Share

SSSN 2 : LEGENDA PEDANG NAGA API
SSSN 2 : LEGENDA PEDANG NAGA API
Penulis: Evita Maria

1. PENJUAL MANISAN

Penulis: Evita Maria
last update Terakhir Diperbarui: 2024-09-09 22:36:54

Di kaki Gunung Lu yang menjulang, musim semi menghamparkan keindahannya. Ribuan bunga pohon plum bermekaran, kelopak-kelopaknya yang berwarna merah muda dan putih seakan menari tertiup angin semilir.

Di tengah pemandangan memesona itu, seorang anak laki-laki berusia tujuh tahun terlihat sibuk memetik buah-buah plum yang ranum. Rambut hitamnya yang berantakan sesekali tertiup angin. Ia mengenakan pakaian sederhana, sedikit kusam oleh debu dan keringat.

"Du Fei … Du Fei! Di mana kau, Nak?”

Anak laki-laki yang dipanggil Du Fei itu menoleh ke arah sumber suara. Mata bulatnya berbinar-binar mengenali suara yang sangat ia kenal.

"Ibu, aku di sini!" teriak Du Fei kecil dengan suara kanak-kanaknya yang khas.

Saat sosok ibunya mulai terlihat di balik rimbunnya pepohonan, Du Fei berlari kecil menghampirinya. Keranjang di tangan berayun-ayun mengikuti irama gerakannya..

"Lihat, Ibu! Hasil petikan ku makin hari makin banyak!" seru Du Fei mengangkat keranjangnya tinggi-tinggi, memamerkan buah-buah plum yang terlihat ranum di bawah sinar matahari. Senyum lebarnya menampakkan deretan gigi susu yang rapi, dengan satu celah kecil di bagian depan - tanda bahwa ia sedang dalam masa pergantian gigi.

Melihat hasil kerja keras putranya, sang Ibu memasang mimik kagum yang tulus. Matanya yang lembut membelalak takjub, alisnya terangkat tinggi, dan bibirnya yang ranum terbuka membentuk huruf 'O' kecil. Ekspresinya memancarkan kebanggaan dan kasih sayang yang mendalam.

"Wah, Du Fei sayang! Kau benar-benar anak yang rajin dan berbakat!" puji sang Ibu. Ia berlutut di hadapan Du Fei, menyejajarkan pandangannya dengan sang anak. Tangannya mengusap kepala Du Fei dengan penuh kasih sayang.

"Apakah kau lupa hari ini kita harus ke kota berjualan manisan?" tanya Qing Ning, matanya menatap lembut Du Fei kecil. Wanita cantik ini, yang tak lain adalah cucu mendiang ketua Hoa San, meski sudah berusia 27 tahun dan hidup bersahaja, namun aura kecantikannya tetap terpancar.

Du Fei, dengan mata sendu menjawab , "Maafkan Du Fei, menyusahkan Ibu!"

Qing Ning tertawa kecil mendengar jawaban putranya. "Ayo cepat bergegas sebelum hari keburu siang!" ujarnya sambil menyentil dagu Du Fei dengan gemas.

Perjalanan menuju kota cukup jauh dan menantang, terutama dengan berjalan kaki. Mereka harus melewati hutan yang membentang beberapa kilometer, dengan pepohonan rimbun dan sesekali suara binatang liar yang terdengar samar-samar.

Du Fei, meskipun masih kecil, menunjukkan ketangguhan yang luar biasa. Kebiasaan berjalan jauh yang telah ia lakukan sejak berusia lima tahun telah menempa tubuh mungilnya menjadi kuat dan tangguh. Wajahnya yang berseri-seri tak menunjukkan tanda-tanda kelelahan, justru pancaran semangat dan kegembiraan terpancar jelas dari sorot matanya yang jenaka.

Hari mulai siang saat mereka memasuki kota Xiuxiang. Suasana kota terasa hidup, jalanan dipenuhi oleh para pedagang dari berbagai daerah..

Qing Ning dan Du Fei bergegas menuju ke pasar, kaki-kaki mereka melangkah cepat di atas jalanan berbatu . Sesampainya di tempat berjualan, mereka disambut oleh barisan pelanggan yang sudah menanti -sebagian besar, anehnya, adalah laki-laki- dengan sorot mata penuh harap.

"Aih, Nona, mengapa terlambat? Kami sudah menunggu dari tadi ingin bertemu denganmu!" protes seorang pelanggan yang berdiri di barisan antrian terdepan. Suaranya terdengar tidak sabar, namun ada nada gembira yang tak bisa disembunyikan.

Tiba-tiba, ia menyadari tatapan aneh dari para pedagang wanita di sekitarnya. Wajahnya memerah, lalu buru-buru meralat ucapannya, "Eh, maksudku ... ingin membeli manisanmu!"

Qing Ning menanggapi dengan senyuman manis, ia meletakkan keranjang manisan di atas sebuah meja bambu. "Maaf, Tuan ... kami kesiangan!" ucapnya dengan suara merdu yang membuat beberapa pelanggan pria menahan napas.

"Tidak apa-apa, berikan aku sepuluh manisan!" Pelanggan tadi tersenyum genit, matanya tak lepas memandang wajah cantik Qing Ning. Namun, wanita itu dengan cerdik berpura-pura tidak menyadari, sibuk memasukkan manisan ke dalam kantung kertas dengan cekatan.

Ketika Qing Ning hendak menyerahkan kantung yang sudah terisi, pria tersebut mengulurkan tangannya, berniat menyentuh jemari lentik sang penjual manisan. Namun, Du Fei yang waspada segera bertindak. Dengan gerakan cepat dan lincah, ia mengambil alih kantung itu dari tangan ibunya.

"Ini, Paman!" seru Du Fei riang, menyodorkan kantung manisan kepada si pelanggan. Senyumnya lebar dan polos, tak menyadari kekecewaan yang terpancar di wajah pria itu.

Pelanggan tersebut mendengus pelan, gemas bercampur kesal. "Dasar, Anak pengganggu!" desisnya nyaris tak terdengar. Dengan setengah hati, ia menyerahkan beberapa keping perak ke tangan kecil Du Fei, lalu berbalik pergi.

Du Fei, masih dengan senyum lebarnya, melambaikan tangan pada pelanggan yang menjauh itu. Sementara Qing Ning tersenyum, matanya memancarkan rasa bangga pada kecerdikan putranya. Ia mengusap kepala Du Fei dengan penuh kasih sayang, membuat anak itu terkikik geli.

Hari itu pun berlanjut, dengan Qing Ning dan Du Fei melayani pelanggan demi pelanggan. Manisan plum mereka laris manis, tidak hanya karena rasanya yang lezat, tetapi juga karena pesona tak tertahankan dari sang penjual cantik dan putranya yang menggemaskan.

Dalam waktu singkat, keranjang Qing Ning telah kosong. Manisan plum mereka ludes terjual, meninggalkan aroma manis yang samar di udara. Kesuksesan ini, alih-alih memicu kegembiraan, justru memancing kecemburuan dari para pedagang di sekitar mereka, terutama para wanita yang merasa tersaingi.

"Dasar wanita penggoda, bergenit-genit dengan pelanggan laki-laki supaya mereka mengeluarkan uangnya!" sindir pedagang bakpao di sebelah kanan Qing Ning. Suaranya sinis dan cukup keras untuk didengar oleh siapapun di sekitar mereka.

"Benar, mentang-mentang cantik, menghalalkan segala cara untuk memperoleh uang ... tidak tahu malu!" Pedagang di sebelah kiri menimpali dengan nada mencemooh. Matanya menyipit penuh kebencian saat melirik ke arah Qing Ning.

Mereka melirik Qing Ning dengan tatapan merendahkan, seolah-olah ia adalah kotoran di sepatu mereka. Qing Ning, meski hatinya terluka, berusaha keras menjaga ekspresinya tetap tenang. Hinaan-hinaan seperti ini bukan hal baru baginya, namun tetap saja terasa menyakitkan setiap kali ia mendengarnya.

Tanpa mengucapkan sepatah kata pun untuk membalas cercaan mereka, Qing Ning mulai berkemas. "Du Fei, ayo kita pulang," ujarnya pada sang putra, berusaha menyembunyikan getaran dalam suaranya.

Tergesa-gesa, Du Fei tak sengaja menabrak seorang pria setengah baya mengenakan pakaian pejabat daerah berwarna merah tua. Pakaian itu tampak mahal dan mencolok di antara kerumunan pasar.

"Maafkan anak saya, Tuan!" Qing Ning segera membungkuk dalam-dalam, rambut hitamnya yang tergerai sedikit menutupi wajahnya yang cantik.

"Ah, tidak apa-apa!" Pria itu terkekeh pelan, namun ada sesuatu dalam tawanya yang tidak tulus. Matanya menatap Qing Ning dengan cara yang membuat wanita itu merasa tidak nyaman. "Siapakah nama Nyonya? Sepertinya bukan berasal dari sini."

Qing Ning merasakan firasat buruk menyergap hatinya. "Nama saya Mei dari desa sebelah," jawabnya singkat. Tangannya menggenggam erat jemari kecil Du Fei, seolah berusaha melindunginya dari bahaya yang tak kasat mata.

"Kau boleh memanggilku Pejabat Yuan," ujar pria itu, senyumnya melebar namun mata berkilat penuh nafsu. "Bisakah kita berbincang dulu sambil makan bersama di rumah makan terbaik di kota ini?"

"Maaf, saya harus pulang!" tolak Qing Ning dengan halus namun tegas. Tanpa menunggu respon, ia menarik tangan Du Fei, bergegas meninggalkan kota.

Pejabat Yuan menatap punggung Qing Ning yang menjauh, senyum sinis terkembang di wajahnya yang mulai menua. "Jangan kira kau bisa lolos dariku!" gumamnya pelan seolah bicara pada diri sendiri, suaranya penuh ancaman. "Tak ada sesuatu pun yang kuinginkan tak dapat kumiliki."

Sementara itu, Qing Ning dan Du Fei terus berjalan cepat, meninggalkan hiruk pikuk kota di belakang mereka. Qing Ning merasakan kelegaan mulai menyelimuti hatinya seiring jarak yang semakin jauh dari kota.

Ketika melintasi jalan setapak di tepi hutan yang rimbun, telinga Qing Ning yang terlatih menangkap suara langkah-langkah kaki asing mengikuti mereka. Suara itu samar, namun cukup jelas untuk memicu kewaspadaannya.

"Du Fei, kita harus bergegas," bisiknya lembut. Mereka berdua mempercepat langkah, nyaris berlari.

Di belakang mereka, Pejabat Yuan muncul dari balik pepohonan, bergerak dengan gesit. Ia mengejar Qing Ning dan Du Fei, namun kehilangan jejak ketika ibu dan anak itu berbelok tajam di tikungan yang tersembunyi di balik semak belukar.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Sabam Silalahi
mantap bah
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • SSSN 2 : LEGENDA PEDANG NAGA API   2. FIRASAT BURUK

    Pria itu berhenti beberapa saat lamanya sebelum kemudian berbalik arah dan kembali ke tempat ia tadi datang.Setelah memastikan Pejabat Yuan telah pergi, Qing Ning keluar dari persembunyian di balik pohon besar, tangan masih menggenggam erat Du Fei. Napasnya terengah-engah karena panik dan tegang. Tanpa mereka sadari, pria yang menguntit tadi telah menebarkan serbuk jejak yang halus dan tak terlihat di atas tanah."Ibu, siapa orang itu?" tanya Du Fei, matanya yang besar penuh dengan keingintahuan dan sedikit ketakutan.Qing Ning menghela napas panjang, berusaha menenangkan dirinya sebelum menjawab, "Sepertinya bukan orang baik, Du Fei. Kita harus lebih berhati-hati mulai sekarang."Tiba-tiba, wajah Du Fei berubah serius. "Ibu, aku ingin belajar ilmu bela diri dan menjadi pendekar terkuat di dunia agar bisa melindungi Ibu!" serunya dengan semangat kekanak-kanakan yang menggemaskan.Namun, reaksi Qing Ning sungguh di luar dugaan. "Tidak boleh!" bentaknya tiba-tiba, suaranya bergetar pen

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-09
  • SSSN 2 : LEGENDA PEDANG NAGA API   3. TERJEBAK API

    Pejabat Yuan, yang sudah kehilangan kesabarannya, mulai meledak . "Aku tak peduli dia cucu siapa!" bentaknya dengan nada arogan. Matanya berkilat-kilat penuh nafsu dan kemarahan, "Bahkan seandainya dia cucu dewa langit pun, kalau aku menginginkannya, maka dia harus jadi milikku!" Tanpa menunggu diperintah dua kali, Bian Fu melompat ke arena pertarungan.Qing Ning yang baru saja berhasil memukul mundur empat penyerangnya, tiba-tiba merasakan bahaya yang jauh lebih besar mendekat. Ia berbalik tepat pada waktunya untuk melihat bayangan hitam melesat ke arahnya."Nona Qing Ning, apa kabar?" sapa Bian Fu dengan senyuman licik yang membuat bulu kuduk Qing Ning meremang. Wajahnya yang dicat putih tampak menyeramkan di bawah cahaya bulan, seperti topeng iblis yang muncul dari kegelapan.Qing Ning merasakan jantungnya seolah berhenti berdetak. Bukan hanya karena penampilan Bian Fu yang mengerikan, tetapi juga karena pria itu mengetahui namanya. Nama yang telah lama ia kubur bersama masa lalu

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-09
  • SSSN 2 : LEGENDA PEDANG NAGA API   4. LUKA BAKAR

    Bian Fu, yang tadinya menikmati penderitaan Qing Ning, seketika menegakkan tubuhnya. Dengan gerakan perlahan, ia menggerakkan dagu ke arah suara itu.Tak jauh dari tempat Qing Ning tertelungkup, berdiri dua sosok pria tua. Meski sudah tua, postur tubuh keduanya tetap tegap dan gagah. Sorot mata mereka tajam menantang, siap mengadu nyawa..Bian Fu merasakan darahnya seolah membeku. Ia mengenali kedua sosok itu, keringat dingin mengalir di punggungnya."Xun Huan!" Suara Bian Fu tercekat di tenggorokan saat menyebut nama pria pertama. Matanya kemudian beralih pada sosok di samping Xun Huan, dan ia kembali terkesiap. "Ru Chen!"Kedua nama itu adalah legenda dalam dunia persilatan. Xun Huan, ketua sekte Bu Tong Pai dan Ru Chen, ketua sekte Pedang Langit yang terkenal bukan hanya sebagai ketua sekte aliran putih tertinggi, tetapi juga pahlawan kerajaan Qi karena pernah berjuang bersama mempertahankan Perbatasan Timur."Bagus kalau kau masih ingat!" Ru Chen menyahut, senyum sinis menghiasi w

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-09
  • SSSN 2 : LEGENDA PEDANG NAGA API   5. CERITA KUNO

    Sinar mentari pagi menembus melalui celah-celah dinding anyaman bambu sebuah pondok sederhana di lereng Gunung Tai Shan. Di dalam sebuah bilik kecil, di sudut ruangan, di atas sebuah dipan kayu sederhana yang dilapisi tikar rumput, terbaring sosok kecil Du Fei.Seluruh tubuh bocah itu, dari ujung kaki hingga kepala, terbungkus rapat oleh perban putih. Perban-perban ini telah dilumuri dengan ramuan ganggang laut, mutiara, dan ginseng seribu tahun, menghasilkan aroma yang tajam namun juga menenangkan.Empat belas hari telah berlalu sejak kejadian naas itu. Selama itu pula, Du Fei terbaring tak sadarkan diri, seolah tenggelam dalam tidur panjang yang tak berujung. Qing Ning, sang ibu, dengan setia merawat putranya tanpa kenal lelah tanpa mempedulikan lukanya sendiri. Ia mengganti perban, mengoleskan obat, dan membisikkan doa-doa pengharapan di telinga Du Fei setiap hari.Xun Huan dan Ru Chen juga sibuk mencari dan membawakan bahan ramuan, serta memberikan dukungan moral pada Qing Ning ya

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-09
  • SSSN 2 : LEGENDA PEDANG NAGA API   6. MENENTANG LANGIT

    Dengan hati-hati, Tabib Sakti Shen Yi mulai membuka perban yang membalut tubuh Du Fei. Jemari tuanya bergerak dengan hati-hati, seolah takut menyakiti kulit yang masih sensitif. Setiap lapisan kain yang terlepas membuat jantung Qing Ning berdebar semakin kencang.Ketika perban terakhir di bagian kepala dilepaskan, ruangan itu dipenuhi oleh tarikan napas tertahan. Wajah Du Fei yang dulunya mulus, kini terpampang bekas luka bakar yang menyerupai sisik ikan. Pola unik itu ada di area pipi kiri dan pipi kanannya, berwarna merah kehitaman.Qing Ning tanpa sadar melayangkan tangan ke mulutnya yang menganga, menutupi keterkejutan yang tak mampu ia sembunyikan. Matanya yang indah seketika berkaca-kaca, menyaksikan perubahan drastis pada wajah putra satu-satunya yang begitu ia kasihi.Tanpa mengucapkan sepatah kata pun

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-18
  • SSSN 2 : LEGENDA PEDANG NAGA API   7. PENGORBANAN IBU

    Qing Ning terdiam, matanya menekuri cahaya lilin di atas meja. Ia tak tahu bagaimana harus menjawab penawaran dari sahabat kakeknya yang baik hati ini. Di satu sisi, ia membutuhkan perlindungan, namun di sisi lain, kecemasannya akan masa depan Du Fei masih menghantuinya."Apakah kau tidak bersedia?" Xun Huan bertanya lagi, suaranya penuh pengertian.Qing Ning mengangkat wajahnya, menatap Xun Huan dengan mata berkaca-kaca. "Bukan begitu," jawabnya lirih, suaranya serak. "Aku sangat berterima kasih atas kebaikan Anda, tetapi …," ia berhenti sejenak, menarik napas dalam-dalam. "Aku tidak ingin Du Fei mengenal dan belajar ilmu bela diri."Xun Huan mengangguk paham, wajahnya serius namun penuh empati. "Aku berjanji," ujarnya tegas, "tidak akan mengajarkan ilmu apapun kepada putramu bila itu yang kau inginka

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-18
  • SSSN 2 : LEGENDA PEDANG NAGA API   8. PENOLAKAN

    Dari dalam saku bajunya, Xun Huan mengeluarkan sebuah penutup wajah yang terbuat dari kain halus berwarna biru gelap. Dengan hati-hati, ia memasangkan penutup wajah itu pada Du Fei, menutupi pipinya yang bersisik."Nah, bagaimana? Lebih nyaman?" tanya Xun Huan dengan senyum kebapakan.Du Fei mengangguk, matanya yang polos memancarkan rasa terima kasih yang dalam. Meski penutup wajah itu sedikit mengganggu, ia merasa jauh lebih tenang, tahu bahwa kini ia bisa berbaur tanpa menarik perhatian berlebihan."Terima kasih, Kakek Xun," ucap Du Fei riang.Xun Huan menepuk pundak Du Fei dengan penuh kasih sayang. "Ingatlah, Nak. Apa yang ada di wajahmu tidak menentukan siapa dirimu. Yang penting adalah apa yang ada di dalam hatimu. Menanam kebaikan, kelak akan menuai kebahagiaan."

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-18
  • SSSN 2 : LEGENDA PEDANG NAGA API   9. PAMAN MISTERIUS

    Du Fei terbangun oleh guncangan keras di bahunya. Lin Mo berdiri di samping tempat tidur, wajah ssang senior dipenuhi kebencian yang tidak ia pahami."Ikut aku!" perintah Lin Mo, menarik tangannya kasar.Du Fei, masih setengah mengantuk dan kebingungan, tersandung-sandung mengikuti Lin Mo. Mereka melewati lorong-lorong gelap hingga tiba di sebuah pintu kayu usang.Lin Mo mendorong pintu itu terbuka, menampakkan ruangan berdebu yang dipenuhi barang-barang usang. Bau apak menyeruak, membuat Du Fei terbatuk-batuk."Mulai hari ini kau tidur di gudang!" Lin Mo melemparkan selimut dan tikar tidur ke lantai berdebu.Du Fei menatap Lin Mo dengan mata berkaca-kaca. "Apakah aku melakukan kesalahan, Kakak Lin?" tanyanya lirih, menahan t

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-19

Bab terbaru

  • SSSN 2 : LEGENDA PEDANG NAGA API   205. UPAH SEORANG PENGKHIANAT

    Kabut kelabu tiba-tiba muncul dari segala arah, menyelimuti rombongan Du Fei dan Jenderal Lo yang sedang menuruni gunung. Kabut itu tidak wajar—terlalu pekat dan bergerak melawan angin, seperti memiliki kehendak sendiri."Kabut sihir!" Du Fei berseru, berusaha menghalau kabut dengan mengibaskan tangannya, "hati-hati! Tetap bersama!"Akan tetapi kabut sihir tersebut bergerak dengan sangat cepat dan memisahkan mereka. Du Fei merasakan tangan Yun Hao yang menggenggam jubahnya terlepas. "Yun Hao!" teriaknya, tapi suaranya teredam oleh kabut yang seakan menelan segala bunyi."Tetap tenang," bisik Dilong dari dalam pedang. "Kabut ini tidak berbahaya secara langsung. Hanya bermaksud mengacaukan."Du Fei mengangguk, mengatur nafasnya. Dengan pedang naga api sebagai pemandu, ia mulai menyusuri jalan. Kabut sihir ini pasti buatan seseorang—ia mulai menduga penyihir dari Negeri Wu pelakunya.Setelah beberapa saat berjalan mencari kelompoknya kembali, kaki Du Fei tersandung sesuatu. Ia menunduk,

  • SSSN 2 : LEGENDA PEDANG NAGA API   204. MENJADI PEMBELOT

    PLAKK!Tamparan keras Jenderal Lo mendarat di pipi A Lung. Suaranya menggema di keheningan hutan, meninggalkan bekas telapak tangan kemerahan di wajah prajurit muda itu."Lancang!" geram Jenderal Lo, matanya menyala-nyala. "Kau telah melanggar sumpah kesetiaan pada kerajaan!"A Lung memegangi pipinya yang panas, matanya berkaca-kaca menahan marah dan malu. Tanpa kata-kata lagi, ia berbalik dan berlari masuk ke dalam hutan lebat, menghilang di balik rimbunnya dedaunan."Biarkan dia pergi!" Chang Kong menghela nafas. "Kalau dia tidak menghormati anggota kerajaan, maka dia tak layak menjadi pasukan khusus istana."Du Fei menatap ke arah menghilangnya A Lung dengan pandangan prihatin. "Kebencian seperti itu tidak lahir begitu saja. Ada yang tidak kita ketahui tentang hubungannya dengan masa lalu ayah kita."Yun Hao mengamati Plakat Naga Emas di tangannya sebelum menyimpannya kembali dengan hati-hati, "Sebaiknya kita segera kembali ke kotaraja. Yang Mulia Yu Ping pasti sudah menunggu kabar

  • SSSN 2 : LEGENDA PEDANG NAGA API   203. MENGUNGKAP IDENTITAS DIRI

    "Terima kasih, adikku," Xie She Tai Tai berbisik, tangannya mencengkeram jantung Zhi Zhu yang masih berdenyut. "Pengorbananmu tidak akan sia-sia."Tubuh Zhi Zhu bergetar hebat, matanya satu per satu meredup seperti lilin yang dipadamkan. Mulutnya terbuka, menjerit tanpa suara saat Xie She Tai Tai menarik keluar jantungnya dalam satu sentakan kuat.Darah menyembur ke segala arah, membasahi dinding gua dengan warna merah pekat. Tubuh Zhi Zhu melunglai, kaki-kakinya mengerut seperti daun kering.Xie She Tai Tai tidak memakan jantung itu. Sebaliknya, ia mulai merapal mantra dalam bahasa siluman. Jari-jarinya menari di udara, menciptakan simbol-simbol kuno yang bersinar ungu."Jiwa bersatu dengan jiwa, daging bersatu dengan daging," ia menggumamkan mantra. "Berikan kekuatanmu padaku!"Dengan kedua tangannya, ia memegang jantung Zhi Zhu yang masih berdenyut lemah dan perlahan mendekatkannya ke luka menganga di dadanya sendiri. Jantung itu seolah tertarik oleh kekuatan magis, melayang di uda

  • SSSN 2 : LEGENDA PEDANG NAGA API   202. TUMBAL

    "Kau benar," Yun Hao bangkit berdiri, tubuhnya sudah jauh lebih kuat. "Ayo kita pergi. Kuharap mereka masih baik-baik saja."Bersama, dua bersaudara itu melangkah keluar dari istana Kristal Hitam."Apakah kita akan melepaskan kedua siluman itu begitu saja, Kak?" Yun Hao menoleh ke arah istana kristal hitam yang kini tampak suram di bawah cahaya fajar."Untuk saat ini ya," Du Fei mengangguk, pedang naganya berpendar lembut di tangannya. "Siluman Ular Kalajengking terluka parah. Butuh seratus tahun bertapa untuk memulihkan kekuatan yang hilang. Sedangkan Siluman Laba-laba tak bisa berbuat banyak tanpa saudarinya. Gunung ini aman untuk sementara waktu."Yun Hao mengangguk, lalu melempar pandang ke atas dengan ragu. Tebing curam di hadapan mereka tampak mustahil untuk didaki."Bagaimana kita naik ke atas?" Yun Hao mengamati dinding jurang yang nyaris vertikal.Du Fei tersenyum, "Jangan cemas, aku tak akan meninggalkanmu, Adik Yun."Ia meraih pergelangan tangan Yun Hao. Dengan satu lompata

  • SSSN 2 : LEGENDA PEDANG NAGA API   201. PERTEMUAN KAKAK ADIK

    Du Fei melepaskan Pedang Naga Api, membiarkannya melayang di atas tubuh Yun Hao. Dengan gerakan cepat, ia menggores telapak tangannya. Darah mengalir dari luka, menetes ke bilah pedang yang menyala."Api Suci, murnikanlah darah ini," Du Fei memejamkan mata, memusatkan energinya.Api keemasan menyelimuti darah yang menetes, mengubahnya menjadi cairan berkilau seperti emas cair. Dengan lembut Du Fei membuka bibir Yun Hao. "Kembali padaku, Adik!" bisiknya, meneteskan cairan dari ujung Pedang Naga Api itu ke mulut Yun Hao.Sedetik dua detik tak ada reaksi apapun, namun di detik ketiga tiba-tiba tubuh Yun Hao menegang seperti busur yang ditarik. Punggungnya melengkung ke atas, matanya terbuka lebar. Dari mulut, hidung, dan telinganya keluar asap hitam dengan suara mendesis— pertanda sihir pemikat sedang dikeluarkan secara paksa."ARGH!" jeritan pertama Yun Hao bergema di seluruh ruangan. Tubuhnya bergetar hebat, warna iris matanya berubah-ubah—dari merah darah perlahan kembali ke warna as

  • SSSN 2 : LEGENDA PEDANG NAGA API   200. MELAWAN PENGARUH SIHIR

    Pusaran energi itu melesat ke arah Du Fei. Namun pemuda itu tetap tenang, pedangnya teracung ke depan."Api Pemurnian!"Bilah Pedang Naga Api berubah menjadi cahaya putih menyilaukan. Du Fei menusukkan pedang ke dalam pusaran energi hitam. Kedua kekuatan beradu, menciptakan gelombang energi yang mengguncang seluruh istana.BLARR!Cahaya putih berhasil membelah pusaran hitam dan menghantam telak tubuh Xie She Tai Tai. Siluman itu menjerit kesakitan, tubuhnya terpental hingga menabrak dinding kristal. Darah hitam mengucur dari luka menganga di dadanya."KAKAK!" Zhi Zhu menjerit ngeri. Ia menatap Du Fei dengan campuran ketakutan dan kebencian. Lalu pandangannya beralih pada Yun Hao yang masih berdiri kaku di altar."Suamiku!" perintah Siluman Laba-laba betina sambil menunjuk ke arah Du Fei. "Bunuh dia! Bunuh penyerang ini!"Wajah Yun Hao dingin tanpa ekspresi. Perlahan ia mengambil pedang yang berada di atas meja altar, lalu berbalik menghadap Du Fei."Yun Hao, sadarlah!" Du Fei menurunk

  • SSSN 2 : LEGENDA PEDANG NAGA API   199. MENGUASAI PEDANG NAGA API

    "Kendalikan apinya, Du Fei!" suara Dilong menggema. "Api bukan hanya elemen penghancur, tapi juga pemberi kehidupan. Rasakan iramanya, dengarkan bisikannya."Du Fei memejamkan mata, perlahan ia merasakan denyut kehidupan dalam api - seperti detak jantung makhluk hidup. Tubuhnya mulai bergerak mengikuti irama itu, tangannya terangkat dalam gerakan melingkar yang anggun."Ya ... seperti itu," Dilong terbang mengelilinginya. "Api adalah perpanjangan jiwamu, bukan musuhmu."Jari-jari Du Fei bergerak lembut, seperti menari. Api putih merespon, berubah dari kobaran liar menjadi pusaran elegan yang mengikuti gerakan tangannya. Panas yang tadinya menyiksa kini terasa seperti aliran kehangatan yang menyenangkan."Luar biasa," bisik Dilong takjub.Du Fei membuka mata. Pandangannya berubah - ia bisa melihat setiap percikan, setiap lidah api sebagai entitas tersendiri. Dengan satu gerakan tegas, ia mengarahkan sebagian api membentuk lingkaran di sekeliling tubuhnya. Dengan gerakan lain, ia memeri

  • SSSN 2 : LEGENDA PEDANG NAGA API   198. DEWA NAGA DILONG

    "Namaku Dilong," naga mungil itu terbang mengelilingi kepala Du Fei, "aku yang menyelamatkanmu dari kobaran api Sumur Suci.""Dewa Naga?" Du Fei mengamati makhluk ajaib itu dengan takjub. Sisik-sisiknya berkilau seperti permata di bawah cahaya api hitam. "Tapi mengapa kau menyelamatkanku?""Karena sudah ribuan tahun aku menantikan orang sepertimu," Dilong hinggap di telapak tangan Du Fei. “Seseorang yang memiliki hati bersih dan tekad kuat untuk melindungi yang lemah.”Du Fei menatap sang naga dengan mata membelalak, “Apakah kau penjaga Pedang Naga Api yang dicari banyak orang dari dunia persilatan bahkan negeri lain?”“Bukan hanya penjaga,” Naga Dilong terbang ke tengah perisai kristal, “Aku adalah Pedang Naga Api itu sendiri.”Du Fei menggeleng kebingungan, “Bagaimana bisa?”"Selama menjaga Pedang Naga Api, seiring waktu, jiwaku dan jiwa Pedang Naga Api telah menyatu.""Lalu di mana pedangnya?"Dilong tertawa kecil, “Pedang hanyalah bentuk fisik dari kekuatan sejati. Mereka semua se

  • SSSN 2 : LEGENDA PEDANG NAGA API   197. BISA ULAR PEMIKAT

    Mata Zhi Zhu melebar, bibirnya menyunggingkan senyum kejam. "Ah! Kenapa tidak terpikirkan olehku? Kakak memang yang terpintar!""Tidak …," Yun Hao berbisik pada diri sendiri, perasaan ngeri menyergapnya. Membayangkan diri menjadi budak nafsu siluman membuat perutnya mual."Oh, lihat wajah ketakutannya!" Zhi Zhu terkikik seraya mengerling ke arah Yun Hao. "Aku sudah tak sabar melihatmu merangkak memohon cintaku, Tampan."Yun Hao memejamkan mata, memusatkan seluruh tenaga dalamnya. 'Aku harus bebas!' Ia merasakan aliran chi mengalir deras dalam pembuluh darahnya, mencari celah dalam ikatan benang perak."Tunggu sebentar, Bocah!" Xie She Tai Tai meliukkan tubuh ularnya menuju ruang racun. "Akan kuambilkan ramuan special untukmu.""Dan aku akan menyiapkan sarang cinta kita," Zhi Zhu mengusap pipi Yun Hao dengan jari lentiknya. "Jangan kemana-mana, Calon Suamiku!"Setelah kedua siluman kejam itu menghilang, Yun Hao mulai menggerakkan tubuhnya yang kaku. Benang perak melilit erat, setiap ge

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status