Part 48b
Pukul dua siang, Saga sudah bersiap-siap dengan pakaian yang rapi. Seperti biasa jaket hitam tak pernah ketinggalan. Dia punya beberapa koleksi jaket-jaket simple tapi harganya cukup mahal itu. "Sayang, aku berangkat dulu. Bener, kamu gak mau ikut?" Damay mengangguk pelan sambil tersenyum. "Aku di rumah saja, Mas." "Kemungkinan aku pulang sampai malam." "Iya, tidak apa-apa, hati-hati di jalan ya, Mas." "Iya, Sayang. Kamu juga hati-hati di rumah. Jangan buru-buru buka pintu kalau bukan aku yang datang." "Baik, Mas." Sagaa mengambil kunci mobil dan berjalan menuju mobil yang terparkir manis di halaman. Mobil mulai bergerak pelan keluar dari halaman dan melesat di jalan raya menuju bandara. Perjalanan ke bandara cukup jauh dari rumah, ia harus melakukan perjalanan lebih dari dua jam. Saga menunggu di area kedatPart 49 Saga kemudian bangkit. "Tapi satu hal lagi yang harus Ayah pahami. Jangan pernah menyuruhku bercerai dengan Damay. Aku akan tetap mempertahankan pernikahanku dengannya meski aku harus mati." Pak Biru masih terdiam, memikirkan kata-kata yang terucap dari mulut anaknya itu. "Aku akan pulang lebih dulu, Yah. Mungkin Ayah butuh waktu untuk berpikir." Kalau sopir ayah tak bisa menjemput, nanti kukirimkan Pak Jerry untuk datang ke sini." Saga melangkah perlahan menuju pintu utama villa mereka yang besar itu. Cahaya senja menyapu halaman, memberikan sentuhan keemasan pada rerumputan yang basah. Namun, langkahnya terhenti ketika suara ayahnya memanggil dari belakang. "Tunggu, Nak!" terdengar suara sang ayah, membuat Saga menoleh dengan cepat. Ia melihat sosok ayahnya, yang masih gagah dengan rambut putihnya yang sudah mulai tumbuh. Saga menghampiri ayahnya dengan wajah serius. "Ada apa, Yah?"
Part 49b Pikirannya kacau. Dia ingin berbicara dengan Nova, menghadapinya dengan bukti yang dia temukan. Namun, pikirannya juga penuh dengan pertanyaan. Mengapa Nova melakukan ini? Apa yang sebenarnya dia rencanakan? Dan yang lebih penting, apa lagi yang tidak diketahuinya tentang istrinya ini? Setelah beberapa saat berpikir, Pak Biru memutuskan untuk menenangkan diri dan tidur semalam di villa itu. Dia tahu dia perlu mempertimbangkan langkah-langkahnya dengan hati-hati. Ia tak ingin pikirannya bertambah runyam. *** Saga melajukan mobilnya melintasi tikungan-tikungan curam di jalan perbukitan. Hari sudah mulai petang. Seiring mobilnya melaju, pandangannya sesekali melirik ke arah pegunungan yang menjulang tinggi di kejauhan. Saga merasa sebuah beban besar telah terangkat dari pundaknya setelah berbicara dengan sang ayah. Apa yang ingin disampaikan sudah ia ungkapkan semua pada ayahnya. Dan mengenai keputusan
Part 50"Emmh, aku ... aku .... sebenarnya ...." ucap Nova terbata-bata, mencoba mencari alasan yang masuk akal untuk menjelaskan kepergiannya yang tiba-tiba. Tapi ia tak mungkin mengatakan yang sejujurnya mengenai Sagara, ia bahkan masih takut dengan ancaman anak tirinya itu.Raut wajah Pak Biru kini berubah serius, menatap Nova dengan tatapan tajam. "Kamu tidak bisa begitu saja menghilang begitu lama tanpa kabar. Apa yang terjadi? Kamu bahkan membuat khawatir aku dan orang-orang di rumah."Nova menarik napas dalam-dalam. Ia tidak ingin berbohong, tapi ia tahu cerita yang sebenarnya cukup rumit untuk dijelaskan. "Maafkan aku Sayang, sebenarnya, aku... aku punya masalah keluarga yang mendadak muncul. Aku harus pergi ke kampung halaman ibuku karena ada urusan mendesak," kilahnya berbohong.Pak Biru mengangguk, meskipun ia tahu wanita yang ada di hadapannya kini sedang berbohong. "Baiklah, tapi setidaknya beritahu aku sebelumnya kalau kam
Part 50bSementara itu, Heri segera mengunci pintu ruangan."Pak Heri, ada tugas penting untukmu," tukas Pak Biru dengan suara pelan namun penuh dengan ketegasan yang membuat Heri mengangkat kepalanya saat sedang menyusun dokumen-dokumen terbaru."Tugas apa, Pak?" tanya Heri, hatinya merasa agak cemas dengan nada yang diucapkan Pak Biru."Ini bukan mengenai pekerjaan tapi mengenai istriku," jawab Pak Biru, suaranya serius. "Tolong carikan orang yang berpengalaman untuk mengawasi istriku, laporkan semua gerak-geriknya dan kemanapun dia pergi."Heri terdiam sejenak, mencoba memproses permintaan aneh ini. Dia mengenal Pak Biru cukup baik sebagai atasan yang tegas dan serius dalam pekerjaannya, tetapi permintaan seperti ini terdengar sangat pribadi dan tidak biasa."Pak, maaf, tapi mengawasi seseorang secara pribadi itu--"Pak Biru mengangguk, ekspresinya tetap serius. "Saya paham. Tugas yang saya ini tidak biasa. Saya butuh
Part 51"Hmmm.... Sekarang udah suka godain suami terus nih!" Ucapan Saga hanya disambut tawa renyah sang istri."Mau kopi atau teh, Mas?" tawar Damay sambil menyuguhkan sepiring nasi goreng yang wangi."Teh saja, Sayang, gak usah dikasih gula," jawab Saga sembari menikmati aroma harum dari masakan kesukaannya saat ini."Teh tawar?"""Hmmm, soalnya yang manis sudah ada di hadapanku ini."Damay kembali tertawa lirih sembari menuangkan teh ke dalam gelas untuk suaminya. "Mas Saga lagi ngerayu nih?""Kamu duluan kan yang mulai, hmm?!" tukas Saga sembari menjapit hidung istrinya gemas.Damay benar-benar merasa bersyukur, memiliki suami seperti Saga. Meski penampilan luar terlihat menakutkan tapi hatinya benar-benar baik. Usai melewati kejadian buruk, hanya suaminya lah yang mampu membuatnya aman dan nyaman.Mereka duduk bersama di meja makan, sambil sesekali saling bertukar pandang yang
Part 51b"Baiklah, datang ke rumah ya. Kita bertemu di ruang kerjaku.""Baik, Pak."Setelah menunggu sekitar 35 menit, Heri datang ke kediaman Pak Biru. Dan seperti biasanya, mereka berbincang serius di ruang kerja Pak Biru. "Bagaimana?" tanya Pak Biru penasaran."Mohon maaf sebelumnya, Pak. Silakan bapak lihat data-data di sini, ini semua fakta tentang Bu Nova."Pak Biru mengangguk, membuka file dari dari asistennya itu. Ia terdian cukup lama, menatap layar laptopnya dengan wajah serius. Sesekali, Heri menjelaskan. Bukan hanya tindak-tanduk Nova saat ini saja tapi juga tentang masa lalu istrinya mulai terkuak satu per satu."Jadi sebelum menikah sama Bapak, Bu Nova adalah istri simpanan Pak Arif, mereka akhirnya pisah karena ketahuan istri sahnya. Dan ini rekam jejak Bu Nova sebelum-sebelumnya, Pak."Pak Biru tampak shock mendengar penuturan Heri. Pasalnya Pak Ariflah yang merekomendasi Nova untuk menjadikanny
Part 52"Sayang, apa maksudnya ini? Ce-ceraai?!""Ya, tandatangani saja, setelah itu kita akan bertemu di pengadilan.""Sayang, jangan bercanda, kalau mau ngasih kejutan buat aku jangan ngeprank gini deh!" ucap Nova dengan suara manjanya."Ini serius, aku tidak bercanda, Nova. Kita akan berpisah."Nova makin shock mendengar penuturan Pak Biru, terlihat wajah pria itu sangat serius, membuat raut wajah Nova berubah sedih. Matanya tampak berkaca-kaca."Kenapa tiba-tiba sekali? Aku salah apa? Kenapa tiba-tiba kamu seperti ini?""Aku tidak perlu menjelaskannya, kamu pasti sudah tahu," sahutnya masih dengan ekspresi dingin."Sayang, ini gak bener! Ini gak adil buat aku! Kamu menceraikanku tanpa kutahu salahku dimana?!""...""Sayang, kenapa jadi seperti ini? Kita bukan pasangan muda yang masih labil dan ambil keputusan secara gegabah, kita ini sudah berumur, bukankah kalau ada masalah bisa diselesaik
Part 52b"Aku mencintainya dengan tulus.""Tentu Bos, saya juga tahu itu. Dari ekspresi wajah Bos aja sudah ketebak, kalau Bos cinta banget sama Mbak Damay. Coba kasih buket bunga atau coklat pasti bikin Mbak Damay merasa berarti.""Pulang dari sini langsung mampir. Aku udah gak sabar ingin melihat senyumannya.""Siaaappp, laksanakan!"Mereka berdua berjalan keluar dari ruangan, menyusuri koridor kantor yang sepi ditinggal para penghuninya. Tak ingin membuang waktu, mereka segera tancap gas. Mobil yang dikemudikan Pak Tom berjalan kencang menyusuri jalan raya di malam hari yang masih ramai oleh beberapa kendaraan bermotor.Mobil sempat berhenti di toko kado, Pak Tom segera turun, membelikan buket bunga sekaligus coklat untuk Bos mudanya itu. Sampai di rumah ....Saga bisa bernapas lega, usai turun dari mobilnya. Melangkah tegas menuju pintu. Awalnya, dia memanggil Damay, tapi tak ada sahutan. Lelaki i