SUAMIKU BUKAN LULUSAN D3BAB 15Akhirnya aku menggaguk malas, bukan karena sudah melupakan sakit hatiku dan mau mempertimbangkan untuk rujuk nantinya. Tapi, aku ingin dia segera cepat pergi dari sini.“Beneran, Dek, kamu mau memberiku kesempatan?” Senyum Mas Reno mengembang, matanya pun berbinar. “Yes!” Iya mengangkat kepalan tangan dan berwajah senang.Kemudian aku membalikan badan dan kembali memasukan anak kunci ke lubang pintu.Ketika sudah terdengar kunci terbuka, gegas kubuka gagang pintu dan melangkah. Kemudian masuk dan ingin menutup pintu. Tapi, urung aku lakukan karena merasa tidak enak pada Mas Reno yang belum juga beranjak dari hadapanku.Ia menatapku dengan menyeringai. Ish, seperti serigala berbulu domba. Aku mencibirnya. Kemudian menutup daun pintu.Tiba-tiba Mas Reno menahan daun pintu. “Dek!” Kembali ia menunjukan baris giginya.“Apa lagi, sih, Mas?” Aku mulai kesal.“Anu, Dek. Bisa nggak, baikannya sekarang aja? Nanti aku belikan bakso dua bungkus untukmu atau kamu m
SUAMIKU BUKAN LULUSAN D3BAB 16“Jangan, Dek, jangan. Baik, baik, aku akan pergi dari sini. Kartu ATM-ku sama handphone-ku kamu pegang saja. Ya, sudah aku pulang. Tapi ….”“Tapi, apa?!”“Itu martabaknya kan ada dua loyang, baksonya juga ada dua bungkus. Aku boleh nggak ….” Jakun Mas Reno terlihat naik turun.“Kamu bawa semua pun tidak masalah bagiku. Toh selama ini kamu juga dibelakangku suka perhitungan. Makan bakso dari traktiran Pak Ridwan, aku kamu bawakan kuah baksonya saja, itu pun bekas teman-temanmu. Tiap hari makan seadanya. Eh, tau-taunya punya banyak uang disimpan di kartu ATM, mana adik dan ibuku minta uang berjuta-juta dengan mudahnya kamu berikan. Jangan kamu pikir aku begitu saja bisa melupakannya, ya, Mas.”Bu Ridwan yang mendengarku merepet, tercengang. “Bu Reno dibawakan kuah bakso bekas orang?” tanyanya megulang ucapanku.“Aduh, Dek. Jangan bahas itu lagi. Apa lagi di depan Bu Ridwan!” Mas Reno ingin menempelkan tangannya untuk menutup mulutku. Cepat kutepis sebelum
SUAMIKU BUKAN LULUSAN D3BAB 17Bu Weni tertawa. Sedangkan aku bingung apa yang membuatnya tertawa. Padahal hatiku setengah mati menahan rasa malu karena telah lancang berkeliling menyusuri dalam rumahnya.“Mbak Atik takut saya marahi?” tanyanya setelah ia puas tertawa, ia membaca ketakutanku. Sementara dahiku mengernyit mendengar pertanyaannya. Apa ia memaklumi kelancanganku?“saya sengaja ingin mengetes Mbak Atik. Apa Mbak Atik akan tergoda dengan yang Mbak lihat? Jika tadi Mbak ambil sebagian pun saya tidak akan tahu. Bahkan jika Mbak Atik kabur membawa pergi semua pun saya tidak akan keberatan,” jelasnya dengan begitu santai.“Mana berani saya, Bu Weni. Itu bukan milik saya. Mengambil kepunyaan orang itu sama saja namanya dengan mencuri. Sedangkan saya tidak pernah diajarkan orang tua saya untuk mencuri. Itu kriminal namanya.”“Jadi maksudnya, Mbak Atik takut mencuri karena kalau mencuri akan ditangkap polisi?”“Selain itu, ya, saya takut dosa, Bu.”“Oh, iya, ya.” Bu Weni tertawa
SUAMIKU BUKAN LULUSAN D3BAB 18“Ah, paling itu kucing, Pia. Udah, ah, yuk! Pulang!”Huft! Untung temannya Pia itu berkata seperti itu. Lega rasanya. Terdengar langkah mereka yang mulai menjauh. Kemudian perlahan aku berdiri dari kolong meja dapur.“Mbak Atik, jangan keluar dulu, saya mau mengunci pintu agar mereka tak kembali masuk lagi.” Bu Weni berkata pelan. Lalu melangkah ke arah pintu masuk.Tak lama Bu Weni pun kembali lalu barulah memintaku untuk mendekatinya agar duduk di meja makan.“Untung saja, ya!” Bu Weni menghela nafas sambil mengusap dadanya.“Ehm, iya.” Aku memasang wajah sedih.“Loh, kok Mbak Atik mukanya ditekuk gitu?”“Saya jadi nggak enak sama Bu Weni. Gara-gara kehadiran saya, Mereka jadi kurang ajar ke Bu Weni.”“Ya, ampun, Mbak. Itu sih nggak masalah, saya sering kok melihat Pia bersikap begitu. Udah nggak aneh lagi. Nggak tau di kasih makan apa itu dia. Sikapnya memang kurang adab ke orang tua. Sudahlah, tidak perlu membahas mereka lagi, kita mau makan malah n
SUAMIKU BUKAN LULUSAN D3BAB 19“Tega kamu, Mas.” Aku bergumam. Sedangkan wanita di sampingku melirik aneh. “Mbak, Mbak, kesambet, ya?” Dia mengguncang pundakku.Aku menunjuk pada lelaki yang sedang tersenyum-senyum bersama tiga wanita muda yang cantik juga satu wanita paruh baya yang masih terlihat energik.“Dia suamiku.” Air mataku mengalir lagi ketika mengakui orang yang kutunjuk itu adalah suamiku, tetapi dia malah bersama dengan wanita lain. Juga keluarganya Mas Reno, kenapa seperti mendukung sekali kedekatan mereka? Aku juga menghentak-hentakan kakiku ketika perempuan berambut coklat dan memakai baju merah sexi itu mengusap pipi suamiku.Terbayang lagi dimalam aku melihat Mas Reno dicium oleh gadis itu. Mas Reno mengaku padaku perempuan itu yang seperti bebek menyosor sembarangan.“Woy, Mbak! Bangun!” Merasa aku tak menggubris perlakukan pelayan toko itu, telingaku kini ia tiup.“Apa, sih? Aku tuh lagi sedih. Suamiku jalan dengan wanita lain. Ngakunya aja cinta padaku seorang,
SUAMIKU BUKAN LULUSAN D3BAB 20***“Waduh, Mbak, yang sabar, ya! Pasti hati Mbak rasanya sakit sekali, ya!” Pelayan toko mengusap lenganku.“Kamu nanya?” Aku mencebik.Nampak ia seperti menelan ludah.“Dikasihani malah jawabnya gitu, balas dendam, ya?”Aku mengulum senyum.“Walah, Mbak masih bisa senyum? Kalau aku jadi mbaknya. Mungkin sudah pingsan kalau melihat suamiku dengan perempuan lain. Hebat lah mbaknya ini. Salut aku. Udah digituin masih tetap tegar.”“Aku bisa tegar begini karena sudah mempersiapkannya dari kemarin, Mbak. Ini bukan pertama kali aku melihat suamiku dengan ulat bulu itu.”“Oh ….” Bibir pelayan toko itu membuat.“Jadi nanti setelah pertemuan malam nanti mau cerai donk! Apa nggak sebaiknya dipertahankan saja rumah tangganya, Mbak. Keenakan pelakornya. Nanti merasa menang dan besar kepala sudah bisa merusak rumah tangga orang.”“Mempertahankan? Ih, mbuh. Biar saja ulat bulu itu merasa menang. Aku malas mempertahankan hubungan yang tidak ada kejujuran di dalamnya
SUAMIKU BUKAN LULUSAN D3BAB 21“Iya, semua untuk Mbak Atik.” Kemudian Bu Weni melenggang masuk ke kamar.Aku cuma bisa mematung setelah ditinggal Bu Weni, masih merasakan tidak percaya atas ucapnya. Baju sebanyak ini dan juga mahal-mahal, pasti akan berbulan-bulan bisa melunasinya. Sedangkan aku tidak tahu persis berapa sebenarnya upah yang akan Bu Weni bayarkan padaku untuk bekerja di sini.“Mbak Atik!” teriak Bu Weni.“Iya, Bu!” Aku pun menjawab dengan cara berteriak. Kemudian berlari menghampiri sumber suara tersebut.Tas-tas berbahan kertas yang kutenteng itu kuletakan begitu saja di lantai dekat pintu kamar yang Bu Weni huni. Pintu itu sedikit terbuka. Aku menyembulkan kepalaku dari balik pintu tanpa berani melangkah masuk.“Ada apa, Bu Weni? Ada yang bisa dibantu?”“Sini masuk aja?” Bu Weni sedang membuka menutup lemari kemudian duduk di bibir dipan.Aku melangkah dengan ragu kemudian masuk sambil melihat tiap sudut ruangan ini. Dasar orang kaya, kamar saja diberi kulkas dan TV
SUAMIKU BUKAN LULUSAN D3BAB 22“Oh, iya. Paman sampai lupa sama oleh-oleh yang Atik bawa.” Paman membuka kantong tersebut dan mengeluarkan isinya.“Banyak amat, Tik. Ini semua suamimu yang beli? Tumben. Memangnya sedang ketiban durian runtuh, ya?”Riak wajah istri paman yang terlihat kusut menjadi cerah seketika. Ia juga mendekat dan membantu Paman mengeluarkan sisa isi kantong tersebut.“Itu bukan dari suami Atik, Paman. Tapi dari ….” Hampir saja aku keceplosan bicara. Untungnya aku cepat mengerem ucapanku. Lebih baik aku tidak usah menceritakan tentang pekerjaanku secepat ini. Nanti saja jika waktunya sudah tepat barulah kukatakan sejujurnya pada Paman.Untungnya Paman tidak memperhatikan ucapanku, ia dan istrinya sedang sibuk kembali memasukan barang-barang yang telah mereka keluarkan, kemudian memerintahkan istrinya untuk membawa dua kantung besar itu ke dalam.“Paman sampai nggak merhatiin kamu ngomong apa, saking sibuknya melihat pemberianmu yang banyak tadi, lagian kenapa haru