"Billy.... " panggil Selena pada suaminya.
Billy menoleh menghentikan langkahnya. "Ada apa?""Aku ingin berbelanja." Selena menengadahkan tangan.Billy yang langsung merespon mengangkat alisnya, wajahnya tersenyum lebih ke arah meremehkan. "Ini." dia meletakkan sebuah black card di atas tangan Selena, "belanja lah sepuasnya, beli apapun yang kau mau." setelahnya pria berstelan jas itu kembali membalikkan tubuhnya melangkah pergi.Selena membalas senyum tak kalah menyeramkan, biar saja pria itu berpikir semaunya. Tentang seorang wanita pada umumnya menghamburkan uang dengan berbelanja.Sedetik kemudian mobil hitam milik suaminya meninggalkan pekarangan. Selena bergegas turun, mendapatkan mobil di garasi rumah mewah itu tidaklah sulit. Bahkan garasi yang bisa dikatakan lebih mirip showroom itu lebih memiliki kelas.Wanita berambut hitam panjang itu memilih kendaraan classic era 80 an, membelah jalanan kota.Setelah berpikir panjang, Selena menghubungi pria bernama Mike semalam untuk mengembalikan amplop coklat itu kepadanya.Selena menepikan kendaraannya di depan sebuah pusat perbelanjaan alias mall. Sebuah pakaian karya designer terkenal yang dipajang pada manequin cukup menarik perhatian. Namun, Selena memutar langkah ke tempat lain, di mana tidak sedikit pengunjung mall bersantai menikmati secangkir kopi.Selena mendaratkan punggung di kursi yang masih kosong, secangkir kopi hangat pesanannya baru saja tiba.Tak lama pria bertubuh atletis mengenakan pakaian nyentrik cukup mengalihkan perhatian orang, "Apa kau sudah lama menunggu?" tanya pria itu sembari menarik kursi di seberang meja."Tidak, aku juga baru datang." ucap Selena tenang, dia mengeluarkan barang yang merupakan alasan utama mereka melakukan pertemuan ini. "Anda meninggalkannya waktu itu."Terlihat Mike tertegun sejenak, "Bukankah-"Selena mengangkat dua alisnya tinggi menunggu kelanjutan kalimat, "Bukankah, aku telah menyelesaikan pekerjaan dengan sangat baik, saat itu. Benarkan, tuan Lewin? dia melanjutkan kalimat Mike yang sempat menggantung.Mike terkekeh, "Aku tidak paham apa maksud dari ini?!" pria berpakaian orange mencolok itu beralibi."Jangan sok polos," Selena menyandarkan punggung pada kursi dengan kaki menyilang. "Aku mendengar apa yang wanita itu katakan saat meneleponmu.""Baiklah, lebih baik katakan saja inti dari pertemuan ini, nona." Mike tersenyum lebar dia tidak lagi menutupi. Namun, faktanya dia sendiri belum pernah bertemu dengan wanita bayaran itu karena bawahannya yang mengurus orang itu dengan kata lain Selena merupakan wanita pengganti yang terjebak dalam permainannya."Aku ingin kita bekerjasama.""Wah, apa ini. Kerjasama?" ada nada terkejut yang cukup meragukan disertai kekehan kecil."Nona Selena Ginn, kau adalah istrinya. Tepatnya adalah istri kontrak. Apa status itu begitu mengganggu?" Mike menatap lekat pada manik mata Selena.Tidak sulit bagi Mike mencari tahu siapa wanita cantik di hadapannya, setelah kepulangannya dari santap pagi waktu itu, bawahannya mendadak memberitahu wanita sewaan mereka hilang kontak begitu saja."Aku tidak datang untuk kau hina, tuan." Selena tersenyum miring. "Bukankah permainan kotormu itu lebih murahan, sayang sekali.""Ya, tapi kau juga akan segera masuk ke kotoran itu bersamaku bukan?""Ya, kau benar." mengingat kata-kata Billy beberapa jam lalu membuat wanita itu mengepalkan tangannya, tekadnya semakin kuat untuk bekerjasama dengan Mike.Musuhnya dari musuh adalah teman, setidaknya itu adalah kata pepatah yang tepat untuknya."Kau bawalah amplop itu bersamamu." kata Mike setelah memeriksa ponselnya yang bergetar dari balik saku, "kita bisa membicarakan ini di lain waktu, aku pergi dulu." Mike celingukan seperti menghindari seseorang."Ck! bayaran, ya. Apakah pantas?" Selena memainkan bungkusan kertas berwarna coklat itu di tangannya.Demi menutupi pertemuan tersebut Selena melangkah ke outlet barang-barang branded, bersenang-senang dengan kartu pemberian Billy pagi tadi, "Memang ada hidup menyenangkan di balik kesulitan ya." Selena menenteng banyak paper bag di tangannya, rasanya ingin sekali menghabiskan seluruh harta Billy dengan membeli seisi mall melalui black card di genggamannya."Ah, sial. Sepertinya tanganku sudah tidak muat lagi." Sebuah couple liontin menginterupsi Selena, "sangat indah, tapi untuk apa aku membelinya? Tidak mungkin akan kuberikan pada pria jahat itu."Selena berpaling. Namun, langkahnya membawanya kembali pada liontin perak dilengkapi mainan berbentuk hati yang disatukan oleh dua rantai.Pilihan yang cukup menguras pikiran, Selena terpaksa membelinya saja saat ini tidak tahu kedepannya nanti akan memberikan satu potongan liontin lainnya pada siapa."Nona.... " dua orang berpakaian serba hitam mendadak muncul. Keduanya membungkukkan tubuh hormat."Tuan mengirim kami untuk membantu nona."Tidak lama ponsel Selena bergetar, dia mengangkat panggilan. "Aku mengirim mereka agar membantumu membawakan barang.""Tidak perl-" belum sempat selesai bicara, panggilan sudah berakhir. Selena menyapukan pandangan di setiap sudut keramaian, bagaimana orang itu bisa tahu dia membawa banyak barang."Kalau begitu ambil ini." dia menyerahkan semuanya kecuali kotak liontin tadi di masukkan ke dalam tasnya.*Cukup melelahkan mengelilingi pusat perbelanjaan seharian, Selena merebahkan tubuhnya ke ranjang. Namun, kesenangan yang dirasakannya seolah hambar. Pernyataan pahit Billy cukup menginterupsinya meninggalkan bekas yang cukup dalam."Nyonya Selena...." suara ketukan diiringi panggilan oleh bibi Lisa cukup menarik perhatian Selena."Nyonya, tuan memanggil Anda ke bawah." bibi Lisa langsung menyambar saat Selena membuka pintu."Baiklah, aku akan menyusul." ucap Selena lalu setelahnya bibi Lisa mengundurkan diri.Selena bertanya-tanya perihal apa orang itu ingin menemuinya. Dia merapikan diri sejenak di depan cermin.Langkah demi langkah kaki rampingnya menuruni anak tangga, menyusuri lantai mengarah ke meja makan. Beberapa pelayan setia berdiri di sisi tuannya.Para pelayan wanita itu tersenyum ramah, bibi Lisa menarik kursi untuk Selena mempersilahkan nyonya baru di rumah mewah itu untuk segera duduk."Silahkan nyonya." ucap bibi Lisa sebagai sosok yang ramah sekaligus seorang kepala pelayan.Selena mengangguk membalas senyuman ramah wanita paruh baya itu, "Terimakasih, bibi Lisa."Di sisi lain pria berwajah tampan duduk tidak jauh darinya, wajah kaku itu menghadirkan senyum mencurigakan. Satu petikan jari darinya berhasil mengusir semua pelayan di ruangan itu."Ada apa sebenarnya ini?" tanya Selena mengerutkan kening."Tidak ada, aku hanya ingin makan malam bersamamu."Selena mengangkat alisnya. "Kau bercanda Billy, leluconmu sangat tidak lucu.""Aku hanya ingin makan bersamamu, memangnya ada yang salah?"Selena menganggap semua terjadi tidak terduga, bagaimana bisa pagi tadi pria di hadapannya itu mengatakan hal terburuk sekarang dia ingin makan malam bersama? Lucu sekali, Selena bagaikan badut yang kadang bisa ditertawakan kapan saja."Aku tidak lapar." seharusnya melakukan penolakan bukan hal yang salah 'kan? Melihat wajah pria di depannya itu membuatnya kehilangan nafsu makan."Apa?!" Billy menghentikan tangannya memotong sepetak daging sapi panggang yang biasa disebut beef steak di piringnya.Sedetik kemudian, terdengar suara nyaring dari arah Selena. Aktifitas di ruangan mendadak berhenti."Kau berbohong." Billy menatap tepat pada perutnya.Seharian ini Selena berbelanja sampai lupa waktu bahkan lupa hanya sekadar makan. Duh, rasanya ingin sekali dia menghilang sekarang juga dari muka bumi ini."Jangan bilang kau terlalu bersemangat sampai lupa makan." ucap Billy di selah kunyahannya."Biasa saja." Selena menjawab datar."Tuan." tiba-tiba Robin entah datang dari mana sembari membungkuk hormat. "Nona Gisella menunggu Anda di depan."Mendengar nama seorang wanita disebut spontan Selena melirik ke arah Billy, pria itu tidak memperlihatkan respon apapun."Suruh dia masuk.""Baik tuan." Robin mematuhi perintah bosnya beringsut pergi.Seorang wanita cantik mengenakan dress panjang tanpa lengan berbalut syal bulu berjalan anggun ditemani dua orang sangar bertubuh tinggi besar. "Silahkan duduk, nona Gisella." kata Billy menyambut kedatangan wanita cantik itu. Wanita bernama Gisella itu melirik ke arah Selena sejenak sebelum dia menjatuhkan bobotnya, "Terimakasih, tetapi aku ingin duduk di sini." Gisella duduk di pangkuan Billy sembari bergelayut manja pada lengan kekarnya. "Tidak masalah selama itu membuatmu nyaman." Dari tempatnya duduk menguar bau harum wanita itu, Selena tidak tahan lagi dengan tingkah dua orang tidak tahu malu di depannya, sebelum benar-benar menjadi pengusir lalat di antara keduanya, dia lebih memilih pergi dari sana. "Siapa yang menyuruhmu pergi?!"Selena menoleh, tidak percaya pria itu menghentikan langkahnya agar dia kembali duduk menyaksikan adegan romantis yang menggelikan. "A-aku, aku ingin ke toilet." Selena terpaksa mengubah arahnya, "perutku terasa sakit."Gisella tampak mengernyit
"Billy, tunggu." Selena meremas jemarinya satu sama lain. Tatapan dingin tanpa jawaban mengarah pada Selena, dari sana jelas pria dengan rahang kokoh di depannya itu seperti orang tak bersalah. "Apa lagi?" Billy menghela nafas pelan, sepasang mata lentik menatap seakan mengharapkan sesuatu padanya. "Aku ingin kita mengakhiri ini sekarang juga." tegas Selena melalui sorot matanya yang berubah sendu. Dia memutuskan mengakhiri drama ini secepatnya. "Apa katamu?! Tapi maaf sepertinya aku tidak bisa mengabulkan permintaanmu itu," Billy berdecak sinis, tubuh bidang itu berhasil menyudutkan Selena pada dinding di belakangnya. "Akulah yang berhak mengakhirinya, kapanpun itu." ucap Billy sedikit merunduk pada telinga Selena. "Menarilah sesuai irama, kalau kau salah langkah berarti itu akan menyulitkan dirimu sendiri. Benarkan sayang?" sembari mengulurkan telunjuknya pada pipi Selena yang mulus pria itu menyoroti netra hitam pekat Selena. Selena menepisnya, dia mengeluarkan diri dari kungk
"Nenek, apa kabarmu?" Billy menyambut wanita paruh baya yang baru saja turun dari kendaraan mewahnya. Binar di kedua matanya menelisik sepasang yang baru menikah itu. Diikuti Selena tersenyum ramah mencium pipi kanan dan pipi kiri Riana, nenek dari suaminya. "Apakah nenek lelah, kata orang pijatanku enak loh." Selena memberanikan diri mendekati Riana di sofa ruang keluarga. "Kau sungguh menantu yang baik." Riana menyambut jemari lentik di pundaknya, "tapi aku baru saja pergi ke spa relaksasi."Wanita tua itu menarik punggung tangan Selena agar ikut duduk di sebelahnya tanpa di duga menantunya itu mengaduh kesakitan, "A-apa yang terjadi?" keterkejutan jelas muncul di wajahnya, mata tua itu memicing pada Billy perihal keadaan Selena. Selena segera menyembunyikan tangannya, "Tidak apa-apa nenek, hanya luka kecil saja." ungkapnya disertai senyum yang dipaksakan. "Kemari duduklah." Selena menepuk tepat di sebelahnya. Riana menutup mulutnya yang terngangah lebar dengan tangan, "Bagaima
"Sayang, aku menginginkanmu." Gisella mengukir wajah Billy dengan ujung kukunya yang lancip di penuhi hiasan cat berwarna-warni. "Benarkah?" Billy membalasnya menangkap jari jemari lentik yang sejak tadi menggelitik di wajahnya lalu mencium punggung tangan itu sampai ke lengan. Gisella memang gila kalau Billy tidak menghentikannya mungkin mereka akan melakukan itu di situ saat itu juga. "Apa kau ingin menjadi bahan tontonan." Gisella menyeringai setelah mendengar kalimat yang membisik di telinganya, dia terpaksa menghentikan aktivitas kedua tangannya yang telah memporak-porandakan pakaian Billy. "Dasar binatang tidak tahu malu!" Selena memekik pelan, luka di hatinya kembali menganga. Selena tidak tahu kenapa dia harus merasakan sakit saat kedua pasangan itu memadu kasih. Gisella melepas tubuh Billy begitu saja setelah mengetahui Selena tidak lagi berada di tempat, "Gendong aku ke atas." wanita itu kembali merengek mengangkat kedua tangannya ke arah Billy. Berhasil membawa bobot G
Pagi ini Selena disibukkan dengan beberapa koper di tangannya, wanita yang bukan bagian dari rumah ini juga ikut menyibukkannya, dia sengaja membawa barang-barangnya ke tempat ini.Tidak ada pilihan lain, Selena terpaksa menuruti permainan mereka. "Apa kau bisa lebih cepat! Dasar lamban!" cibir Gisella dengan warna merah terang menghiasi bibirnya. Wanita berkulit putih pucat itu melipat tangannya ke dada, seperti biasa dia menatap tidak suka pada Selena. Semenjak kepulangan Gisella dari luar negeri, pria menyebalkan yang duduk bersebelahan dengan wanita yang tidak kalah menyebalkannya itu lebih banyak diam, dia menuruti segala keinginan dan apapun perintah yang keluar dari mulut manja dari seorang gadis kaya. Selena kesal, kali ini dia harus duduk di bangku penumpang paling belakang. Harus menyaksikan keromantisan sepasang kekasih di depannya, tadinya dia ingin mengambil tempat di depan, di sebelah Robin yang menyetir tetapi Gisella melarangnya. Sepanjang perjalanan, Selena memalin
Selena menyusun barang bawaan milik tuan dan nona muda kaya itu setelah mendapat perintah. Tanpa sepengetahuan Selena seseorang membekap bagian pernapasannya dengan kain yang diberi obat bius, perlahan pandangannya meremang seiring kesadaran yang perlahan pudar. "Gisella, aku ingin ke toilet. Turunlah sebentar." Billy meminta agar Gisella turun dari pangkuannya. Gisella mengerucutkan bibirnya, "Jangan lama-lama, honey." terlihat tidak rela dari wajahnya. "Ya." Billy menjawab singkat dan meninggalkan bagian taman di resort mewah milik keluarga Gisella. Wanita itu sibuk dengan ponselnya setelah kepergian Billy, dia melihat isi chat dari seseorang yang menjadi kaki tangannya. Senyum puas menyembul begitu saja dari bibirnya membaca pesan teks yang masuk. "Pergi saja dari dunia ini, wanita sampah." gumamnya mengukir senyum. "Apa yang membuatmu bahagia." Billy menyadari tingkah aneh Gisella setelah dari toilet, tidak seperti biasanya. Dia tahu wanita itu pasti sedang menyembunyikan se
Pria berjas putih itu kembali hadir di ruangan Selena saat pagi menjelang, sinar yang menyorot masuk melalui celah gorden jendela kaca terasa menyilaukan mata. "Pagi, nona." sapa pria itu ramah sembari menyibak kain jendela agar sinat matahari pagi masuk seutuhnya, sinar hangat yang juga bagus untuk kesehatan. Selena tidak menjawab, dia hanya memperhatikan gerak pria yang tidak diketahui namanya itu sejak tadi sibuk menyiapkan resep obat untuknya. Suara pintu terketuk pelan sedikit mengalihkan perhatiannya, "Masuk," ucap dokter berwajah tampan itu. "Dokter, saya mengantar sarapan untuk pasien.""Silahkan." ucap sang dokter sibuk dengan kegiatannya sendiri. Seorang gadis muda yang berpakaian mirip dengan warna jas dokter tersebut mengambil tempat tepat di sebelah Selena. "Nona bukalah mulut Anda, walaupun makan sedikit ini sangat membantu pemulihan Anda lebih cepat." ucap suster muda sangat ramah. Namun, meski setelah 15 menit mencoba, rayuannya sama sekali tidak mempan. Selena m
"Tidak, aku masih harus membalas perbuatan pria brengs*k itu." Selena menggeleng samar, pria itu sudah menghancurkan hidupnya dia tidak ingin diam begitu saja setelah semua yang terjadi. Mike tetap mengulas senyum meski mendapat penolakan, tidak mengapa. Ini bukan kesempatan terakhir baginya. "Tapi, bolehkah aku meminta tolong sesuatu padamu.""Katakan saja," ucap Mike tanpa ragu. "Hari ini mungkin adalah hari terakhir perjalanan bulan madu kami. Jadi, bisakah kau membawaku kembali pulang ke rumah keluarga Amore?" Selena merasa sungkan meminta bantuan pada Mike setelah tadi dia sempat menolak pria itu. "Hei, kenapa wajahmu seperti itu. Aku tidak keberatan sama sekali, katakan saja apapun itu." ungkap Mike beranjak dan mengulurkan tangannya pada Selena. "Ayo kita pergi dari sini.""Terimakasih Mike."*"Wah, lihat siapa ini?" wanita yang beberapa hari lalu menjadi dalang penculikan itu bertepuk tangan ringan menyambut kedatangan seorang yang tidak disukainya. "Kau kembali?" tanya B