Share

SSSN 2 : LEGENDA PEDANG NAGA API
SSSN 2 : LEGENDA PEDANG NAGA API
Author: Evita Maria

1. PENJUAL MANISAN

Author: Evita Maria
last update Huling Na-update: 2024-09-09 22:36:54

Di kaki Gunung Lu yang menjulang, musim semi menghamparkan keindahannya. Ribuan bunga pohon plum bermekaran, kelopak-kelopaknya yang berwarna merah muda dan putih seakan menari tertiup angin semilir.

Di tengah pemandangan memesona itu, seorang anak laki-laki berusia tujuh tahun terlihat sibuk memetik buah-buah plum yang ranum. Rambut hitamnya yang berantakan sesekali tertiup angin. Ia mengenakan pakaian sederhana, sedikit kusam oleh debu dan keringat.

"Du Fei … Du Fei! Di mana kau, Nak?”

Anak laki-laki yang dipanggil Du Fei itu menoleh ke arah sumber suara. Mata bulatnya berbinar-binar mengenali suara yang sangat ia kenal.

"Ibu, aku di sini!" teriak Du Fei kecil dengan suara kanak-kanaknya yang khas.

Saat sosok ibunya mulai terlihat di balik rimbunnya pepohonan, Du Fei berlari kecil menghampirinya. Keranjang di tangan berayun-ayun mengikuti irama gerakannya..

"Lihat, Ibu! Hasil petikan ku makin hari makin banyak!" seru Du Fei mengangkat keranjangnya tinggi-tinggi, memamerkan buah-buah plum yang terlihat ranum di bawah sinar matahari. Senyum lebarnya menampakkan deretan gigi susu yang rapi, dengan satu celah kecil di bagian depan - tanda bahwa ia sedang dalam masa pergantian gigi.

Melihat hasil kerja keras putranya, sang Ibu memasang mimik kagum yang tulus. Matanya yang lembut membelalak takjub, alisnya terangkat tinggi, dan bibirnya yang ranum terbuka membentuk huruf 'O' kecil. Ekspresinya memancarkan kebanggaan dan kasih sayang yang mendalam.

"Wah, Du Fei sayang! Kau benar-benar anak yang rajin dan berbakat!" puji sang Ibu. Ia berlutut di hadapan Du Fei, menyejajarkan pandangannya dengan sang anak. Tangannya mengusap kepala Du Fei dengan penuh kasih sayang.

"Apakah kau lupa hari ini kita harus ke kota berjualan manisan?" tanya Qing Ning, matanya menatap lembut Du Fei kecil. Wanita cantik ini, yang tak lain adalah cucu mendiang ketua Hoa San, meski sudah berusia 27 tahun dan hidup bersahaja, namun aura kecantikannya tetap terpancar.

Du Fei, dengan mata sendu menjawab , "Maafkan Du Fei, menyusahkan Ibu!"

Qing Ning tertawa kecil mendengar jawaban putranya. "Ayo cepat bergegas sebelum hari keburu siang!" ujarnya sambil menyentil dagu Du Fei dengan gemas.

Perjalanan menuju kota cukup jauh dan menantang, terutama dengan berjalan kaki. Mereka harus melewati hutan yang membentang beberapa kilometer, dengan pepohonan rimbun dan sesekali suara binatang liar yang terdengar samar-samar.

Du Fei, meskipun masih kecil, menunjukkan ketangguhan yang luar biasa. Kebiasaan berjalan jauh yang telah ia lakukan sejak berusia lima tahun telah menempa tubuh mungilnya menjadi kuat dan tangguh. Wajahnya yang berseri-seri tak menunjukkan tanda-tanda kelelahan, justru pancaran semangat dan kegembiraan terpancar jelas dari sorot matanya yang jenaka.

Hari mulai siang saat mereka memasuki kota Xiuxiang. Suasana kota terasa hidup, jalanan dipenuhi oleh para pedagang dari berbagai daerah..

Qing Ning dan Du Fei bergegas menuju ke pasar, kaki-kaki mereka melangkah cepat di atas jalanan berbatu . Sesampainya di tempat berjualan, mereka disambut oleh barisan pelanggan yang sudah menanti -sebagian besar, anehnya, adalah laki-laki- dengan sorot mata penuh harap.

"Aih, Nona, mengapa terlambat? Kami sudah menunggu dari tadi ingin bertemu denganmu!" protes seorang pelanggan yang berdiri di barisan antrian terdepan. Suaranya terdengar tidak sabar, namun ada nada gembira yang tak bisa disembunyikan.

Tiba-tiba, ia menyadari tatapan aneh dari para pedagang wanita di sekitarnya. Wajahnya memerah, lalu buru-buru meralat ucapannya, "Eh, maksudku ... ingin membeli manisanmu!"

Qing Ning menanggapi dengan senyuman manis, ia meletakkan keranjang manisan di atas sebuah meja bambu. "Maaf, Tuan ... kami kesiangan!" ucapnya dengan suara merdu yang membuat beberapa pelanggan pria menahan napas.

"Tidak apa-apa, berikan aku sepuluh manisan!" Pelanggan tadi tersenyum genit, matanya tak lepas memandang wajah cantik Qing Ning. Namun, wanita itu dengan cerdik berpura-pura tidak menyadari, sibuk memasukkan manisan ke dalam kantung kertas dengan cekatan.

Ketika Qing Ning hendak menyerahkan kantung yang sudah terisi, pria tersebut mengulurkan tangannya, berniat menyentuh jemari lentik sang penjual manisan. Namun, Du Fei yang waspada segera bertindak. Dengan gerakan cepat dan lincah, ia mengambil alih kantung itu dari tangan ibunya.

"Ini, Paman!" seru Du Fei riang, menyodorkan kantung manisan kepada si pelanggan. Senyumnya lebar dan polos, tak menyadari kekecewaan yang terpancar di wajah pria itu.

Pelanggan tersebut mendengus pelan, gemas bercampur kesal. "Dasar, Anak pengganggu!" desisnya nyaris tak terdengar. Dengan setengah hati, ia menyerahkan beberapa keping perak ke tangan kecil Du Fei, lalu berbalik pergi.

Du Fei, masih dengan senyum lebarnya, melambaikan tangan pada pelanggan yang menjauh itu. Sementara Qing Ning tersenyum, matanya memancarkan rasa bangga pada kecerdikan putranya. Ia mengusap kepala Du Fei dengan penuh kasih sayang, membuat anak itu terkikik geli.

Hari itu pun berlanjut, dengan Qing Ning dan Du Fei melayani pelanggan demi pelanggan. Manisan plum mereka laris manis, tidak hanya karena rasanya yang lezat, tetapi juga karena pesona tak tertahankan dari sang penjual cantik dan putranya yang menggemaskan.

Dalam waktu singkat, keranjang Qing Ning telah kosong. Manisan plum mereka ludes terjual, meninggalkan aroma manis yang samar di udara. Kesuksesan ini, alih-alih memicu kegembiraan, justru memancing kecemburuan dari para pedagang di sekitar mereka, terutama para wanita yang merasa tersaingi.

"Dasar wanita penggoda, bergenit-genit dengan pelanggan laki-laki supaya mereka mengeluarkan uangnya!" sindir pedagang bakpao di sebelah kanan Qing Ning. Suaranya sinis dan cukup keras untuk didengar oleh siapapun di sekitar mereka.

"Benar, mentang-mentang cantik, menghalalkan segala cara untuk memperoleh uang ... tidak tahu malu!" Pedagang di sebelah kiri menimpali dengan nada mencemooh. Matanya menyipit penuh kebencian saat melirik ke arah Qing Ning.

Mereka melirik Qing Ning dengan tatapan merendahkan, seolah-olah ia adalah kotoran di sepatu mereka. Qing Ning, meski hatinya terluka, berusaha keras menjaga ekspresinya tetap tenang. Hinaan-hinaan seperti ini bukan hal baru baginya, namun tetap saja terasa menyakitkan setiap kali ia mendengarnya.

Tanpa mengucapkan sepatah kata pun untuk membalas cercaan mereka, Qing Ning mulai berkemas. "Du Fei, ayo kita pulang," ujarnya pada sang putra, berusaha menyembunyikan getaran dalam suaranya.

Tergesa-gesa, Du Fei tak sengaja menabrak seorang pria setengah baya mengenakan pakaian pejabat daerah berwarna merah tua. Pakaian itu tampak mahal dan mencolok di antara kerumunan pasar.

"Maafkan anak saya, Tuan!" Qing Ning segera membungkuk dalam-dalam, rambut hitamnya yang tergerai sedikit menutupi wajahnya yang cantik.

"Ah, tidak apa-apa!" Pria itu terkekeh pelan, namun ada sesuatu dalam tawanya yang tidak tulus. Matanya menatap Qing Ning dengan cara yang membuat wanita itu merasa tidak nyaman. "Siapakah nama Nyonya? Sepertinya bukan berasal dari sini."

Qing Ning merasakan firasat buruk menyergap hatinya. "Nama saya Mei dari desa sebelah," jawabnya singkat. Tangannya menggenggam erat jemari kecil Du Fei, seolah berusaha melindunginya dari bahaya yang tak kasat mata.

"Kau boleh memanggilku Pejabat Yuan," ujar pria itu, senyumnya melebar namun mata berkilat penuh nafsu. "Bisakah kita berbincang dulu sambil makan bersama di rumah makan terbaik di kota ini?"

"Maaf, saya harus pulang!" tolak Qing Ning dengan halus namun tegas. Tanpa menunggu respon, ia menarik tangan Du Fei, bergegas meninggalkan kota.

Pejabat Yuan menatap punggung Qing Ning yang menjauh, senyum sinis terkembang di wajahnya yang mulai menua. "Jangan kira kau bisa lolos dariku!" gumamnya pelan seolah bicara pada diri sendiri, suaranya penuh ancaman. "Tak ada sesuatu pun yang kuinginkan tak dapat kumiliki."

Sementara itu, Qing Ning dan Du Fei terus berjalan cepat, meninggalkan hiruk pikuk kota di belakang mereka. Qing Ning merasakan kelegaan mulai menyelimuti hatinya seiring jarak yang semakin jauh dari kota.

Ketika melintasi jalan setapak di tepi hutan yang rimbun, telinga Qing Ning yang terlatih menangkap suara langkah-langkah kaki asing mengikuti mereka. Suara itu samar, namun cukup jelas untuk memicu kewaspadaannya.

"Du Fei, kita harus bergegas," bisiknya lembut. Mereka berdua mempercepat langkah, nyaris berlari.

Di belakang mereka, Pejabat Yuan muncul dari balik pepohonan, bergerak dengan gesit. Ia mengejar Qing Ning dan Du Fei, namun kehilangan jejak ketika ibu dan anak itu berbelok tajam di tikungan yang tersembunyi di balik semak belukar.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Mga Comments (1)
goodnovel comment avatar
Sabam Silalahi
mantap bah
Tignan lahat ng Komento

Kaugnay na kabanata

  • SSSN 2 : LEGENDA PEDANG NAGA API   2. FIRASAT BURUK

    Pria itu berhenti beberapa saat lamanya sebelum kemudian berbalik arah dan kembali ke tempat ia tadi datang.Setelah memastikan Pejabat Yuan telah pergi, Qing Ning keluar dari persembunyian di balik pohon besar, tangan masih menggenggam erat Du Fei. Napasnya terengah-engah karena panik dan tegang. Tanpa mereka sadari, pria yang menguntit tadi telah menebarkan serbuk jejak yang halus dan tak terlihat di atas tanah."Ibu, siapa orang itu?" tanya Du Fei, matanya yang besar penuh dengan keingintahuan dan sedikit ketakutan.Qing Ning menghela napas panjang, berusaha menenangkan dirinya sebelum menjawab, "Sepertinya bukan orang baik, Du Fei. Kita harus lebih berhati-hati mulai sekarang."Tiba-tiba, wajah Du Fei berubah serius. "Ibu, aku ingin belajar ilmu bela diri dan menjadi pendekar terkuat di dunia agar bisa melindungi Ibu!" serunya dengan semangat kekanak-kanakan yang menggemaskan.Namun, reaksi Qing Ning sungguh di luar dugaan. "Tidak boleh!" bentaknya tiba-tiba, suaranya bergetar pen

    Huling Na-update : 2024-09-09
  • SSSN 2 : LEGENDA PEDANG NAGA API   3. TERJEBAK API

    Pejabat Yuan, yang sudah kehilangan kesabarannya, mulai meledak . "Aku tak peduli dia cucu siapa!" bentaknya dengan nada arogan. Matanya berkilat-kilat penuh nafsu dan kemarahan, "Bahkan seandainya dia cucu dewa langit pun, kalau aku menginginkannya, maka dia harus jadi milikku!" Tanpa menunggu diperintah dua kali, Bian Fu melompat ke arena pertarungan.Qing Ning yang baru saja berhasil memukul mundur empat penyerangnya, tiba-tiba merasakan bahaya yang jauh lebih besar mendekat. Ia berbalik tepat pada waktunya untuk melihat bayangan hitam melesat ke arahnya."Nona Qing Ning, apa kabar?" sapa Bian Fu dengan senyuman licik yang membuat bulu kuduk Qing Ning meremang. Wajahnya yang dicat putih tampak menyeramkan di bawah cahaya bulan, seperti topeng iblis yang muncul dari kegelapan.Qing Ning merasakan jantungnya seolah berhenti berdetak. Bukan hanya karena penampilan Bian Fu yang mengerikan, tetapi juga karena pria itu mengetahui namanya. Nama yang telah lama ia kubur bersama masa lalu

    Huling Na-update : 2024-09-09
  • SSSN 2 : LEGENDA PEDANG NAGA API   4. LUKA BAKAR

    Bian Fu, yang tadinya menikmati penderitaan Qing Ning, seketika menegakkan tubuhnya. Dengan gerakan perlahan, ia menggerakkan dagu ke arah suara itu.Tak jauh dari tempat Qing Ning tertelungkup, berdiri dua sosok pria tua. Meski sudah tua, postur tubuh keduanya tetap tegap dan gagah. Sorot mata mereka tajam menantang, siap mengadu nyawa..Bian Fu merasakan darahnya seolah membeku. Ia mengenali kedua sosok itu, keringat dingin mengalir di punggungnya."Xun Huan!" Suara Bian Fu tercekat di tenggorokan saat menyebut nama pria pertama. Matanya kemudian beralih pada sosok di samping Xun Huan, dan ia kembali terkesiap. "Ru Chen!"Kedua nama itu adalah legenda dalam dunia persilatan. Xun Huan, ketua sekte Bu Tong Pai dan Ru Chen, ketua sekte Pedang Langit yang terkenal bukan hanya sebagai ketua sekte aliran putih tertinggi, tetapi juga pahlawan kerajaan Qi karena pernah berjuang bersama mempertahankan Perbatasan Timur."Bagus kalau kau masih ingat!" Ru Chen menyahut, senyum sinis menghiasi w

    Huling Na-update : 2024-09-09
  • SSSN 2 : LEGENDA PEDANG NAGA API   5. CERITA KUNO

    Sinar mentari pagi menembus melalui celah-celah dinding anyaman bambu sebuah pondok sederhana di lereng Gunung Tai Shan. Di dalam sebuah bilik kecil, di sudut ruangan, di atas sebuah dipan kayu sederhana yang dilapisi tikar rumput, terbaring sosok kecil Du Fei.Seluruh tubuh bocah itu, dari ujung kaki hingga kepala, terbungkus rapat oleh perban putih. Perban-perban ini telah dilumuri dengan ramuan ganggang laut, mutiara, dan ginseng seribu tahun, menghasilkan aroma yang tajam namun juga menenangkan.Empat belas hari telah berlalu sejak kejadian naas itu. Selama itu pula, Du Fei terbaring tak sadarkan diri, seolah tenggelam dalam tidur panjang yang tak berujung. Qing Ning, sang ibu, dengan setia merawat putranya tanpa kenal lelah tanpa mempedulikan lukanya sendiri. Ia mengganti perban, mengoleskan obat, dan membisikkan doa-doa pengharapan di telinga Du Fei setiap hari.Xun Huan dan Ru Chen juga sibuk mencari dan membawakan bahan ramuan, serta memberikan dukungan moral pada Qing Ning ya

    Huling Na-update : 2024-09-09
  • SSSN 2 : LEGENDA PEDANG NAGA API   6. MENENTANG LANGIT

    Dengan hati-hati, Tabib Sakti Shen Yi mulai membuka perban yang membalut tubuh Du Fei. Jemari tuanya bergerak dengan hati-hati, seolah takut menyakiti kulit yang masih sensitif. Setiap lapisan kain yang terlepas membuat jantung Qing Ning berdebar semakin kencang.Ketika perban terakhir di bagian kepala dilepaskan, ruangan itu dipenuhi oleh tarikan napas tertahan. Wajah Du Fei yang dulunya mulus, kini terpampang bekas luka bakar yang menyerupai sisik ikan. Pola unik itu ada di area pipi kiri dan pipi kanannya, berwarna merah kehitaman.Qing Ning tanpa sadar melayangkan tangan ke mulutnya yang menganga, menutupi keterkejutan yang tak mampu ia sembunyikan. Matanya yang indah seketika berkaca-kaca, menyaksikan perubahan drastis pada wajah putra satu-satunya yang begitu ia kasihi.Tanpa mengucapkan sepatah kata pun

    Huling Na-update : 2024-09-18
  • SSSN 2 : LEGENDA PEDANG NAGA API   7. PENGORBANAN IBU

    Qing Ning terdiam, matanya menekuri cahaya lilin di atas meja. Ia tak tahu bagaimana harus menjawab penawaran dari sahabat kakeknya yang baik hati ini. Di satu sisi, ia membutuhkan perlindungan, namun di sisi lain, kecemasannya akan masa depan Du Fei masih menghantuinya."Apakah kau tidak bersedia?" Xun Huan bertanya lagi, suaranya penuh pengertian.Qing Ning mengangkat wajahnya, menatap Xun Huan dengan mata berkaca-kaca. "Bukan begitu," jawabnya lirih, suaranya serak. "Aku sangat berterima kasih atas kebaikan Anda, tetapi …," ia berhenti sejenak, menarik napas dalam-dalam. "Aku tidak ingin Du Fei mengenal dan belajar ilmu bela diri."Xun Huan mengangguk paham, wajahnya serius namun penuh empati. "Aku berjanji," ujarnya tegas, "tidak akan mengajarkan ilmu apapun kepada putramu bila itu yang kau inginka

    Huling Na-update : 2024-09-18
  • SSSN 2 : LEGENDA PEDANG NAGA API   8. PENOLAKAN

    Dari dalam saku bajunya, Xun Huan mengeluarkan sebuah penutup wajah yang terbuat dari kain halus berwarna biru gelap. Dengan hati-hati, ia memasangkan penutup wajah itu pada Du Fei, menutupi pipinya yang bersisik."Nah, bagaimana? Lebih nyaman?" tanya Xun Huan dengan senyum kebapakan.Du Fei mengangguk, matanya yang polos memancarkan rasa terima kasih yang dalam. Meski penutup wajah itu sedikit mengganggu, ia merasa jauh lebih tenang, tahu bahwa kini ia bisa berbaur tanpa menarik perhatian berlebihan."Terima kasih, Kakek Xun," ucap Du Fei riang.Xun Huan menepuk pundak Du Fei dengan penuh kasih sayang. "Ingatlah, Nak. Apa yang ada di wajahmu tidak menentukan siapa dirimu. Yang penting adalah apa yang ada di dalam hatimu. Menanam kebaikan, kelak akan menuai kebahagiaan."

    Huling Na-update : 2024-09-18
  • SSSN 2 : LEGENDA PEDANG NAGA API   9. PAMAN MISTERIUS

    Du Fei terbangun oleh guncangan keras di bahunya. Lin Mo berdiri di samping tempat tidur, wajah ssang senior dipenuhi kebencian yang tidak ia pahami."Ikut aku!" perintah Lin Mo, menarik tangannya kasar.Du Fei, masih setengah mengantuk dan kebingungan, tersandung-sandung mengikuti Lin Mo. Mereka melewati lorong-lorong gelap hingga tiba di sebuah pintu kayu usang.Lin Mo mendorong pintu itu terbuka, menampakkan ruangan berdebu yang dipenuhi barang-barang usang. Bau apak menyeruak, membuat Du Fei terbatuk-batuk."Mulai hari ini kau tidur di gudang!" Lin Mo melemparkan selimut dan tikar tidur ke lantai berdebu.Du Fei menatap Lin Mo dengan mata berkaca-kaca. "Apakah aku melakukan kesalahan, Kakak Lin?" tanyanya lirih, menahan t

    Huling Na-update : 2024-09-19

Pinakabagong kabanata

  • SSSN 2 : LEGENDA PEDANG NAGA API   249. PENGADILAN UNTUK ZHEN YI

    Qi Lung berdiri di depan cermin besar yang terbuat dari perunggu mengkilap. Jari-jarinya yang panjang merapikan jubah kebesaran kaisar berwarna emas dengan bordiran naga hitam—jubah yang seharusnya hanya dikenakan oleh Raja Yu Ping. Ia menarik napas dalam-dalam, menikmati sensasi kain sutra berkualitas tertinggi yang menyentuh kulitnya, serta beban mahkota raja yang terasa pas di kepalanya."Apakah semuanya sudah siap?" tanya Qi Lung tanpa menoleh ke belakang, tatapannya masih terpaku pada refleksi dirinya di cermin.Kasim kepala membungkuk dalam-dalam. "Sudah, Yang Mulia. Aula Keadilan Langit telah disiapkan sesuai perintah. Para menteri dan pejabat tinggi telah dikumpulkan.""Dan tahanan kita?""Pangeran Zhen Yi sedang dibawa ke aula. Ia masih... belum sepenuhnya sadar, Yang Mulia."Senyum tipis tersungging di bibir Qi Lung. "Sempurna." Ia berbalik, merapikan sedikit lagi jubahnya. "Dan pastikan tidak ada yang menginterupsi sidang hari ini. Terutama Pangeran Yun Hao.""Hamba menger

  • SSSN 2 : LEGENDA PEDANG NAGA API   248. SINGA YANG TAK BERDAYA

    Kabut tipis melayang di atas taman istana, menyelimuti paviliun-paviliun dan kolam teratai dalam kehampaan pagi yang sunyi. Tidak ada kicauan burung, tidak ada bisikan angin—seolah seluruh istana menahan napas, menunggu dalam kecemasan. Para dayang dan kasim berjalan hampir tanpa suara di sepanjang koridor yang mengarah ke paviliun tempat Raja Yu Ping terbaring sakit.Di dalam kamar utama yang luas, hawa dingin menyelinap melalui celah-celah jendela meskipun beberapa tungku pemanas telah dinyalakan. Tirai-tirai sutra merah keemasan menutupi jendela, membuat ruangan temaram meski matahari sudah merangkak naik di langit pagi. Di atas pembaringan megah berlapis sutra, Raja Yu Ping terbaring lemah. Wajahnya yang biasanya tegas dan berwibawa kini pucat, dengan lingkaran hitam di bawah matanya yang tertutup. Napasnya berat dan tidak teratur, kadang tersengal seolah setiap tarikan udara membutuhkan usaha besar. Keringat dingin membasahi dahinya meskipun udara di ruangan terasa sejuk.Di sam

  • SSSN 2 : LEGENDA PEDANG NAGA API   247. MERACUNI RAJA

    Paviliun Bulan Musim Gugur berdiri megah di sudut timur istana, dikelilingi oleh pohon-pohon maple yang daunnya mulai berubah kemerahan. Cahaya temaram dari lentera-lentera merah menyinari ruangan tengah paviliun dimana tiga sosok pangeran duduk mengelilingi meja bundar dari marmer."Sudah lama sekali kita tidak berkumpul seperti ini," ucap Qi Lung sambil menuangkan arak berwarna keemasan ke dalam tiga cawan porselen putih berukir naga. "Terakhir kali mungkin saat perayaan musim semi tahun lalu."Uap tipis mengepul dari cawan-cawan tersebut, membawa aroma manis arak berkualitas tinggi. Di atas meja tersaji berbagai hidangan mewah – daging angsa panggang dengan saus plum, ikan sungai dikukus dengan jahe, dan berbagai hidangan langka lainnya."Arak langka dari Wilayah Barat," Qi Lung mengangkat cawannya. "Hanya ada beberapa guci saja yang dikirim sebagai persembahan untuk Ayahanda."Zhen Yi menatap cairan di cawannya dengan ragu. Sebagai penghuni biara, ia sudah hampir tak pernah menyen

  • SSSN 2 : LEGENDA PEDANG NAGA API   246. SAMBUTAN PUTRA MAHKOTA

    Zhen Yi kembali berlutut, kali ini lebih dekat dengan tempat tidur. "Ibu, jangan berkata seperti itu. Zhen Yi hanya memiliki satu orang Ibu. Meskipun... meskipun Ibu mungkin tidak selalu memperlihatkan kasih sayang, Zhen Yi tahu Ibu peduli."Air mata Qi Yue makin deras mengalir, musuh besarnya melahirkan sosok pangeran berhati emas. Sementara dirinya melahirkan sosok pangeran berhati iblis. Seandainya waktu dapat diputar kembali, ia ingin memperbaiki semuanya. Tetapi nasi sudah menjadi bubur.***Setelah keluar dari kamar Putri Qi Yue, Zhen Yi tampak merenung. Ia melangkah pelan menyusuri koridor panjang istana yang dihiasi lampion-lampion merah. Tatapannya kosong, seolah pikirannya berada di tempat yang jauh.Yun Hao menepuk pundak Zhen Yi, menyadarkannya dari lamunan. "Apa yang kau pikirkan, adikku? Sejak keluar dari kamar Ibu, kau seperti orang yang kehilangan arwah."Zhen Yi menghela napas panjang. "Aku merasa Ibu ingin menyampaikan sesuatu padaku, tapi tidak bisa mengatakannya de

  • SSSN 2 : LEGENDA PEDANG NAGA API   245. AIR MATA PENYESALAN

    Lorong-lorong Istana bagian timur tampak lebih sunyi dari biasanya. Para dayang dan kasim berjalan hampir tak bersuara, seolah takut mengusik ketenangan yang rapuh di dalam istana tersebut. Berita tentang sakitnya Putri Qi Yue telah menyebar ke seluruh istana dan membuat suasana istana seperti sedang berkabung.Yun Hao melintas di koridor beratap yang menghubungkan paviliun utama dengan sayap timur istana. Di sampingnya, Zhen Yi mendampingi dengan wajah cemas. "Kakak, mengapa Ibu tidak pernah memberitahu kita bahwa beliau sedang sakit?" tanya Zhen Yi dengan suara tertahan. "Seandainya kau tidak memberitahuku, aku tak akan pernah tahu."Yun Hao menghela napas sedih, "Mungkin karena Ibu tak pernah menganggap kita ada. Tapi bagaimanapun dia adalah ibu kandung kita, meski mungkin nanti dia akan mengusir kau dan aku."Mereka berhenti di depan pintu kamar Putri Qi Yue yang tertutup rapat. Dua pengawal membungkuk hormat, lalu membukakan pintu untuk kedua pangeran.Aroma dupa wangi dan ram

  • SSSN 2 : LEGENDA PEDANG NAGA API   244. LAYANG-LAYANG TAKDIR

    Dedaunan bergoyang lembut dipermainkan angin semilir di taman istana saat Yu Ping berjalan sendirian di antara bunga-bunga yang mekar. Wajahnya tampak lelah, akhir-akhir ini banyak hal merisaukan hatinya. Sudah menjadi kebiasaan bagi sang Raja untuk menyendiri di taman setiap senja.Angin sore berhembus, membawa kenangan yang tak pernah pudar. Yu Ping menghela napas panjang, belasan tahun telah berlalu sejak kepergian Qing Ning, namun kerinduannya tak pernah surut. Setiap wanita yang hadir dalam hidupnya setelah itu hanyalah bayangan sementara, tak mampu mengisi kekosongan yang menganga di hati.Tiba-tiba, perhatiannya teralih oleh sesuatu yang melayang jatuh dari langit. Sebuah layang-layang berwarna merah cerah tersangkut di dahan pohon persik tak jauh darinya. Yu Ping menatapnya sejenak, kemudian memutuskan untuk mengabaikannya. Urusan layang-layang bukanlah hal yang patut diperhatikan oleh seorang raja."Maaf... bisakah Anda membantu mengambilkan layang-layang saya yang tersangkut

  • SSSN 2 : LEGENDA PEDANG NAGA API   243. ANAK DURHAKA

    Hari-hari berlalu dengan lambat di istana Negeri Qi. Musim gugur yang biasanya membawa warna-warna indah dan angin sejuk kini terasa berbeda bagi Raja Yu Ping. Setelah perayaan ulang tahunnya, sesuatu dalam diri sang raja telah berubah. Senyum yang biasa terukir di wajahnya kini jarang terlihat. Tatapannya sering menerawang jauh, pikirannya melayang entah kemana.Para menteri mulai berbisik-bisik, bertanya-tanya apa yang terjadi pada raja mereka. Yu Ping yang dulu selalu bersemangat saat pertemuan resmi, kini lebih banyak diam dan melamun. Keputusan-keputusan penting yang biasanya diambil dengan cepat dan tegas, kini membutuhkan waktu lebih lama.Di taman istana, Yu Ping duduk sendirian di bawah pohon plum, matanya menatap kolam ikan tanpa benar-benar melihatnya. Yang terbayang di pelupuk mata hanyalah sosok penari bercadar yang muncul di pesta ulang tahunnya—sosok yang begitu mirip dengan Qing Ning, cinta pertamanya yang telah meninggal."Tidak mungkin itu dia," bisiknya pada diri s

  • SSSN 2 : LEGENDA PEDANG NAGA API   242. SENJATA MAKAN TUAN

    Pangeran Qi Lung yang melihat ayahnya kembali ke aula dengan wajah sedih, segera menghampirinya."Ada apa, Ayah? Apakah ada sesuatu yang mengganggu pikiran Ayah?" tanya Qi Lung, berpura-pura khawatir.Yu Ping menggeleng pelan, tatapannya masih menerawang. "Tidak ada." Ia kemudian menatap putranya dengan sorot mata menyelidik. "Kemana kau pergi selama beberapa minggu terakhir? Tiba-tiba saja kau pulang dan memberiku kejutan ini."Qi Lung terdiam sejenak, otaknya berputar cepat mencari jawaban yang masuk akal. "Aku bepergian untuk melihat bagaimana kehidupan rakyat dan apa yang mereka butuhkan, Ayah," jawabnya dengan lancar. "Dalam perjalananku, aku bertemu dengan rombongan pemusik keliling. Kupikir mereka bisa menghibur Ayah di hari ulang tahunmu."Yu Ping menatap putranya lekat-lekat, berharap Qi Lung mengetahui banyak tentang Qing Ning. "Aku melihat seseorang dari rombongan itu. Seorang gadis yang pernah kukenal dulu.""Oh ya?" Qi Lung pura-pura terkejut. “Siapa gadis itu, Ayah?”"A

  • SSSN 2 : LEGENDA PEDANG NAGA API   241. SOSOK DARI MASA LALU

    Udara istana Negeri Qi dipenuhi aroma dupa wangi dan bunga-bunga segar. Suasana aula utama yang biasanya formal kini telah berubah menjadi tempat pesta yang meriah dengan hiasan-hiasan indah dan meja-meja yang dipenuhi hidangan lezat. Lilin-lilin berwarna keemasan menerangi ruangan, menciptakan suasana hangat dan mewah.Pangeran Qi Lung berjalan dengan langkah tenang melewati lorong-lorong istana, menuju ruang baca pribadi ayahandanya. Hatinya berdebar, bukan karena kegembiraan pesta, melainkan karena rencana besar yang sudah mulai bergerak."Ayahanda," Qi Lung memanggil sambil membungkuk hormat saat memasuki ruang baca.Raja Yu Ping mengangkat wajahnya dari gulungan yang sedang dibacanya. "Ada apa, Putraku?""Para menteri ingin membicarakan sesuatu yang penting dengan Ayahanda di aula utama," jawab Qi Lung dengan senyum yang disembunyikan.Yu Ping mengerutkan kening. "Malam-malam begini? Tidak bisakah menunggu sampai besok?""Ini sangat mendesak, Ayahanda. Mereka semua sudah menunggu

Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status