Saga berjongkok di hadapan pria itu. Mencengkeram pundaknya. "Apa benar, kau tidak mengenal wanita ini, Pak?" tanya Saga mengintimidasi.
Ya, penuh perjuangan untuk menangkap preman-preman itu. Hingga akhirnya para preman ditangkap setelah adu action dengan polisi dan juga anak buah suruhan Saga.Pria berbadan kekar tapi dengan wajah penuh luka lebam itu menatap Nova, akan tetapi Nova berusaha mengalihkan pandangannya.Pria itu menghela napas berat, ia merasa takut dibawah ancaman. "Dia ... dia yang menyuruhku untuk menculik Damay!"Sontak, Nova terkejut dengan pengakuan pria itu. "Hei, jangan menuduhku sembarangan!""Apa Nyonya lupa, Nyonya sudah membayarku, bahkan memintaku untuk menghabisi Damay!"Glek! Nova makin tercekat. Ia merasa sangat terpojok."Itu tidak mungkin! Jangan percaya dia! Dia hanya preman kampung yang butuh uang, pasti segala cara dia lakukan untuk memfitnahku!" seru Nova lagi membela diri.Part 48Saga menghentikan langkahnya di atas treadmill, napasnya masih terengah-engah setelah sesi lari intensif yang baru saja dilakoninya. Dering telepon dari ayahnya, yang membuyarkan ketenangan sesaat dalam rutinitas olahraganya. "Hallo, Yah," sapanya dengan suara terengah-engah."Hallo Saga, apa mamamu sudah ketemu? Dia tidak menghubungi ayah lagi," suara ayahnya terdengar cemas."Sudah ada di rumah, Yah," jawab Saga sambil mencoba menenangkan ayahnya."Terima kasih atas bantuanmu, Nak. Hari ini ayah pulang," kata ayahnya, memberitahukan kabar bahwa dia akan segera kembali ke kota.Saga merasa lega mendengar kabar itu. Ayahnya sering bepergian untuk urusan bisnis, kadang sampai berhari-hari bahkan berminggu-minggu lamanya. Mereka memang jarang bertemu secara langsung. Pertemuan langsung itu menjadi kesempatan langka yang harus dimanfaatkan."Hmm Yah, bisakah kita bertemu sebentar sebelum ayah pulang ke ru
Part 48b Pukul dua siang, Saga sudah bersiap-siap dengan pakaian yang rapi. Seperti biasa jaket hitam tak pernah ketinggalan. Dia punya beberapa koleksi jaket-jaket simple tapi harganya cukup mahal itu. "Sayang, aku berangkat dulu. Bener, kamu gak mau ikut?" Damay mengangguk pelan sambil tersenyum. "Aku di rumah saja, Mas." "Kemungkinan aku pulang sampai malam." "Iya, tidak apa-apa, hati-hati di jalan ya, Mas." "Iya, Sayang. Kamu juga hati-hati di rumah. Jangan buru-buru buka pintu kalau bukan aku yang datang." "Baik, Mas." Sagaa mengambil kunci mobil dan berjalan menuju mobil yang terparkir manis di halaman. Mobil mulai bergerak pelan keluar dari halaman dan melesat di jalan raya menuju bandara. Perjalanan ke bandara cukup jauh dari rumah, ia harus melakukan perjalanan lebih dari dua jam. Saga menunggu di area kedat
Part 49 Saga kemudian bangkit. "Tapi satu hal lagi yang harus Ayah pahami. Jangan pernah menyuruhku bercerai dengan Damay. Aku akan tetap mempertahankan pernikahanku dengannya meski aku harus mati." Pak Biru masih terdiam, memikirkan kata-kata yang terucap dari mulut anaknya itu. "Aku akan pulang lebih dulu, Yah. Mungkin Ayah butuh waktu untuk berpikir." Kalau sopir ayah tak bisa menjemput, nanti kukirimkan Pak Jerry untuk datang ke sini." Saga melangkah perlahan menuju pintu utama villa mereka yang besar itu. Cahaya senja menyapu halaman, memberikan sentuhan keemasan pada rerumputan yang basah. Namun, langkahnya terhenti ketika suara ayahnya memanggil dari belakang. "Tunggu, Nak!" terdengar suara sang ayah, membuat Saga menoleh dengan cepat. Ia melihat sosok ayahnya, yang masih gagah dengan rambut putihnya yang sudah mulai tumbuh. Saga menghampiri ayahnya dengan wajah serius. "Ada apa, Yah?"
Part 49b Pikirannya kacau. Dia ingin berbicara dengan Nova, menghadapinya dengan bukti yang dia temukan. Namun, pikirannya juga penuh dengan pertanyaan. Mengapa Nova melakukan ini? Apa yang sebenarnya dia rencanakan? Dan yang lebih penting, apa lagi yang tidak diketahuinya tentang istrinya ini? Setelah beberapa saat berpikir, Pak Biru memutuskan untuk menenangkan diri dan tidur semalam di villa itu. Dia tahu dia perlu mempertimbangkan langkah-langkahnya dengan hati-hati. Ia tak ingin pikirannya bertambah runyam. *** Saga melajukan mobilnya melintasi tikungan-tikungan curam di jalan perbukitan. Hari sudah mulai petang. Seiring mobilnya melaju, pandangannya sesekali melirik ke arah pegunungan yang menjulang tinggi di kejauhan. Saga merasa sebuah beban besar telah terangkat dari pundaknya setelah berbicara dengan sang ayah. Apa yang ingin disampaikan sudah ia ungkapkan semua pada ayahnya. Dan mengenai keputusan
Part 50"Emmh, aku ... aku .... sebenarnya ...." ucap Nova terbata-bata, mencoba mencari alasan yang masuk akal untuk menjelaskan kepergiannya yang tiba-tiba. Tapi ia tak mungkin mengatakan yang sejujurnya mengenai Sagara, ia bahkan masih takut dengan ancaman anak tirinya itu.Raut wajah Pak Biru kini berubah serius, menatap Nova dengan tatapan tajam. "Kamu tidak bisa begitu saja menghilang begitu lama tanpa kabar. Apa yang terjadi? Kamu bahkan membuat khawatir aku dan orang-orang di rumah."Nova menarik napas dalam-dalam. Ia tidak ingin berbohong, tapi ia tahu cerita yang sebenarnya cukup rumit untuk dijelaskan. "Maafkan aku Sayang, sebenarnya, aku... aku punya masalah keluarga yang mendadak muncul. Aku harus pergi ke kampung halaman ibuku karena ada urusan mendesak," kilahnya berbohong.Pak Biru mengangguk, meskipun ia tahu wanita yang ada di hadapannya kini sedang berbohong. "Baiklah, tapi setidaknya beritahu aku sebelumnya kalau kam
Part 50bSementara itu, Heri segera mengunci pintu ruangan."Pak Heri, ada tugas penting untukmu," tukas Pak Biru dengan suara pelan namun penuh dengan ketegasan yang membuat Heri mengangkat kepalanya saat sedang menyusun dokumen-dokumen terbaru."Tugas apa, Pak?" tanya Heri, hatinya merasa agak cemas dengan nada yang diucapkan Pak Biru."Ini bukan mengenai pekerjaan tapi mengenai istriku," jawab Pak Biru, suaranya serius. "Tolong carikan orang yang berpengalaman untuk mengawasi istriku, laporkan semua gerak-geriknya dan kemanapun dia pergi."Heri terdiam sejenak, mencoba memproses permintaan aneh ini. Dia mengenal Pak Biru cukup baik sebagai atasan yang tegas dan serius dalam pekerjaannya, tetapi permintaan seperti ini terdengar sangat pribadi dan tidak biasa."Pak, maaf, tapi mengawasi seseorang secara pribadi itu--"Pak Biru mengangguk, ekspresinya tetap serius. "Saya paham. Tugas yang saya ini tidak biasa. Saya butuh
Part 51"Hmmm.... Sekarang udah suka godain suami terus nih!" Ucapan Saga hanya disambut tawa renyah sang istri."Mau kopi atau teh, Mas?" tawar Damay sambil menyuguhkan sepiring nasi goreng yang wangi."Teh saja, Sayang, gak usah dikasih gula," jawab Saga sembari menikmati aroma harum dari masakan kesukaannya saat ini."Teh tawar?"""Hmmm, soalnya yang manis sudah ada di hadapanku ini."Damay kembali tertawa lirih sembari menuangkan teh ke dalam gelas untuk suaminya. "Mas Saga lagi ngerayu nih?""Kamu duluan kan yang mulai, hmm?!" tukas Saga sembari menjapit hidung istrinya gemas.Damay benar-benar merasa bersyukur, memiliki suami seperti Saga. Meski penampilan luar terlihat menakutkan tapi hatinya benar-benar baik. Usai melewati kejadian buruk, hanya suaminya lah yang mampu membuatnya aman dan nyaman.Mereka duduk bersama di meja makan, sambil sesekali saling bertukar pandang yang
Part 51b"Baiklah, datang ke rumah ya. Kita bertemu di ruang kerjaku.""Baik, Pak."Setelah menunggu sekitar 35 menit, Heri datang ke kediaman Pak Biru. Dan seperti biasanya, mereka berbincang serius di ruang kerja Pak Biru. "Bagaimana?" tanya Pak Biru penasaran."Mohon maaf sebelumnya, Pak. Silakan bapak lihat data-data di sini, ini semua fakta tentang Bu Nova."Pak Biru mengangguk, membuka file dari dari asistennya itu. Ia terdian cukup lama, menatap layar laptopnya dengan wajah serius. Sesekali, Heri menjelaskan. Bukan hanya tindak-tanduk Nova saat ini saja tapi juga tentang masa lalu istrinya mulai terkuak satu per satu."Jadi sebelum menikah sama Bapak, Bu Nova adalah istri simpanan Pak Arif, mereka akhirnya pisah karena ketahuan istri sahnya. Dan ini rekam jejak Bu Nova sebelum-sebelumnya, Pak."Pak Biru tampak shock mendengar penuturan Heri. Pasalnya Pak Ariflah yang merekomendasi Nova untuk menjadikanny