307“Ya Tuhan … suamiku ganteng banget ….”Nuri menangkup kedua pipinya setelah selesai membantu memasangkan kancing kemeja Bastian. Bukan tanpa alasan kalau wanita itu memuji sampai demikian terpesona. Satu bulan berlalu setelah kejadian di depan kediaman Hanggara itu, dan kini kondisi kesehatan Bastian semakin membaik. Bukan hanya kakinya yang sudah bisa dipakai berjalan walaupun masih butuh bantuan tongkat untuk menopang, tapi penampilan laki-laki itu kini memang jauh berbeda.Kini, tidak ada lagi Bastian yang kuyu, yang kurus dan bermata redup. Yang saat Nuri pertama kaki bertemu tidak menemukan setitik pun cahaya semangat di matanya. Yang saat pertama kali Nuri melihatnya, ia hanya serupa zombie. Hidup, tetapi mati.Kini, Bastian yang ada di hadapannya adalah sosok laki-laki tampan dengan segala kesempurnaan fisik meski kakinya belum sembuh sepenuhnya. Bastian yang ada kini adalah Bastian yang gagah dan mempesona.Tubuh tinggi proporsional. Wajah kebulean yang memikat hati siapa p
308“Bas, kita harus bicara.” Suara wanita membuat semua orang menghentikan pergerakkan mereka. Fokus mereka tentu saja ke asal suara. Semua orang menoleh hingga mendapati wanita langsing terawat dengan barang-barang branded yang menghiasi tubuhnya, mendekat.Bastian membuang padangan, sementara Nuri langsung bertolak pinggang.“Maaf, tidak ada yang harus kita bicarakan. Kalau terkait perceraian, silakan hubungi pengacaraku saja.” Bastian berkata santai.“Bas, aku tidak suka diperlakukan seperti ini. Sudah sebulan ini kamu menghindariku.” Suara wanita itu meninggi melihat Bastian hendak melanjutkan aktivitasnya yang sempat tertunda. Terpaksa laki-laki yang hendak masuk mobil itu menghentikan lagi niatnya, lalu kembali menghadap wanita yang wajahnya merengut.“Memangnya apa yang aku lakukan padamu, Novita? Aku merasa tidak melakukan apa pun.” Bastian mengangkat tangannya.“Kamu menghindariku. Kamu tidak mau menemuiku. Dan kamu tidak pernah datang ke pengadilan. Padahal aku sudah memi
309Bastian tidak dapat menghindar. Selain kakinya yang belum bisa berdiri tegak tanpa alat bantu, semua terjadi begitu cepat. Novita melakukannya sebelum siapa pun menduga apa yang akan dilakukannya. Bastian berusaha menyeimbangkan tubuhnya. Tetapi dorongan itu terlalu kuat hingga tubuhnya bersandar di body mobil. “Bas, tolong aku… aku sedang membutuhkanmu ….”Bastian yang buru-buru menguasai dirinya, berusaha melepaskan pelukan wanita yang menyandarkan kepala di dadanya. Tapi wanita itu semakin mengeratkan pelukan. Pria berbadan tegap yang sempat kecolongan beberapa detik lalu, berusaha melepaskan Novita dengan menarik tangannya, tetapi wanita itu tetap memeluk Bastian sambil mencurahkan tangisnya. “Mamaku, Bas… mamaku harus dioperasi. Aku bingung harus bagaimana. Cuma kamu yang bisa nolongin ak–”Kalimat Novita tidak selesai karena sebuah benda terasa menyentuh kepalanya. Ia merasa seperti ditoyor sesuatu. Wanita itu menarik kepala dari dada Bastian, kemudian menoleh. Kepalan
309“Bu, boleh saya bicara?” Nuri langsung menghubungi seseorang sesaat setelah ia kembali ke rumah. Setelah hampir seharian mengantar dan menemani Bastian bertemu dokter dan terapi kakinya, lalu setelah tiba di rumah masih harus mengurusi keperluan laki-laki itu. Ingin rasanya ia bicara dengan seseorang untuk mencurahkan isi hatinya. Karenanya, setelah memastikan laki-laki itu nyaman, ia pergi ke kamar mandi. Namun, bukan untuk melakukan ritual yang seharusnya dilakukan di kamar mandi, melainkan menghubungi seseorang. “Bicara apa, Nur? Kamu sedang ada masalah?” Suara lembut di seberang sana bertanya saat menyadari suara Nuri bercampur getaran. Nuri menggigit bibirnya dengan kuat untuk menahan sesuatu yang mendesak keluar. Sebenarnya ia tidak ingin melakukan ini, tetapi rasa kesal sudah bercokol di hatinya sejak kejadian di depan bangunan apartemen tadi. Karenanya selama mengantar Bastian terapi dan bertemu dokter, bahkan hingga mereka kembali ke rumah, ia tak banyak mengeluarkan
311“Mas, sepertinya kamu harus lebih mengawasi Bastian, deh.” Malam ini saat mereka hendak pergi tidur, Mentari menyampaikan sesuatu yang sejak tadi menjadi ganjalan di hatinya. Sejak Nuri meneleponnya sambil menangis, rasanya sudah ingin menyampaikan ini kepada suaminya. Hanya saja karena Samudra pulang malam. Dan saat sampai rumah melihat wajahnya begitu lelah, ia terpaksa menyimpan dulu unek-uneknya. Setelah membantu menggosok punggung sang suami saat mandi, ia juga memijat kakinya agar lebih rileks. Ritual yang belakangan sering ia lakukan sebelum tidur jika melihat Samudra pulang malam dan sangat lelah. Mentari sangat tahu suaminya lelah. Mengurus beberapa perusahaan sekaligus, meski banyak asisten dan orang-orang kepercayaan yang membantu, tetap saja ada banyak tanggung jawab yang diemban suaminya. Karenanya ia mengerti seberapa lelah suaminya jika pulang ke rumah. Service memuaskan pun akan ia berikan dengan senang hati. Yang membuatnya trenyuh, Samudra masih menyempatkan
312Bastian heran kenapa istri kecilnya seharian kemarin sangat irit bicara. Padahal biasanya wanita itu punya stok tenaga dan kosakata yang banyak untuk berceloteh. Apa pun itu, akan menjadi topiknya pembicaraan. Sejak di rumah sakit, di perjalanan, lalu sampai di rumah pun, tetap saja hanya bicara seperlunya. Saat Nuri irit bicara, sangat kentara perbedaannya. Bastian merasa dunianya berbeda. Sangat sepi bagai hari-hari ke belakang yang ia lalui. Tanpa warna, tanpa semangat, tanpa gairah untuk melanjutkan hidup. Bastian tidak menyukai situasi seperti ini. Bahkan semalam, Nuri meninggalkannya tidur lebih awal. Padahal Bastian masih ingin bicara. Tapi wanita itu sudah menjelajah alam mimpi sejak sore. Meninggalkan sendiri dalam keheranan. Bastian juga bukan tidak tahu jika mata Nuri merah saat keluar dari kamar mandi. Ia ingin bertanya, tetapi Nuri tak memberinya kesempatan untuk bicara. Akhirnya ia hanya bisa memeluk wanita yang sudah pulas itu. Pagi ini saat bangun, Nuri sudah
Bab 1“Bastian, ahhh … lebih cepat lagi–”Aku menajamkan pendengaran begitu tiba di depan pintu kamar Bastian, calon suamiku. Suara-suara aneh dari dalam sana membuat bulu di tubuh ini meremang.“Bas–oh ....”Aku tidak tahan lagi, tubuhku mendadak bergetar hebat karena mendengar suara-suara itu. Suara-suara khas sepasang manusia yang tengah mengarungi lautan kenikmatan.Brak!Kudorong pintu ruangan itu dengan kuat hingga dua orang yang tengah bergumul di atas sofa sontak terperanjat.Sepasang manusia tidak tahu malu itu kompak menoleh ke arahku.Si lelaki langsung loncat menarik diri dari atas tubuh wanitanya dengan gelagapan. Disambarnya bantal sofa untuk menutupi tubuh bagian bawahnya. Sementara wanitanya bukan melakukan hal sama, melainkan dengan tidak tahu malu melemparkan senyum penuh kemenangan padaku.Raut puas sangat kentara di sana–aku bisa melihatnya dengan jelas. Ia bahkan membusungkan dadanya seolah ingin menunjukkan padaku jika tubuhnya baru saja dinikmati calon suamiku.
Bab 2Aku menelan ludah dengan susah payah. Pandangan tajam ini mengabur dengan sendirinya karena kaca-kaca yang mulai menutupi bola mata.Sumpah demi apa pun, hatiku sakit. Sakit karena pengkhianatan Bastian dan Novita, juga karena ucapan busuknya.Aku ingin lebih memaki, tetapi rasanya percuma.Akhirnya aku membalikkan badan tanpa berkata-kata lagi. Lalu membawa kaki ini melangkah keluar. Meninggalkan ruangan yang baru saja digunakan perbuatan terkutuk manusia-manusia laknat itu.“Ini salahmu, kenapa tidak mengunci pintunya?”Langkahku terhenti di depan kamar saat mendengar suara Bastian. Walaupun tidak jelas karena diucapkan dengan mendesis, tetapi telingaku cukup baik menangkapnya.“Mana aku tahu dia mau ke sini?” Itu Novita yang menimpali. “Sudah kubilang lebih baik ke hotel seperti biasa. Tapi kamu malah mau di sini. Salahku di mana?”“Sial!” Bastian mengumpat.Aku memejam dengan kuat. Satu kesimpulan yang dapat diambil dari dialog singkat mereka, jika ini bukan yang pertama dan