SUAMIKU BUKAN LULUSAN D3 BAB 6
PoV: Atik Netraku mulai memanas mendengar perbincangan suamiku dan keluarganya, ingin rasanya menangis saat ini juga, tapi sebisa mungkin aku tahan. Aku tidak boleh ketahuan jika sudah di rumah dan mendengar apa yang selama ini tidak aku ketahui. Tega sekali Mas Reno berbohong tentang penghasilannya. Aku yang mengatas namkan berbakti Istri pada suami tidak pernah sekalipun merengek meminta apa pun padanya. Karena aku tahu uang yang Mas Reno hasilkan hanya bisa mencukupi kami makan. Sedangkan Ibu dan adiknya meminta uang berjuta-juta dengan mudah Mas Reno memberikan kartu ATM. Kamu anggap apa aku selama ini, Mas? Tiap hari aku mengurusi dan melayanimu dan tidak pernah menuntut yang macam-macam tega kamu bohongi. Sebenarnya aku tidak masalah dan tidak akan melarangmu memberikan uang pada keluargamu, tapi ya jangan terlalu jomplang begini. Sampai kamu membiarkan aku sering makan dengan garam. Hampir tiap hari aku makan nasi dengan garam, bahkan rela membiarkan kamu menikmati makan dengan ikan asin atau tempe yang aku khususkan untukmu. Bodohnya aku selama ini. Aku memilin ujung bajuku dengan gemas sambil masih mengintip mereka dari jendela samping rumahku. Tak lama keluarga Mas Reno pamit pulang. Hampir saja aku ketahuan ketika ibu mertuaku menoleh ke jendela tempat aku mengintip. Untungnya aku sigap berjongkok. Hingga beliau tidak sempat beradu pandang denganku. Huft! Kuembuskan nafas lega dan mengatur nafas setelahnya. “Bu, eh, anu. Kalau bisa Ibu nggak usah ke sini lagi, ya! Kalau ada perlu cukup telepon aja. Nanti biar aku yang datang ke rumah Ibu.” Terdengar lagi suara Mas Reno. “Loh, memangnya kenapa Ibu nggak boleh ke sini?” “Anu, Bu. Takutnya Atik nggak suka dengan kadatangan Ibu.” “Oh, iya, ya. Istrimu tadi kemana? Jangan jangan sengaja menghindari Ibu.” “Nah, makanya. Seperti yang aku bilang, takut istriku nggak suka ibu datang, apa lagi kalau sampai tau ibu dan adik adikku minta uang, pasti Atik akan cemburu melihatku memberikan uang untuk Ibu. Dah mending ibu pulang, ya. Sekarang!” Sudahlah menutupi tentang masalah pengangkatannya jadi P3K, sekarang menjelek jelekan aku di depan ibunya. Awas kamu, Mas. Akan kubuat perhitungan denganmu. Kembali aku berdiri dengan hati-hati dan mengintip kembali ke jendela. Rupanya Mas Reno mendorong Ibu dan adik-adiknya keluar. “Reno, nggak usah dorong-dorong Ibu segala. Iya, iya, ibu juga akan pulang. Takut banget sih sama istrimu. Kalau perlu dan sampai terjadi ia memarahimu karena memberi ibu uang, nanti ibu yang akan marahi balik dia. Kalau perlu tinggalkan saja istri pelitmu itu. Cari wanita lain yang lebih baik dari dia. Takut banget sama istri.” Ibu bersungut-sungut. “Iya, iya. Nanti aku akan ganti istri. Sekarang ibu pulang sebelum Atik datang.” Hah, dia bilang mau ganti istri. Kurang ajar kamu, Mas. Setelah keluarga Mas Reno pulang, kulihat Mas Reno masuk menuju kamar. Pelan-pelan aku melangkah menuju teras sambil memikirkan rencana apa yang akan aku lakukan untuk membalas kebohongan suamiku selama ini. Tibalah langkahku di depan kamar, lalu berhenti sejenak untuk mencari ide yang belum juga muncul untuk menghadapi Mas Reno. Tiba-tiba pintu terbuka, Mas Reno terkejut melihatku meremas plastik berisikan makanan ringan yang kubeli dari warung atas permintaan suamiku. “Dek, kamu ngagetin aku aja, berdiri kayak hantu nggak ada suaranya.” Mas Reno mengusap dadanya. Rupanya ia sudah mengganti baju. Sudah rapih dan wangi. seperti ingin pergi. Mau kemana dia? Aku mencebik. “Minggir, Dek. Aku mau lewat. Lagian ngapain sih berdiri sambil lihat aku kayak gitu?” Aku menggeserkan badan untuk memberi Mas Reno jalan. Lalu memilih untuk membuat teh manis. Mas Reno mengekoriku, lalu berwajah heran ketika melihatku menyendok gula dan teh ke cangkir. “Dek, kamu mau bikin teh untuk siapa? Aku kan nggak minta dibikinkan teh, lagian juga kamu lama banget ke warungnya, ibu keburu pergi. Tehnya bikin untuk besok pagi saja, kuenya juga untukku ngemil pagi sebelum berangkat ngajar.” Aku tak menghiraukan ia bicara, tanganku terus saja menuangkan air panas kecangkir. “Dek, jangan boros. Teh itu untuk tamu dan sarapan pagi besok. Ingat uang kita itu pas untuk makan saja. Jadi istri itu harus hemat. Kalau nggak penting penting amat. Mending nggak usah bikin teh siang hari.” Masa bodo dia mau bilang apa. Hemat-hemat, untuk apa aku melakukan itu. Kalau di belakangku dia bersikap boros pada dirinya dan keluarganya, kenapa aku harus bersusah payah menahan keinginanku yang sederhana ini. Toh ini cuma teh. Untuk harga teh manis di warung makan juga tidak akan dihargai sepuluh ribu. “Kamu denger nggak sih, Dek. Malah tetep diseduh. ya, sudah. Kalau sudah terlanjur, sini aku minum.” Mas Reno mendekatiku dan ingin mengambil cangkir yang masih kuaduk untuk melarutkan gulanya. “Hais.” Aku memukul punggung tangannya ketika menyentuh cangkir teh. “Aku bikin ini bukan untuk kamu, Mas. Tapi ini untukku.” “Hah!” Mas Reno terkejut. Kemudian aku mulai menyobek bungkus biskuit kelapa yang kubeli sambil duduk dengan santai. Lalu menikmatinya dengan mencelupkannya ke dalam cangkir teh sebelum kumakan. Kulirik Mas Reno, jakunnya naik turun melihat aku menikmati kue tersebut. Cukup lama aku menunggunya marah padaku atas sikapku ini. Namun ia tak juga kunjung protes. Tiba-tiba terdengar suara tukang bakso keliling memanggil dengan memukul mangkok dengan sendok sebagai ciri khasnya. “Wah, ada tukang bakso! Mas bakso, tunggu, Mas! Aku mau beli!” teriakku dengan suara tinggi.SUAMIKU BUKAN LULUSAN D3 BAB 7Segera kau beranjak dan mengambil mangkok di dapur. Namun, ketika hendak ke depan. Mas Reno menghadangku.“Kamu mau beli bakso, Dek? Jangan macam-macam kamu. Inget uang yang aku beri itu harus cukup untuk beberapa bulan ke depan. Kan kita ada kuah bakso sisa dari sekolah. Kamu angetin itu aja.” Mata Mas Reno membesar.Mungkin dia pikir aku takut dengan sikapnya. Lalu menuruti apa larangannya. Itu dulu, Mas. Sebelum aku tahu kamu menipuku. Berbohong tentang uangmu, juga pengakangkatanmu.Sekarang jangan harap, Mas. Aku nggak mau dibodohi kamu lagi.“Minggir, Mas! Aku mau makan bakso, bukan kuahnya! Aku berteriak dan terpancing emosi. Dadaku naik turun menahan marah.Mendengar aku berkata dengan berteriak Mas Reno tersentak dan langsung menyingkir untuk memberikan jalan. Aku tersenyum tersunging. Pikirku, andai saja ini aku lakukan dari dulu, pastinya ia tidak akan berani semena-mena terhadapku.Aku pun berlalu dan tersenyum puas melihat reaksinya, tapi ja
SUAMIKU BUKAN LULUSAN D3 BAB 8Aku menunggu cukup lama di teras ibu mertua, berharap mereka cepat pulang ke rumah. Tapi nyatanya mereka tak kunjung juga datang, bahkan sampai menjelang magrib.“Mbak Atik.” Sapa tetangga depan rumah ibu mertua, tiba-tiba saja beliau berdiri di depan pagar. Saking aku tak memperhatikan sekitar, aku tak tahu kehadiran beliau.“Eh, ibu Weni.” Aku membenarkan dudukku ketika dia mendekat padaku.“Ibu lihat kamu dari siang menunngu di sini. Ini sudah magrib, tinggu di rumqh ibu aja, yuk!”“Terima kasih tawarannya, Bu. Tapi biar Atik nunggu di sini saja.”“Ayok, nggak usah sungkan, setidaknya sholat magrib saja dalu, nanti setelah sholat Atik tunggu lagi di sini, gimana?”Bu Weni benar juga. Aku akan menumpang sholat magrib dulu, setelah itu barulah kembali menunggu di sini.“Baik, Bu. Maaf jadi merepotkan,” ucapku, lalu melangkah berbarengan menuju rumah Bu Weni.***“Sudah ibu bilang, nggak usah sungkan. Ayo, masuk!” Bu Weni tersenyum tipis setelah melihatk
SUAMIKU BUKAN LULUSAN D3 BAB 9Jantungku berdegup kencang mendegar ucapan Bu Weni. Aku jadi ragu untuk menghampiri mereka.Jika aku menemui mereka dalam keadaan mereka sedang senang hati, apa mungkin kehadiranku mereka harapkan? Sepertinya tidak. Sebab Mas Reno tidak mengundangku dalam acara mereka.Jika aku tetap memaksa menemui mereka, apa yang harus aku lakukan? Kata apa yang akan aku katakan? Pantaskah aku marah-marah karena tak diajak? Atau haruskah aku memaksa Mas Reno mengakui kalau ternyata ia berbohong tentang penghasilannya selama ini?“Atik!” Bu Weni kembali menyentuh lenganku. Aku menoleh.“Iya, Bu.”“Kalau ragu lebih baik jangan.”“Tapi, aku ingin melihat mereka lebih jelas lagi. Seperti yang Atik ceritakan pada Ibu di dalam. Mas Reno menyembunyikan banyak kebohongan padaku, aku ingin bukti lebih selain apa yang aku lihat dan dengar tadi siang.”“Kalau begitu, sebelum kamu ke sana, kamu harus mempersiapkan hatimu, apapun itu, kamu harus kuat.” Setelah mengucapkan itu, Bu
SUAMIKU BUKAN LULUSAN D3Bab 10PoV: RenoPuas sekali rasanya bisa membahagiakan keluargaku. Melihat senyum Mama dan adik-adik perempuanku, ada rasa kebanggaan sendiri di dalam hati.Dari siang aku dan keluargaku menghabiskan waktu bersenang-senang di luar, pergi ke kota dan makan-makan di mall, membelikan mereka pakaian dan apa lah itu namanya, skin care kata adikku, alat untuk bikin muka jadi cantik dan glowing. Harganya ternyata mahal juga. Untung aku punya tabungan untuk membeli dan memenuhi keinginan mereka. Tidak kusangka juga, tabunganku selama berumah tangga dengan Atik ternyata bisa habis dalam semalam.Padahal uang yang kusimpan itu, hasil dari aku kerja sampinganku yang tak pernah aku ceritakan pada istriku. Sebab, jika istriku tahu dan ia yang memegang uang ini, pastinya ia akan boros dan akan mudah habis untuk kebutuhannya.Bukannya aku pelit, cuma saja. Uang itu memang aku khususkan untuk memenuhi kewajibanku sebagai kakak yang menggantikan tanggung jawab bapakku yang su
SUAMIKU BUKAN LULUSAN D3BAB 11PoV: Reno“Aduh, Dek!” Aku mengusap pipiku yang terasa seperti terbakar. “Kamu namparnya kenceng banget.”“Tega kamu, Mas! Sudahlah bohongin aku masalah uang, kini kamu ketahuan selingkuh!”Aku mulai panik melihat istriku marah. “Apa yang kamu lihat itu nggak bener, aku nggak selingkuh. Bohong masalah uang, iya, sedikit.” Suaraku perlahan pelan ketika menyebutkan kata uang.Atik kini memukul tubuhku berkali-kali. Aku berusaha menghindar, namun emosinya yang bertambah memuncak membuat pukulannya terasa semakin keras.“Aduh, Dek. Sakit. Sudah-sudah, Mas bisa jelaskan.” Kutangkap kedua pergelangan tangannya.Tenaganya yang bertambah kuat karena emosi menguasainya bisa melepaskan genggaman tanganku. Kemudian ia mendorongku dan pergi meninggalkan aku yang tersungkur.Berkali-kali aku menelan saliva setelah ia mulai menjauh. Sepertinya aku harus cepat mengejarnya. Tak ingin ketinggalan jauh, segera aku beranjak dan masuk ke dalam untuk mengambil motorku. Lalu
SUAMIKU BUKAN LULUSAN D3Bab 12PoV: Reno“Kamu beneran ngusir aku, Dek?” Aku bertanya sekali lagi, cuma ingin memastikan kalau yang Atik ucapan itu hanyalah gertakan.“Kamu pikir aku becanda? Aku sudah nggak tahan, ya, Mas. Memangnya kamu ngarepin apa? Aku masih tetap mempertahankan kamu walau sudah dibohongi masalah uang dan juga diselingkuhi? Jangan harap, Mas.”“Kan aku sudah jelaskan, aku tidak selingkuh, kalau masalah uang iya aku bohong, tapi kasih aku kesempatan lah, Dek. Aku mau berubah kok, asal kamu nggak usir aku, nyesel kamu loh, Dek, kalau sampai aku bener-bener pergi dari sini. Emang kamu pikir enak jadi janda, kamu juga nggak kerja, kan. Kamu nanti bisa cari makan dari mana? Apa lagi harga beras sekarang mahal. Hayoh, kamu cari uang di mana?”Mata Atik membesar ketika aku mengakhiri ucapanku.“Memangnya kamu pikir aku jadi istri kamu selama ini hidupku enak? Uang yang kamu beri itu cuma untuk kebutuhan kamu saja, Mas. Aku ini dapat sisa. Sembarangan kamu ngomong, Mas.
SUAMIKU BUKAN LULUSAN D3BAB 13PoV: AtikPagi ini aku memutuskan untuk ke pasar, menjual perhiasan adalah keputusan yang tepat untukku memulai hidup tanpa Mas Reno.Uang hasil menjual emas akan aku jadikan modal berjualan kecil-kecilan nantinya, untuk menyambung hidup. Setidaknya aku akan membuktikan pada Mas Reno, bahwa aku bisa makan dan tak bergantung padanya.Ada rasa sesal kenapa tidak dari dulu aku melakukannya. Tapi, ya, sudahlah sesal itu tidak akan berguna jika aku tidak memulai dan mencobanya sekarang.“Bu Reno!” Aku terkejut mendengar seorang ibu memanggilku dari belakang. Suara itu pun aku sangat mengenalnya. Bu Ridwan.Aku membalikan badan.“Belanja sayur, Bu? Saya juga, yuk, bareng!” Bu Ridwan menggamit lenganku.Kulepas pelan tangannya yang melingkar di lenganku. “Bu Ridwan duluan saja, aku mau beli yang lain dulu.”“Loh, nggak apa. Saya juga nggak buru-buru, yuk, saya antar! Jadi nanti kita bisa beli sayurannya bareng gitu loh.”Aku menghela nafas, Bu Ridwan kenapa ke
SUAMIKU BUKAN LULUSAN D3BAB 14“Ehm, masalah izin dari suami itu bukan masalah, Bu. Justru aku yang tidak enak jika bekerja di sini. Aku takut mengganggu kenyamanan Bu Weni dengan kehadiranku.”“Oh, aku mengerti maksud Mbak Atik. Iya, benar Ibu sudah terbiasa di sini sendiri, tapi kalau Mbak Atik orang yang bekerja di sini Ibu tidak akan berkeberatan. Justru malah senang. Tinggal nunggu keputusan suamimu saja, boleh atau tidaknya Mbak Atik kerja.”Kemudian Bu Ridwan menjelaskan masalah yang aku alami, dari mulai suamiku yang sudah diusir dari rumah, sampai bertemu denganku di pasar ketika ingin menjual perhiasan untukku jadikan modal berdagang kecil kecilan di sekolah.“Oalah …. Kalau begitu bagaimana kalau kita nanti sekalian menyusun rencana untuk memata-matai suamimu dari sini. Usahakan suami Mbak Atik jangan sampai tau Mbak Atik kerja di sini. Ibu yakin perempuan yang mencium pipi suamimu itu akan datang lagi ke rumah itu.” Bu Weni menunjuk ke arah pintu depan dengan bibirnya.“I
SUAMIKU BUKAN LULUSAN D3BAB 40“Nih!” Atik mengulurkan tangannya yang memegang smartphone ke arahku.Aku mengambilnya. Kulihat layar benda itu masih dalam mode terhubung dengan si pemanggil telepon.“Memang siapa yang nelpon?” tanyaku pada Atik, ada ragu dalam hati untuk berbicara dengan si penelpon.“Nggak tahu, nggak ada angin nggak ada hujan dia bilang aku sebagai komplotan penipu.”“Penipu?”“Lebih jelasnya lebih baik Mas yang berbicara!” titah Atik.Segera kutempelkan benda pipih dari tanganku ke telinga.“Hallo!”“Ya, Hallo! Ini pasti Pak Reno, kan?” Terdengar suara laki-laki.“Iya, betul. Ini siapa?” Ada firasat tidak enak menyelimuti hatiku mendengar suara pembicara dari seberang telepon.“Pak Reno. Cepat bayar hutang pacar Bapak. Katanya dia nunggu transferan dari Pak Reno. Saya sudah capek ini nungguin dari tadi, berbelit-belit dan banyak alasan. Kalau tidak bayar hutang sekarang juga, nanti pacar Bapak saya gelandang ke kantor polisi, mau?” Pria yang berbicara di seberang
SUAMIKU BUKAN LULUSAN D3BAB 39“Memangnya kamu sudah sampai mana dan di bengkel mana? Biar nanti aku jemput dan mengantarkanmu langsung pulang ke rumah.” Cemas juga hatiku mendengar kabar dari Melia.“Sudah setengah perjalanan menuju rumah kamu, Mas. Kamu nggak usah jemput, akan butuh waktu lama jika aku menunggumu. Aku cuma butuh uang saja sekarang,” jelasnya. Mungkin agar suaranya terdengar jelas olehku. Karena tadi aku bilang suaranya Melia berbicara berbarengan dengan deru mobil di pinggir jalan.“Bersabarlah, tunggu aku, ya! Aku juga ingin lihat kondisimu dan mobilmu.” “Mas! Aku bilang nggak usah ke sini. Aku cuma mau pinjam uang kamu, aja, kok. Nanti akan langsung aku kembalikan jika aku sampai rumah,” ucap Melia terdengar panik.“Akan aku beri, cuma aku pengen lihat keadaanmu dan mobilmu yang rusak. Itu aja kok susah amat.”“Kamu yang susah amat. Cuma mau minjem uang aja ribet banget urusannya, dasar pelit!” Melia mematikan sambungan teleponnya.Aku mengedikkan bahu. Memangny
SUAMIKU BUKAN LULUSAN D3BAB 38PoV: RenoWajah Melia seperti mayit, pucat, kontras dengan warna bibirnya yang merah.“Bayaran apa lagi, Pak, Bu? Memangnya uang yang saya berikan tadi kurang untuk menggantikan teh tubruk kalian? Ada-ada saja, sih. Asal kalian tahu, ya! Baru kali ini saya bertamu diminta ganti rugi untuk apa yang disuguhkan tuan rumah, mana cuma Reno yang minum, itu juga cuma dikit, palingan seteguk, saya dan kedua anak gadis saya malah nggak minum.” Ibu merepet pada orang tuanya Melia.Melia mulai terlihat salah tingkah. Aku tahu ia ingin berbicara pada kami, karena kemunculan orang tuanya, Melia sepertinya tak jadi berbicara, ia memilih berbicara sambil berbisik pada orang tuanya.“Duh, kenapa keluar, sih? Ayo, ayo, masuk ke dalam, yuk!” Melia menarik tangan ibu dan bapaknya. Sedangkan kami cepat-cepat masuk ke mobil untuk segera pergi dari sini sebelum Melia kembali mencoba menahan kami.Di sepanjang perjalanan pulang, di mobil, Ibu terus saja merepet, mengatakan ke
SUAMIKU BUKAN LULUSAN D3BAB 37PoV: Reno“Hah, seminggu lagi?” tanyaku kaget, saking kagetnya suaraku terdengar cukup tinggi.“Loh, kenapa, Mas? Nggak mau? Apa jangan-jangan kamu belum move on dari Atik terus masih mikir panjang untuk serius sama aku?”Mana bisa move on kalau lingkunganku terus saja mengingatkan aku dengan Atik, apalagi mereka selalu menyebut nama mantan istriku. Duh, jadi sedih rasanya mengganti nama Atik dengan sebutan mantan istri.“Mel, seminggu itu terlalu cepat, kalian pasti akan keteteran jika memaksa nikah seminggu lagi. Ngurusin administrasi, nyari MUA, sewa tenda dan catering, belum lagi nyari mahar dan seserahannya.” Ibu menasehati Melia.Aku percaya pada apa yang ibuku katakan, karena Ibu sudah makan asam garam kehidupan. Gimana rasanya tuh asam garam dimakan? Pasti nggak enak. Aku tertawa dalam hati membayangkan Ibu benar benar makan asam dan garam yang sebenarnya.“Nikahnya sederhana saja, Bu. Nggak usah mewah-mewah. Untuk masalah urusan surat menyurat
SUAMIKU BUKAN LULUSAN D3BAB 36PoV: Reno “Mak, ambil minum cepet!”Kudengar Melia memerintah ibunya dengan berbisik, namun jelas kudengar, tidak hanya sebatas itu, kulihat ia juga menyikut lengan ibunya. Kok, sama Ibu sendiri gitu, ya? Tidak sopan dan berwajah judes. Lagi pula rumah semewah ini masa nggak punya pembantu? Terus apa aku nggak salah dengar, Melia menyebut ibunya dengan kata Emak.“Oh, iya, lupa,” ucap ibu Melia. Kemudian dia bertanya kepada kami mau minum apa. Lalu bergegas ia pergi, mungkin ke dapur.Pia melirik padaku, bibirnya pun mendekat ke telingaku. “Mas, kok orang kaya manggilnya Emak, sih? Harusnya Mami Papi, ya, secara mereka tinggal di kota,” bisik Pia.Aku pun menelan Saliva. Aku pikir perkataan Pia ada benarnya juga, ya. Pakaian yang dikenakan oleh orang tua Melia tidak menunjukan mereka seperti orang kaya, malah terkesan seperti pembantu rumah tangga.Kulirik ibuku, lalu memperhatikan penampilan Ibu dari bawah sampai ke atas. Ibu, walaupun tinggal di kamp
SUAMIKU BUKAN LULUSAN D3BAB 35***PoV: Reno“Kamu yakin, Reno?” Ibu menatapku dalam.Aku tak berani membalas tatapan Ibu berlama-lama. Karena pasti itu akan membuatku ragu kembali. Ragu melamar Melia yang sudah mendesakku untuk menikahinya.Rencananya besok pagi setelah memberi talak pada Atik, kami langsung ke rumah orang tua Melia. Aku juga sudah mempersiapkan uang lima puluh juta seperti yang Melia minta. Uang yang aku dapatkan dari hasil menggadaikan SK P3K-ku.Sebenarnya Melia meminta semua yang yang kudapatkan dari meminjam uang di Bank, yaitu seratus juta sebagai biaya untuk pesta pernikahan nanti, tetapi, aku menolak keinginan Melia. Karena menurutku sebagainya uang itu akan aku belikan perhiasan sebagai mahar. Melia pun setuju.“Iya, Mas, apa nggak terlalu cepat Mas mengambil keputusannya. Siapa tahu Mbak Melia berubah pikiran.” Sama halnya dengan Ibu. Rena juga berbicara menambah keraguanku.“Tapi kan Rena tahu sendiri, jawaban Atik waktu itu setelah Rena menceritakan renc
SUAMIKU BUKAN LULUSAN D3BAB 34***Setelah Rena menyampaikan berita itu, tak ada hari yang beda dalam hidupku. Bangun subuh, shalat, bersih-bersih bersenda gurau dengan Bu Weni, begitu setiap harinya, tapi aku sangat bersyukur dengan apa yang kudapat hari ini. Keluarga baru. Ya, kebersamaan dan kekeluargaan dari Bu Weni yang membuatku bahagia. Beliau tidak mengangapku seperti pembantunya, justru Bu Weni terang-terangan mengatakan bahwa aku dianggap sebagai anaknya.Walau begitu ucapan Bu Weni, tidak membuat aku lupa diri, apa yang terjadi dan ia beri sampai saat ini, aku menganggapnya sebagai hutangku yang harus aku bayar dengan pengabdianku di sisinya. Karena jika aku harus membayar, maka tidak akan cukup dengan gajiku. Aku sadar betul, berapalah gaji seorang pembantu. Apa lagi kami tinggal di Desa. Pasti tidaklah sama dengan upah pembantu di kota.Sampai suatu hari Bu Weni membahas Arlan–anaknya ketika aku sedang menemani Bu Weni menonton acara favoritnya di televisi.“Menurut Mbak
SUAMIKU BUKAN LULUSAN D3BAB 33“Rena! Jangan nggak sopan kamu sama Mas-mu. Pulang, pulang!” Ibu mertua membentak anak gadisnya. “Sudah malam bikin keributan.”“Kamu juga Reno, pulang!” Telunjuk Ibu mertua mengarah pada rumahnya.“Tapi, Bu ….”“Pulang! Masalah ini nggak akan ada habisnya jika kamu masih berdiri di sini!” kali ini Ibu menarik tangan anak laki-lakinya sambil melirik sinis padaku.Aku menganggap wajar. Namanya juga seorang Ibu. Seberapa besar kesalahan anak laki-lakinya pasti akan tetap berpihak pada darah dagingnya sendiri dibanding aku menantunya.Kemarin waktu di rumahku mungkin Ibu mertua di depanku mendukung untuk aku dan Mas Reno bersatu kembali. Tapi yang kulihat cara dan sikapnya tidak melarang Melia menjauhi anaknya. Entah apa yang membuat mereka tetap selalu dekat. Bahkan aku merasa tidak pernah sedekat Melia dengan ibu mertuaku. Apa kastaku yang rendah dan tidak berpendidikan ini yang menjadi jarak antara aku dengan mereka?***Semenjak kejadian malam itu, aku
SUAMIKU BUKAN LULUSAN D3BAB 32“Jadi, Atik itu karyawan Bu Ika? O ….” Mas Arlan membulatkan bibirnya. Lalu melirik pada Bu Weni.Bu Weni mendelik, entah apa yang dipikirkannya.“Waduh, kok jadi ribet begini? Reno! Kamu jangan macem-macem sama karyawan saya, ya? Mbak Atik itu sudah jadi tanggung jawab saya.” Bu Weni terlihat geram pada Mas Reno.“Tapi Atik itu istri saya, Bu Weni. Saya lebih berhak atas dirinya.” Mas Reno masih tetap mempertahankan ucapannya.Secara administrasi aku memang istri Mas Reno. Jika Masalah ini sampai membawa RT, tentu RT membenarkan ucapan Mas Reno. Aku jadi bingung harus bersikap apa. Menginap di rumah orang tua Mas Reno aku tidak mau. Pulang sendiri ke rumah juga sudah terlalu larut malam. Sebenarnya hatiku lebih menginginkan menginap di rumah Bu Weni. Karena tidak perlu bulak balik lagi untuk bekerja di rumah ini. Bangun subuh, shalat, lalu langsung mengerjakan pekerjaan rumah.Tapi, karena ada Mas Arlan, Mas Reno tidak akan mungkin tinggal diam, sepert