Share

Bab 2

Penulis: Devi Andriani
last update Terakhir Diperbarui: 2024-05-31 11:20:02

SUAMIKU BUKAN LULUSAN D3 BAB 2

***

“Dek. Bangun!” Kudengar samar suara Mas Rino, kemudian sentuhan lembut tangannya membelai pipiku. Perlahan kubuka mata. Kudapati Mas Reno tersenyum memandang wajahku.

Rupanya aku ketiduran.

“Mas sudah pulang rupanya. Tumben Mas pulang telat, memangnya ada rapat di sekolah, Mas?”

“Ehm, anu, itu. Iya. Eh, enggak, eh, kamu kenapa tidur di teras? Nggak enak dilihat orang lewat. Kenapa nggak tidur di kamar aja?”

Mas Reno ini. Aku tanya apa, dia jawab apa. Ingin bertanya lagi tapi, indra penciumanku megalihkan rasa ingin tahuku perihal alasan apa yang membawanya telat pulang.

“Mas, kamu habis makan bakso?” tanyaku penasaran.

“Ehm. Iya, Dek. Tadi Pak Ridwan traktir kecil-kecilan di sekolah. Dia membelikan para guru bakso. Nih, aku bawakan air baksonya untuk kita makan bersama nanti sore, punya teman-temanku yang kuah baksonya nggak habis juga aku bawa untuk kita makan malam nanti. Tinggal dihangatkan aja. Nggak apa kan aku cuma bawa kuah baksonya aja? Masih ada mie bihunnya juga, loh, itu. Sayang kalau dibuang. Untung aku punya inisiatif untuk membereskan mangkok baksonya sebelum dicuci.” tangan Mas Reno sibuk mengeluarkan isi kantong plastik yang ia bawa.

Sebenarnya hatiku sedih mendengar Mas Reno makan bakso di sekolah dan aku hanya dibawakan kuah bakso sisa teman temannya, tapi, lagi lagi aku harus maklum dengan keadaan ini. Masih untung aku dibawakan kuah bakso sisa orang. Setidaknya nanti malam untuk aku tidak lagi makan nasi campur garam. Membayangkan itu semua perutku kembali merasa lapar.

“Mas, boleh nggak aku makan kuah baksonya sekarang campur nasi?” tanyaku takut-takut.

“Memangnya kamu belum makan?”

“Sudah, sih, tapi perutku lapar lagi ketika mencium aroma kuah bakso itu.”

“Dek, kalau sudah makan ya sudah. Ini untuk nanti malam saja. Aku juga nggak makan siang, kok.”

“Emang makan bakso itu bukan makan siang?” Aku mendelik kesal.

“Makan itu pakai nasi, Dek. Kalau bakso saja itu namanya nyemil,” jelasnya sewot.

Lah, aturan dari mana itu. Makan, ya, makan. Mau nasi atau apapun tetap saja menurutku Mas Reno makan bakso itu adalah makan siang.

“Tapi, kan Mas sudah makan dua kali sedangakan aku baru sekali.”

“Ya, Ampun, Dek. Makan bakso nggak pakai nasi mah kayak nggak makan.”

Benar saja apa yang aku duga. Karena tidak pakai nasi Mas Reno menganggap dia tidak makan siang.

Hatiku jadi mencelos dilarang makan oleh suamiku sendiri. Ingin marah rasanya. Hanya kuah bakso pun aku di larang makan. Menurutku ini keterlaluan. Jadi nggak sabar ingin cepat menjual kalung emasku. Biar bisa punya usaha kecil kecilan dan menghasilkan uang. Jangankan kuah bakso. Baksonya pun nanti aku bisa beli sendiri.

Melihat aku yang memberikan reaksi muka masam. Mas Reno akhirnya memberikan bungkus kuah bakso yang paling sedikit isinya padaku.

“Dah, jangan cemberut, jelek tau!” Mas Reno kemudian mencolek hidung bangirku. Aku mencebik. Hilang sudah seleraku untuk mencicipi kuah bakso bawaan Mas Reno.

Tiba-tiba aku teringat istri Pak Ridwan yang aku temui di pasar, apa jangan jangan uang traktiran bakso ini bentuk syukur Pak Ridwan karena sudah jadi P3K.

“Mas, tadi aku bertemu istri Pak Ridwan. Katanya suaminya sudah jadi P3K, jadi traktiran bakso ini karena dia sudah turun SK, ya?”

Terlihat jakun Mas Reno turun naik.

“Kamu bertemu di mana? Terus dia bilang apa lagi? Nggak ngegibahin aku, kan?” Wajah Mas Reno kini tampak putih cenderung pucat?

“Bu Ridwan bilang suaminya dan Mas Reno sudah jadi P3K. Bahkan SK sudah turun.”

Mas Reno gelagapan. “Ah, Bu Ridwan itu suka asal ngomong aja, pasti dia cuma ingin mengolok kita, Dek. Mentang-mentang suaminya sudah punya gaji gede. Sudah, Dek, kamu jangan dekat-dekat dia lagi, nanti kamu malah sakit hati denger ucapan dia.”

“Jadi benar apa yang dikatakan Bu Ridwan?”

“Jelas itu tidak benar, mana mungkin aku diangkat P3K, aku kan bukan sarjana, sedangakan salah satu syaratnya itu S1.”

“Bukan itu yang kumaksud, Mas. Maksudku itu, jadi benar apa yang dikatakan istrinya Pak Ridwan itu bahwa suaminya sudah menjadi pegawai pemerintah?”

“Ya, kalau dia memang sudah, Dek. Tapi, kalau aku belum.”

Kok aku jadi curiga, ya. Cara Mas Reno bicara itu seperti gugup. Bahkan dia tidak berani menatap mataku saat menjelaskan semua itu.

“Mas!” panggilku ketika dia asik mengetukan kaki ke lantai secara berulang seperti tukang jahit.

Mas Reno tak bereaksi saat aku panggil, kuputuskan memanggilnya lagi.

“Mas!” Panggilku lagi. Mas Reno tersentak.

“Eh, iya, Dek, ada apa? Bakso, ya? Ya, udah kamu makan sana! Katanya kamu mau makan bakso,” ucapnya ketika aku menatap matanya dengan tajam.

“Bakso apa’an, kuah bakso kali, Mas!”

“Oh, iya, Mas lupa. Sabar, ya, Dek, hari ini kamu makan kuahnya dulu, besok atau nanti aku akan belikan bakso untukmu.”

Terlihat sekali dia sedang menyembunyikan sesuatu. Ia berbicara dengan terus menggaruk hidung dan mengusap tangannya. Bahkan kakinya pun masih saja seperti tukang jahit.

Tiba-tiba muncul ide di kepalaku untuk memancing apa yang ia pikirkan.

“Mas, aku ingin berjualan aneka jajanan di sekolahan tempatmu ngajar. Kamu nggak malu kan, Mas, kalau istrimu ada di sana.”

“Hah! Kamu mau dagang di sekolah maksudmu, Dek?”

“Iya, Mas. Lumayan kan buat bantu memenuhi kebutuhan kita sehari hari.”

“Nggak usah, lah, Dek.”

“Kenapa? Kamu malu, Mas?”

“Bukan malu. Tapi aku nggak punya modal buat kamu.”

Bersambung ….

Keknya Mas Reno udah mulai panik, tuh. Jangan lupa koment, ya!🥰🙏

Bab terkait

  • SUAMIKU BUKAN LULUSAN D3    Bab 3

    SUAMIKU BUKAN LULUSAN D3 BAB 3PoV: RenoDuh, kenapa Bu Ridwan bisa bertemu dengan istriku? Gawat kan kalau nanti ketahuan selama ini aku menyimpan rahasia. Kalau istriku tahu bagaimana, ya, nantinya? Pasti dia akan minta uang lebih banyak dari yang selama ini aku berikan padanya, kacau, deh!Aku melirik lagi pada istriku, matanya masih saja melirik sinis padaku. Apa wajahku telihat begitu mencurigakan? Bagaimana caranya mengalihkan perhatian matanya yang tajam menatapku itu, ya?“Ehm, Dek, kamu tadi kepasar mau apa?” Aku memberikan pertanyaan apa saja, agar dia tidak memandang wajahku dengan tatapan seperti polisi ingin menangkap basah maling.Wajah tegang istriku perlahan mulai mengendur. “Mau jual simpanan emasku, Mas, rencananya buat modal jualan. Aku tahu betul kamu pasti nggak akan bisa ngasih aku modal untuk berdagang, makanya aku ke pasar untuk jual kalung emasku.” Terdengar embusan nafas berat istriku.Simpanan? Uang dari mana istriku bisa menyimpan emas. Apa jangan-jangan se

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-09
  • SUAMIKU BUKAN LULUSAN D3    Bab 4

    SUAMIKU BUKAN LULUSAN D3BAB 4Penulis: Devi Adzra Aqila PoV: RenoIstriku memasang wajah sedih, mungkin ia berharap aku akan terharu mendengar kisah hidupnya yang pilu, tapi, kalau dipikir-pikir memang istriku sangat prihatin hidupnya. Dari kecil sudah hidup susah, ibunya pergi jadi TKW bapaknya kawin lagi, hidup dengan pamannya dan hanya sekolah cuma tamat SD. Sebenarnya aku malu beristrikan dia. Keluarganya yang dari kalangan orang susah menikah denganku yang notabene sangat mementingkan pendidikan formal.Alasanku sebenarnya aku mau menikahi Atik itu cuma karena Atik itu berwajah cantik, beda dengan yang lain. Cantiknya alami, tanpa polesan bedak, lipstik, juga bulu alis yang ditebal-tebalkan cara wanita lain. Wajahnya yang putih tidak perlu memakai skin care apalah-apalah karena sudah terlihat bercahaya. Itulah salah satu yang bisa aku banggakan darinya. Ya, jadi keuntungan juga untukku, jadi tidak ada yang namanya biaya perawatan muka dan tetek bengeknya.Oleh sebab itulah, ak

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-09
  • SUAMIKU BUKAN LULUSAN D3    Bab 5

    SUAMIKU BUKAN LULUSAN D3Bab 5PoV : Reno“Ke-kejutan?” tanyaku dengan suara terbata.“Kejutan apa, sih, Mas?” Atik menatapku penuh dengan pertanyaan.“Ma-mana Mas tau.” Aku menggaruk kepala.Waduh, pasti ibu dan adik-adikku menagih janjiku pada mereka. Kenapa harus kesini, sih? Kan nunggu di rumah ibu juga bisa. Mereka ini kenapa tidak sabaran. Kalau Atik sampai tahu bisa bahaya. Bagaimana caranya supaya mereka tidak membicarakan tentang pengangkatanku yang sudah menjadi P3K? Aku harus cepat memikirkan ide.Oh, iya, aku tau sekarang!“Dek, kamu bikinkan ibu dan adikku teh manis ya! Sekalian keluarin cemilannya supaya Ibu dan kedua Adikku nggak bosan nungguin aku selama ganti baju.”“Sejak kapan kita punya cemilan, Mas? Kalau gula dan teh, sih, untungnya masih ada.”“Oh, iya, ya. Kalau begitu beli jajanan biskuit atau apalah ke warung supaya ada teman minum teh!”Atik menadahkan tangan di hadapanku.“Apa?” tanyaku.“Uangnya?”“Loh, loh, kan uang jatahmu belum lama aku kasih, masa min

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-09
  • SUAMIKU BUKAN LULUSAN D3    Bab 6

    SUAMIKU BUKAN LULUSAN D3 BAB 6PoV: AtikNetraku mulai memanas mendengar perbincangan suamiku dan keluarganya, ingin rasanya menangis saat ini juga, tapi sebisa mungkin aku tahan. Aku tidak boleh ketahuan jika sudah di rumah dan mendengar apa yang selama ini tidak aku ketahui.Tega sekali Mas Reno berbohong tentang penghasilannya. Aku yang mengatas namkan berbakti Istri pada suami tidak pernah sekalipun merengek meminta apa pun padanya. Karena aku tahu uang yang Mas Reno hasilkan hanya bisa mencukupi kami makan.Sedangkan Ibu dan adiknya meminta uang berjuta-juta dengan mudah Mas Reno memberikan kartu ATM.Kamu anggap apa aku selama ini, Mas? Tiap hari aku mengurusi dan melayanimu dan tidak pernah menuntut yang macam-macam tega kamu bohongi.Sebenarnya aku tidak masalah dan tidak akan melarangmu memberikan uang pada keluargamu, tapi ya jangan terlalu jomplang begini. Sampai kamu membiarkan aku sering makan dengan garam.Hampir tiap hari aku makan nasi dengan garam, bahkan rela membiar

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-09
  • SUAMIKU BUKAN LULUSAN D3    Bab 7

    SUAMIKU BUKAN LULUSAN D3 BAB 7Segera kau beranjak dan mengambil mangkok di dapur. Namun, ketika hendak ke depan. Mas Reno menghadangku.“Kamu mau beli bakso, Dek? Jangan macam-macam kamu. Inget uang yang aku beri itu harus cukup untuk beberapa bulan ke depan. Kan kita ada kuah bakso sisa dari sekolah. Kamu angetin itu aja.” Mata Mas Reno membesar.Mungkin dia pikir aku takut dengan sikapnya. Lalu menuruti apa larangannya. Itu dulu, Mas. Sebelum aku tahu kamu menipuku. Berbohong tentang uangmu, juga pengakangkatanmu.Sekarang jangan harap, Mas. Aku nggak mau dibodohi kamu lagi.“Minggir, Mas! Aku mau makan bakso, bukan kuahnya! Aku berteriak dan terpancing emosi. Dadaku naik turun menahan marah.Mendengar aku berkata dengan berteriak Mas Reno tersentak dan langsung menyingkir untuk memberikan jalan. Aku tersenyum tersunging. Pikirku, andai saja ini aku lakukan dari dulu, pastinya ia tidak akan berani semena-mena terhadapku.Aku pun berlalu dan tersenyum puas melihat reaksinya, tapi ja

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-04
  • SUAMIKU BUKAN LULUSAN D3    Bab 8

    SUAMIKU BUKAN LULUSAN D3 BAB 8Aku menunggu cukup lama di teras ibu mertua, berharap mereka cepat pulang ke rumah. Tapi nyatanya mereka tak kunjung juga datang, bahkan sampai menjelang magrib.“Mbak Atik.” Sapa tetangga depan rumah ibu mertua, tiba-tiba saja beliau berdiri di depan pagar. Saking aku tak memperhatikan sekitar, aku tak tahu kehadiran beliau.“Eh, ibu Weni.” Aku membenarkan dudukku ketika dia mendekat padaku.“Ibu lihat kamu dari siang menunngu di sini. Ini sudah magrib, tinggu di rumqh ibu aja, yuk!”“Terima kasih tawarannya, Bu. Tapi biar Atik nunggu di sini saja.”“Ayok, nggak usah sungkan, setidaknya sholat magrib saja dalu, nanti setelah sholat Atik tunggu lagi di sini, gimana?”Bu Weni benar juga. Aku akan menumpang sholat magrib dulu, setelah itu barulah kembali menunggu di sini.“Baik, Bu. Maaf jadi merepotkan,” ucapku, lalu melangkah berbarengan menuju rumah Bu Weni.***“Sudah ibu bilang, nggak usah sungkan. Ayo, masuk!” Bu Weni tersenyum tipis setelah melihatk

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-04
  • SUAMIKU BUKAN LULUSAN D3    Bab 9

    SUAMIKU BUKAN LULUSAN D3 BAB 9Jantungku berdegup kencang mendegar ucapan Bu Weni. Aku jadi ragu untuk menghampiri mereka.Jika aku menemui mereka dalam keadaan mereka sedang senang hati, apa mungkin kehadiranku mereka harapkan? Sepertinya tidak. Sebab Mas Reno tidak mengundangku dalam acara mereka.Jika aku tetap memaksa menemui mereka, apa yang harus aku lakukan? Kata apa yang akan aku katakan? Pantaskah aku marah-marah karena tak diajak? Atau haruskah aku memaksa Mas Reno mengakui kalau ternyata ia berbohong tentang penghasilannya selama ini?“Atik!” Bu Weni kembali menyentuh lenganku. Aku menoleh.“Iya, Bu.”“Kalau ragu lebih baik jangan.”“Tapi, aku ingin melihat mereka lebih jelas lagi. Seperti yang Atik ceritakan pada Ibu di dalam. Mas Reno menyembunyikan banyak kebohongan padaku, aku ingin bukti lebih selain apa yang aku lihat dan dengar tadi siang.”“Kalau begitu, sebelum kamu ke sana, kamu harus mempersiapkan hatimu, apapun itu, kamu harus kuat.” Setelah mengucapkan itu, Bu

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-06
  • SUAMIKU BUKAN LULUSAN D3    Bab 10

    SUAMIKU BUKAN LULUSAN D3Bab 10PoV: RenoPuas sekali rasanya bisa membahagiakan keluargaku. Melihat senyum Mama dan adik-adik perempuanku, ada rasa kebanggaan sendiri di dalam hati.Dari siang aku dan keluargaku menghabiskan waktu bersenang-senang di luar, pergi ke kota dan makan-makan di mall, membelikan mereka pakaian dan apa lah itu namanya, skin care kata adikku, alat untuk bikin muka jadi cantik dan glowing. Harganya ternyata mahal juga. Untung aku punya tabungan untuk membeli dan memenuhi keinginan mereka. Tidak kusangka juga, tabunganku selama berumah tangga dengan Atik ternyata bisa habis dalam semalam.Padahal uang yang kusimpan itu, hasil dari aku kerja sampinganku yang tak pernah aku ceritakan pada istriku. Sebab, jika istriku tahu dan ia yang memegang uang ini, pastinya ia akan boros dan akan mudah habis untuk kebutuhannya.Bukannya aku pelit, cuma saja. Uang itu memang aku khususkan untuk memenuhi kewajibanku sebagai kakak yang menggantikan tanggung jawab bapakku yang su

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-06

Bab terbaru

  • SUAMIKU BUKAN LULUSAN D3    Bab 40

    SUAMIKU BUKAN LULUSAN D3BAB 40“Nih!” Atik mengulurkan tangannya yang memegang smartphone ke arahku.Aku mengambilnya. Kulihat layar benda itu masih dalam mode terhubung dengan si pemanggil telepon.“Memang siapa yang nelpon?” tanyaku pada Atik, ada ragu dalam hati untuk berbicara dengan si penelpon.“Nggak tahu, nggak ada angin nggak ada hujan dia bilang aku sebagai komplotan penipu.”“Penipu?”“Lebih jelasnya lebih baik Mas yang berbicara!” titah Atik.Segera kutempelkan benda pipih dari tanganku ke telinga.“Hallo!”“Ya, Hallo! Ini pasti Pak Reno, kan?” Terdengar suara laki-laki.“Iya, betul. Ini siapa?” Ada firasat tidak enak menyelimuti hatiku mendengar suara pembicara dari seberang telepon.“Pak Reno. Cepat bayar hutang pacar Bapak. Katanya dia nunggu transferan dari Pak Reno. Saya sudah capek ini nungguin dari tadi, berbelit-belit dan banyak alasan. Kalau tidak bayar hutang sekarang juga, nanti pacar Bapak saya gelandang ke kantor polisi, mau?” Pria yang berbicara di seberang

  • SUAMIKU BUKAN LULUSAN D3    Bab 39

    SUAMIKU BUKAN LULUSAN D3BAB 39“Memangnya kamu sudah sampai mana dan di bengkel mana? Biar nanti aku jemput dan mengantarkanmu langsung pulang ke rumah.” Cemas juga hatiku mendengar kabar dari Melia.“Sudah setengah perjalanan menuju rumah kamu, Mas. Kamu nggak usah jemput, akan butuh waktu lama jika aku menunggumu. Aku cuma butuh uang saja sekarang,” jelasnya. Mungkin agar suaranya terdengar jelas olehku. Karena tadi aku bilang suaranya Melia berbicara berbarengan dengan deru mobil di pinggir jalan.“Bersabarlah, tunggu aku, ya! Aku juga ingin lihat kondisimu dan mobilmu.” “Mas! Aku bilang nggak usah ke sini. Aku cuma mau pinjam uang kamu, aja, kok. Nanti akan langsung aku kembalikan jika aku sampai rumah,” ucap Melia terdengar panik.“Akan aku beri, cuma aku pengen lihat keadaanmu dan mobilmu yang rusak. Itu aja kok susah amat.”“Kamu yang susah amat. Cuma mau minjem uang aja ribet banget urusannya, dasar pelit!” Melia mematikan sambungan teleponnya.Aku mengedikkan bahu. Memangny

  • SUAMIKU BUKAN LULUSAN D3    Bab 38

    SUAMIKU BUKAN LULUSAN D3BAB 38PoV: RenoWajah Melia seperti mayit, pucat, kontras dengan warna bibirnya yang merah.“Bayaran apa lagi, Pak, Bu? Memangnya uang yang saya berikan tadi kurang untuk menggantikan teh tubruk kalian? Ada-ada saja, sih. Asal kalian tahu, ya! Baru kali ini saya bertamu diminta ganti rugi untuk apa yang disuguhkan tuan rumah, mana cuma Reno yang minum, itu juga cuma dikit, palingan seteguk, saya dan kedua anak gadis saya malah nggak minum.” Ibu merepet pada orang tuanya Melia.Melia mulai terlihat salah tingkah. Aku tahu ia ingin berbicara pada kami, karena kemunculan orang tuanya, Melia sepertinya tak jadi berbicara, ia memilih berbicara sambil berbisik pada orang tuanya.“Duh, kenapa keluar, sih? Ayo, ayo, masuk ke dalam, yuk!” Melia menarik tangan ibu dan bapaknya. Sedangkan kami cepat-cepat masuk ke mobil untuk segera pergi dari sini sebelum Melia kembali mencoba menahan kami.Di sepanjang perjalanan pulang, di mobil, Ibu terus saja merepet, mengatakan ke

  • SUAMIKU BUKAN LULUSAN D3    Bab 37

    SUAMIKU BUKAN LULUSAN D3BAB 37PoV: Reno“Hah, seminggu lagi?” tanyaku kaget, saking kagetnya suaraku terdengar cukup tinggi.“Loh, kenapa, Mas? Nggak mau? Apa jangan-jangan kamu belum move on dari Atik terus masih mikir panjang untuk serius sama aku?”Mana bisa move on kalau lingkunganku terus saja mengingatkan aku dengan Atik, apalagi mereka selalu menyebut nama mantan istriku. Duh, jadi sedih rasanya mengganti nama Atik dengan sebutan mantan istri.“Mel, seminggu itu terlalu cepat, kalian pasti akan keteteran jika memaksa nikah seminggu lagi. Ngurusin administrasi, nyari MUA, sewa tenda dan catering, belum lagi nyari mahar dan seserahannya.” Ibu menasehati Melia.Aku percaya pada apa yang ibuku katakan, karena Ibu sudah makan asam garam kehidupan. Gimana rasanya tuh asam garam dimakan? Pasti nggak enak. Aku tertawa dalam hati membayangkan Ibu benar benar makan asam dan garam yang sebenarnya.“Nikahnya sederhana saja, Bu. Nggak usah mewah-mewah. Untuk masalah urusan surat menyurat

  • SUAMIKU BUKAN LULUSAN D3    Bab 36

    SUAMIKU BUKAN LULUSAN D3BAB 36PoV: Reno “Mak, ambil minum cepet!”Kudengar Melia memerintah ibunya dengan berbisik, namun jelas kudengar, tidak hanya sebatas itu, kulihat ia juga menyikut lengan ibunya. Kok, sama Ibu sendiri gitu, ya? Tidak sopan dan berwajah judes. Lagi pula rumah semewah ini masa nggak punya pembantu? Terus apa aku nggak salah dengar, Melia menyebut ibunya dengan kata Emak.“Oh, iya, lupa,” ucap ibu Melia. Kemudian dia bertanya kepada kami mau minum apa. Lalu bergegas ia pergi, mungkin ke dapur.Pia melirik padaku, bibirnya pun mendekat ke telingaku. “Mas, kok orang kaya manggilnya Emak, sih? Harusnya Mami Papi, ya, secara mereka tinggal di kota,” bisik Pia.Aku pun menelan Saliva. Aku pikir perkataan Pia ada benarnya juga, ya. Pakaian yang dikenakan oleh orang tua Melia tidak menunjukan mereka seperti orang kaya, malah terkesan seperti pembantu rumah tangga.Kulirik ibuku, lalu memperhatikan penampilan Ibu dari bawah sampai ke atas. Ibu, walaupun tinggal di kamp

  • SUAMIKU BUKAN LULUSAN D3    Bab 35

    SUAMIKU BUKAN LULUSAN D3BAB 35***PoV: Reno“Kamu yakin, Reno?” Ibu menatapku dalam.Aku tak berani membalas tatapan Ibu berlama-lama. Karena pasti itu akan membuatku ragu kembali. Ragu melamar Melia yang sudah mendesakku untuk menikahinya.Rencananya besok pagi setelah memberi talak pada Atik, kami langsung ke rumah orang tua Melia. Aku juga sudah mempersiapkan uang lima puluh juta seperti yang Melia minta. Uang yang aku dapatkan dari hasil menggadaikan SK P3K-ku.Sebenarnya Melia meminta semua yang yang kudapatkan dari meminjam uang di Bank, yaitu seratus juta sebagai biaya untuk pesta pernikahan nanti, tetapi, aku menolak keinginan Melia. Karena menurutku sebagainya uang itu akan aku belikan perhiasan sebagai mahar. Melia pun setuju.“Iya, Mas, apa nggak terlalu cepat Mas mengambil keputusannya. Siapa tahu Mbak Melia berubah pikiran.” Sama halnya dengan Ibu. Rena juga berbicara menambah keraguanku.“Tapi kan Rena tahu sendiri, jawaban Atik waktu itu setelah Rena menceritakan renc

  • SUAMIKU BUKAN LULUSAN D3    Bab 34

    SUAMIKU BUKAN LULUSAN D3BAB 34***Setelah Rena menyampaikan berita itu, tak ada hari yang beda dalam hidupku. Bangun subuh, shalat, bersih-bersih bersenda gurau dengan Bu Weni, begitu setiap harinya, tapi aku sangat bersyukur dengan apa yang kudapat hari ini. Keluarga baru. Ya, kebersamaan dan kekeluargaan dari Bu Weni yang membuatku bahagia. Beliau tidak mengangapku seperti pembantunya, justru Bu Weni terang-terangan mengatakan bahwa aku dianggap sebagai anaknya.Walau begitu ucapan Bu Weni, tidak membuat aku lupa diri, apa yang terjadi dan ia beri sampai saat ini, aku menganggapnya sebagai hutangku yang harus aku bayar dengan pengabdianku di sisinya. Karena jika aku harus membayar, maka tidak akan cukup dengan gajiku. Aku sadar betul, berapalah gaji seorang pembantu. Apa lagi kami tinggal di Desa. Pasti tidaklah sama dengan upah pembantu di kota.Sampai suatu hari Bu Weni membahas Arlan–anaknya ketika aku sedang menemani Bu Weni menonton acara favoritnya di televisi.“Menurut Mbak

  • SUAMIKU BUKAN LULUSAN D3    Bab 33

    SUAMIKU BUKAN LULUSAN D3BAB 33“Rena! Jangan nggak sopan kamu sama Mas-mu. Pulang, pulang!” Ibu mertua membentak anak gadisnya. “Sudah malam bikin keributan.”“Kamu juga Reno, pulang!” Telunjuk Ibu mertua mengarah pada rumahnya.“Tapi, Bu ….”“Pulang! Masalah ini nggak akan ada habisnya jika kamu masih berdiri di sini!” kali ini Ibu menarik tangan anak laki-lakinya sambil melirik sinis padaku.Aku menganggap wajar. Namanya juga seorang Ibu. Seberapa besar kesalahan anak laki-lakinya pasti akan tetap berpihak pada darah dagingnya sendiri dibanding aku menantunya.Kemarin waktu di rumahku mungkin Ibu mertua di depanku mendukung untuk aku dan Mas Reno bersatu kembali. Tapi yang kulihat cara dan sikapnya tidak melarang Melia menjauhi anaknya. Entah apa yang membuat mereka tetap selalu dekat. Bahkan aku merasa tidak pernah sedekat Melia dengan ibu mertuaku. Apa kastaku yang rendah dan tidak berpendidikan ini yang menjadi jarak antara aku dengan mereka?***Semenjak kejadian malam itu, aku

  • SUAMIKU BUKAN LULUSAN D3    Bab 32

    SUAMIKU BUKAN LULUSAN D3BAB 32“Jadi, Atik itu karyawan Bu Ika? O ….” Mas Arlan membulatkan bibirnya. Lalu melirik pada Bu Weni.Bu Weni mendelik, entah apa yang dipikirkannya.“Waduh, kok jadi ribet begini? Reno! Kamu jangan macem-macem sama karyawan saya, ya? Mbak Atik itu sudah jadi tanggung jawab saya.” Bu Weni terlihat geram pada Mas Reno.“Tapi Atik itu istri saya, Bu Weni. Saya lebih berhak atas dirinya.” Mas Reno masih tetap mempertahankan ucapannya.Secara administrasi aku memang istri Mas Reno. Jika Masalah ini sampai membawa RT, tentu RT membenarkan ucapan Mas Reno. Aku jadi bingung harus bersikap apa. Menginap di rumah orang tua Mas Reno aku tidak mau. Pulang sendiri ke rumah juga sudah terlalu larut malam. Sebenarnya hatiku lebih menginginkan menginap di rumah Bu Weni. Karena tidak perlu bulak balik lagi untuk bekerja di rumah ini. Bangun subuh, shalat, lalu langsung mengerjakan pekerjaan rumah.Tapi, karena ada Mas Arlan, Mas Reno tidak akan mungkin tinggal diam, sepert

DMCA.com Protection Status