SUAMIKU BUKAN LULUSAN D3BAB 39“Memangnya kamu sudah sampai mana dan di bengkel mana? Biar nanti aku jemput dan mengantarkanmu langsung pulang ke rumah.” Cemas juga hatiku mendengar kabar dari Melia.“Sudah setengah perjalanan menuju rumah kamu, Mas. Kamu nggak usah jemput, akan butuh waktu lama jika aku menunggumu. Aku cuma butuh uang saja sekarang,” jelasnya. Mungkin agar suaranya terdengar jelas olehku. Karena tadi aku bilang suaranya Melia berbicara berbarengan dengan deru mobil di pinggir jalan.“Bersabarlah, tunggu aku, ya! Aku juga ingin lihat kondisimu dan mobilmu.” “Mas! Aku bilang nggak usah ke sini. Aku cuma mau pinjam uang kamu, aja, kok. Nanti akan langsung aku kembalikan jika aku sampai rumah,” ucap Melia terdengar panik.“Akan aku beri, cuma aku pengen lihat keadaanmu dan mobilmu yang rusak. Itu aja kok susah amat.”“Kamu yang susah amat. Cuma mau minjem uang aja ribet banget urusannya, dasar pelit!” Melia mematikan sambungan teleponnya.Aku mengedikkan bahu. Memangny
SUAMIKU BUKAN LULUSAN D3BAB 40“Nih!” Atik mengulurkan tangannya yang memegang smartphone ke arahku.Aku mengambilnya. Kulihat layar benda itu masih dalam mode terhubung dengan si pemanggil telepon.“Memang siapa yang nelpon?” tanyaku pada Atik, ada ragu dalam hati untuk berbicara dengan si penelpon.“Nggak tahu, nggak ada angin nggak ada hujan dia bilang aku sebagai komplotan penipu.”“Penipu?”“Lebih jelasnya lebih baik Mas yang berbicara!” titah Atik.Segera kutempelkan benda pipih dari tanganku ke telinga.“Hallo!”“Ya, Hallo! Ini pasti Pak Reno, kan?” Terdengar suara laki-laki.“Iya, betul. Ini siapa?” Ada firasat tidak enak menyelimuti hatiku mendengar suara pembicara dari seberang telepon.“Pak Reno. Cepat bayar hutang pacar Bapak. Katanya dia nunggu transferan dari Pak Reno. Saya sudah capek ini nungguin dari tadi, berbelit-belit dan banyak alasan. Kalau tidak bayar hutang sekarang juga, nanti pacar Bapak saya gelandang ke kantor polisi, mau?” Pria yang berbicara di seberang
SUAMIKU BUKAN LULUSAN D3Bab 1“Hai, Bu Reno, kebeneran banget kita ketemu di depan toko emas di sini. Pasti mau beli emas kayak aku, ya? Haha …. Alhamdulillah banget, ya, Bu. Akhirnya suami kita bisa jadi P3K juga,” ucap Bu Ridwan bersemangat.Keningku berkerut. “Su-suami kita?” tanyaku heran dan terbata.Sungguh pernyataan yang aneh kudengar ini tidak masuk akal. Apa mungkin Bu Ridwan salah orang?! Mungkin yang dia maksud Bu Reno yang lain, bukan aku.“Ish, Bu Reno ini.” Bu Ridwan mencubit kecil lenganku. “Maksud saya, Pak Reno–suami ibu dan suami saya, kok Bu Reno kelihatan bingung, sih? Sekarang kan mereka sudah turun SK P3K-nya. Bisa kita gadaikan, tuh, Bu ke bank. Emangnya Bu Reno nggak punya niat beli kebun, sawah dan sebagainya pakai uang pinjaman dari bank?” Bu Ridwan kembali menjelaskan hal yang tidak aku mengerti.Aku sempat tersenyum membayangkan bisa memiliki kebun dan sawah seperti yang Bu Ridwan katakan. Siapa juga yang tidak mau punya sawah dan kebun sendiri? Tapi, si
SUAMIKU BUKAN LULUSAN D3 BAB 2***“Dek. Bangun!” Kudengar samar suara Mas Rino, kemudian sentuhan lembut tangannya membelai pipiku. Perlahan kubuka mata. Kudapati Mas Reno tersenyum memandang wajahku.Rupanya aku ketiduran.“Mas sudah pulang rupanya. Tumben Mas pulang telat, memangnya ada rapat di sekolah, Mas?”“Ehm, anu, itu. Iya. Eh, enggak, eh, kamu kenapa tidur di teras? Nggak enak dilihat orang lewat. Kenapa nggak tidur di kamar aja?”Mas Reno ini. Aku tanya apa, dia jawab apa. Ingin bertanya lagi tapi, indra penciumanku megalihkan rasa ingin tahuku perihal alasan apa yang membawanya telat pulang.“Mas, kamu habis makan bakso?” tanyaku penasaran.“Ehm. Iya, Dek. Tadi Pak Ridwan traktir kecil-kecilan di sekolah. Dia membelikan para guru bakso. Nih, aku bawakan air baksonya untuk kita makan bersama nanti sore, punya teman-temanku yang kuah baksonya nggak habis juga aku bawa untuk kita makan malam nanti. Tinggal dihangatkan aja. Nggak apa kan aku cuma bawa kuah baksonya aja? Masih
SUAMIKU BUKAN LULUSAN D3 BAB 3PoV: RenoDuh, kenapa Bu Ridwan bisa bertemu dengan istriku? Gawat kan kalau nanti ketahuan selama ini aku menyimpan rahasia. Kalau istriku tahu bagaimana, ya, nantinya? Pasti dia akan minta uang lebih banyak dari yang selama ini aku berikan padanya, kacau, deh!Aku melirik lagi pada istriku, matanya masih saja melirik sinis padaku. Apa wajahku telihat begitu mencurigakan? Bagaimana caranya mengalihkan perhatian matanya yang tajam menatapku itu, ya?“Ehm, Dek, kamu tadi kepasar mau apa?” Aku memberikan pertanyaan apa saja, agar dia tidak memandang wajahku dengan tatapan seperti polisi ingin menangkap basah maling.Wajah tegang istriku perlahan mulai mengendur. “Mau jual simpanan emasku, Mas, rencananya buat modal jualan. Aku tahu betul kamu pasti nggak akan bisa ngasih aku modal untuk berdagang, makanya aku ke pasar untuk jual kalung emasku.” Terdengar embusan nafas berat istriku.Simpanan? Uang dari mana istriku bisa menyimpan emas. Apa jangan-jangan se
SUAMIKU BUKAN LULUSAN D3BAB 4Penulis: Devi Adzra Aqila PoV: RenoIstriku memasang wajah sedih, mungkin ia berharap aku akan terharu mendengar kisah hidupnya yang pilu, tapi, kalau dipikir-pikir memang istriku sangat prihatin hidupnya. Dari kecil sudah hidup susah, ibunya pergi jadi TKW bapaknya kawin lagi, hidup dengan pamannya dan hanya sekolah cuma tamat SD. Sebenarnya aku malu beristrikan dia. Keluarganya yang dari kalangan orang susah menikah denganku yang notabene sangat mementingkan pendidikan formal.Alasanku sebenarnya aku mau menikahi Atik itu cuma karena Atik itu berwajah cantik, beda dengan yang lain. Cantiknya alami, tanpa polesan bedak, lipstik, juga bulu alis yang ditebal-tebalkan cara wanita lain. Wajahnya yang putih tidak perlu memakai skin care apalah-apalah karena sudah terlihat bercahaya. Itulah salah satu yang bisa aku banggakan darinya. Ya, jadi keuntungan juga untukku, jadi tidak ada yang namanya biaya perawatan muka dan tetek bengeknya.Oleh sebab itulah, ak
SUAMIKU BUKAN LULUSAN D3Bab 5PoV : Reno“Ke-kejutan?” tanyaku dengan suara terbata.“Kejutan apa, sih, Mas?” Atik menatapku penuh dengan pertanyaan.“Ma-mana Mas tau.” Aku menggaruk kepala.Waduh, pasti ibu dan adik-adikku menagih janjiku pada mereka. Kenapa harus kesini, sih? Kan nunggu di rumah ibu juga bisa. Mereka ini kenapa tidak sabaran. Kalau Atik sampai tahu bisa bahaya. Bagaimana caranya supaya mereka tidak membicarakan tentang pengangkatanku yang sudah menjadi P3K? Aku harus cepat memikirkan ide.Oh, iya, aku tau sekarang!“Dek, kamu bikinkan ibu dan adikku teh manis ya! Sekalian keluarin cemilannya supaya Ibu dan kedua Adikku nggak bosan nungguin aku selama ganti baju.”“Sejak kapan kita punya cemilan, Mas? Kalau gula dan teh, sih, untungnya masih ada.”“Oh, iya, ya. Kalau begitu beli jajanan biskuit atau apalah ke warung supaya ada teman minum teh!”Atik menadahkan tangan di hadapanku.“Apa?” tanyaku.“Uangnya?”“Loh, loh, kan uang jatahmu belum lama aku kasih, masa min
SUAMIKU BUKAN LULUSAN D3 BAB 6PoV: AtikNetraku mulai memanas mendengar perbincangan suamiku dan keluarganya, ingin rasanya menangis saat ini juga, tapi sebisa mungkin aku tahan. Aku tidak boleh ketahuan jika sudah di rumah dan mendengar apa yang selama ini tidak aku ketahui.Tega sekali Mas Reno berbohong tentang penghasilannya. Aku yang mengatas namkan berbakti Istri pada suami tidak pernah sekalipun merengek meminta apa pun padanya. Karena aku tahu uang yang Mas Reno hasilkan hanya bisa mencukupi kami makan.Sedangkan Ibu dan adiknya meminta uang berjuta-juta dengan mudah Mas Reno memberikan kartu ATM.Kamu anggap apa aku selama ini, Mas? Tiap hari aku mengurusi dan melayanimu dan tidak pernah menuntut yang macam-macam tega kamu bohongi.Sebenarnya aku tidak masalah dan tidak akan melarangmu memberikan uang pada keluargamu, tapi ya jangan terlalu jomplang begini. Sampai kamu membiarkan aku sering makan dengan garam.Hampir tiap hari aku makan nasi dengan garam, bahkan rela membiar
SUAMIKU BUKAN LULUSAN D3BAB 40“Nih!” Atik mengulurkan tangannya yang memegang smartphone ke arahku.Aku mengambilnya. Kulihat layar benda itu masih dalam mode terhubung dengan si pemanggil telepon.“Memang siapa yang nelpon?” tanyaku pada Atik, ada ragu dalam hati untuk berbicara dengan si penelpon.“Nggak tahu, nggak ada angin nggak ada hujan dia bilang aku sebagai komplotan penipu.”“Penipu?”“Lebih jelasnya lebih baik Mas yang berbicara!” titah Atik.Segera kutempelkan benda pipih dari tanganku ke telinga.“Hallo!”“Ya, Hallo! Ini pasti Pak Reno, kan?” Terdengar suara laki-laki.“Iya, betul. Ini siapa?” Ada firasat tidak enak menyelimuti hatiku mendengar suara pembicara dari seberang telepon.“Pak Reno. Cepat bayar hutang pacar Bapak. Katanya dia nunggu transferan dari Pak Reno. Saya sudah capek ini nungguin dari tadi, berbelit-belit dan banyak alasan. Kalau tidak bayar hutang sekarang juga, nanti pacar Bapak saya gelandang ke kantor polisi, mau?” Pria yang berbicara di seberang
SUAMIKU BUKAN LULUSAN D3BAB 39“Memangnya kamu sudah sampai mana dan di bengkel mana? Biar nanti aku jemput dan mengantarkanmu langsung pulang ke rumah.” Cemas juga hatiku mendengar kabar dari Melia.“Sudah setengah perjalanan menuju rumah kamu, Mas. Kamu nggak usah jemput, akan butuh waktu lama jika aku menunggumu. Aku cuma butuh uang saja sekarang,” jelasnya. Mungkin agar suaranya terdengar jelas olehku. Karena tadi aku bilang suaranya Melia berbicara berbarengan dengan deru mobil di pinggir jalan.“Bersabarlah, tunggu aku, ya! Aku juga ingin lihat kondisimu dan mobilmu.” “Mas! Aku bilang nggak usah ke sini. Aku cuma mau pinjam uang kamu, aja, kok. Nanti akan langsung aku kembalikan jika aku sampai rumah,” ucap Melia terdengar panik.“Akan aku beri, cuma aku pengen lihat keadaanmu dan mobilmu yang rusak. Itu aja kok susah amat.”“Kamu yang susah amat. Cuma mau minjem uang aja ribet banget urusannya, dasar pelit!” Melia mematikan sambungan teleponnya.Aku mengedikkan bahu. Memangny
SUAMIKU BUKAN LULUSAN D3BAB 38PoV: RenoWajah Melia seperti mayit, pucat, kontras dengan warna bibirnya yang merah.“Bayaran apa lagi, Pak, Bu? Memangnya uang yang saya berikan tadi kurang untuk menggantikan teh tubruk kalian? Ada-ada saja, sih. Asal kalian tahu, ya! Baru kali ini saya bertamu diminta ganti rugi untuk apa yang disuguhkan tuan rumah, mana cuma Reno yang minum, itu juga cuma dikit, palingan seteguk, saya dan kedua anak gadis saya malah nggak minum.” Ibu merepet pada orang tuanya Melia.Melia mulai terlihat salah tingkah. Aku tahu ia ingin berbicara pada kami, karena kemunculan orang tuanya, Melia sepertinya tak jadi berbicara, ia memilih berbicara sambil berbisik pada orang tuanya.“Duh, kenapa keluar, sih? Ayo, ayo, masuk ke dalam, yuk!” Melia menarik tangan ibu dan bapaknya. Sedangkan kami cepat-cepat masuk ke mobil untuk segera pergi dari sini sebelum Melia kembali mencoba menahan kami.Di sepanjang perjalanan pulang, di mobil, Ibu terus saja merepet, mengatakan ke
SUAMIKU BUKAN LULUSAN D3BAB 37PoV: Reno“Hah, seminggu lagi?” tanyaku kaget, saking kagetnya suaraku terdengar cukup tinggi.“Loh, kenapa, Mas? Nggak mau? Apa jangan-jangan kamu belum move on dari Atik terus masih mikir panjang untuk serius sama aku?”Mana bisa move on kalau lingkunganku terus saja mengingatkan aku dengan Atik, apalagi mereka selalu menyebut nama mantan istriku. Duh, jadi sedih rasanya mengganti nama Atik dengan sebutan mantan istri.“Mel, seminggu itu terlalu cepat, kalian pasti akan keteteran jika memaksa nikah seminggu lagi. Ngurusin administrasi, nyari MUA, sewa tenda dan catering, belum lagi nyari mahar dan seserahannya.” Ibu menasehati Melia.Aku percaya pada apa yang ibuku katakan, karena Ibu sudah makan asam garam kehidupan. Gimana rasanya tuh asam garam dimakan? Pasti nggak enak. Aku tertawa dalam hati membayangkan Ibu benar benar makan asam dan garam yang sebenarnya.“Nikahnya sederhana saja, Bu. Nggak usah mewah-mewah. Untuk masalah urusan surat menyurat
SUAMIKU BUKAN LULUSAN D3BAB 36PoV: Reno “Mak, ambil minum cepet!”Kudengar Melia memerintah ibunya dengan berbisik, namun jelas kudengar, tidak hanya sebatas itu, kulihat ia juga menyikut lengan ibunya. Kok, sama Ibu sendiri gitu, ya? Tidak sopan dan berwajah judes. Lagi pula rumah semewah ini masa nggak punya pembantu? Terus apa aku nggak salah dengar, Melia menyebut ibunya dengan kata Emak.“Oh, iya, lupa,” ucap ibu Melia. Kemudian dia bertanya kepada kami mau minum apa. Lalu bergegas ia pergi, mungkin ke dapur.Pia melirik padaku, bibirnya pun mendekat ke telingaku. “Mas, kok orang kaya manggilnya Emak, sih? Harusnya Mami Papi, ya, secara mereka tinggal di kota,” bisik Pia.Aku pun menelan Saliva. Aku pikir perkataan Pia ada benarnya juga, ya. Pakaian yang dikenakan oleh orang tua Melia tidak menunjukan mereka seperti orang kaya, malah terkesan seperti pembantu rumah tangga.Kulirik ibuku, lalu memperhatikan penampilan Ibu dari bawah sampai ke atas. Ibu, walaupun tinggal di kamp
SUAMIKU BUKAN LULUSAN D3BAB 35***PoV: Reno“Kamu yakin, Reno?” Ibu menatapku dalam.Aku tak berani membalas tatapan Ibu berlama-lama. Karena pasti itu akan membuatku ragu kembali. Ragu melamar Melia yang sudah mendesakku untuk menikahinya.Rencananya besok pagi setelah memberi talak pada Atik, kami langsung ke rumah orang tua Melia. Aku juga sudah mempersiapkan uang lima puluh juta seperti yang Melia minta. Uang yang aku dapatkan dari hasil menggadaikan SK P3K-ku.Sebenarnya Melia meminta semua yang yang kudapatkan dari meminjam uang di Bank, yaitu seratus juta sebagai biaya untuk pesta pernikahan nanti, tetapi, aku menolak keinginan Melia. Karena menurutku sebagainya uang itu akan aku belikan perhiasan sebagai mahar. Melia pun setuju.“Iya, Mas, apa nggak terlalu cepat Mas mengambil keputusannya. Siapa tahu Mbak Melia berubah pikiran.” Sama halnya dengan Ibu. Rena juga berbicara menambah keraguanku.“Tapi kan Rena tahu sendiri, jawaban Atik waktu itu setelah Rena menceritakan renc
SUAMIKU BUKAN LULUSAN D3BAB 34***Setelah Rena menyampaikan berita itu, tak ada hari yang beda dalam hidupku. Bangun subuh, shalat, bersih-bersih bersenda gurau dengan Bu Weni, begitu setiap harinya, tapi aku sangat bersyukur dengan apa yang kudapat hari ini. Keluarga baru. Ya, kebersamaan dan kekeluargaan dari Bu Weni yang membuatku bahagia. Beliau tidak mengangapku seperti pembantunya, justru Bu Weni terang-terangan mengatakan bahwa aku dianggap sebagai anaknya.Walau begitu ucapan Bu Weni, tidak membuat aku lupa diri, apa yang terjadi dan ia beri sampai saat ini, aku menganggapnya sebagai hutangku yang harus aku bayar dengan pengabdianku di sisinya. Karena jika aku harus membayar, maka tidak akan cukup dengan gajiku. Aku sadar betul, berapalah gaji seorang pembantu. Apa lagi kami tinggal di Desa. Pasti tidaklah sama dengan upah pembantu di kota.Sampai suatu hari Bu Weni membahas Arlan–anaknya ketika aku sedang menemani Bu Weni menonton acara favoritnya di televisi.“Menurut Mbak
SUAMIKU BUKAN LULUSAN D3BAB 33“Rena! Jangan nggak sopan kamu sama Mas-mu. Pulang, pulang!” Ibu mertua membentak anak gadisnya. “Sudah malam bikin keributan.”“Kamu juga Reno, pulang!” Telunjuk Ibu mertua mengarah pada rumahnya.“Tapi, Bu ….”“Pulang! Masalah ini nggak akan ada habisnya jika kamu masih berdiri di sini!” kali ini Ibu menarik tangan anak laki-lakinya sambil melirik sinis padaku.Aku menganggap wajar. Namanya juga seorang Ibu. Seberapa besar kesalahan anak laki-lakinya pasti akan tetap berpihak pada darah dagingnya sendiri dibanding aku menantunya.Kemarin waktu di rumahku mungkin Ibu mertua di depanku mendukung untuk aku dan Mas Reno bersatu kembali. Tapi yang kulihat cara dan sikapnya tidak melarang Melia menjauhi anaknya. Entah apa yang membuat mereka tetap selalu dekat. Bahkan aku merasa tidak pernah sedekat Melia dengan ibu mertuaku. Apa kastaku yang rendah dan tidak berpendidikan ini yang menjadi jarak antara aku dengan mereka?***Semenjak kejadian malam itu, aku
SUAMIKU BUKAN LULUSAN D3BAB 32“Jadi, Atik itu karyawan Bu Ika? O ….” Mas Arlan membulatkan bibirnya. Lalu melirik pada Bu Weni.Bu Weni mendelik, entah apa yang dipikirkannya.“Waduh, kok jadi ribet begini? Reno! Kamu jangan macem-macem sama karyawan saya, ya? Mbak Atik itu sudah jadi tanggung jawab saya.” Bu Weni terlihat geram pada Mas Reno.“Tapi Atik itu istri saya, Bu Weni. Saya lebih berhak atas dirinya.” Mas Reno masih tetap mempertahankan ucapannya.Secara administrasi aku memang istri Mas Reno. Jika Masalah ini sampai membawa RT, tentu RT membenarkan ucapan Mas Reno. Aku jadi bingung harus bersikap apa. Menginap di rumah orang tua Mas Reno aku tidak mau. Pulang sendiri ke rumah juga sudah terlalu larut malam. Sebenarnya hatiku lebih menginginkan menginap di rumah Bu Weni. Karena tidak perlu bulak balik lagi untuk bekerja di rumah ini. Bangun subuh, shalat, lalu langsung mengerjakan pekerjaan rumah.Tapi, karena ada Mas Arlan, Mas Reno tidak akan mungkin tinggal diam, sepert