rasanya tak ada tempat yang lebih baik selain berada di samping satu sama lain. "Menurutmu, apakah ada yang spesial pagi ini?" tanya Saga sambil menatap mata Damay dengan p
Part 46b"Saga, Damay, kalian kenal sama anak-anak ini?" tanya Bu Siti seraya mengerutkan keningnya."Iya, mereka anak-anak asuhku, Bu," jawab Saga yang membuat Bu Siti dan Mega terkejut."Adik-adik, ayo masuk dulu!" ajak Saga.Bu Siti mengalah, memberi mereka jalan untuk masuk ke halaman rumah. Saat mereka melangkah melewati Bu Siti, dia hanya menggelengkan kepala melihat penampilan anak-anak yang dekil itu. Kemudian berjalan di belakang anak-anak itu.Anak-anak itu berjalan dengan hati-hati, memandang heran keindahan di sekitar mereka. Taman yang rapi, kolam ikan dan airnya yang gemericik. "Kalian ke sini naik apa?""Jalan kaki, Kak, makanya kami pagi-pagi perginya.""Ya ampun, kan jauh banget, Dek.""Hehe, gak apa-apa, sambil olah raga pagi, Kak.""Hmm ..."Pintu rumah dibuka dengan lebar oleh Saga. "Adik-adik, ayo kita masuk!"Rizky dan anak-anak lainnya menggeleng pelan.
Part 47Seketika mata Nova membulat dengan mulut ternganga tak menyangka ternyata Saga, berdiri di hadapannya dengan tatapan yang tak bersalah dan juga penuh ketegasan. Nova merasa bingung, seolah dunianya tiba-tiba terbalik dalam sekejap."Sa-saga, ka-kau?!" suaranya tercekat, mencoba mengatasi kejutan yang melanda.Nova masih terdiam, mencoba mencerna semua yang baru saja terjadi. Hatinya berdebar keras, mencoba mencari pemahaman dalam kekacauan emosi yang melanda. "Kau yang melakukan ini semua, Saga?"Saga menarik napas dalam-dalam sebelum menjawab, "Ya."Raut wajah Nova berubah menjadi masam. "Mama benar-benar tidak percaya, ternyata anak mama sendiri yang melakukan hal ini pada Mama. Tega kamu, Saga! Kalau ayahmu tahu semua ini ulahmu, dia pasti akan marah besar!"Saga mengangguk pelan, tak menyangkal ucapan ibu tirinya. Ia tahu bahwa apa yang dilakukannya akan merusak hubungannya dengan sang ayah. "Aku tahu,"
Saga berjongkok di hadapan pria itu. Mencengkeram pundaknya. "Apa benar, kau tidak mengenal wanita ini, Pak?" tanya Saga mengintimidasi.Ya, penuh perjuangan untuk menangkap preman-preman itu. Hingga akhirnya para preman ditangkap setelah adu action dengan polisi dan juga anak buah suruhan Saga. Pria berbadan kekar tapi dengan wajah penuh luka lebam itu menatap Nova, akan tetapi Nova berusaha mengalihkan pandangannya. Pria itu menghela napas berat, ia merasa takut dibawah ancaman. "Dia ... dia yang menyuruhku untuk menculik Damay!"Sontak, Nova terkejut dengan pengakuan pria itu. "Hei, jangan menuduhku sembarangan!""Apa Nyonya lupa, Nyonya sudah membayarku, bahkan memintaku untuk menghabisi Damay!"Glek! Nova makin tercekat. Ia merasa sangat terpojok."Itu tidak mungkin! Jangan percaya dia! Dia hanya preman kampung yang butuh uang, pasti segala cara dia lakukan untuk memfitnahku!" seru Nova lagi membela diri.
Part 48Saga menghentikan langkahnya di atas treadmill, napasnya masih terengah-engah setelah sesi lari intensif yang baru saja dilakoninya. Dering telepon dari ayahnya, yang membuyarkan ketenangan sesaat dalam rutinitas olahraganya. "Hallo, Yah," sapanya dengan suara terengah-engah."Hallo Saga, apa mamamu sudah ketemu? Dia tidak menghubungi ayah lagi," suara ayahnya terdengar cemas."Sudah ada di rumah, Yah," jawab Saga sambil mencoba menenangkan ayahnya."Terima kasih atas bantuanmu, Nak. Hari ini ayah pulang," kata ayahnya, memberitahukan kabar bahwa dia akan segera kembali ke kota.Saga merasa lega mendengar kabar itu. Ayahnya sering bepergian untuk urusan bisnis, kadang sampai berhari-hari bahkan berminggu-minggu lamanya. Mereka memang jarang bertemu secara langsung. Pertemuan langsung itu menjadi kesempatan langka yang harus dimanfaatkan."Hmm Yah, bisakah kita bertemu sebentar sebelum ayah pulang ke ru
Part 48b Pukul dua siang, Saga sudah bersiap-siap dengan pakaian yang rapi. Seperti biasa jaket hitam tak pernah ketinggalan. Dia punya beberapa koleksi jaket-jaket simple tapi harganya cukup mahal itu. "Sayang, aku berangkat dulu. Bener, kamu gak mau ikut?" Damay mengangguk pelan sambil tersenyum. "Aku di rumah saja, Mas." "Kemungkinan aku pulang sampai malam." "Iya, tidak apa-apa, hati-hati di jalan ya, Mas." "Iya, Sayang. Kamu juga hati-hati di rumah. Jangan buru-buru buka pintu kalau bukan aku yang datang." "Baik, Mas." Sagaa mengambil kunci mobil dan berjalan menuju mobil yang terparkir manis di halaman. Mobil mulai bergerak pelan keluar dari halaman dan melesat di jalan raya menuju bandara. Perjalanan ke bandara cukup jauh dari rumah, ia harus melakukan perjalanan lebih dari dua jam. Saga menunggu di area kedat
Part 49 Saga kemudian bangkit. "Tapi satu hal lagi yang harus Ayah pahami. Jangan pernah menyuruhku bercerai dengan Damay. Aku akan tetap mempertahankan pernikahanku dengannya meski aku harus mati." Pak Biru masih terdiam, memikirkan kata-kata yang terucap dari mulut anaknya itu. "Aku akan pulang lebih dulu, Yah. Mungkin Ayah butuh waktu untuk berpikir." Kalau sopir ayah tak bisa menjemput, nanti kukirimkan Pak Jerry untuk datang ke sini." Saga melangkah perlahan menuju pintu utama villa mereka yang besar itu. Cahaya senja menyapu halaman, memberikan sentuhan keemasan pada rerumputan yang basah. Namun, langkahnya terhenti ketika suara ayahnya memanggil dari belakang. "Tunggu, Nak!" terdengar suara sang ayah, membuat Saga menoleh dengan cepat. Ia melihat sosok ayahnya, yang masih gagah dengan rambut putihnya yang sudah mulai tumbuh. Saga menghampiri ayahnya dengan wajah serius. "Ada apa, Yah?"