Share

SSSN 2 : LEGENDA PEDANG NAGA API
SSSN 2 : LEGENDA PEDANG NAGA API
Author: Evita Maria

1. PENJUAL MANISAN

Author: Evita Maria
last update Last Updated: 2024-09-09 22:36:54

Di kaki Gunung Lu yang menjulang, musim semi menghamparkan keindahannya. Ribuan bunga pohon plum bermekaran, kelopak-kelopaknya yang berwarna merah muda dan putih seakan menari tertiup angin semilir.

Di tengah pemandangan memesona itu, seorang anak laki-laki berusia tujuh tahun terlihat sibuk memetik buah-buah plum yang ranum. Rambut hitamnya yang berantakan sesekali tertiup angin. Ia mengenakan pakaian sederhana, sedikit kusam oleh debu dan keringat.

"Du Fei … Du Fei! Di mana kau, Nak?”

Anak laki-laki yang dipanggil Du Fei itu menoleh ke arah sumber suara. Mata bulatnya berbinar-binar mengenali suara yang sangat ia kenal.

"Ibu, aku di sini!" teriak Du Fei kecil dengan suara kanak-kanaknya yang khas.

Saat sosok ibunya mulai terlihat di balik rimbunnya pepohonan, Du Fei berlari kecil menghampirinya. Keranjang di tangan berayun-ayun mengikuti irama gerakannya..

"Lihat, Ibu! Hasil petikan ku makin hari makin banyak!" seru Du Fei mengangkat keranjangnya tinggi-tinggi, memamerkan buah-buah plum yang terlihat ranum di bawah sinar matahari. Senyum lebarnya menampakkan deretan gigi susu yang rapi, dengan satu celah kecil di bagian depan - tanda bahwa ia sedang dalam masa pergantian gigi.

Melihat hasil kerja keras putranya, sang Ibu memasang mimik kagum yang tulus. Matanya yang lembut membelalak takjub, alisnya terangkat tinggi, dan bibirnya yang ranum terbuka membentuk huruf 'O' kecil. Ekspresinya memancarkan kebanggaan dan kasih sayang yang mendalam.

"Wah, Du Fei sayang! Kau benar-benar anak yang rajin dan berbakat!" puji sang Ibu. Ia berlutut di hadapan Du Fei, menyejajarkan pandangannya dengan sang anak. Tangannya mengusap kepala Du Fei dengan penuh kasih sayang.

"Apakah kau lupa hari ini kita harus ke kota berjualan manisan?" tanya Qing Ning, matanya menatap lembut Du Fei kecil. Wanita cantik ini, yang tak lain adalah cucu mendiang ketua Hoa San, meski sudah berusia 27 tahun dan hidup bersahaja, namun aura kecantikannya tetap terpancar.

Du Fei, dengan mata sendu menjawab , "Maafkan Du Fei, menyusahkan Ibu!"

Qing Ning tertawa kecil mendengar jawaban putranya. "Ayo cepat bergegas sebelum hari keburu siang!" ujarnya sambil menyentil dagu Du Fei dengan gemas.

Perjalanan menuju kota cukup jauh dan menantang, terutama dengan berjalan kaki. Mereka harus melewati hutan yang membentang beberapa kilometer, dengan pepohonan rimbun dan sesekali suara binatang liar yang terdengar samar-samar.

Du Fei, meskipun masih kecil, menunjukkan ketangguhan yang luar biasa. Kebiasaan berjalan jauh yang telah ia lakukan sejak berusia lima tahun telah menempa tubuh mungilnya menjadi kuat dan tangguh. Wajahnya yang berseri-seri tak menunjukkan tanda-tanda kelelahan, justru pancaran semangat dan kegembiraan terpancar jelas dari sorot matanya yang jenaka.

Hari mulai siang saat mereka memasuki kota Xiuxiang. Suasana kota terasa hidup, jalanan dipenuhi oleh para pedagang dari berbagai daerah..

Qing Ning dan Du Fei bergegas menuju ke pasar, kaki-kaki mereka melangkah cepat di atas jalanan berbatu . Sesampainya di tempat berjualan, mereka disambut oleh barisan pelanggan yang sudah menanti -sebagian besar, anehnya, adalah laki-laki- dengan sorot mata penuh harap.

"Aih, Nona, mengapa terlambat? Kami sudah menunggu dari tadi ingin bertemu denganmu!" protes seorang pelanggan yang berdiri di barisan antrian terdepan. Suaranya terdengar tidak sabar, namun ada nada gembira yang tak bisa disembunyikan.

Tiba-tiba, ia menyadari tatapan aneh dari para pedagang wanita di sekitarnya. Wajahnya memerah, lalu buru-buru meralat ucapannya, "Eh, maksudku ... ingin membeli manisanmu!"

Qing Ning menanggapi dengan senyuman manis, ia meletakkan keranjang manisan di atas sebuah meja bambu. "Maaf, Tuan ... kami kesiangan!" ucapnya dengan suara merdu yang membuat beberapa pelanggan pria menahan napas.

"Tidak apa-apa, berikan aku sepuluh manisan!" Pelanggan tadi tersenyum genit, matanya tak lepas memandang wajah cantik Qing Ning. Namun, wanita itu dengan cerdik berpura-pura tidak menyadari, sibuk memasukkan manisan ke dalam kantung kertas dengan cekatan.

Ketika Qing Ning hendak menyerahkan kantung yang sudah terisi, pria tersebut mengulurkan tangannya, berniat menyentuh jemari lentik sang penjual manisan. Namun, Du Fei yang waspada segera bertindak. Dengan gerakan cepat dan lincah, ia mengambil alih kantung itu dari tangan ibunya.

"Ini, Paman!" seru Du Fei riang, menyodorkan kantung manisan kepada si pelanggan. Senyumnya lebar dan polos, tak menyadari kekecewaan yang terpancar di wajah pria itu.

Pelanggan tersebut mendengus pelan, gemas bercampur kesal. "Dasar, Anak pengganggu!" desisnya nyaris tak terdengar. Dengan setengah hati, ia menyerahkan beberapa keping perak ke tangan kecil Du Fei, lalu berbalik pergi.

Du Fei, masih dengan senyum lebarnya, melambaikan tangan pada pelanggan yang menjauh itu. Sementara Qing Ning tersenyum, matanya memancarkan rasa bangga pada kecerdikan putranya. Ia mengusap kepala Du Fei dengan penuh kasih sayang, membuat anak itu terkikik geli.

Hari itu pun berlanjut, dengan Qing Ning dan Du Fei melayani pelanggan demi pelanggan. Manisan plum mereka laris manis, tidak hanya karena rasanya yang lezat, tetapi juga karena pesona tak tertahankan dari sang penjual cantik dan putranya yang menggemaskan.

Dalam waktu singkat, keranjang Qing Ning telah kosong. Manisan plum mereka ludes terjual, meninggalkan aroma manis yang samar di udara. Kesuksesan ini, alih-alih memicu kegembiraan, justru memancing kecemburuan dari para pedagang di sekitar mereka, terutama para wanita yang merasa tersaingi.

"Dasar wanita penggoda, bergenit-genit dengan pelanggan laki-laki supaya mereka mengeluarkan uangnya!" sindir pedagang bakpao di sebelah kanan Qing Ning. Suaranya sinis dan cukup keras untuk didengar oleh siapapun di sekitar mereka.

"Benar, mentang-mentang cantik, menghalalkan segala cara untuk memperoleh uang ... tidak tahu malu!" Pedagang di sebelah kiri menimpali dengan nada mencemooh. Matanya menyipit penuh kebencian saat melirik ke arah Qing Ning.

Mereka melirik Qing Ning dengan tatapan merendahkan, seolah-olah ia adalah kotoran di sepatu mereka. Qing Ning, meski hatinya terluka, berusaha keras menjaga ekspresinya tetap tenang. Hinaan-hinaan seperti ini bukan hal baru baginya, namun tetap saja terasa menyakitkan setiap kali ia mendengarnya.

Tanpa mengucapkan sepatah kata pun untuk membalas cercaan mereka, Qing Ning mulai berkemas. "Du Fei, ayo kita pulang," ujarnya pada sang putra, berusaha menyembunyikan getaran dalam suaranya.

Tergesa-gesa, Du Fei tak sengaja menabrak seorang pria setengah baya mengenakan pakaian pejabat daerah berwarna merah tua. Pakaian itu tampak mahal dan mencolok di antara kerumunan pasar.

"Maafkan anak saya, Tuan!" Qing Ning segera membungkuk dalam-dalam, rambut hitamnya yang tergerai sedikit menutupi wajahnya yang cantik.

"Ah, tidak apa-apa!" Pria itu terkekeh pelan, namun ada sesuatu dalam tawanya yang tidak tulus. Matanya menatap Qing Ning dengan cara yang membuat wanita itu merasa tidak nyaman. "Siapakah nama Nyonya? Sepertinya bukan berasal dari sini."

Qing Ning merasakan firasat buruk menyergap hatinya. "Nama saya Mei dari desa sebelah," jawabnya singkat. Tangannya menggenggam erat jemari kecil Du Fei, seolah berusaha melindunginya dari bahaya yang tak kasat mata.

"Kau boleh memanggilku Pejabat Yuan," ujar pria itu, senyumnya melebar namun mata berkilat penuh nafsu. "Bisakah kita berbincang dulu sambil makan bersama di rumah makan terbaik di kota ini?"

"Maaf, saya harus pulang!" tolak Qing Ning dengan halus namun tegas. Tanpa menunggu respon, ia menarik tangan Du Fei, bergegas meninggalkan kota.

Pejabat Yuan menatap punggung Qing Ning yang menjauh, senyum sinis terkembang di wajahnya yang mulai menua. "Jangan kira kau bisa lolos dariku!" gumamnya pelan seolah bicara pada diri sendiri, suaranya penuh ancaman. "Tak ada sesuatu pun yang kuinginkan tak dapat kumiliki."

Sementara itu, Qing Ning dan Du Fei terus berjalan cepat, meninggalkan hiruk pikuk kota di belakang mereka. Qing Ning merasakan kelegaan mulai menyelimuti hatinya seiring jarak yang semakin jauh dari kota.

Ketika melintasi jalan setapak di tepi hutan yang rimbun, telinga Qing Ning yang terlatih menangkap suara langkah-langkah kaki asing mengikuti mereka. Suara itu samar, namun cukup jelas untuk memicu kewaspadaannya.

"Du Fei, kita harus bergegas," bisiknya lembut. Mereka berdua mempercepat langkah, nyaris berlari.

Di belakang mereka, Pejabat Yuan muncul dari balik pepohonan, bergerak dengan gesit. Ia mengejar Qing Ning dan Du Fei, namun kehilangan jejak ketika ibu dan anak itu berbelok tajam di tikungan yang tersembunyi di balik semak belukar.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Sabam Silalahi
mantap bah
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • SSSN 2 : LEGENDA PEDANG NAGA API   2. FIRASAT BURUK

    Pria itu berhenti beberapa saat lamanya sebelum kemudian berbalik arah dan kembali ke tempat ia tadi datang.Setelah memastikan Pejabat Yuan telah pergi, Qing Ning keluar dari persembunyian di balik pohon besar, tangan masih menggenggam erat Du Fei. Napasnya terengah-engah karena panik dan tegang. Tanpa mereka sadari, pria yang menguntit tadi telah menebarkan serbuk jejak yang halus dan tak terlihat di atas tanah."Ibu, siapa orang itu?" tanya Du Fei, matanya yang besar penuh dengan keingintahuan dan sedikit ketakutan.Qing Ning menghela napas panjang, berusaha menenangkan dirinya sebelum menjawab, "Sepertinya bukan orang baik, Du Fei. Kita harus lebih berhati-hati mulai sekarang."Tiba-tiba, wajah Du Fei berubah serius. "Ibu, aku ingin belajar ilmu bela diri dan menjadi pendekar terkuat di dunia agar bisa melindungi Ibu!" serunya dengan semangat kekanak-kanakan yang menggemaskan.Namun, reaksi Qing Ning sungguh di luar dugaan. "Tidak boleh!" bentaknya tiba-tiba, suaranya bergetar pen

    Last Updated : 2024-09-09
  • SSSN 2 : LEGENDA PEDANG NAGA API   3. TERJEBAK API

    Pejabat Yuan, yang sudah kehilangan kesabarannya, mulai meledak . "Aku tak peduli dia cucu siapa!" bentaknya dengan nada arogan. Matanya berkilat-kilat penuh nafsu dan kemarahan, "Bahkan seandainya dia cucu dewa langit pun, kalau aku menginginkannya, maka dia harus jadi milikku!" Tanpa menunggu diperintah dua kali, Bian Fu melompat ke arena pertarungan.Qing Ning yang baru saja berhasil memukul mundur empat penyerangnya, tiba-tiba merasakan bahaya yang jauh lebih besar mendekat. Ia berbalik tepat pada waktunya untuk melihat bayangan hitam melesat ke arahnya."Nona Qing Ning, apa kabar?" sapa Bian Fu dengan senyuman licik yang membuat bulu kuduk Qing Ning meremang. Wajahnya yang dicat putih tampak menyeramkan di bawah cahaya bulan, seperti topeng iblis yang muncul dari kegelapan.Qing Ning merasakan jantungnya seolah berhenti berdetak. Bukan hanya karena penampilan Bian Fu yang mengerikan, tetapi juga karena pria itu mengetahui namanya. Nama yang telah lama ia kubur bersama masa lalu

    Last Updated : 2024-09-09
  • SSSN 2 : LEGENDA PEDANG NAGA API   4. LUKA BAKAR

    Bian Fu, yang tadinya menikmati penderitaan Qing Ning, seketika menegakkan tubuhnya. Dengan gerakan perlahan, ia menggerakkan dagu ke arah suara itu.Tak jauh dari tempat Qing Ning tertelungkup, berdiri dua sosok pria tua. Meski sudah tua, postur tubuh keduanya tetap tegap dan gagah. Sorot mata mereka tajam menantang, siap mengadu nyawa..Bian Fu merasakan darahnya seolah membeku. Ia mengenali kedua sosok itu, keringat dingin mengalir di punggungnya."Xun Huan!" Suara Bian Fu tercekat di tenggorokan saat menyebut nama pria pertama. Matanya kemudian beralih pada sosok di samping Xun Huan, dan ia kembali terkesiap. "Ru Chen!"Kedua nama itu adalah legenda dalam dunia persilatan. Xun Huan, ketua sekte Bu Tong Pai dan Ru Chen, ketua sekte Pedang Langit yang terkenal bukan hanya sebagai ketua sekte aliran putih tertinggi, tetapi juga pahlawan kerajaan Qi karena pernah berjuang bersama mempertahankan Perbatasan Timur."Bagus kalau kau masih ingat!" Ru Chen menyahut, senyum sinis menghiasi w

    Last Updated : 2024-09-09
  • SSSN 2 : LEGENDA PEDANG NAGA API   5. CERITA KUNO

    Sinar mentari pagi menembus melalui celah-celah dinding anyaman bambu sebuah pondok sederhana di lereng Gunung Tai Shan. Di dalam sebuah bilik kecil, di sudut ruangan, di atas sebuah dipan kayu sederhana yang dilapisi tikar rumput, terbaring sosok kecil Du Fei.Seluruh tubuh bocah itu, dari ujung kaki hingga kepala, terbungkus rapat oleh perban putih. Perban-perban ini telah dilumuri dengan ramuan ganggang laut, mutiara, dan ginseng seribu tahun, menghasilkan aroma yang tajam namun juga menenangkan.Empat belas hari telah berlalu sejak kejadian naas itu. Selama itu pula, Du Fei terbaring tak sadarkan diri, seolah tenggelam dalam tidur panjang yang tak berujung. Qing Ning, sang ibu, dengan setia merawat putranya tanpa kenal lelah tanpa mempedulikan lukanya sendiri. Ia mengganti perban, mengoleskan obat, dan membisikkan doa-doa pengharapan di telinga Du Fei setiap hari.Xun Huan dan Ru Chen juga sibuk mencari dan membawakan bahan ramuan, serta memberikan dukungan moral pada Qing Ning ya

    Last Updated : 2024-09-09
  • SSSN 2 : LEGENDA PEDANG NAGA API   6. MENENTANG LANGIT

    Dengan hati-hati, Tabib Sakti Shen Yi mulai membuka perban yang membalut tubuh Du Fei. Jemari tuanya bergerak dengan hati-hati, seolah takut menyakiti kulit yang masih sensitif. Setiap lapisan kain yang terlepas membuat jantung Qing Ning berdebar semakin kencang.Ketika perban terakhir di bagian kepala dilepaskan, ruangan itu dipenuhi oleh tarikan napas tertahan. Wajah Du Fei yang dulunya mulus, kini terpampang bekas luka bakar yang menyerupai sisik ikan. Pola unik itu ada di area pipi kiri dan pipi kanannya, berwarna merah kehitaman.Qing Ning tanpa sadar melayangkan tangan ke mulutnya yang menganga, menutupi keterkejutan yang tak mampu ia sembunyikan. Matanya yang indah seketika berkaca-kaca, menyaksikan perubahan drastis pada wajah putra satu-satunya yang begitu ia kasihi.Tanpa mengucapkan sepatah kata pun

    Last Updated : 2024-09-18
  • SSSN 2 : LEGENDA PEDANG NAGA API   7. PENGORBANAN IBU

    Qing Ning terdiam, matanya menekuri cahaya lilin di atas meja. Ia tak tahu bagaimana harus menjawab penawaran dari sahabat kakeknya yang baik hati ini. Di satu sisi, ia membutuhkan perlindungan, namun di sisi lain, kecemasannya akan masa depan Du Fei masih menghantuinya."Apakah kau tidak bersedia?" Xun Huan bertanya lagi, suaranya penuh pengertian.Qing Ning mengangkat wajahnya, menatap Xun Huan dengan mata berkaca-kaca. "Bukan begitu," jawabnya lirih, suaranya serak. "Aku sangat berterima kasih atas kebaikan Anda, tetapi …," ia berhenti sejenak, menarik napas dalam-dalam. "Aku tidak ingin Du Fei mengenal dan belajar ilmu bela diri."Xun Huan mengangguk paham, wajahnya serius namun penuh empati. "Aku berjanji," ujarnya tegas, "tidak akan mengajarkan ilmu apapun kepada putramu bila itu yang kau inginka

    Last Updated : 2024-09-18
  • SSSN 2 : LEGENDA PEDANG NAGA API   8. PENOLAKAN

    Dari dalam saku bajunya, Xun Huan mengeluarkan sebuah penutup wajah yang terbuat dari kain halus berwarna biru gelap. Dengan hati-hati, ia memasangkan penutup wajah itu pada Du Fei, menutupi pipinya yang bersisik."Nah, bagaimana? Lebih nyaman?" tanya Xun Huan dengan senyum kebapakan.Du Fei mengangguk, matanya yang polos memancarkan rasa terima kasih yang dalam. Meski penutup wajah itu sedikit mengganggu, ia merasa jauh lebih tenang, tahu bahwa kini ia bisa berbaur tanpa menarik perhatian berlebihan."Terima kasih, Kakek Xun," ucap Du Fei riang.Xun Huan menepuk pundak Du Fei dengan penuh kasih sayang. "Ingatlah, Nak. Apa yang ada di wajahmu tidak menentukan siapa dirimu. Yang penting adalah apa yang ada di dalam hatimu. Menanam kebaikan, kelak akan menuai kebahagiaan."

    Last Updated : 2024-09-18
  • SSSN 2 : LEGENDA PEDANG NAGA API   9. PAMAN MISTERIUS

    Du Fei terbangun oleh guncangan keras di bahunya. Lin Mo berdiri di samping tempat tidur, wajah ssang senior dipenuhi kebencian yang tidak ia pahami."Ikut aku!" perintah Lin Mo, menarik tangannya kasar.Du Fei, masih setengah mengantuk dan kebingungan, tersandung-sandung mengikuti Lin Mo. Mereka melewati lorong-lorong gelap hingga tiba di sebuah pintu kayu usang.Lin Mo mendorong pintu itu terbuka, menampakkan ruangan berdebu yang dipenuhi barang-barang usang. Bau apak menyeruak, membuat Du Fei terbatuk-batuk."Mulai hari ini kau tidur di gudang!" Lin Mo melemparkan selimut dan tikar tidur ke lantai berdebu.Du Fei menatap Lin Mo dengan mata berkaca-kaca. "Apakah aku melakukan kesalahan, Kakak Lin?" tanyanya lirih, menahan t

    Last Updated : 2024-09-19

Latest chapter

  • SSSN 2 : LEGENDA PEDANG NAGA API   182. SILUMAN RUBAH HITAM

    Yun Hao terbangun mendadak, entah berapa lama ia tertidur. Matanya mengerjap membiasakan diri dengan cahaya api unggun tak jauh darinya."Yun Hao, putraku! Di mana kau, Nak?" Sayup-sayup terdengar suara lembut memanggil namanya. Jantung Yun Hao seakan berhenti berdetak. Suara itu, suara yang selalu ia rindukan bahkan saat masih sangat kecil. Yun Hao menoleh ke arah Chang Kong yang bersandar pada dinding pohon. Dengkuran halus terdengar dari pendekar itu, kepalanya terkulai ke samping.Karena tak ingin membangunkan Paman Penolong, Yun Hao berjingkat mendekati mulut gua dan mengintip keluar. Kabut mulai menipis, menampakkan bayangan pepohonan yang rapat. Di kejauhan, ia melihat sosok wanita bergaun sutra merah dengan hiasan rambut giok hijau - busana khas yang selalu dikenakan ibunya di istana."Ibu?" Yun Hao mengucek matanya, tak percaya pada penglihatannya sendiri. Sosok itu melambaikan tangan ke arahnya dengan gerakan anggun, "Ibu merindukanmu, Yun Hao ... kemarilah, Nak!"Tenggo

  • SSSN 2 : LEGENDA PEDANG NAGA API   181. KABUT MAUT

    "Terima kasih telah menyelamatkan nyawa saya," Yun Hao membungkuk dalam. "Saya Yun Hao, prajurit dari kota Xianfeng.""Chang Kong," pria itu mengangguk. "Orang-orang mengenalku sebagai Pendekar Pedang Halilintar.""Apakah Pendekar Chang juga mencari Pedang Naga Api?" tanya Yun Hao penasaran.Seulas senyum misterius tersungging di bibir Chang Kong. Matanya menatap Yun Hao dengan pandangan yang sulit diartikan. ‘Betapa miripnya pemuda ini dengan ibunya, Putri Qi Yue’ batin Chang Kong. Kalau saja tidak diingatkan oleh sang putri untuk menjaga rahasia, ia pasti sudah memberitahukan dirinya diutus untuk melindungi Yun Hao selama berada di luar istana."Kita harus segera menemukan rombonganmu," Chang Kong mengalihkan pembicaraan. "Hutan ini menyimpan bahaya yang lebih mengerikan dari yang kau kira. Sebaiknya tetap bersama kelompokmu!"Dalam hati ia bersyukur telah mengikuti jejak Yun Hao sejak awal perjalanan. Meski harus tetap menyembunyikan identitas aslinya sesuai pesan Putri Qi Yue, se

  • SSSN 2 : LEGENDA PEDANG NAGA API   180. TERSESAT DALAM KABUT

    "Pulang saja kalian!” lanjut sang biksu. "Atau tunggu di sini bersamaku, saksikan sendiri berapa banyak lagi mayat yang akan mengotori kesucian gunung ini."Jenderal Lo menaikkan alisnya, terlihat ia sangat kesal dengan sikap biksu tua yang acuh tak acuh bahkan berkesan tak sopan. Mengajak bicara orang tanpa membuka mata, dan dalam posisi miring seperti sikap Budha tidur.“Sudahlah, Yun Hao … mari kita pergi mencari jalan sendiri!” Jenderal Lo menoleh sekilas ke arah Yun Hao sebelum berbalik kembali pada pasukannya yang menunggu dengan tegang."Terima kasih atas peringatannya, Tuan Biksu," Yun Hao membungkuk hormat pada Biksu tua.Ia mengeluarkan bungkusan dari kantong kainnya, “Mohon terima bakpao ini sebagai tanda terima kasihku."Kakek itu tersenyum tipis, matanya masih terpejam. "Hmm ... aroma bakpao yang wangi. Sudah lama tidak mencium wangi selezat ini."Yun Hao meletakkan bakpao yang dibungkus kertas di depan sang biksu, lalu berbalik menyusul Jenderal Lo yang sudah lebih dulu

  • SSSN 2 : LEGENDA PEDANG NAGA API   179. BIKSU MISTERIUS

    Asap putih mengepul dari celah-celah bebatuan Gunung Huolong. Aroma belerang yang menyengat menyeruak di udara, bercampur dengan kabut tipis yang menyelimuti lereng-lerengnya. Pohon-pohon pinus yang menjulang tampak seperti sosok-sosok gelap di balik kabut.Rombongan berkuda Jenderal Lo muncul dari balik tikungan, Rambut mereka bergoyang tertiup angin pegunungan yang dingin.Mendadak Jenderal Lo mengangkat tangannya, memberi isyarat pada pasukannya untuk memperlambat laju."Kita sudah memasuki wilayah Huolong. Buka mata kalian lebar-lebar!” perintahnya dengan suara dalam.“Siap, Jenderal!” Sahut seluruh pasukan serempak. Sebenarnya sebagian dari mereka sudah merasakan hawa yang berbeda begitu berada di kaki gunung itu. Tak sedikit dari mereka yang merasakan bulu kuduk meremang, seperti ada hawa siluman yang kuat di sekitarnya.Mereka menyusuri jalan setapak berbatu ketika salah seorang prajurit menunjuk ke arah pohon oak tua di tepi jalan. Di bawahnya, sesosok pria berpakaian biksu te

  • SSSN 2 : LEGENDA PEDANG NAGA API   178. MERAMPAS SURAT KELULUSAN

    "Lin Mo," Chung Ming berbisik cepat begitu melihat kepanikan di wajah temannya, "Pakai saja surat kelulusanku! Tunjukkan pada mereka seolah ini milikmu, niscaya Li dan teman-temannya tak akan mengganggumu lagi. Kau bisa mengembalikannya padaku setelah mereka pergi.""Tapi …," Lin Mo ragu-ragu."Cepat!" Chung Ming menyelipkan kertas berharga itu ke tangan Lin Mo tepat saat Li muncul dari balik pepohonan."Ah, di sini rupanya tikus kecil kita!" Li menyeringai, melangkah mendekati mereka berdua dengan angkuh. "Mengapa kau bersembunyi di pinggir sungai seperti seekor tikus? Oh, jangan-jangan kau tidak lulus ujian lalu mau kabur dariku?"Li dan teman-temannya tertawa bersahut-sahutan, apalagi melihat wajah pucat Lin Mo, mereka yakin pemuda miskin itu pasti tidak lulus ujian.“Ayo tunjukkan pada kami hasil ujianmu!” Li menodongkan tangan, matanya menyipit penuh ancaman.Dengan ketenangan yang dipaksakan, Lin Mo mengangkat surat Chung Ming. Sinar matahari memantulkan kilau tinta merah keemas

  • SSSN 2 : LEGENDA PEDANG NAGA API   177. LULUS ATAU TIDAK LULUS

    Halaman istana membentang luas bagai lautan manusia. Ratusan meja kayu berjajar rapi di bawah naungan pohon willow, sementara bendera-bendera kerajaan berkibar megah di tiang-tiang tinggi. Para pengawas berbaju resmi bergerak di antara barisan, wajah mereka serius penuh wibawa.Lin Mo melangkah dengan dagu terangkat, jubah sutra yang dikenakan menambah kegagahannya. Di belakangnya, Chung Ming berjalan sambil terus bergumam, "... ajaran Mencius tentang kebajikan ada empat : ren, yi, li, zhi ....""Apakah kau tidak gugup, Saudara Lin?" Chung Ming menggosok telapak tangannya yang basah pada tepi bajunya yang sederhana. Wajahnya pucat tapi matanya berbinar penuh semangat."Tentu saja tidak!" Lin Mo mendengus angkuh. "Ujian seperti ini pasti mudah."'Lihat dia,' batin Lin Mo mengejek. 'Belajar seperti orang kesetanan tapi tetap saja penampilannya seperti pemuda idiot. Memalukan!'Mereka mengambil tempat duduk sesuai nomor peserta. Lin Mo duduk di deretan belakang ujung kiri, mengagumi kuas

  • SSSN 2 : LEGENDA PEDANG NAGA API   176. PUTRI MENTERI YU

    "Lin Mo!" sapa Chung Ming yang menunggu di luar, wajahnya yang polos berseri-seri menggenggam kartu peserta. "Mari kita belajar bersama! Aku membawa beberapa ringkasan yang kubuat sendiri. Dua kepala lebih baik dari satu, bukan?"Lin Mo tersenyum tipis, matanya berkilat licik untuk sepersekian detik. "Tentu saja, Teman." Dalam hati ia tertawa. Orang polos seperti Chung Ming suatu saat akan berguna baginya."Bagus!" Chung Ming menepuk pundak Lin Mo dengan hangat. "Aku yakin kita akan menjadi teman baik!"'Ya,' batin Lin Mo sinis, 'sampai aku tidak membutuhkanmu lagi.' Kedua pemuda itu segera menjadi akrab, bahkan mendaftar di asrama yang sama."Kamar nomor lima belas," Chung Ming menunjuk sebuah kamar yang terletak di ujung dengan mata berbinar. "Kita sekamar, Lin Mo! Bukankah ini pertanda baik?"Mereka melangkah menyusuri koridor asrama yang berlantai kayu. Aroma masakan dari dapur terdekat merebak di udara, membuat perut Lin Mo dan Chung Ming mulai keroncongan."Hei, tunggu!" Suara

  • SSSN 2 : LEGENDA PEDANG NAGA API   175. PENDAFTARAN UJIAN NEGARA

    Berita kematian Yung menyebar seperti api di padang rumput kering. Putra tunggal Pejabat Yuan itu ditemukan tewas di tempat tidurnya sendiri, lehernya terdapat luka tusukan. Uangnya raib, dan yang lebih mengejutkan - Wei, putra pejabat kota Song adalah tersangka utama pelaku pembunuhan.Hakim pengadilan hampir menjatuhkan hukuman mati pada Wei. Namun berkat nama baik ayahnya yang dikenal sebagai pejabat senior yang jujur, hukumannya diringankan menjadi kerja paksa seumur hidup di Gunung Kapur.Pagi itu, setelah divonis bersalah, Wei digiring bersama sepuluh tahanan lainnya menuju tempat pengasingan mereka. Rantai besi yang mengikat kaki dan tangan mereka bergemerincing dalam irama menyedihkan. Pasukan pengawal berbaris di kiri-kanan rombongan, mempersempit kemungkinan untuk kabur."Lihat, itu tuan muda Wei!" bisik-bisik terdengar dari kerumunan yang memadati pinggir jalan. "Siapa sangka anak pejabat bisa jadi pembunuh?""Kasihan, ayahnya pasti sangat malu," sahut yang lain.Di antara

  • SSSN 2 : LEGENDA PEDANG NAGA API   174. SAKSI MATA

    Jeritan tertahan dan pekikan ngeri terdengar memenuhi ruangan. Wei membuka matanya perlahan, hanya untuk disambut pemandangan yang akan menghantuinya seumur hidup.Tubuh Yung terbaring kaku dengan mata terbelalak kosong ke arah langit-langit. Pakaian putih sutra yang dikenakannya semalam telah berubah warna merah gelap. Lehernya menganga lebar karena sabetan belati. Darah yang telah mengering membentuk genangan gelap di sekitar tubuhnya, meresap ke dalam kasur.Wei terpaku menatap jasad Yung. Kakinya lemas, ia jatuh berlutut di samping tempat tidur. Matanya tak bisa lepas dari wajah sahabatnya yang membeku dalam ekspresi ketakutan bercampur kesakitan, menunjukkan betapa tersiksanya pemuda itu menjelang detik-detik kematian yang mengerikan.Tubuh Wei gemetar hebat, keringat dingin mengucur deras."Tidak ... tidak mungkin ... ini pasti mimpi …," bergumam berulang-ulang, suaranya serak dan bergetar. "Yung ... kumohon bangunlah ... katakan ini hanya leluconmu!"Tangannya yang berlumuran

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status