"Billy, tunggu." Selena meremas jemarinya satu sama lain.
Tatapan dingin tanpa jawaban mengarah pada Selena, dari sana jelas pria dengan rahang kokoh di depannya itu seperti orang tak bersalah."Apa lagi?" Billy menghela nafas pelan, sepasang mata lentik menatap seakan mengharapkan sesuatu padanya."Aku ingin kita mengakhiri ini sekarang juga." tegas Selena melalui sorot matanya yang berubah sendu. Dia memutuskan mengakhiri drama ini secepatnya."Apa katamu?! Tapi maaf sepertinya aku tidak bisa mengabulkan permintaanmu itu," Billy berdecak sinis, tubuh bidang itu berhasil menyudutkan Selena pada dinding di belakangnya."Akulah yang berhak mengakhirinya, kapanpun itu." ucap Billy sedikit merunduk pada telinga Selena. "Menarilah sesuai irama, kalau kau salah langkah berarti itu akan menyulitkan dirimu sendiri. Benarkan sayang?" sembari mengulurkan telunjuknya pada pipi Selena yang mulus pria itu menyoroti netra hitam pekat Selena.Selena menepisnya, dia mengeluarkan diri dari kungkungan yang menguncinya sejak tadi."Billy, ini tidak seperti kesepakatan awal. Kau sudah melewati batas." cecar Selena tidak terima dengan sikap Billy yang menurutnya selalu menguntungkan sepihak."Ini tidak seperti perjanjian awal kita, kau pembohong. Aku begitu bodoh bisa mempercayai kata-katamu saat itu." terlihat sesal di ambang mata Selena."Kau terlalu naif Selena, apa kau masih tidak mengerti akulah yang memegang kendali, wanita rendahan sepertimu tidak patut mencibirku. Jadi patuhlah." Billy tidak melepaskan Selena melewati batas lengan yang dia ciptakan."Kenapa kau tidak memb*nuhku saja agar dendammu itu terbalaskan." Selena mengarahkan tangan Billy pada lehernya.Selena berhasil menyulut emosi pria di hadapannya, sekarang tangan besar itu semakin erat mengalung di lehernya.Suara ketukan pintu kembali terdengar, "Tuan nona Gisella datang mencari Anda." terdengar Robin memanggil dari luar.Billy terpaksa melepas cengkeramannya, pria itu membenahi dasi dan kerah kemejanya yang masih rapih, tidak butuh waktu lama menghilangkan wajah bengis yang sejak tadi ditujukan untuk Selena."Brengs*k." umpat Selena kesal sekaligus lega melihat punggung pria besar itu berlalu pergi. Suara berdebam akibat pintu yang dibanting cukup keras memenuhi ruangan.Selena mendambakan kesehariannya yang dulu, hidup bebas walau tidak tinggal di rumah mewah seperti sekarang ini tapi dia tidak merasakan sakit yang terus menerus mendera."Ya, aku akan menahan sakit ini sampai aku bisa mengembalikan perlakuanmu ini Billy." Selena mengusap pipinya kasar, dia tidak akan membuang air mata secara percuma. Ini yang terakhir.*Selena mencari keberadaan uang yang kemarin di letaknya di dalam tas, bahkan beberapa barang mulai terlempar ke lantai karena tidak mendapatkannya di sana. Kepindahan Selena ke kamar pelayan sungguh membuatnya kehilangan sebagian barang."Kau mengambil uangku?!" wanita berambut hitam itu menggelung rambutnya memakai apron seperti yang dikenakan semua pelayan di kediaman mewah tersebut, kesal mendatangi Billy ke ruang kerjanya, tangannya dipenuhi peralatan bersih-bersih."Keluarlah, aku sedang ada pekerjaan." fokus Billy masih pada kertas bertumpuk memenuhi meja kerjanya."Tidak bisa, jawab dulu pertanyaanku! Apa uang itu kau yang mengambilnya?" Selena masih tidak bergeser dari tempatnya.Sedetik kemudian suara dering ponsel memenuhi ruangan kerja dimana keheningan tercipta saat nama seseorang muncul di sana."Nenek." raut kaku tadi sedikit berubah setelah mengucapkan satu kata itu dia memijat pelipisnya diikuti dengusan.Kehadiran sang nenek kali ini membuatnya sulit, tatapannya beralih pada gadis yang tengah disibukkan oleh debu dan kemoceng di tangannya.Mau tidak mau Billy memencet tombol hijau pada layar ponselnya daripada sesuatu yang tidak diinginkan terjadi karena mengabaikan panggilan telepon itu."Nenek." Billy berjalan menjauh ke luar ruangan.Sedangkan Selena, wanita itu tidak akan tinggal diam. Senyum cemerlang terukir jelas di wajahnya.Dia menjadikan laci di meja coklat itu sebagai sasaran utama memeriksa apakah amplop coklat miliknya berada di sana. "Tidak ada." serunya kesal sesekali dia memindai pria yang masih sibuk pada ponselnya masih belum menunjukkan diri.Susunan map dan barang lainnya yang berada di rak turut serta masuk dalam pencarian Selena, tinggal satu tempat lagi. Tempat yang tidak bisa diraihnya yaitu di atas lemari yang juga terdapat susunan barang.Netra hitam Selena berbinar mendapati bangku yang akan memudahkannya memeriksa bagian atas tersebut."Uangku di manakah kamu, aku sangat merindukanmu. Ayo jangan bersembunyi dariku." gumam Selena meliarkan pandangannya di balik barang-barang tertata rapih di atas rak. Di ujung lemari Selena melihat amplop berwarna coklat yang tidak asing. Namun, sayangnya jaraknya yang cukup jauh menyulitkannya meraih benda itu. Dia terpaksa turun menggeser kembali pijakannya ke arah semula."Apa yang kau lakukan?" pertanyaan yang lebih terdengar sebagai interogasi itu seolah menekan Selena."Memangnya apa? Aku hanya melakukan tugasku."Billy menghela panjang seraya mengurut pangkal hidungnya di antara dua alis mata. "Nenek akan datang berkunjung.""Lalu?" jawab Selena yang mengundang kalimat lainnya untuk segera di katakan oleh lawan bicaranya."Aku ingin kau bisa diajak bekerjasama saat nanti nenek berada di sini." tukasnya pandangannya menerawang ke arah jendela sembari kedua tangan yang dimasukkan ke dalam kantong celana."Ah ya, kau memintaku menjadi istri penurut?" ucap Selena diselingi tawa kecil."Ya, selain itu kalau aku puas dengan aktingmu kau bisa mendapatkan barang yang kau cari tadi."Selena menaikkan sebelah alisnya, keterkejutan kecil berusaha dia sembunyikan saat pria berpakaian rapi itu masih membelakangi.Selena berdecih kenapa dia harus berusaha demi mendapatkan uang miliknya sendiri."Tuan Billy Amore, kau sangat licik. Bagaimana bisa-""Kalau kau tidak berminat juga tak mengapa, tapi jangan pernah berharap aku akan mengembalikannya, selain itu bersiaplah menanti hukuman lain. Pilihan ada di tanganmu."Selena terkesiap mendengar ucapan Billy, saliva di tenggorokan seolah mengganjal menyulitkan udara keluar masuk. Kalau menolak dia tidak akan mendapatkan apapun selain hukuman, apa ini bisa disebut pilihan?"Keluarlah, walaupun kau tidak memutuskan jawabanmu sekarang aku tidak akan memaksanya." jelas Billy yang sekarang duduk di kursi kebesarannya.Pria itu tengah pusing, bagaimana caranya dia menutupi kehadiran Gisella, gadis yang dibenci oleh neneknya.Alasannya cukup jelas semua karena kecelakaan belasan tahun silam melibatkan keluarga kaya itu."Nenek, apa kabarmu?" Billy menyambut wanita paruh baya yang baru saja turun dari kendaraan mewahnya. Binar di kedua matanya menelisik sepasang yang baru menikah itu. Diikuti Selena tersenyum ramah mencium pipi kanan dan pipi kiri Riana, nenek dari suaminya. "Apakah nenek lelah, kata orang pijatanku enak loh." Selena memberanikan diri mendekati Riana di sofa ruang keluarga. "Kau sungguh menantu yang baik." Riana menyambut jemari lentik di pundaknya, "tapi aku baru saja pergi ke spa relaksasi."Wanita tua itu menarik punggung tangan Selena agar ikut duduk di sebelahnya tanpa di duga menantunya itu mengaduh kesakitan, "A-apa yang terjadi?" keterkejutan jelas muncul di wajahnya, mata tua itu memicing pada Billy perihal keadaan Selena. Selena segera menyembunyikan tangannya, "Tidak apa-apa nenek, hanya luka kecil saja." ungkapnya disertai senyum yang dipaksakan. "Kemari duduklah." Selena menepuk tepat di sebelahnya. Riana menutup mulutnya yang terngangah lebar dengan tangan, "Bagaima
"Sayang, aku menginginkanmu." Gisella mengukir wajah Billy dengan ujung kukunya yang lancip di penuhi hiasan cat berwarna-warni. "Benarkah?" Billy membalasnya menangkap jari jemari lentik yang sejak tadi menggelitik di wajahnya lalu mencium punggung tangan itu sampai ke lengan. Gisella memang gila kalau Billy tidak menghentikannya mungkin mereka akan melakukan itu di situ saat itu juga. "Apa kau ingin menjadi bahan tontonan." Gisella menyeringai setelah mendengar kalimat yang membisik di telinganya, dia terpaksa menghentikan aktivitas kedua tangannya yang telah memporak-porandakan pakaian Billy. "Dasar binatang tidak tahu malu!" Selena memekik pelan, luka di hatinya kembali menganga. Selena tidak tahu kenapa dia harus merasakan sakit saat kedua pasangan itu memadu kasih. Gisella melepas tubuh Billy begitu saja setelah mengetahui Selena tidak lagi berada di tempat, "Gendong aku ke atas." wanita itu kembali merengek mengangkat kedua tangannya ke arah Billy. Berhasil membawa bobot G
Pagi ini Selena disibukkan dengan beberapa koper di tangannya, wanita yang bukan bagian dari rumah ini juga ikut menyibukkannya, dia sengaja membawa barang-barangnya ke tempat ini.Tidak ada pilihan lain, Selena terpaksa menuruti permainan mereka. "Apa kau bisa lebih cepat! Dasar lamban!" cibir Gisella dengan warna merah terang menghiasi bibirnya. Wanita berkulit putih pucat itu melipat tangannya ke dada, seperti biasa dia menatap tidak suka pada Selena. Semenjak kepulangan Gisella dari luar negeri, pria menyebalkan yang duduk bersebelahan dengan wanita yang tidak kalah menyebalkannya itu lebih banyak diam, dia menuruti segala keinginan dan apapun perintah yang keluar dari mulut manja dari seorang gadis kaya. Selena kesal, kali ini dia harus duduk di bangku penumpang paling belakang. Harus menyaksikan keromantisan sepasang kekasih di depannya, tadinya dia ingin mengambil tempat di depan, di sebelah Robin yang menyetir tetapi Gisella melarangnya. Sepanjang perjalanan, Selena memalin
Selena menyusun barang bawaan milik tuan dan nona muda kaya itu setelah mendapat perintah. Tanpa sepengetahuan Selena seseorang membekap bagian pernapasannya dengan kain yang diberi obat bius, perlahan pandangannya meremang seiring kesadaran yang perlahan pudar. "Gisella, aku ingin ke toilet. Turunlah sebentar." Billy meminta agar Gisella turun dari pangkuannya. Gisella mengerucutkan bibirnya, "Jangan lama-lama, honey." terlihat tidak rela dari wajahnya. "Ya." Billy menjawab singkat dan meninggalkan bagian taman di resort mewah milik keluarga Gisella. Wanita itu sibuk dengan ponselnya setelah kepergian Billy, dia melihat isi chat dari seseorang yang menjadi kaki tangannya. Senyum puas menyembul begitu saja dari bibirnya membaca pesan teks yang masuk. "Pergi saja dari dunia ini, wanita sampah." gumamnya mengukir senyum. "Apa yang membuatmu bahagia." Billy menyadari tingkah aneh Gisella setelah dari toilet, tidak seperti biasanya. Dia tahu wanita itu pasti sedang menyembunyikan se
Pria berjas putih itu kembali hadir di ruangan Selena saat pagi menjelang, sinar yang menyorot masuk melalui celah gorden jendela kaca terasa menyilaukan mata. "Pagi, nona." sapa pria itu ramah sembari menyibak kain jendela agar sinat matahari pagi masuk seutuhnya, sinar hangat yang juga bagus untuk kesehatan. Selena tidak menjawab, dia hanya memperhatikan gerak pria yang tidak diketahui namanya itu sejak tadi sibuk menyiapkan resep obat untuknya. Suara pintu terketuk pelan sedikit mengalihkan perhatiannya, "Masuk," ucap dokter berwajah tampan itu. "Dokter, saya mengantar sarapan untuk pasien.""Silahkan." ucap sang dokter sibuk dengan kegiatannya sendiri. Seorang gadis muda yang berpakaian mirip dengan warna jas dokter tersebut mengambil tempat tepat di sebelah Selena. "Nona bukalah mulut Anda, walaupun makan sedikit ini sangat membantu pemulihan Anda lebih cepat." ucap suster muda sangat ramah. Namun, meski setelah 15 menit mencoba, rayuannya sama sekali tidak mempan. Selena m
"Tidak, aku masih harus membalas perbuatan pria brengs*k itu." Selena menggeleng samar, pria itu sudah menghancurkan hidupnya dia tidak ingin diam begitu saja setelah semua yang terjadi. Mike tetap mengulas senyum meski mendapat penolakan, tidak mengapa. Ini bukan kesempatan terakhir baginya. "Tapi, bolehkah aku meminta tolong sesuatu padamu.""Katakan saja," ucap Mike tanpa ragu. "Hari ini mungkin adalah hari terakhir perjalanan bulan madu kami. Jadi, bisakah kau membawaku kembali pulang ke rumah keluarga Amore?" Selena merasa sungkan meminta bantuan pada Mike setelah tadi dia sempat menolak pria itu. "Hei, kenapa wajahmu seperti itu. Aku tidak keberatan sama sekali, katakan saja apapun itu." ungkap Mike beranjak dan mengulurkan tangannya pada Selena. "Ayo kita pergi dari sini.""Terimakasih Mike."*"Wah, lihat siapa ini?" wanita yang beberapa hari lalu menjadi dalang penculikan itu bertepuk tangan ringan menyambut kedatangan seorang yang tidak disukainya. "Kau kembali?" tanya B
Hari ini adalah hari istimewa bagi keluarga Brown, orang yang memegang pimpinan tertinggi di keluarga itu mengadakan ulang tahun. Sejak semalam Selena tidak melihat keberadaan Billy di rumah mewah itu, begitu pun dengan sosok wanita manja yang selalu berdampingan manja dengannya. "Bibi Lisa, apa kau tahu kemana perginya orang itu?" tanya Selena pada bibi Lisa. "Oh, tuan?" bibi Lisa langsung paham siapa orang yang dimaksud Selena, "Tuan sedang ada perjalanan ke luar kota, ada apa? Apakah Anda kangen nyonya?" bibi Lisa tertawa kecil. Selena mendecih kesal, sudah berulang kali dia mengingatkan panggilan itu tapi bibi Lisa tidak pernah mengubahnya, terlebih lagi wanita paruh baya itu mengatakan kalau dirinya menaruh rindu pada orang itu. Hal yang tidak akan mungkin pernah muncul dipikiran Selena. "Tidak, tiba-tiba saja suasana menjadi lebih sepi, bahkan kekasihnya saja tidak muncul beberapa hari." Selena mengedikkan bahunya acuh. "Kalau nona Gisella mungkin sedang sibuk dengan pesta
"Ayo" ucap Mike setengah berbisik mendekatkan wajah ke pendengaran Selena sembari merenggangkan sikunya. Sontak Selena menjauhkan wajah kaget, dia melihat sekeliling dimana semua orang yang masuk berpasangan. Terpaksa Selena menyelipkan tangan Mike, bangunan bintang lima itu dipenuhi orang. Baik di halaman maupun di tempat pusat acara. Pesta yang tidak biasa, bahkan ini adalah pesta paling glamour yang pernah Selena temui. Aroma alkohol menyeruak di udara, para wanita berpakaian seksi serta memakai penutup wajah seperti Selena berkerumun di sana. "Tuan Muda." seseorang berjalan mendekati Mike dengan membungkuk hormat. "Mike aku-" Selena menarik ujung jas Mike. "Sebentar Selene." Mike lebih memilih mendekati orang itu, "Kau tunggu di sini, ingat jangan kemanapun, aku sedang ada sedikit urusan.""Tapi Mike, aku ingin ke toilet." ucap Selena sedikit berteriak namun, pria itu sudah terlanjur pergi mengikuti orang tadi. Selena mendecih kesal, dia celingukan mencari keberadaan kamar k
"Ayo" ucap Mike setengah berbisik mendekatkan wajah ke pendengaran Selena sembari merenggangkan sikunya. Sontak Selena menjauhkan wajah kaget, dia melihat sekeliling dimana semua orang yang masuk berpasangan. Terpaksa Selena menyelipkan tangan Mike, bangunan bintang lima itu dipenuhi orang. Baik di halaman maupun di tempat pusat acara. Pesta yang tidak biasa, bahkan ini adalah pesta paling glamour yang pernah Selena temui. Aroma alkohol menyeruak di udara, para wanita berpakaian seksi serta memakai penutup wajah seperti Selena berkerumun di sana. "Tuan Muda." seseorang berjalan mendekati Mike dengan membungkuk hormat. "Mike aku-" Selena menarik ujung jas Mike. "Sebentar Selene." Mike lebih memilih mendekati orang itu, "Kau tunggu di sini, ingat jangan kemanapun, aku sedang ada sedikit urusan.""Tapi Mike, aku ingin ke toilet." ucap Selena sedikit berteriak namun, pria itu sudah terlanjur pergi mengikuti orang tadi. Selena mendecih kesal, dia celingukan mencari keberadaan kamar k
Hari ini adalah hari istimewa bagi keluarga Brown, orang yang memegang pimpinan tertinggi di keluarga itu mengadakan ulang tahun. Sejak semalam Selena tidak melihat keberadaan Billy di rumah mewah itu, begitu pun dengan sosok wanita manja yang selalu berdampingan manja dengannya. "Bibi Lisa, apa kau tahu kemana perginya orang itu?" tanya Selena pada bibi Lisa. "Oh, tuan?" bibi Lisa langsung paham siapa orang yang dimaksud Selena, "Tuan sedang ada perjalanan ke luar kota, ada apa? Apakah Anda kangen nyonya?" bibi Lisa tertawa kecil. Selena mendecih kesal, sudah berulang kali dia mengingatkan panggilan itu tapi bibi Lisa tidak pernah mengubahnya, terlebih lagi wanita paruh baya itu mengatakan kalau dirinya menaruh rindu pada orang itu. Hal yang tidak akan mungkin pernah muncul dipikiran Selena. "Tidak, tiba-tiba saja suasana menjadi lebih sepi, bahkan kekasihnya saja tidak muncul beberapa hari." Selena mengedikkan bahunya acuh. "Kalau nona Gisella mungkin sedang sibuk dengan pesta
"Tidak, aku masih harus membalas perbuatan pria brengs*k itu." Selena menggeleng samar, pria itu sudah menghancurkan hidupnya dia tidak ingin diam begitu saja setelah semua yang terjadi. Mike tetap mengulas senyum meski mendapat penolakan, tidak mengapa. Ini bukan kesempatan terakhir baginya. "Tapi, bolehkah aku meminta tolong sesuatu padamu.""Katakan saja," ucap Mike tanpa ragu. "Hari ini mungkin adalah hari terakhir perjalanan bulan madu kami. Jadi, bisakah kau membawaku kembali pulang ke rumah keluarga Amore?" Selena merasa sungkan meminta bantuan pada Mike setelah tadi dia sempat menolak pria itu. "Hei, kenapa wajahmu seperti itu. Aku tidak keberatan sama sekali, katakan saja apapun itu." ungkap Mike beranjak dan mengulurkan tangannya pada Selena. "Ayo kita pergi dari sini.""Terimakasih Mike."*"Wah, lihat siapa ini?" wanita yang beberapa hari lalu menjadi dalang penculikan itu bertepuk tangan ringan menyambut kedatangan seorang yang tidak disukainya. "Kau kembali?" tanya B
Pria berjas putih itu kembali hadir di ruangan Selena saat pagi menjelang, sinar yang menyorot masuk melalui celah gorden jendela kaca terasa menyilaukan mata. "Pagi, nona." sapa pria itu ramah sembari menyibak kain jendela agar sinat matahari pagi masuk seutuhnya, sinar hangat yang juga bagus untuk kesehatan. Selena tidak menjawab, dia hanya memperhatikan gerak pria yang tidak diketahui namanya itu sejak tadi sibuk menyiapkan resep obat untuknya. Suara pintu terketuk pelan sedikit mengalihkan perhatiannya, "Masuk," ucap dokter berwajah tampan itu. "Dokter, saya mengantar sarapan untuk pasien.""Silahkan." ucap sang dokter sibuk dengan kegiatannya sendiri. Seorang gadis muda yang berpakaian mirip dengan warna jas dokter tersebut mengambil tempat tepat di sebelah Selena. "Nona bukalah mulut Anda, walaupun makan sedikit ini sangat membantu pemulihan Anda lebih cepat." ucap suster muda sangat ramah. Namun, meski setelah 15 menit mencoba, rayuannya sama sekali tidak mempan. Selena m
Selena menyusun barang bawaan milik tuan dan nona muda kaya itu setelah mendapat perintah. Tanpa sepengetahuan Selena seseorang membekap bagian pernapasannya dengan kain yang diberi obat bius, perlahan pandangannya meremang seiring kesadaran yang perlahan pudar. "Gisella, aku ingin ke toilet. Turunlah sebentar." Billy meminta agar Gisella turun dari pangkuannya. Gisella mengerucutkan bibirnya, "Jangan lama-lama, honey." terlihat tidak rela dari wajahnya. "Ya." Billy menjawab singkat dan meninggalkan bagian taman di resort mewah milik keluarga Gisella. Wanita itu sibuk dengan ponselnya setelah kepergian Billy, dia melihat isi chat dari seseorang yang menjadi kaki tangannya. Senyum puas menyembul begitu saja dari bibirnya membaca pesan teks yang masuk. "Pergi saja dari dunia ini, wanita sampah." gumamnya mengukir senyum. "Apa yang membuatmu bahagia." Billy menyadari tingkah aneh Gisella setelah dari toilet, tidak seperti biasanya. Dia tahu wanita itu pasti sedang menyembunyikan se
Pagi ini Selena disibukkan dengan beberapa koper di tangannya, wanita yang bukan bagian dari rumah ini juga ikut menyibukkannya, dia sengaja membawa barang-barangnya ke tempat ini.Tidak ada pilihan lain, Selena terpaksa menuruti permainan mereka. "Apa kau bisa lebih cepat! Dasar lamban!" cibir Gisella dengan warna merah terang menghiasi bibirnya. Wanita berkulit putih pucat itu melipat tangannya ke dada, seperti biasa dia menatap tidak suka pada Selena. Semenjak kepulangan Gisella dari luar negeri, pria menyebalkan yang duduk bersebelahan dengan wanita yang tidak kalah menyebalkannya itu lebih banyak diam, dia menuruti segala keinginan dan apapun perintah yang keluar dari mulut manja dari seorang gadis kaya. Selena kesal, kali ini dia harus duduk di bangku penumpang paling belakang. Harus menyaksikan keromantisan sepasang kekasih di depannya, tadinya dia ingin mengambil tempat di depan, di sebelah Robin yang menyetir tetapi Gisella melarangnya. Sepanjang perjalanan, Selena memalin
"Sayang, aku menginginkanmu." Gisella mengukir wajah Billy dengan ujung kukunya yang lancip di penuhi hiasan cat berwarna-warni. "Benarkah?" Billy membalasnya menangkap jari jemari lentik yang sejak tadi menggelitik di wajahnya lalu mencium punggung tangan itu sampai ke lengan. Gisella memang gila kalau Billy tidak menghentikannya mungkin mereka akan melakukan itu di situ saat itu juga. "Apa kau ingin menjadi bahan tontonan." Gisella menyeringai setelah mendengar kalimat yang membisik di telinganya, dia terpaksa menghentikan aktivitas kedua tangannya yang telah memporak-porandakan pakaian Billy. "Dasar binatang tidak tahu malu!" Selena memekik pelan, luka di hatinya kembali menganga. Selena tidak tahu kenapa dia harus merasakan sakit saat kedua pasangan itu memadu kasih. Gisella melepas tubuh Billy begitu saja setelah mengetahui Selena tidak lagi berada di tempat, "Gendong aku ke atas." wanita itu kembali merengek mengangkat kedua tangannya ke arah Billy. Berhasil membawa bobot G
"Nenek, apa kabarmu?" Billy menyambut wanita paruh baya yang baru saja turun dari kendaraan mewahnya. Binar di kedua matanya menelisik sepasang yang baru menikah itu. Diikuti Selena tersenyum ramah mencium pipi kanan dan pipi kiri Riana, nenek dari suaminya. "Apakah nenek lelah, kata orang pijatanku enak loh." Selena memberanikan diri mendekati Riana di sofa ruang keluarga. "Kau sungguh menantu yang baik." Riana menyambut jemari lentik di pundaknya, "tapi aku baru saja pergi ke spa relaksasi."Wanita tua itu menarik punggung tangan Selena agar ikut duduk di sebelahnya tanpa di duga menantunya itu mengaduh kesakitan, "A-apa yang terjadi?" keterkejutan jelas muncul di wajahnya, mata tua itu memicing pada Billy perihal keadaan Selena. Selena segera menyembunyikan tangannya, "Tidak apa-apa nenek, hanya luka kecil saja." ungkapnya disertai senyum yang dipaksakan. "Kemari duduklah." Selena menepuk tepat di sebelahnya. Riana menutup mulutnya yang terngangah lebar dengan tangan, "Bagaima
"Billy, tunggu." Selena meremas jemarinya satu sama lain. Tatapan dingin tanpa jawaban mengarah pada Selena, dari sana jelas pria dengan rahang kokoh di depannya itu seperti orang tak bersalah. "Apa lagi?" Billy menghela nafas pelan, sepasang mata lentik menatap seakan mengharapkan sesuatu padanya. "Aku ingin kita mengakhiri ini sekarang juga." tegas Selena melalui sorot matanya yang berubah sendu. Dia memutuskan mengakhiri drama ini secepatnya. "Apa katamu?! Tapi maaf sepertinya aku tidak bisa mengabulkan permintaanmu itu," Billy berdecak sinis, tubuh bidang itu berhasil menyudutkan Selena pada dinding di belakangnya. "Akulah yang berhak mengakhirinya, kapanpun itu." ucap Billy sedikit merunduk pada telinga Selena. "Menarilah sesuai irama, kalau kau salah langkah berarti itu akan menyulitkan dirimu sendiri. Benarkan sayang?" sembari mengulurkan telunjuknya pada pipi Selena yang mulus pria itu menyoroti netra hitam pekat Selena. Selena menepisnya, dia mengeluarkan diri dari kungk