Share

Bab 7

SUAMIKU BUKAN LULUSAN D3 BAB 7

Segera kau beranjak dan mengambil mangkok di dapur. Namun, ketika hendak ke depan. Mas Reno menghadangku.

“Kamu mau beli bakso, Dek? Jangan macam-macam kamu. Inget uang yang aku beri itu harus cukup untuk beberapa bulan ke depan. Kan kita ada kuah bakso sisa dari sekolah. Kamu angetin itu aja.” Mata Mas Reno membesar.

Mungkin dia pikir aku takut dengan sikapnya. Lalu menuruti apa larangannya. Itu dulu, Mas. Sebelum aku tahu kamu menipuku. Berbohong tentang uangmu, juga pengakangkatanmu.

Sekarang jangan harap, Mas. Aku nggak mau dibodohi kamu lagi.

“Minggir, Mas! Aku mau makan bakso, bukan kuahnya! Aku berteriak dan terpancing emosi. Dadaku naik turun menahan marah.

Mendengar aku berkata dengan berteriak Mas Reno tersentak dan langsung menyingkir untuk memberikan jalan. Aku tersenyum tersunging. Pikirku, andai saja ini aku lakukan dari dulu, pastinya ia tidak akan berani semena-mena terhadapku.

Aku pun berlalu dan tersenyum puas melihat reaksinya, tapi jangan harap cuma sampai di situ, Mas. Nanti akan aku pikirkan lagi ide selanjutnya untuk mengerjaimu.

***

Aku tersenyum menatap bakso di tanganku, Segera kuletakam ke atas meja makan lalu mencium dalam aromanya.

Kemudian aku duduk. “Bismillah,” ucapku kemudian menyantap bakso tanpa menawari makluk yang kini duduk di hadapanmu.

Jakun Mas Reno naik turun dan menatap heran padaku.

“Kenapa, Mas, liatin aku sampe segitunya? Kamu mau? Kamu kan sudah makan bakso di traktir Pak Ridwan. Masa iya mau lagi. Biarin aku menikmatinya sendiri, Mas. Sesekali kan nggak apa. Aku juga kan bosan hidup hemat, ngirit. tapi nggak kaya juga. Tambah blangsak iya.”

“Iya, eh, enggak. Maksudku ya nggak apa-apa kalau sesekali asal jangan tiap hari saja. Nanti kalau uang dariku yang kamu simpan cepat habis gimana?”

“Ya tinggal minta lagi sama kamu, masa iya minta sama suami tentangnya.”

“Ya jangan, Dek. Selingkuh itu namanya.”

“Makanya kalau nggak mau istri kamu minta uang sama suami tetangga, kamunya yang harus rajin kasih uang ke istri. Jangan kamu punya penghasilan lebih malah di sembunyikan dariku.”

“Iya kalau ada, kalau nggak ada gimana?” Mas Reno masih saja berbohong. Apa aku harus terang sekarang tentang tadi?

Aku lihat dan dengar sendiri ketika ia memberikan kartu ATM-nya pada Ibu. Ia mengatakan untuk membeli apa saja yang ibunya mau. Berarti uang yang ia simpan pasti lebih banyak dari yang ia berikan padaku. Itu juga artinya ia punya pekerjaan selain mengajar. Kalau tidak, dapat dari mana uang yang simpan di ATM.

Aku melanjutkan suapanku, sampai sendokan terakhir. “Alhamdulillah, ternyata makan bakso itu nikmat banget, ya, rasanya udah lama sekali aku nggak menikmati makan bakso senikmat ini. Kayaknya aku harus lebih sering makan bakso dan menikmati hidup.” Aku senyum-senyum sendiri.

“Kamu ini kesambet apa, sih, Dek? Nggak biasanya kamu begini. Inget, Dek. Gajiku sebagai honorer tidak bisa mencukupi jika kamu tiap hari suka jajan. Bisa-bisa yang itu sebulan juga sudah habis.”

“Aku kan sudah bilang ke kamu, Mas. Kalau uang yang kamu kasih ke aku habis, aku akan minta lagi.”

“Uang dari mana aku? Semua uangku sudah aku berikan sama kamu, bahkan saat aku kasih upah aku ngajar, amplopnya belum aku buka sama sekali. Utuh aku berikan ke kamu.”

Semakin greget aku dibuat Mas Reno, masih saja terus berbohong.

“Ya, sudah, Dek. Aku juga mau pamit pergi dulu. Inget pesanku, uang itu harus kamu hemar hemat. Kalau tidak akan membuat kamu kelapan kedepannya.”

“Mas Reno mau kemana?”

“Ke rumah ibu, tadi ibu menyuruhku untuk menyusulnya.”

“Aku mau ikut, sekalian mau minta maaf karena sudah menunggunya lama dan tidak menyuguhkan apa apa pada ibu saat berkunjung tadi.”

“Ja-jangan, Dek. Lain kali saja.” Mas juga nggak akan lama-lama. Sebentar dan akan cepat pulang.”

Pantas dia sudah rapi dan wangi. Rupanya ia ingin pergi ke luar.

Aku jadi ingat ucapan ibu saat datang tadi. Kata ibu, ia ingin merayakan sesuatu dengan Mas Reno. Aku bisa menebak sekarang, Mas Reno dan keluarganya pasti ingin merayakan pengangkatan suamiku yang sudah menjadi pegawai pemerintah.

Baiklah, Mas. Kamu boleh pergi sendiri, tapi aku akan menyuruhku ke rumah ibu. Pasti Mas Reno akan terkejut ketika aku yang tak mereka harapkan akan hadir di tengah tengah pesta perayaan mereka.

Lalu Mas Reno beranjak dan mendekatiku untuk mencium keningku.

Tidak seperti hari biasa, kali ini ciumanya padaku bikin hatiku seperti di remas.

***

Setelah Mas Reno pergi, aku segera mengganti baju dan mencari ojek untuk menyusulnya ke rumah ibu.

Tetapi, ketika aku sampai di rumah ibu. Tenyata rumah ibu sepi dan terkunci.

“Loh, Mas Reno nggak ada di sini. Keluarganya pun nggak ada satu orang yang menunggu di rumah. Terus, kalau bukan di rumah, kayaknya Mas Reno dan keluarganya merayakan sesuatunya di luar. Tapi kemana, ya?”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status