“Apakah dia tidak mengalami kekurangan apapun, Dok?” tanya Andri lagi. Dia pernah mengalami kondisi koma dan kemudian terbangun dengan kehilangan sebagian ingatannya, Andri khawatir kejadian serupa menimpa Rini.“Sejauh ini tidak ada yang mengkhawatirkan selain kondisi pasien yang masil lemah dan tekanan darahnya yang masih jauh di atas normal.”“Pak Andri ... Mbak Nuri ... Ibu ….” Suara lirih Rini hampir tak terdengar.“Saya pamit dulu, kami akan terus memantau kondisi pasien. Silahkan memanggil petugas medis jika terjadi sesuatu pada pasien ” pamit dokter dan perawat yang memeriksa Rini.“Baik terima kasih, Dok.”“Apa aku boleh melihat bayiku?” tanya Rini lirih. Andri menghampirinya dan mengusap pipinya. Sedangkan Nuri dan Bu Susi hanya berdiri di sampingnya.“Bayimu cantik, Rin. Dia mirip sepertimu. Aku akan mencoba bicara pada perawat apakah kamu bisa melihat bayimu,” ucap Andri lembut masih sambil mengusap pipi Rini.Nuri tertunduk melihatnya.“Aku ke ruang rawat Bilqis dulu, ya,
“Rini menangis bahagia, Mbak,” lirih Rini.Nuri dan Andri saling pandang sesaat mendengar ucapan Rini.“Rini bahagia bisa melahirkan putri untuk Pak Andri, Rini bahagia bisa menepati janji pada Pak Andri untuk menjaga Bilqis sampai hadir ke dunia ini, meskipun Rini belum bisa melihatnya. Dan … Rini … bahagia melihat … Mbak Nuri dan Pak Andri … bisa … berdampingan seperti … ini,” lanjut Rini terbata-bata.Andri dan Nuri kembali saling berpadangan, buru-buru Nuri menggeser tubuhnya sedikit menjauh dari Andri ketika menyadari posisi berdiri mereka sangat dekat."Rini selalu merasa bersalah atas perpisahan Mbak Nuri dan Pak Andri. Boleh kah Rini meminta satu hal pada mbak Nuri?""Apa itu, Rin?" Suara Nuri terdengar lembut."Jika Rini tak sanggup lagi bertahan, Rini minta ... Mbak Nuri bisa menjadi ibu bagi Bilqis." Rini berusaha berbicara meskipun terbata-bata."RINI!" sentak Nuri. "Kamu jangan bicara begitu.""Mbak Nuri, aku tidak tau apa aku bisa menebus kesalahanku. Aku sangat menyayan
“Ayo pulang, Mas. Langit udah mulai mendung sepertinya hari ini akan turun hujan,” ajak Nuri pada Andri yang masih tertunduk menatap pusara yang masih merah dengan taburan bunga-bunga segar di atasnya.Ya, Rini akhirnya menyerah dan pergi meninggalkan bayinya yang masih merah dan sama sekali belum dilihatnya. Dokter menyatakan Rini meninggal karena kasus keracunan kehamilan atau preeklamsia yang menyebabkan tekanan darahnya sangat tinggi serta menyebabkan kerusakan pada sistem organ tubuhnya yang lain.Andri tak pernah menyangka jika Rini akan pergi meninggalkannya setelah melahirkan putrinya, wanita muda itu sudah menahan sakitnya selama mengandung anaknya, ada rasa sesal terselip di hati Andri ketika mengingat bagaimana dia memperlakukan Rini selama ini. Pria itu terlihat mengusap air matanya, kemudian kembali menatap pusara Rini. “Maafkan aku, istriku,” gumamnya lirih.Nuri, Andin, Rizal dan Adit masih berada di area pemakaman menunggu Andri yang masih tidak beranjak dari depan pus
Nuri berjalan gontai memasuki rumahnya dengan diikuti Adit, sementara Nanda terlihat bernyanyi kecil dalam gendongan Bi Ina.“Ri, aku nggak nyangka kamu sesedih ini dengan kepergian Rini,” ucap Adit lembut.“Dia sudah seperti adikku sendiri, Dit,” jawab Nuri sambil menarik nafas panjang.“Setelah apa yang dilakukannya padamu?” tanya Adit.“Apa maksudmu?”“Kamu masih bisa seperti ini setelah dia merebut kebahagiaanmu dengan Andri?”Nuri hanya menatap kosong pada Adit. “Kamu nggak ngerti, Dit,” gumamnya.“Aku salut padamu, Ri. Hatimu begitu luas bisa masih menerimanya sebagai sahabatmu sebagai saudaramu, meskipun aku tau hatimu sendiri terluka karena itu.” Adit menatap tajam mata Nuri.“Jangan memandangku seperti itu, sebaiknya kamu pulang, Dit. Nggak baik kamu berlama-lama di sini, Aldy lagi sedang tidak di rumah. Aku takut akan jadi fitnah jika kamu berlama-lama di sini.”“Boleh aku bertanya sesuatu padamu?”“Apa itu, Dit?”“Apa kamu berpikir akan kembali pada Andri setelah kepergian
“Ri, bang Rizal nitip ini buat Aldy,” kata Andin sambil menyerahkan sebuah bungkusan di dalam plastik pada Nuri. “Ini apa, Ndin?” “Nggak tau, kamu tanya sendiri aja sama kakakmu,” jawab Andin datar. Nuri menyipitkan matanya memperhatikan ekspresi bicara Andin. Ada yang tak biasa dengan wanita itu. “Kamu lagi sakit, Ndin?” “Iya, lagi sakit hati!” “Sakit hati? Sama siapa? Sama kak Rizal? Kalian lagi ada masalah?” “Uhh, banyak banget pertanyaanmu Ri.” “Lagian kamu bikin penasaran, sih. Ada masalah apa, Ndin?” Andin menghela nafasnya. “Aku ragu mau cerita ke kamu, Ri. Aku nggak tau kamu itu di pihak mana.” “Kamu udah kayak orang mau perang aja, Ndin.” “Iya, aku lagi perang sama kakakmu.” “Ada apa sih, Ndin?” “Sudahlah, Ri. Aku masih malas membahasnya, aku takut nggak mood kerja.” “Huhhh, kamu ini suka banget ya bikin orang penasaran. Kalau gitu ntar pulang kerja aku mampir ke kafe kak Rizal deh.” Andin hanya mengangkat bahunya. “Ini boleh dibuka nggak, ya?” tanya Nuri sambi
“Uring-uringan? Jangan-jangan Andin hamil, Kak!”Rizal tersentak mendengar kalimat Nuri. “Hamil?”“Iya kak, wanita hamil itu memang sensitif. Salah paham sedikit aja bisa jadi masalah besar. Kalau memang Andin sedang hamil, Kak Rizal harusnya lebih peka dan berusaha mengikuti mood nya Andin.”“Aku nggak kepikiran ke sana, Dek. Cuma memang agak kesal juga Andin beberapa hari ini jadi bad mood gitu. Ya udah, aku tinggal sebentar ya, mau nelpon Andin.”“Aku makin kagum sama kamu loh, Ri,” ucap Adit sambil memberi tatapan lembut pada Nuri setelah Rizal menjauh dari mereka.“Isss, emang aku kenapa?” protes Nuri heran.“Kamu kelihatan dewasa banget, jauh lebih matang daripada Nuri yang kukenal dulu.”“Itu aku belasan tahun lalu, Dit. Jelas saja berbeda, semua orang pasti berubah.”Adit masih terus menatap lembut tepat di mata Nuri.“Kamu kenapa sih, Dit. Nggak lagi demam kan?”. Nuri mulai terlihat salah tingkah.Adit tersenyum, “Aku sedang mencari alasan sebesar apa yang dulu membuatku kehi
Drrrtttt… Drrrtttt…Nuri meraih ponselnya di atas nakas dan memicingkan matanya mencari tau siapa yang menelponnya subuh-subuh begini. Andri!“Assalamualaikum. Ada apa, Mas? Kok subuh-subuh gini sudah menelpon?”“Walaikumsalam. Kamu libur kan hari ini, Dik?”“Iya, Mas. Ini kan hari Sabtu.”“Kamu nggak kemana-mana kan?”“Nggak, Mas. Ada apa?”“Mas hari ini mau nengokin Bilqis. Apa kamu mau menemaniku?”Nuri terdiam sesaat.“Aku nggak sendirian kok, Dik. Tadi Aldy bilang mau ikut melihat adiknya.”Andri memahami kekhawatiran Nuri.“Jam berapa ke sana, Mas? Aku liat kondisi dulu ya.”“Sekitar jam 10 pagi ini, Dik. Aku juga sudah konfirmasi pada perawatnya.”“Ya udah, nanti ketemu di sana aja ya, Mas. Insya Allah aku ajak Nanda juga biar Nanda juga ketemu sama adiknya.”“Iya, Dik. Terima kasih ya, maaf aku menelponnya subuh-subuh buta begini. Aku hanya khawatir kamu punya jadwal lain.”Nuri meletakkan kembali ponselnya di atas nakas ketika panggilan Andri berakhir. Baru beberapa detik pon
“Kita boleh masuk, Mas?” tanya Nuri.“Boleh, Dik. Tapi nggak lama. Alhamdulillah menurut perawat, perkembangan Bilqis sangat bagus dan kita boleh melihatnya dari dekat,” jawab Andri tersenyum.“Adik bayinya mana, Pa?” tanya Nanda.“Adik bayinya ada di dalam sayang. Yuk kita masuk,” ajak Andri.Perawat mempersilahkan mereka berempat masuk ke ruangan perawatan bayi di mana Bilqis terlihat sedang tertidur lelap di dalam inkubator. Andri menggendong tubuh Nanda ketika gadis kecil itu melompat-lompat berusaha melihat lebih dekat ke dalam inkubator.Nuri merasa takjub melihat bayi mungil yang kelihatan sangat ringkih itu. Kasihan sekali kamu, Nak. Kamu sudah harus kehilangan ibumu diumurmu yang baru beberapa hari, batin Nuri. Setetes air bening mengalir dari sudut matanya. Andri meliriknya dan kemudian menggelengkan kepala kepadanya.Nuri tau apa maksud Andri. Laki-laki itu melarangnya menangis karena di sana ada Aldy dan Nanda yang kelihatan sangat bahagia bertemu dengan bayi Bilqis. Nuri
“Bang, pulang yuk! Kita nggak dianggap di sini. Dunia serasa milik mereka berdua tuh.” Andin menyebikkan bibirnya sambil menoleh pada Rizal.“Jangan pulang dulu dong, Ndin. Aku boleh minta sesuatu nggak?” tanya Nuri.“Apaan? Asal jangan meminta bayi dalam kandunganku. Kamu kan udah dapat bonus bayi dari Mas Andri.”“Sayang!” Rizal menegur lembut istrinya sambil menggelengkan kepalanya. Dia takut Andri tersinggung dengan ucapan istrinya.“Nggak apa-apa. Aku sangat terhibur dengan kalian berdua,” ucap Andri yang mengerti maksud Rizal.“Jadi minta apa, Ri?” tanya Andin.“Untuk beberapa hari kedepan bisa nggak kalian menginap di sini dulu menemani Ibu dan anak – anak.”“Maksud kamu, Ri?”“Aku dan Mas Andri berencana untuk berlibur keluar kota beberapa hari.”“Jadi kamu setuju, Dik?” tanya Andri dengan tatapan berbinar –binar.“Iya, Mas. Semoga anak-anak juga mengizinkan, ya.”“Wuihhh, aku cemburu pada kalian berdua. Yang pengantin baru siapa yang bulan madu siapa!” Andin kembali mengerucu
“Tapi kita bukan pasangan pengantin baru, Mas.” Protes Nuri. Wajahnya sedikit bersemu merah menerima tatapan menggoda dari suaminya.“Bagiku kita adalah pengantin baru, Sayang. Dan akan selalu begitu. Kita akan menjalani hari-hari kedepan seperti pengantin baru setiap harinya. Kamu mau kan?” Andri menarik mengencangkan pelukannya di bahu Nuri yang membuat tubuh wanita itu masuk kedalam dekapannya. Andri mencium pucuk kepala Nuri. “Boleh minta lagi nggak?” tanyanya mengedipkan mata.“Aku ke sini buat manggil sarapan, Mas. Ayo, sepertinya yang lain sudah menunggu kita.” Nuri menjauhkan tubuhnya. Dia pun sebenarnya susah payah menahan hasratnya untuk tetap berada dalam dekapan hangat suaminya.“Ah, padahal aku ingin sarapan yang lain.” Andri masih menggodanya.“Udah ah, Mas!”“Makanya kamu ambil cuti ya, Dik. Kita liburan berdua.”“Kita bicarakan nanti ya, Mas. Yuk, sarapan dulu.” “Morning kiss dulu, dong,” pinta Andri memajukan bibirnya.Cup! Nuri mengecupnya sekilas. Mata Andri berbin
Kembali Andri dan Nuri tak sanggup menahan keharuan ketika mereka bersujud dalam salat, sajadah keduanya basah dengan air mata penuh rasa syukur atas semua yang sudah mereka lalui.“Aku mencintaimu, Nuri-ku. Perasaanku tidak pernah berkurang meski takdir memisahkanku darimu,” ucap Andri lembut dan memberi kecupan pada kening Nuri setelah mereka melewati malam panjang berdua.“Aku juga mencintaimu, Mas,” jawab Nuri manja sambil menyandarkan kepalanya di dada lelaki yang tak pernah pergi dari hatinya itu.“Sarapan apa pagi ini, Bi?” tanya Nuri pada Bi Ina yang sedang sibuk di dapur.“Ini lagi bikin nasi goreng, pancake dan roti bakar, Bu.”“Ooh, ada yang pesan nasi goreng, Bi? Nggak biasanya sarapan nasi goreng.”“Nggak ada yang pesan, Bu. Bibi hanya membuat nasi goreng kesukaan Pak Andri.”Nuri tersenyum. Beruntung sekali dia dulu menerima Bi Ina ketika seorang keluarga jauhnya merekomendasikan Bi Ina saat Nuri sedang mencari tenaga ART. Bi Ina orang yang jujur, baik dan sangat menyaya
Andri mengetuk pintu kamar Nuri kemudian membukanya perlahan. Nuri yang sedang merapikan beberapa barang diatas meja riasnya menoleh ke arah pintu dan tersenyum melihat kehadiran Andri di sana.“Silakan masuk, Mas. Maaf aku masih merapikan beberapa barang yang tadi berantakan di sini,” ucapnya.“Mau kubantu, Dik?” tanya Andri.“Nggak usah, Mas. Sebentar lagi beres kok. Oiya, ibu masih nginap di sini?”“Ibu sudah pulang ke rumah, Dik. Katanya nggak bawa baju ganti jadi tadi minta antar pulang. Maaf nggak sempatin pamit, tadi ibu nyari kamu untuk berpamitan tapi sepertinya kamu sedang mandi tadi.”“Oh, nggak apa-apa, Mas. Insya Allah besok kita jemput ibu lagi ke sana. Kasian beliau sendirian di sana.”“Iya, Dik. Besok aku ada janji dengan perawat Bilqis juga dan ibu juga ingin ikut menengok Bilqis.”Nuri mengangguk tersenyum. “Besok kita ke sana bersama-sama ya, Mas.”“Teririma kasih, Sayang,” ucap Andri dengan suara serak. Nuri tersipu malu mendengar kata ‘sayang’ bibir lelaki itu. P
Rizal tersenyum bahagia melihat kebahagiaan yang terpancar di wajah Nuri. 'Aku akan menebus kesalahanku padamu dengan menjaga Nuri, Ayah. Aku melihat senyummu di balik senyumannya,' batin Rizal. Setelah tamu satu persatau mulai meninggalkan rumah Nuri, Andri dan Nuri yang sedang duduk bersantai di ruang tengah terkejut dengan kemunculan Bi Ina dengan deraian air mata di sana.Bi Ina sedari tadi tidak kelihatan diantara para tamu karena sibuk di belakang. Dengan deraian air matanya, Bi Ina memberi selamat pada kedua majikan yang begitu dihormatinya itu.“Bi Ina kok nangis gitu? Nggak suka saya balik ke rumah ini lagi?” tanya Andri sengaja bercanda. Dia tau Bi Ina dari dulu sangat berharap dia kembali ke rumah ini. Bi Ina bahkan beberapa kali menangis memohon padanya agar majikannya itu kembali bersama seperti dulu lagi.“Tidak, Pak. Justru sebaliknya saya sangat bahagia. Saya bahagia melihat keluarga Pak Andri dan Bu Nuri kembali bersatu. Ini adalah impian saya selama ini. Saya hanya
Andri dan Nuri serta Aldy dan Nanda masih berkeliling menyapa semua keluarga mereka yang hadir di rumah Nuri. Bu Susi yang dari tadi hanya diam menyaksikan semua yang terjadi di sana memeluk Nuri dengan erat ketika Nuri dan Andri serta kedua anak mereka menghampirinya.Tak ada kata yang keluar dari bibir wanita tua itu, hanya terdengar tangisan lirih membungkus keharuan yang dirasakannya. Nuri pun kembali menitikkan air mata harunya dalam dekapan ibu mertuanya itu.“Ibu tak bisa berkata apa-apa, Nak. Kebahagiaan yang ibu rasakan tak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Pemandangan ini membuat perasaan ibu sesak dengan rasa bahagia. Sayang sekali Bapak dan adikmu Nindya tak bisa menyaksikan ini,” ucap Bu Susi sambil menyeka air matanya.“Iya, Bu. Kita akan mengabari Bapak dan Nindya nanti,” sahut Nuri lembut.“Terima kasih, Bu. Andri yakin ini semua juga tak lepas dari doa – doa ibu selama ini. Terima kasih untuk selalu meminta kebahagiaan anakmu ini dalam setiap doamu Ibu,” ucap Andri d
Andri terpaku mendengar ucapan Nuri, ucapan Nuri membuatnya merasa terbang ke awan – awan. Hatinya yang tadinya sesak dengan kepedihan kini berganti sesak dengan kebahagiaan.Begitu mudahnya Allah membolak – balikkan keadaan dan hati seseorang, maka sesungguhnya kita hanya perlu berpasrah pada ketentuan-Nya. Kun Fayakun, tidak ada satu hal pun yang mustahil bagi Allah jika Dia menghendakinya.Setelah semuanya setuju, Andri duduk dengan gagahnya menggantikan posisi yang tadinya diisi Adit. Kemeja kuning pucat hadiah dari Nuri yang dikenakannya tampak serasi dengan kebaya putih kombinasi kuning gading yang digunakan Nuri.Jika dilihat sekilas, tidak akan ada yang menyangka jika posisi Andri ada di sana untuk menggantikan Adit. Semua tampak serasi, seperti telah direncanakan dengan sempurna. Ya, semua rencana Allah. Itulah yang membuat semua terlihat sempurna.“Andri Firmansyah, saya nikahkan dan kawinkan engkau dengan adik kandung saya yang bernama Nuri Wulandari binti Muhammad Rasyid d
Ayah Andin, yang merupakan pemuka agama khusus datang dari Kalimantan memenuhi undangan anak dan menantunya untuk memberi khutbah dan wejangan pada calon pengantin. Jantung Adit berdegup kencang ketika tiba saatnya Rizal menatap tajam padanya dan menggenggam erat tangannya, sedangkan Nuri hanya duduk tertunduk di sampingnya sambil sesekali menghela napas pelan.“Danis Raditya, saya nikahkan dan kawinkan engkau dengan adik kandung saya yang bernama Nuri Wulandari binti Muhammad Rasyid dengan maskawinnya berupa uang sebesar Lima Ratus Ribu Rupiah dan seperangkat alat sholat dibayar TUNAI!”Hening. Tidak ada jawaban dari Adit. Ujung mata pria itu melirik pada sesosok pria di sudut ruangan yang tertunduk dengan bahu terguncang naik turun sambil memangku gadis kecil yang terlihat heran melihat pria itu menangis. Bola mata Adit menatap tajam pada Rizal kemudian kembali melirik ke sudut ruangan lalu melirik Nuri yang hanya menunduk dan menunggunya mengucapkan ijab kabul.Rizal menyipitkan m
Andri membuka lemari pakaiannya dan memilih kemeja berwarna kuning pucat yang merupakan kemeja favoritnya. Kemeja itu menjadi hadiah ulang tahun terakhir yang dihadiahkan Nuri padanya sebelum akhirnya takdir memisahkan mereka. Bu Aisyah, Aldy dan beberapa kerabat Nuri menyambut kehadiran Bu Susi dan Andri ketika mereka ibu dan anak itu tiba di sana. Bu Aisyah tampak ramah seperti biasanya mengajak Bu Susi mengobrol membicarakan beberapa hal. Sementara perhatian beberapa orang yang ada disana terpusat pada Andri ketika pria itu datang. Nuri hanya mengundang beberapa keluarga dekatnya, dan mereka semua yang ada disana mengetahui siapa Andri. Aldy yang menyambut kedatangan papanya mengajak Andri masuk kedalam rumah dan memilih menemani papanya itu duduk di pojok ruangan. Beberapa orang terlihat hilir mudik mempersiapkan keperluan acara. Rizal menghampiri Andri ketika melihat lelaki itu duduk di pojok ruangan ditemani Aldy. Rizal dan Andri terlibat perbincangan ringan beberapa saat sebe