Share

Bab 5

SUAMIKU BUKAN LULUSAN D3

Bab 5

PoV : Reno

“Ke-kejutan?” tanyaku dengan suara terbata.

“Kejutan apa, sih, Mas?” Atik menatapku penuh dengan pertanyaan.

“Ma-mana Mas tau.” Aku menggaruk kepala.

Waduh, pasti ibu dan adik-adikku menagih janjiku pada mereka. Kenapa harus kesini, sih? Kan nunggu di rumah ibu juga bisa. Mereka ini kenapa tidak sabaran. Kalau Atik sampai tahu bisa bahaya. Bagaimana caranya supaya mereka tidak membicarakan tentang pengangkatanku yang sudah menjadi P3K? Aku harus cepat memikirkan ide.

Oh, iya, aku tau sekarang!

“Dek, kamu bikinkan ibu dan adikku teh manis ya! Sekalian keluarin cemilannya supaya Ibu dan kedua Adikku nggak bosan nungguin aku selama ganti baju.”

“Sejak kapan kita punya cemilan, Mas? Kalau gula dan teh, sih, untungnya masih ada.”

“Oh, iya, ya. Kalau begitu beli jajanan biskuit atau apalah ke warung supaya ada teman minum teh!”

Atik menadahkan tangan di hadapanku.

“Apa?” tanyaku.

“Uangnya?”

“Loh, loh, kan uang jatahmu belum lama aku kasih, masa minta lagi?”

“Mas, uang itu hanya cukup untuk beli tempe dan tahu tiap hari. Kalau kamu nyuruh aku pakai uang itu untuk menyambut dan mejamu ajan keluargamu, terpaksa besok kamu makan pakai garam. Mau?”

Aku berpikir cepat. “kan masih ada kuah bakso, kamu anget-angetin aja terus! Kalau bisa tambahkan air dan garam juga kaldu ayam. Nggak apalah jatah tempeku kamu belikan cemilan.”

Atik menghela nafas berat. Kemudian berlalu tanpa protes.

Setelah yakin ia telah pergi ke warung. Cepat aku menemui ibu dan adik-adikku di ruang depan.

Ibu yang menyambutku dengan cara memeluk dan mencium pipiku segera aku lepaskan. Kemudian aku ke teras dan melihat punggung istriku yang berjalan semakin menjauh dari rumah.

Mereka melihat gelagatku dengan heran.

“Kamu kenapa Reno?” tanya ibuku sambil menarik tanganku untuk di ajak duduk.

“Bu, Ibu ngapain ke sini?” tanyaku panik.

“Loh, kok pake nanya ngapain, ibu tuh ke sini mau ngucapin selamat atas turuannya SK-mu. Itu berarti kamu sekarang sudah resmi menjadi pegawai pemerintah. Kamu kan sudah janji mau belikan barang yang Ibu mau.” Ibu mengusap pundakku.

“Iya, Mas Reno juga sudah janji juga sama aku, mau beliin motor kes untuk transportasiku kuliah. Males juga kan naik ojek selamanya. Mana bang ojeknya kadang bau keringat, sampe kampus keringatnya, tuh, tukang ojek berasa nempel di hidungku, Mas.” Pia pun tak mau kalah dari ibuku. Ia bergelayut manja, menggamit lengan dan menempelkan kepalanya di pundakku.

Kalau sudah begini, hati seorang anak dan kakak mana yang tidak luluh mendengar orang-orang terkasihnya meminta sesuatu. Mau tidak mau aku akan menuruti kemauannya.

Segera kurogoh dompetku. Lalu mengambil kartu ATM-ku dan memberikannya pada ibu.

“Ya, sudah ini, Ibu beli, deh, apa saja yang ibu mau!”

“Terima kasih, Reno, kamu benar benar anak yang berbakti,” ucap Ibu, kemudian mendaratkan ciumannya ke pipiku.

“Terus aku gimana, Mas?” Pia mulai protes melihat Ibu yang memegang kartu ATM-ku.

“Pia nanti tunggu beberapa bulan lagi, ya. Soalnya Mas belum punya uang. Motor itu kan mahal. Mas harus mengumpulkan uang dulu dari gaji tiap bulan.”

“Ya, keburu aku lulus nanti. Kata ibu, Mas mau menggadaikan SK Mas Reno ke bank. Kok malah beliin motor pakai nungguin dari gaji tiap bulan, sih?” Pia merajuk, ia memajukan bibirnya beberapa centi.

Aku melirik ibu yang tersenyum sambil menunjukan baris giginya yang rapi.

“Ibu nggak salah ngomong kan? Kamu sendiri loh yang janjiin itu ke Ibu.”

“Iya, sih, aku yang janji. Tapi nggak semudah membalikan telapak tangan. Semua itu butuh proses nggak bisa hari ini mengajukan langsung uangnya cair.”

“Ya, terus kapan?”

“Tunggu aja. Nanti juga akan bertengger di halaman Ibu jika motornya sudah datang.”

Pia mendelik.

Lalu aku melirik Rena yang sedang asik memainkan dan menatap layar hapenya.

“Rena nggak minta apa-apa? tegurku. Rena melirikku.

“Aku mau mentahnya aja, Mas. Nggak banyak kok, lima juta aja buat shoping-shoping.”

“Duit segitu Rena bilang dikit?”

“Ya, iyalah. Dikit dibandingkan dengan permintaan Ibu dan Pia.” Mata Rena terus aja menatap pada hape sementara bibirnya terus saja memberikan penjelasan.

“Duh, Ibu haus, nih, Ren, bikinin Ibu minum donk! Dari tadi ibu nggak dijamu dengan apapun. Istri kamu bukannya buatin Ibu minum malah pergi ke luar. Memang mau kemana, sih, dia?”

Ya, ampun. Aku sampai lupa. Sepertinya aku harus menyuruh Ibu segera pulang, bahaya jika Ibu dan adik-adikku berlama-lama di sini.

“Bu, aku nggak bisa nemenin ibu lama-lama. Ada urusan penting. Ibu pulang aja, ya! Nanti sore aku ke rumah ibu. Jangan menelpon, jangan juga banyak ngomong di sini.”

Bersambung.

***

Nah, kan. Si Reno tega sama istrinya.🥹🥹🥹

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status