Seorang wanita cantik mengenakan dress panjang tanpa lengan berbalut syal bulu berjalan anggun ditemani dua orang sangar bertubuh tinggi besar.
"Silahkan duduk, nona Gisella." kata Billy menyambut kedatangan wanita cantik itu.Wanita bernama Gisella itu melirik ke arah Selena sejenak sebelum dia menjatuhkan bobotnya, "Terimakasih, tetapi aku ingin duduk di sini." Gisella duduk di pangkuan Billy sembari bergelayut manja pada lengan kekarnya."Tidak masalah selama itu membuatmu nyaman."Dari tempatnya duduk menguar bau harum wanita itu, Selena tidak tahan lagi dengan tingkah dua orang tidak tahu malu di depannya, sebelum benar-benar menjadi pengusir lalat di antara keduanya, dia lebih memilih pergi dari sana."Siapa yang menyuruhmu pergi?!"Selena menoleh, tidak percaya pria itu menghentikan langkahnya agar dia kembali duduk menyaksikan adegan romantis yang menggelikan."A-aku, aku ingin ke toilet." Selena terpaksa mengubah arahnya, "perutku terasa sakit."Gisella tampak mengernyit jijik pada Selena yang semakin membuat-buat wajahnya."Pergilah." Billy mengibaskan tangannya.Untung saja mereka percaya, kaki rampingnya secepat mungkin melangkah ke bagian belakang rumah mewah tersebut. Saat ini Selena benar-benar masuk ke dalam toilet."Dasar pria brengsek!" dia mengepal tangannya erat, tidak ada yang bisa dilakukan saat ini selain mengumpat pria itu dibelakang.Setelah dua puluh menit berlalu Selena keluar dari sana, dia mengintip dari jauh, benar saja sekelompok orang yang tadi di sekeliling meja makan sudah tidak lagi berada di sana.Demi mencairkan suasana hati yang sedang kalut Selena melangkah ke luar dari pintu belakang. Udara terasa lebih dingin malam ini, angin berhembus kencang menusuk tulang.Namun, itu lebih baik. Musim dingin telah berganti ke musim semi yang sekarang telah menumbuhkan berbagai tanaman bunga di taman, kunang-kunang seakan menari di antara warna-warni kelopak yang mulai merekah.Selena memetik salah satunya, menghirup dalam aroma alami dari sana menciptakan satu senyuman yang entah apakah itu berarti baik atau tidak yang pastinya dia berusaha mengurangi sesuatu yang membuncah di pikirannya.Sedetik kemudian Selena memberontak, seseorang menutup matanya menggunakan tangannya."Siapa kau? Lepaskan!" dia berusaha melepaskan tangan besar itu dari wajahnya."Mike?!" Selena tidak percaya akan kehadiran sosok pria yang ditemuinya kemarin itu berada di sana."Hei, ayolah. Kenapa kau se-terkejut itu" Mike menjentikkan jarinya tepat di wajah Selena."Apa kau tidak waras, bagaimana kau bisa ada di tempat ini?" ucap Selena kesal, pria itu tidak menunjukkan sedikitpun takut karena sudah memasuki kawasan rumah orang lain.Mike hanya tertawa renyah menanggapi Selena, "Apa itu penting?! Terserah padaku ke mana aku melangkah."Baiklah, Selena menghembus pelan. Terserah saja pria itu mau kemanapun dia pergi, dia tidak ingin menambah beban pikiran lagi mengurus hal yang bukan urusannya.Selena menangkap bayangan di jendela kamar suaminya itu, dua manusia yang saling berdekatan, terlihat sangat erotis.Ironisnya sekarang di sebelah Selena ada pria lain yang juga menyaksikan semuanya, Selena mendengus mengalihkan pandangannya. Tidak terasa ternyata mereka telah berkeliling di halaman rumah besar itu."Apa kau terluka?" tanya Mike penasaran."Gila, kami bukan sepasang kekasih yang menjalin cinta. Melainkan hanya sebuah ikatan kontrak yang tidak jelas." Selena mengulas senyum kecut."Tapi meski kau berbicara begitu, wajahmu mengatakan kenyataan lain." Mike menatap netra Selena yang tidak tenang."Sudahlah, aku lelah." Selena mendaratkan kembali tubuhnya di tempat semula dia memandangi taman bunga yang dihiasi hewan bercahaya di atasnya. Jauh lebih menenangkan.Bunyi dari dalam perut Selena kembali menggema, 'Sial, berbunyi lagi?'Mike terkikik "Hei, suara apa itu?" tanyanya lagi?"Tentu saja karena aku belum makan." jawab Selena yang terdengar seperti gumaman."Bukankah ini aneh? Bahkan pelayan di rumah mewah itu tidak sekalipun kelaparan." Mike kembali menertawakan Selena. "Makan ini untuk mengganjal rasa lapar." pria itu menyodorkan sebungkus berisi selai pada Selena."Kau lucu juga, membawa bekal." Selena kembali menertawakan lawan bicaranya."Apa kau tidak ingin tahu siapa wanita yang bersama suamimu itu?""Sudah aku bilang dia bukan suamiku." kata Selena sedikit kesal."Gisela Brown, putri satu-satunya pemilik tambang emas terbesar, bisa dibilang wanita itu adalah pewaris tunggal." jelas Mike."Terserah, konglomerat, pewaris atau apalah itu. Aku tidak peduli." Selena hanya ingin terus mengunyah menghabiskan makanannya."Dasar wanita tidak punya hati, apa kau tahu aku tidak pernah memberikan informasi secara gratis sebelumnya. Seharusnya kau merasa beruntung." Mike berdecak kesal."Terimakasih, hanya itu yang bisa aku balas untukmu." ucap Selena setidaknya dia mengucapkan sesuatu."Sebenarnya aku ingin mengundangmu ke sebuah pesta, pesta para konglomerat dan orang-orang ternama di kota ini.""Pesta?!" Selena menjawab antusias. Ketimbang memikirkan acara glamor yang dihadiri oleh kalangan elit, pikiran Selena jauh berbeda. Dirinya hanyalah sebutir debu yang menyelip di antara butiran mutiara yang berkilau."Apa yang kau pikirkan?" Mike mengerutkan kening. "Baiklah hanya ini yang ingin kusampaikan, aku akan memberitahumu waktunya nanti." ucap Mike sembari berjalan di kegelapan, pria itu menghilang begitu saja bakal ditelan bayang-bayang bangunan.Wanita berambut hitam panjang itu tidak berusaha memanggil atau menghentikan pria yang menghilang di hadapannya, dia tidak peduli. Sebenarnya kehadiran pria sok akrab itu cukup menganggu.Dua netra hitam itu kembali melirik pada jendela kamar yang masih menyala, tidak ada lagi siluet dua orang yang memadu cinta di atas sana.Selena kembali membawa dirinya masuk ke dalam, udara di luar semakin dingin terlebih tidak memakai pakaian hangat, semakin menambah pilu sendiri.Sial! Berpapasan lagi dengan dua brengs*k itu membuat Selena mengepalkan tangan, langkahnya terhenti saat sesuatu menarik rambutnya."Siapa sebenarnya wanita ini, Babe?!" jemari lentik milik Gisella ia kibaskan ke udara dengan jijik."Bukan siapa-siapa." Billy mengedikkan bahunya acuh. "Ayo." tangan kekar itu mengait pergelangan mungil wanita yang masih menatap lekat pada Selena."Tapi-" Gisella mencoba mengajukan protes."Tunggu!" sergah Selena pada sepasang kekasih itu. "Aku ingin hubungan ini berakhir."Billy melebarkan bola matanya, rahangnya mengeras menahan amarah."Fredy!" Gisella berteriak memanggil nama salah satu pengawal pribadinya.Tidak, tanpa sadar Billy mengeratkan genggaman hingga Gisella mengaduh sakit."M-maaf, aku terbawa emosi. Wanita itu hanya seorang pelayan baru jadi belum memahami aturan."Billy menjentikkan jari yang kemudian mendatangkan bibi Lisa di sana, wanita paruh baya itu menunduk hormat."Berikan hukuman pada orang ini, jangan biarkan dia memperlihatkan diri di depanku!" tegas Billy dengan nada tinggi barulah Gisella, wanita jahat itu tersenyum puas.Kedua tungkai Selena terasa lemas tak berdaya, beruntung ada bibi Lisa yang menangkapnya agar tidak jatuh ke lantai.Selena membuka matanya, dia mengerjap beberapa kali berusaha mengamati tempatnya berbaring, "Di mana ini?" Selena memijat pelipisnya, dia ingat terakhir kali bibi Lisa yang membawanya, ternyata dia berada di kamar yang disediakan khusus bagi pelayan."Nyonya." seorang gadis pelayan menyerahkan sebuah pakaian hitam putih di tangannya. "Bibi Lisa mengatakan Anda harus mengenakannya."Selena tidak percaya, setelah pertemuan yang membuatnya harus menjadi istri bayangan sekarang orang itu menjadikannya seorang pelayan.Handle pintu ruangan itu bergerak, seseorang muncul setelahnya. Orang yang semalam terang-terangan membentaknya meninggalkan bekas berkali-kali di hatinya."Sekarang apa lagi? Apa kau belum cukup puas mempermainkan seseorang?" teriakan Selena tertahan oleh tangisnya yang mulai pecah."Billy, tunggu." Selena meremas jemarinya satu sama lain. Tatapan dingin tanpa jawaban mengarah pada Selena, dari sana jelas pria dengan rahang kokoh di depannya itu seperti orang tak bersalah. "Apa lagi?" Billy menghela nafas pelan, sepasang mata lentik menatap seakan mengharapkan sesuatu padanya. "Aku ingin kita mengakhiri ini sekarang juga." tegas Selena melalui sorot matanya yang berubah sendu. Dia memutuskan mengakhiri drama ini secepatnya. "Apa katamu?! Tapi maaf sepertinya aku tidak bisa mengabulkan permintaanmu itu," Billy berdecak sinis, tubuh bidang itu berhasil menyudutkan Selena pada dinding di belakangnya. "Akulah yang berhak mengakhirinya, kapanpun itu." ucap Billy sedikit merunduk pada telinga Selena. "Menarilah sesuai irama, kalau kau salah langkah berarti itu akan menyulitkan dirimu sendiri. Benarkan sayang?" sembari mengulurkan telunjuknya pada pipi Selena yang mulus pria itu menyoroti netra hitam pekat Selena. Selena menepisnya, dia mengeluarkan diri dari kungk
"Nenek, apa kabarmu?" Billy menyambut wanita paruh baya yang baru saja turun dari kendaraan mewahnya. Binar di kedua matanya menelisik sepasang yang baru menikah itu. Diikuti Selena tersenyum ramah mencium pipi kanan dan pipi kiri Riana, nenek dari suaminya. "Apakah nenek lelah, kata orang pijatanku enak loh." Selena memberanikan diri mendekati Riana di sofa ruang keluarga. "Kau sungguh menantu yang baik." Riana menyambut jemari lentik di pundaknya, "tapi aku baru saja pergi ke spa relaksasi."Wanita tua itu menarik punggung tangan Selena agar ikut duduk di sebelahnya tanpa di duga menantunya itu mengaduh kesakitan, "A-apa yang terjadi?" keterkejutan jelas muncul di wajahnya, mata tua itu memicing pada Billy perihal keadaan Selena. Selena segera menyembunyikan tangannya, "Tidak apa-apa nenek, hanya luka kecil saja." ungkapnya disertai senyum yang dipaksakan. "Kemari duduklah." Selena menepuk tepat di sebelahnya. Riana menutup mulutnya yang terngangah lebar dengan tangan, "Bagaima
"Sayang, aku menginginkanmu." Gisella mengukir wajah Billy dengan ujung kukunya yang lancip di penuhi hiasan cat berwarna-warni. "Benarkah?" Billy membalasnya menangkap jari jemari lentik yang sejak tadi menggelitik di wajahnya lalu mencium punggung tangan itu sampai ke lengan. Gisella memang gila kalau Billy tidak menghentikannya mungkin mereka akan melakukan itu di situ saat itu juga. "Apa kau ingin menjadi bahan tontonan." Gisella menyeringai setelah mendengar kalimat yang membisik di telinganya, dia terpaksa menghentikan aktivitas kedua tangannya yang telah memporak-porandakan pakaian Billy. "Dasar binatang tidak tahu malu!" Selena memekik pelan, luka di hatinya kembali menganga. Selena tidak tahu kenapa dia harus merasakan sakit saat kedua pasangan itu memadu kasih. Gisella melepas tubuh Billy begitu saja setelah mengetahui Selena tidak lagi berada di tempat, "Gendong aku ke atas." wanita itu kembali merengek mengangkat kedua tangannya ke arah Billy. Berhasil membawa bobot G
Pagi ini Selena disibukkan dengan beberapa koper di tangannya, wanita yang bukan bagian dari rumah ini juga ikut menyibukkannya, dia sengaja membawa barang-barangnya ke tempat ini.Tidak ada pilihan lain, Selena terpaksa menuruti permainan mereka. "Apa kau bisa lebih cepat! Dasar lamban!" cibir Gisella dengan warna merah terang menghiasi bibirnya. Wanita berkulit putih pucat itu melipat tangannya ke dada, seperti biasa dia menatap tidak suka pada Selena. Semenjak kepulangan Gisella dari luar negeri, pria menyebalkan yang duduk bersebelahan dengan wanita yang tidak kalah menyebalkannya itu lebih banyak diam, dia menuruti segala keinginan dan apapun perintah yang keluar dari mulut manja dari seorang gadis kaya. Selena kesal, kali ini dia harus duduk di bangku penumpang paling belakang. Harus menyaksikan keromantisan sepasang kekasih di depannya, tadinya dia ingin mengambil tempat di depan, di sebelah Robin yang menyetir tetapi Gisella melarangnya. Sepanjang perjalanan, Selena memalin
Selena menyusun barang bawaan milik tuan dan nona muda kaya itu setelah mendapat perintah. Tanpa sepengetahuan Selena seseorang membekap bagian pernapasannya dengan kain yang diberi obat bius, perlahan pandangannya meremang seiring kesadaran yang perlahan pudar. "Gisella, aku ingin ke toilet. Turunlah sebentar." Billy meminta agar Gisella turun dari pangkuannya. Gisella mengerucutkan bibirnya, "Jangan lama-lama, honey." terlihat tidak rela dari wajahnya. "Ya." Billy menjawab singkat dan meninggalkan bagian taman di resort mewah milik keluarga Gisella. Wanita itu sibuk dengan ponselnya setelah kepergian Billy, dia melihat isi chat dari seseorang yang menjadi kaki tangannya. Senyum puas menyembul begitu saja dari bibirnya membaca pesan teks yang masuk. "Pergi saja dari dunia ini, wanita sampah." gumamnya mengukir senyum. "Apa yang membuatmu bahagia." Billy menyadari tingkah aneh Gisella setelah dari toilet, tidak seperti biasanya. Dia tahu wanita itu pasti sedang menyembunyikan se
Pria berjas putih itu kembali hadir di ruangan Selena saat pagi menjelang, sinar yang menyorot masuk melalui celah gorden jendela kaca terasa menyilaukan mata. "Pagi, nona." sapa pria itu ramah sembari menyibak kain jendela agar sinat matahari pagi masuk seutuhnya, sinar hangat yang juga bagus untuk kesehatan. Selena tidak menjawab, dia hanya memperhatikan gerak pria yang tidak diketahui namanya itu sejak tadi sibuk menyiapkan resep obat untuknya. Suara pintu terketuk pelan sedikit mengalihkan perhatiannya, "Masuk," ucap dokter berwajah tampan itu. "Dokter, saya mengantar sarapan untuk pasien.""Silahkan." ucap sang dokter sibuk dengan kegiatannya sendiri. Seorang gadis muda yang berpakaian mirip dengan warna jas dokter tersebut mengambil tempat tepat di sebelah Selena. "Nona bukalah mulut Anda, walaupun makan sedikit ini sangat membantu pemulihan Anda lebih cepat." ucap suster muda sangat ramah. Namun, meski setelah 15 menit mencoba, rayuannya sama sekali tidak mempan. Selena m
"Tidak, aku masih harus membalas perbuatan pria brengs*k itu." Selena menggeleng samar, pria itu sudah menghancurkan hidupnya dia tidak ingin diam begitu saja setelah semua yang terjadi. Mike tetap mengulas senyum meski mendapat penolakan, tidak mengapa. Ini bukan kesempatan terakhir baginya. "Tapi, bolehkah aku meminta tolong sesuatu padamu.""Katakan saja," ucap Mike tanpa ragu. "Hari ini mungkin adalah hari terakhir perjalanan bulan madu kami. Jadi, bisakah kau membawaku kembali pulang ke rumah keluarga Amore?" Selena merasa sungkan meminta bantuan pada Mike setelah tadi dia sempat menolak pria itu. "Hei, kenapa wajahmu seperti itu. Aku tidak keberatan sama sekali, katakan saja apapun itu." ungkap Mike beranjak dan mengulurkan tangannya pada Selena. "Ayo kita pergi dari sini.""Terimakasih Mike."*"Wah, lihat siapa ini?" wanita yang beberapa hari lalu menjadi dalang penculikan itu bertepuk tangan ringan menyambut kedatangan seorang yang tidak disukainya. "Kau kembali?" tanya B
Hari ini adalah hari istimewa bagi keluarga Brown, orang yang memegang pimpinan tertinggi di keluarga itu mengadakan ulang tahun. Sejak semalam Selena tidak melihat keberadaan Billy di rumah mewah itu, begitu pun dengan sosok wanita manja yang selalu berdampingan manja dengannya. "Bibi Lisa, apa kau tahu kemana perginya orang itu?" tanya Selena pada bibi Lisa. "Oh, tuan?" bibi Lisa langsung paham siapa orang yang dimaksud Selena, "Tuan sedang ada perjalanan ke luar kota, ada apa? Apakah Anda kangen nyonya?" bibi Lisa tertawa kecil. Selena mendecih kesal, sudah berulang kali dia mengingatkan panggilan itu tapi bibi Lisa tidak pernah mengubahnya, terlebih lagi wanita paruh baya itu mengatakan kalau dirinya menaruh rindu pada orang itu. Hal yang tidak akan mungkin pernah muncul dipikiran Selena. "Tidak, tiba-tiba saja suasana menjadi lebih sepi, bahkan kekasihnya saja tidak muncul beberapa hari." Selena mengedikkan bahunya acuh. "Kalau nona Gisella mungkin sedang sibuk dengan pesta