SUAMIKU BUKAN LULUSAN D3BAB 13PoV: AtikPagi ini aku memutuskan untuk ke pasar, menjual perhiasan adalah keputusan yang tepat untukku memulai hidup tanpa Mas Reno.Uang hasil menjual emas akan aku jadikan modal berjualan kecil-kecilan nantinya, untuk menyambung hidup. Setidaknya aku akan membuktikan pada Mas Reno, bahwa aku bisa makan dan tak bergantung padanya.Ada rasa sesal kenapa tidak dari dulu aku melakukannya. Tapi, ya, sudahlah sesal itu tidak akan berguna jika aku tidak memulai dan mencobanya sekarang.“Bu Reno!” Aku terkejut mendengar seorang ibu memanggilku dari belakang. Suara itu pun aku sangat mengenalnya. Bu Ridwan.Aku membalikan badan.“Belanja sayur, Bu? Saya juga, yuk, bareng!” Bu Ridwan menggamit lenganku.Kulepas pelan tangannya yang melingkar di lenganku. “Bu Ridwan duluan saja, aku mau beli yang lain dulu.”“Loh, nggak apa. Saya juga nggak buru-buru, yuk, saya antar! Jadi nanti kita bisa beli sayurannya bareng gitu loh.”Aku menghela nafas, Bu Ridwan kenapa ke
SUAMIKU BUKAN LULUSAN D3BAB 14“Ehm, masalah izin dari suami itu bukan masalah, Bu. Justru aku yang tidak enak jika bekerja di sini. Aku takut mengganggu kenyamanan Bu Weni dengan kehadiranku.”“Oh, aku mengerti maksud Mbak Atik. Iya, benar Ibu sudah terbiasa di sini sendiri, tapi kalau Mbak Atik orang yang bekerja di sini Ibu tidak akan berkeberatan. Justru malah senang. Tinggal nunggu keputusan suamimu saja, boleh atau tidaknya Mbak Atik kerja.”Kemudian Bu Ridwan menjelaskan masalah yang aku alami, dari mulai suamiku yang sudah diusir dari rumah, sampai bertemu denganku di pasar ketika ingin menjual perhiasan untukku jadikan modal berdagang kecil kecilan di sekolah.“Oalah …. Kalau begitu bagaimana kalau kita nanti sekalian menyusun rencana untuk memata-matai suamimu dari sini. Usahakan suami Mbak Atik jangan sampai tau Mbak Atik kerja di sini. Ibu yakin perempuan yang mencium pipi suamimu itu akan datang lagi ke rumah itu.” Bu Weni menunjuk ke arah pintu depan dengan bibirnya.“I
SUAMIKU BUKAN LULUSAN D3BAB 15Akhirnya aku menggaguk malas, bukan karena sudah melupakan sakit hatiku dan mau mempertimbangkan untuk rujuk nantinya. Tapi, aku ingin dia segera cepat pergi dari sini.“Beneran, Dek, kamu mau memberiku kesempatan?” Senyum Mas Reno mengembang, matanya pun berbinar. “Yes!” Iya mengangkat kepalan tangan dan berwajah senang.Kemudian aku membalikan badan dan kembali memasukan anak kunci ke lubang pintu.Ketika sudah terdengar kunci terbuka, gegas kubuka gagang pintu dan melangkah. Kemudian masuk dan ingin menutup pintu. Tapi, urung aku lakukan karena merasa tidak enak pada Mas Reno yang belum juga beranjak dari hadapanku.Ia menatapku dengan menyeringai. Ish, seperti serigala berbulu domba. Aku mencibirnya. Kemudian menutup daun pintu.Tiba-tiba Mas Reno menahan daun pintu. “Dek!” Kembali ia menunjukan baris giginya.“Apa lagi, sih, Mas?” Aku mulai kesal.“Anu, Dek. Bisa nggak, baikannya sekarang aja? Nanti aku belikan bakso dua bungkus untukmu atau kamu m
SUAMIKU BUKAN LULUSAN D3BAB 16“Jangan, Dek, jangan. Baik, baik, aku akan pergi dari sini. Kartu ATM-ku sama handphone-ku kamu pegang saja. Ya, sudah aku pulang. Tapi ….”“Tapi, apa?!”“Itu martabaknya kan ada dua loyang, baksonya juga ada dua bungkus. Aku boleh nggak ….” Jakun Mas Reno terlihat naik turun.“Kamu bawa semua pun tidak masalah bagiku. Toh selama ini kamu juga dibelakangku suka perhitungan. Makan bakso dari traktiran Pak Ridwan, aku kamu bawakan kuah baksonya saja, itu pun bekas teman-temanmu. Tiap hari makan seadanya. Eh, tau-taunya punya banyak uang disimpan di kartu ATM, mana adik dan ibuku minta uang berjuta-juta dengan mudahnya kamu berikan. Jangan kamu pikir aku begitu saja bisa melupakannya, ya, Mas.”Bu Ridwan yang mendengarku merepet, tercengang. “Bu Reno dibawakan kuah bakso bekas orang?” tanyanya megulang ucapanku.“Aduh, Dek. Jangan bahas itu lagi. Apa lagi di depan Bu Ridwan!” Mas Reno ingin menempelkan tangannya untuk menutup mulutku. Cepat kutepis sebelum
SUAMIKU BUKAN LULUSAN D3BAB 17Bu Weni tertawa. Sedangkan aku bingung apa yang membuatnya tertawa. Padahal hatiku setengah mati menahan rasa malu karena telah lancang berkeliling menyusuri dalam rumahnya.“Mbak Atik takut saya marahi?” tanyanya setelah ia puas tertawa, ia membaca ketakutanku. Sementara dahiku mengernyit mendengar pertanyaannya. Apa ia memaklumi kelancanganku?“saya sengaja ingin mengetes Mbak Atik. Apa Mbak Atik akan tergoda dengan yang Mbak lihat? Jika tadi Mbak ambil sebagian pun saya tidak akan tahu. Bahkan jika Mbak Atik kabur membawa pergi semua pun saya tidak akan keberatan,” jelasnya dengan begitu santai.“Mana berani saya, Bu Weni. Itu bukan milik saya. Mengambil kepunyaan orang itu sama saja namanya dengan mencuri. Sedangkan saya tidak pernah diajarkan orang tua saya untuk mencuri. Itu kriminal namanya.”“Jadi maksudnya, Mbak Atik takut mencuri karena kalau mencuri akan ditangkap polisi?”“Selain itu, ya, saya takut dosa, Bu.”“Oh, iya, ya.” Bu Weni tertawa
SUAMIKU BUKAN LULUSAN D3BAB 18“Ah, paling itu kucing, Pia. Udah, ah, yuk! Pulang!”Huft! Untung temannya Pia itu berkata seperti itu. Lega rasanya. Terdengar langkah mereka yang mulai menjauh. Kemudian perlahan aku berdiri dari kolong meja dapur.“Mbak Atik, jangan keluar dulu, saya mau mengunci pintu agar mereka tak kembali masuk lagi.” Bu Weni berkata pelan. Lalu melangkah ke arah pintu masuk.Tak lama Bu Weni pun kembali lalu barulah memintaku untuk mendekatinya agar duduk di meja makan.“Untung saja, ya!” Bu Weni menghela nafas sambil mengusap dadanya.“Ehm, iya.” Aku memasang wajah sedih.“Loh, kok Mbak Atik mukanya ditekuk gitu?”“Saya jadi nggak enak sama Bu Weni. Gara-gara kehadiran saya, Mereka jadi kurang ajar ke Bu Weni.”“Ya, ampun, Mbak. Itu sih nggak masalah, saya sering kok melihat Pia bersikap begitu. Udah nggak aneh lagi. Nggak tau di kasih makan apa itu dia. Sikapnya memang kurang adab ke orang tua. Sudahlah, tidak perlu membahas mereka lagi, kita mau makan malah n
SUAMIKU BUKAN LULUSAN D3BAB 19“Tega kamu, Mas.” Aku bergumam. Sedangkan wanita di sampingku melirik aneh. “Mbak, Mbak, kesambet, ya?” Dia mengguncang pundakku.Aku menunjuk pada lelaki yang sedang tersenyum-senyum bersama tiga wanita muda yang cantik juga satu wanita paruh baya yang masih terlihat energik.“Dia suamiku.” Air mataku mengalir lagi ketika mengakui orang yang kutunjuk itu adalah suamiku, tetapi dia malah bersama dengan wanita lain. Juga keluarganya Mas Reno, kenapa seperti mendukung sekali kedekatan mereka? Aku juga menghentak-hentakan kakiku ketika perempuan berambut coklat dan memakai baju merah sexi itu mengusap pipi suamiku.Terbayang lagi dimalam aku melihat Mas Reno dicium oleh gadis itu. Mas Reno mengaku padaku perempuan itu yang seperti bebek menyosor sembarangan.“Woy, Mbak! Bangun!” Merasa aku tak menggubris perlakukan pelayan toko itu, telingaku kini ia tiup.“Apa, sih? Aku tuh lagi sedih. Suamiku jalan dengan wanita lain. Ngakunya aja cinta padaku seorang,
SUAMIKU BUKAN LULUSAN D3BAB 20***“Waduh, Mbak, yang sabar, ya! Pasti hati Mbak rasanya sakit sekali, ya!” Pelayan toko mengusap lenganku.“Kamu nanya?” Aku mencebik.Nampak ia seperti menelan ludah.“Dikasihani malah jawabnya gitu, balas dendam, ya?”Aku mengulum senyum.“Walah, Mbak masih bisa senyum? Kalau aku jadi mbaknya. Mungkin sudah pingsan kalau melihat suamiku dengan perempuan lain. Hebat lah mbaknya ini. Salut aku. Udah digituin masih tetap tegar.”“Aku bisa tegar begini karena sudah mempersiapkannya dari kemarin, Mbak. Ini bukan pertama kali aku melihat suamiku dengan ulat bulu itu.”“Oh ….” Bibir pelayan toko itu membuat.“Jadi nanti setelah pertemuan malam nanti mau cerai donk! Apa nggak sebaiknya dipertahankan saja rumah tangganya, Mbak. Keenakan pelakornya. Nanti merasa menang dan besar kepala sudah bisa merusak rumah tangga orang.”“Mempertahankan? Ih, mbuh. Biar saja ulat bulu itu merasa menang. Aku malas mempertahankan hubungan yang tidak ada kejujuran di dalamnya