Pria berjas putih itu kembali hadir di ruangan Selena saat pagi menjelang, sinar yang menyorot masuk melalui celah gorden jendela kaca terasa menyilaukan mata. "Pagi, nona." sapa pria itu ramah sembari menyibak kain jendela agar sinat matahari pagi masuk seutuhnya, sinar hangat yang juga bagus untuk kesehatan. Selena tidak menjawab, dia hanya memperhatikan gerak pria yang tidak diketahui namanya itu sejak tadi sibuk menyiapkan resep obat untuknya. Suara pintu terketuk pelan sedikit mengalihkan perhatiannya, "Masuk," ucap dokter berwajah tampan itu. "Dokter, saya mengantar sarapan untuk pasien.""Silahkan." ucap sang dokter sibuk dengan kegiatannya sendiri. Seorang gadis muda yang berpakaian mirip dengan warna jas dokter tersebut mengambil tempat tepat di sebelah Selena. "Nona bukalah mulut Anda, walaupun makan sedikit ini sangat membantu pemulihan Anda lebih cepat." ucap suster muda sangat ramah. Namun, meski setelah 15 menit mencoba, rayuannya sama sekali tidak mempan. Selena m
"Tidak, aku masih harus membalas perbuatan pria brengs*k itu." Selena menggeleng samar, pria itu sudah menghancurkan hidupnya dia tidak ingin diam begitu saja setelah semua yang terjadi. Mike tetap mengulas senyum meski mendapat penolakan, tidak mengapa. Ini bukan kesempatan terakhir baginya. "Tapi, bolehkah aku meminta tolong sesuatu padamu.""Katakan saja," ucap Mike tanpa ragu. "Hari ini mungkin adalah hari terakhir perjalanan bulan madu kami. Jadi, bisakah kau membawaku kembali pulang ke rumah keluarga Amore?" Selena merasa sungkan meminta bantuan pada Mike setelah tadi dia sempat menolak pria itu. "Hei, kenapa wajahmu seperti itu. Aku tidak keberatan sama sekali, katakan saja apapun itu." ungkap Mike beranjak dan mengulurkan tangannya pada Selena. "Ayo kita pergi dari sini.""Terimakasih Mike."*"Wah, lihat siapa ini?" wanita yang beberapa hari lalu menjadi dalang penculikan itu bertepuk tangan ringan menyambut kedatangan seorang yang tidak disukainya. "Kau kembali?" tanya B
Hari ini adalah hari istimewa bagi keluarga Brown, orang yang memegang pimpinan tertinggi di keluarga itu mengadakan ulang tahun. Sejak semalam Selena tidak melihat keberadaan Billy di rumah mewah itu, begitu pun dengan sosok wanita manja yang selalu berdampingan manja dengannya. "Bibi Lisa, apa kau tahu kemana perginya orang itu?" tanya Selena pada bibi Lisa. "Oh, tuan?" bibi Lisa langsung paham siapa orang yang dimaksud Selena, "Tuan sedang ada perjalanan ke luar kota, ada apa? Apakah Anda kangen nyonya?" bibi Lisa tertawa kecil. Selena mendecih kesal, sudah berulang kali dia mengingatkan panggilan itu tapi bibi Lisa tidak pernah mengubahnya, terlebih lagi wanita paruh baya itu mengatakan kalau dirinya menaruh rindu pada orang itu. Hal yang tidak akan mungkin pernah muncul dipikiran Selena. "Tidak, tiba-tiba saja suasana menjadi lebih sepi, bahkan kekasihnya saja tidak muncul beberapa hari." Selena mengedikkan bahunya acuh. "Kalau nona Gisella mungkin sedang sibuk dengan pesta
"Ayo" ucap Mike setengah berbisik mendekatkan wajah ke pendengaran Selena sembari merenggangkan sikunya. Sontak Selena menjauhkan wajah kaget, dia melihat sekeliling dimana semua orang yang masuk berpasangan. Terpaksa Selena menyelipkan tangan Mike, bangunan bintang lima itu dipenuhi orang. Baik di halaman maupun di tempat pusat acara. Pesta yang tidak biasa, bahkan ini adalah pesta paling glamour yang pernah Selena temui. Aroma alkohol menyeruak di udara, para wanita berpakaian seksi serta memakai penutup wajah seperti Selena berkerumun di sana. "Tuan Muda." seseorang berjalan mendekati Mike dengan membungkuk hormat. "Mike aku-" Selena menarik ujung jas Mike. "Sebentar Selene." Mike lebih memilih mendekati orang itu, "Kau tunggu di sini, ingat jangan kemanapun, aku sedang ada sedikit urusan.""Tapi Mike, aku ingin ke toilet." ucap Selena sedikit berteriak namun, pria itu sudah terlanjur pergi mengikuti orang tadi. Selena mendecih kesal, dia celingukan mencari keberadaan kamar k
"Billy, kumohon jangan lakukan itu. Aku, aku bersedia melakukan apapun.... " Selena menurunkan harga dirinya dengan berlutut agar pria itu tidak mengekspos foto-fotonya di sosial media. Pria tampan itu menyesap sebatang cerutu yang diapit di ujung jarinya, tatapannya dingin dan tajam menghadap jendela kaca yang membentang di sepanjang sisi ruangan sedangkan salah satu tangannya masuk ke saku celananya. "Bagaimana, ya. Sepertinya kau lebih cocok menjadi model majalah dewasa." Billy menyeringai. "Sepertinya wajah wanita ini tidak asing," Billy mengerutkan keningnya mengingat-ingat wajah wanita yang terlihat familiar, kemudian ekspresinya kembali berubah setelah beberapa detik diam mengamati rentetan gambar di ponsel Selena. Lantas pria berjas silver branded itu mengalihkan layar ponsel pada Selena. "Dia ibumu?" satu alis Billy terangkat. "Kau!" secepat kilat jemari lentik itu ingin meraih benda pipih yang menyimpan fotonya bersama sang ibu, "Kembalikan ponselku!""Oh, apa ini? Seoran
"Nomor tidak dikenal?" Selena mendatangi ponselnya yang sejak tadi bergetar, dia baru sempat melihatnya karena baru saja melepas masker lengket yang menutupi wajahnya. Jemarinya masih tertahan di udara, membaca satu persatu deretan angka yang sudah belasan kali memenuhi daftar panggilan tidak terjawab, Betapa terkejutnya Selena setelah memencet tombol hijau lalu terdengar suara familiar di balik panggilan. "O-orang itu, bagaimana bisa?" Selena masih shock melihat ponselnya dari kejauhan yang sekarang mendarat bebas di atas lantai tanpa peduli barang baru itu retak atau tidak. Padahal ponselnya yang kemarin, ponsel yang menjadi alasan dia menemui orang itu, dia tidak benar-benar mengembalikannya. Sekarang mau apalagi dia menelepon? "Apa kau tidak ingin berbicara lagi denganku?" sekarang suara Billy terdengar lebih jelas karena tidak sengaja tadi Selena memencet tombol speaker. Sial! Bulu kuduk Selena benar-benar meremang sekarang. Selena ragu apakah harus kembali berbicara atau men
"Kesepakatan?" Selena mengulang kalimat barusan. "Ya.... " Billy menunda ucapannya sejenak, "Sebuah kontrak pernikahan." "Menikah kontrak?" Ini samasekali tidak lucu, Selena sering mendengar hal semacam ini di TV ataupun dalam cerita-cerita novel. "Tidak! Aku tidak mau!" tolak Selena cepat. "Aku rasa kau tidak sedang dalam posisi bisa menolak nona Ginn," Selena terbelalak, tebakannya benar. Kesepakatan yang hanya akan berat sebelah. "Kau tahu ponsel itu 'kan?" Billy mengingatkan Selena pada ponsel lamanya dimana foto-foto kenangannya bersama sang ibu tersimpan. "Aku bisa melakukan apapun dengan benda itu di tanganku." "Bagaimana bisa seorang pria sepertimu memanfaatkan barang orang lain? Selena menatap tajam, "Dasar licik!" "Terserah apa katamu nona Ginn, bagaimana? Kuharap kau bisa langsung memutuskan jawabannya saat ini juga." Billy tersenyum tipis. "Tidak!" Selena melipat tangannya di dada. "Kau menjijikkan Billy, kau bahkan menculikku ke tempat ini hanya untuk bermain
"Anda juga harus bisa memasak, nona." Hari ini Marianne membawa Selena ke dapur, wanita itu memintanya untuk memasak sup sederhana. Selena sedikit menghela nafas, pria itu sudah berhasil membuat dirinya mengikuti tes menjadi seorang pelayan. Selena mengikuti arahan seperti yang dikatakan Marianne. "Saya permisi ke toilet sebentar, nona." ucap Marianne seperti menahan sesuatu. Ternyata wanita itu bisa berekspresi, misalnya menahan pipis. "Silahkan." Selena kembali memasukkan beberapa potong sayuran setelah airnya mendidih. "Uhm, setelah ini apa, ya?" "Ah, iya. Bumbu." sorot mata Selena beralih pada beberapa toples yang di susun pada sebuah rak. Selena buta akan berbagai perbumbuan, dia memasukkan 3 sendok masing-masing setiap bumbu yang tersedia. "Wah, aromanya terasa lezat nona." Marianne yang baru saja kembali langsung mengambil sendok untuk mencicipi. Selena tersenyum senang mendengar masakannya dipuji sampai pada saat wajah Marianne berubah drastis saat kuah sup