336Dunia Nuri seolah runtuh seketika. Kedua matanya membulat, air mata yang sudah sempat mengering kini kembali mengalir deras, membasahi pipinya tanpa ampun. Ia terpaku di ambang pintu, tak mampu bergerak. Rasanya seperti terjebak dalam mimpi buruk yang nyata—pemandangan Bastian dan Novita bersama di apartemen. Hatinya hancur berkeping-keping. Ini bukan sekadar kesalahpahaman biasa, ini adalah pengkhianatan yang paling menyakitkan.Nuri menarik napas dalam-dalam, mencoba menahan sesak yang semakin menggulung dadanya. Tangannya bergetar, genggaman pada tas kecilnya mulai melemah. Perlahan, kaki Nuri yang semula kaku mulai melangkah mundur, tanpa suara. Ia tahu, jika ia tetap tinggal lebih lama, emosinya akan meledak. Dan saat itu terjadi, tidak ada yang bisa ia lakukan kecuali terluka lebih dalam."Aa ... kenapa?" bisik Nuri lirih, nyaris tak terdengar.Sebuah suara pelan terdengar dari arah sofa, suara yang memanggil namanya."Nuri ... tunggu," suara itu adalah milik Bastian, namun
337"Siapa kalian?! Apa yang kalian inginkan?" Nuri bertanya dengan suara gemetar, sesaat setelah penutup mulutnya dilepas. Tadi, orang-orang yang menariknya paksa ke dalam mobil, langsung menyumpalkan sebuah kain yang ujungnya diikat ke belakang.Nuri mencoba untuk duduk dengan kedua tangan yang diikat ke belakang tubuhnya. Kepalanya pusing. Mobil yang melaju ugal-ugalan membuatnya terasa terombang-ambing. Entah ke mana mobil yang membawanya ini melaju. Yang pasti semua terjadi begitu cepat. Ia baru saja ingin pergi jauh meninggalkan Bastian yang sudah mengkhianatinya, dan siapa sangka semesata benar-benar mendukung.Lihatkah kini, ia dibawa orang-orang itu dengan mobil ini entah ke mana.Walaupun dengan kepala pusing, Nurri mencoba mengedarkan pandangan ke seluruh isi mobil. Mencoba mengenali oarng-orang yang menariknya paksa tadi.“Siapa kalian sebenarnya?” tanyanya lagi saat tak mengenali orang-orang itu. “Kenapa kalian menculikku? Apa salahku? Aku mau dibawa ke mana?”"Diam!" Sala
338Nuri terbangun dengan kepala berat dan tubuh lemas. Ia menggeleng berkali-kali untuk membuang rasa pusing. Pandangannya kabur, tapi satu hal yang pasti, ia masih berada di dalam mobil yang melaju kencang. Terbukti guncangnnya yang kuat membuat tubuh mungilnya terombang-ambing di atas jok.Kepalanya terasa berat, tapi kesadarannya kembali secara perlahan. Ia mencoba bergerak, namun kedua tangannya terikat di belakang. Pun dengan kedua kakinya yang disatukan dengan tali tambang kecil. Ketika ia memandang ke sekeliling, jantungnya berdebar kencang. Mobil yang membawanya ini adalah sebuah jeep hitam, mobil yang sama dengan yang tadi menculiknya.Nuri memejam lagi. Mencoba mengumpulkan ingatan. Tadi salah satu dari orang yang menculiknya, membekapnya dengan kain yang ia yakin sudah dibubuhi obat bius. Namun, setelah sekian lama ia tidak sadarkan diri, kenapa masih juga berada di dalam mobil? Mau dibawa ke mana dirinya? Kenapa sejauh itu perjalanannya?Dari depan, terdengar suara percak
339"Apa yang kau pikirkan, Bas? Kenapa harus membawa Novita ke rumahmu?" Suara Samudra meski tidak keras, tetapi sarat kekesalan. Pria itu berdiri di depan Bastian dengan sorot mata tajam yang penuh dengan kemarahan. Masalah yang bertumpuk, membuatnya lepas kontrol, hingga sulit mengendalikan diri.Di hadapan Samudra, Bastian hanya bisa menunduk dengan ekspresi penuh penyesalan. Tadi ia langsung mendatagi pamannya itu di rumahnya karena mengkhawatirkan Nuri."Bodohnya kamu, kenapa kabur dari rumah sakit, Bas? Apa kamu tidak memikirkan kesehatanmu? Kakimu itu kalau tidak segera dioperasi, bisa fatal akibatnya. Kamu mau hanya memiliki satu kaki?”Bastian mengangkat pandangannya, menatap Samudra dengan mata yang berkaca-kaca. Tubuhnya tampak lemas, jelas menunjukkan bahwa ia menyesali keputusannya. "Aku ... aku hanya merasa hidupku tidak lagi berarti jika tanpa Nuri di sisiku, Om. Aku merasa tidak ada gunanya lagi aku hidup, tidak perlu juga aku sembuh jika dia tidak mau kembali.”Samud
340Samudra melangkah mendekat, suaranya semakin rendah karena lelah, "apa kamu punya bayangan siapa yang menculik istrimu?” tanyanya sambil menatap lekat.“Tidak mungkin Novita kan, Om? Dia ada di rumahku.”Samudra mendengus kasar. “Semua kemungkinan bisa terjadi, Bas. Jangan terlalu naif. Kamu tahu pasti siapa mantan istrimu itu.”Bastian memejam. Ya, ia terlalu bodoh untuk tidak bisa melihat keadaan. Masih juga percaya jika Novita dan ibunya layak dikasihani, nyatanya … mereka memperdaya.“Apa Novita dan Yulia sengaja menjebak kita, Om? Atau hanya Novita yang licik di sini? Ia sengaja membuang ibunya pada kita agar tak perlu mengurusinya lagi?”“Sudahlah, kita fokus mencari Nuri saja saat ini. Urusan Novita aku sudah meminta pengacara mengurusnya.” Samudra mengibaskan tangannya dengan lelah.Bastian mengangguk. Ia memang tidak bisa melakukan apa pun untuk saat ini tanpa Samudra. Semua ia serahkan pada pria itu. Apalagi untuk mencari Nuri. Karena dirinya jangankan memiliki kekuatan
341Bastian duduk tegang di dalam mobil yang terus melaju menembus hujan deras. Gemuruh hujan di atap mobil terdengar seperti detak jantungnya yang berdegup kencang. Keringat dingin mengalir di pelipisnya, meski udara di dalam mobil terasa beku."Nuri...," bisiknya pelan, seolah menyebut nama istrinya akan membawa keberuntungan.Hamish menoleh padanya dengan ekspresi tenang seperti biasa. "Kita sudah dekat, Bas. Tenanglah. Orang-orang kita sudah memberi sinyal, mereka membawa Nuri ke kampungnya.” Mengerti dengan apa yang dirasakan Bastian saat ini, Hamish berujar."Kampung Nuri? Jadi benar yang membawa istriku si Jaya?" tanya Bastian, matanya membulat. Hatinya terasa mencelos mendengar itu. Ia tahu betul jika pamannya Nuri memang berambisi membawa Nuri pulang karena merasa wanita yang sudah ia nikahi itu tak lagi memberikan keuntungan untuknya.Dan Bastian sangat tahu ke mana Nuri akan dibawa. Ke tempat di mana para hidung belang datang untuk bersenang-senang. Untuk membeli kehangatan
342Hamish berjalan santai dan penuh percaya diri. Seorang pengawal menyertainya, hingga mereka terlihat benar-benar natural. Hamish seolah hidung belang yang diantar asistennya untuk menyewa seorang wanita di dalam sana.Selama berjalan menuju bangunan itu, matanya meneliti suasana sekitar dengan cepat. Di depannya, bangunan besar tapi kumuh yang menjulang tampak lebih mencolok dengan lampu-lampu neon yang berkedip-kedip, menyembunyikan kotoran dan keserakahan yang bersemayam di dalamnya. Hamish menarik napas dalam-dalam, bersiap untuk memainkan perannya. Ia tahu, bukan hanya rencananya yang dipertaruhkan, tetapi hidup Nuri yang diamanahkan Samudra padanya.Di dalam mobil, Bastian menggenggam kedua lututnya begitu kuat hingga buku-buku jarinya memutih. Matanya terus memperhatikan pergerarakan Hamish yang begitu luwes hingga asisten Samudra itu kini disambut beberapa orang bertubuh besar dengan tato memenuhi seluruh kulitnya.Tampak dari sini, Hamish bicara dengan orang-orang itu, seb
343Hamish berkedip lemah dan lama, memberi isyarat pada Nuri yang jelas masih terkejut dan kebingungan melihatnya di sana. Setelahnya pria itu menatap tajam, penuh makna, seolah berkata, "Jangan sebut namaku, berpura-puralah tidak mengenalku."Nuri menggigit bibirnya untuk menahan tangis yang tetiba mendesak ingin keluar. Dadanya mendadak penuh, entah oleh apa. Ingin rasanya ia menghambur memeluk pria seumuran Samudra itu saking senang melihat seseorang yang dikenalnya di sana. Baginya saat ini, Hamish laksana malaikat yang bisa menyelamatkan hidupnya meski belum tahu untuk apa pria itu berada di sana.Untunglah Nuri segera menangkap kode Hamish dengan cepat. Tangannya masih terbelenggu oleh dua pria bertubuh kekar yang memaksanya mendekat ke Hamish.“Barang bagus, kan?” Mucikari berkomentar sambil tertawa lebar. Memperlihatkan deretan giginya yang sudahlah tidak rapi, berwarna kuning kecoklatan pula. “Baru aja datang, Bos. Jadi masih agak liar. Tapi tenang, sekiranya Bos kewalahan,