Share

2. FIRASAT BURUK

Penulis: Evita Maria
last update Terakhir Diperbarui: 2024-09-09 22:41:52

Pria itu berhenti beberapa saat lamanya sebelum kemudian berbalik arah dan kembali ke tempat ia tadi datang.

Setelah memastikan Pejabat Yuan telah pergi, Qing Ning keluar dari persembunyian di balik pohon besar, tangan masih menggenggam erat Du Fei. Napasnya terengah-engah karena panik dan tegang. Tanpa mereka sadari, pria yang menguntit tadi telah menebarkan serbuk jejak yang halus dan tak terlihat di atas tanah.

"Ibu, siapa orang itu?" tanya Du Fei, matanya yang besar penuh dengan keingintahuan dan sedikit ketakutan.

Qing Ning menghela napas panjang, berusaha menenangkan dirinya sebelum menjawab, "Sepertinya bukan orang baik, Du Fei. Kita harus lebih berhati-hati mulai sekarang."

Tiba-tiba, wajah Du Fei berubah serius. "Ibu, aku ingin belajar ilmu bela diri dan menjadi pendekar terkuat di dunia agar bisa melindungi Ibu!" serunya dengan semangat kekanak-kanakan yang menggemaskan.

Namun, reaksi Qing Ning sungguh di luar dugaan. "Tidak boleh!" bentaknya tiba-tiba, suaranya bergetar penuh emosi. Wajahnya berubah merah padam, "selamanya kau tidak boleh menyentuh senjata!"

Du Fei tersentak kaget, matanya seketika berkaca-kaca. Ia belum pernah melihat ibunya semarah ini. "Ibu," bisiknya lirih, suaranya bergetar menahan tangis.

Melihat ketakutan di mata putranya, Qing Ning tersadar akan reaksinya yang berlebihan. Rasa bersalah seketika menyelimuti hatinya. Ia segera berlutut, memeluk Du Fei erat-erat.

"Maafkan Ibu, Du Fei," bisiknya lembut, suaranya kini penuh penyesalan. "Ibu hanya menginginkan dirimu selamat. Pedang dan senjata sejenisnya ... mereka hanya akan mencelakakan dirimu."

Du Fei hanya bisa mengangguk pelan, masih terisak dalam pelukan Qing Ning. Ia tak mengerti, namun percaya sepenuhnya pada sang Ibu.

Qing Ning mengelus rambut Du Fei, berusaha menenangkan putranya sekaligus dirinya sendiri. Dalam hati, ia berdoa agar masa lalu yang telah ia tinggalkan tidak akan pernah menyusul dan menghancurkan kehidupan damai yang telah dibangun bersama Du Fei.

Tanpa disadari oleh Qing Ning, setiap langkahnya meninggalkan jejak samar dari serbuk yang telah ditaburkan oleh Pejabat Yuan sebelumnya. Jejak-jejak ini, nyaris tak terlihat oleh mata telanjang, membentang seperti benang tak kasat mata menuju pondok mereka yang sederhana.

Malam menyelimuti pondok kecil di tengah hutan, kegelapan merayap masuk melalui celah-celah jendela. Cahaya remang dari lilin yang bergoyang lembut menciptakan bayangan-bayangan yang menari di dinding kayu. Qing Ning, dengan perasaan gelisah menuntun Du Fei ke pembaringan.

"Tidurlah, Du Fei!" Ia berbisik sambil menyelimuti tubuh mungil putranya. "Besok kita akan bangun pagi-pagi."

Du Fei mengangguk patuh, matanya yang berat perlahan terpejam. Dalam hitungan detik, napasnya menjadi teratur, menandakan ia telah terlelap.

Qing Ning, alih-alih segera tidur, terduduk di tepi ranjang. Firasat buruk, seperti awan gelap, menyelimuti hatinya.

Wanita itu menoleh ke arah jendela, menatap rembulan yang bersinar terang di langit malam. Cahaya yang keperakan menerangi wajahnya yang cantik namun diliputi kekhawatiran.

'Kami tidak bisa tinggal di sini lebih lama,' batinnya dengan tekad yang kuat. 'Besok pagi-pagi sekali, aku harus mengajak Du Fei pergi dari sini. Kami harus mencari tempat tinggal baru, tempat yang lebih aman.'

Meski hatinya berat memikirkan harus meninggalkan pondok yang telah menjadi rumah mereka selama bertahun-tahun, Qing Ning tahu ini adalah keputusan yang tepat. Keselamatan Du Fei adalah prioritas utamanya.

Perlahan, rasa kantuk mulai menyergap. Qing Ning akhirnya menyerah pada kelelahan, berbaring di ranjangnya. Tak lama kemudian, ia pun terlelap.

Keheningan malam tiba-tiba terpecah oleh suara langkah-langkah kaki yang mengendap-endap mendekati pekarangan pondok. Qing Ning, yang tidurnya selalu waspada, terbangun seketika. Jantungnya berdegup kencang, firasat buruk yang menghantuinya sejak sore kini terasa semakin nyata.

Dengan gerakan cepat namun hati-hati agar tidak membangunkan Du Fei, Qing Ning bergegas keluar dari pondok. Udara malam yang dingin menyergap kulitnya, namun bukan itu yang membuatnya gemetar.

Di hadapannya, berdiri Pejabat Yuan, kini ditemani oleh seorang pria berbaju serba hitam dengan wajah dicat putih seperti hantu, dan beberapa yang lain bersenjata pedang.

"Nona, sungguh kita berjodoh hingga bisa bertemu kembali!" Pejabat Yuan menyeringai, matanya menjelajahi tubuh Qing Ning dengan tatapan yang membuat wanita itu ingin muntah.

Menahan rasa jijik, Qing Ning berusaha tetap tenang. "Pejabat Yuan," ujarnya dengan nada sopan, "ada keperluan apakah malam-malam berkunjung ke pondok hamba yang reot ini?"

Pejabat Yuan melangkah maju, senyumnya melebar. "Aku kasihan melihat wanita secantik dirimu hidup menderita seperti ini," ujarnya dengan nada yang dibuat-buat prihatin.

"Terima kasih, tetapi saya sudah terbiasa seperti ini, Tuan Yuan," balas Qing Ning singkat, berusaha mengakhiri percakapan.

Namun Pejabat Yuan tak menyerah. "Tidak bisa begitu, bunga mawar nan indah harusnya berada di kediamanku yang megah, tidak tinggal di hutan seperti ini!" sergahnya cepat. "Aku kemari berbaik hati ingin menjadikanmu istri keempatku, bagaimana?"

Qing Ning merasakan amarah mulai membakar dadanya, namun ia berusaha mengendalikan diri. "Maaf, Tuan Yuan. Saya telah bersuami, dia sedang pergi berdagang. Sebentar lagi akan pulang. Sebaiknya Tuan segera kembali agar tak terjadi salah paham bila dia datang!"

"Kau kira bisa membohongiku?" Pejabat Yuan mendesis, matanya menyipit berbahaya. "Aku tahu kau tidak bersuami, kalaupun ada, pasti suamimu pria tak berguna menyia-nyiakan istrinya yang cantik di hutan begini."

"Dia mungkin bukan pria kaya raya, tetapi setidaknya dia suami yang setia," balas Qing Ning tajam, membuat telinga Pejabat Yuan memerah karena marah.

"Nona, jangan membuat kesabaranku habis!" ancam Pejabat Yuan. "Aku melamarmu baik-baik, dan tidak mengharapkan penolakan. Jangan sampai membuatku kecewa!"

Qing Ning berdiri tegap, matanya menatap Pejabat Yuan tanpa rasa takut. "Kalau aku menolak?"

"Aku tetap akan membawamu ke kota untuk kujadikan pelacur di Wisma Bunga!" ancam Pejabat Yuan, nada suaranya mengintimidasi.

Kali ini, Qing Ning tak lagi bisa menahan amarahnya. "Aku sama sekali tidak tertarik dengan pria mata keranjang sepertimu, menyalahgunakan jabatan dengan melecehkan kaum perempuan!" serunya lantang. "Enyahlah dari hadapanku!"

"Kurang ajar!" Pejabat Yuan memaki, wajahnya merah padam karena murka. Ia mengibaskan tangan kanannya ke udara, memberi komando pada empat anak buahnya untuk mengepung Qing Ning.

Qing Ning memasang kuda-kuda, matanya awas mengawasi setiap gerakan para penyerangnya. Meski sudah lama tak menggunakan ilmu silatnya, namun instingnya sebagai pendekar masih tajam. Dalam hati, ia berdoa agar Du Fei tetap tertidur dan tak menyaksikan pertarungan ini.

Empat orang anak buah Pejabat Yuan melompat maju, berusaha menyergap Qing Ning dari dua sisi. Mereka mengira menangkap seorang perempuan yang tampak lemah lembut akan menjadi tugas yang sangat mudah. Namun, mereka sama sekali tak menduga apa yang akan terjadi selanjutnya.

Dengan lincah, Qing Ning berkelit mundur. Gerakannya begitu cepat dan luwes, seolah ia menari di atas angin. Keempat penyerangnya terkesiap, terkejut oleh reaksi yang tak mereka duga. Namun, mereka segera pulih dari keterkejutan dan mengayunkan tangan masing-masing, berusaha menangkap Qing Ning dari depan.

Qing Ning, dengan gesit, melekukkan punggungnya ke samping dan memutar ke belakang dalam satu gerakan mulus. Tangannya yang lincah bergerak cepat, menarik pedang dari sarung yang disandang salah satu penyerangnya. Bilah baja itu berkilau tertimpa cahaya bulan, seolah menyambut sentuhan tangan Qing Ning.

Dengan gerakan yang indah, Qing Ning mengayunkan pedang itu. Ia menangkis, mengelak, dan membalas serangan dengan kecepatan yang sulit diikuti mata biasa. Hal ini membuat para penyerangnya kewalahan menghadapi kemampuannya yang jauh di atas mereka.

Pejabat Yuan, dengan wajah merah padam karena amarah dan malu, menoleh kepada pria berbaju hitam yang sejak tadi hanya menyaksikan pertarungan di depan mereka.

"Tuan Bian Fu," panggil Yuan dengan nada tak sabar, suaranya bergetar menahan murka. "Apakah Anda hanya akan diam saja? Anak buahku sepertinya kewalahan dan butuh bantuan."

Bian Fu, sang Ketua Sekte Kelelawar, seolah tak mendengar pertanyaan Yuan. Matanya yang tajam terfokus pada setiap gerakan Qing Ning, mengamati dengan seksama setiap jurus yang dilancarkan wanita itu.

"Jurus yang ia gunakan milik Perguruan Hoa San," gumam Bian Fu, lebih kepada dirinya sendiri. Matanya menyipit, seolah mencoba mengingat sesuatu dari masa lalu. "Tak salah lagi ... dia cucu Wu Xian!"

Bab terkait

  • SSSN 2 : LEGENDA PEDANG NAGA API   3. TERJEBAK API

    Pejabat Yuan, yang sudah kehilangan kesabarannya, mulai meledak . "Aku tak peduli dia cucu siapa!" bentaknya dengan nada arogan. Matanya berkilat-kilat penuh nafsu dan kemarahan, "Bahkan seandainya dia cucu dewa langit pun, kalau aku menginginkannya, maka dia harus jadi milikku!" Tanpa menunggu diperintah dua kali, Bian Fu melompat ke arena pertarungan.Qing Ning yang baru saja berhasil memukul mundur empat penyerangnya, tiba-tiba merasakan bahaya yang jauh lebih besar mendekat. Ia berbalik tepat pada waktunya untuk melihat bayangan hitam melesat ke arahnya."Nona Qing Ning, apa kabar?" sapa Bian Fu dengan senyuman licik yang membuat bulu kuduk Qing Ning meremang. Wajahnya yang dicat putih tampak menyeramkan di bawah cahaya bulan, seperti topeng iblis yang muncul dari kegelapan.Qing Ning merasakan jantungnya seolah berhenti berdetak. Bukan hanya karena penampilan Bian Fu yang mengerikan, tetapi juga karena pria itu mengetahui namanya. Nama yang telah lama ia kubur bersama masa lalu

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-09
  • SSSN 2 : LEGENDA PEDANG NAGA API   4. LUKA BAKAR

    Bian Fu, yang tadinya menikmati penderitaan Qing Ning, seketika menegakkan tubuhnya. Dengan gerakan perlahan, ia menggerakkan dagu ke arah suara itu.Tak jauh dari tempat Qing Ning tertelungkup, berdiri dua sosok pria tua. Meski sudah tua, postur tubuh keduanya tetap tegap dan gagah. Sorot mata mereka tajam menantang, siap mengadu nyawa..Bian Fu merasakan darahnya seolah membeku. Ia mengenali kedua sosok itu, keringat dingin mengalir di punggungnya."Xun Huan!" Suara Bian Fu tercekat di tenggorokan saat menyebut nama pria pertama. Matanya kemudian beralih pada sosok di samping Xun Huan, dan ia kembali terkesiap. "Ru Chen!"Kedua nama itu adalah legenda dalam dunia persilatan. Xun Huan, ketua sekte Bu Tong Pai dan Ru Chen, ketua sekte Pedang Langit yang terkenal bukan hanya sebagai ketua sekte aliran putih tertinggi, tetapi juga pahlawan kerajaan Qi karena pernah berjuang bersama mempertahankan Perbatasan Timur."Bagus kalau kau masih ingat!" Ru Chen menyahut, senyum sinis menghiasi w

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-09
  • SSSN 2 : LEGENDA PEDANG NAGA API   5. CERITA KUNO

    Sinar mentari pagi menembus melalui celah-celah dinding anyaman bambu sebuah pondok sederhana di lereng Gunung Tai Shan. Di dalam sebuah bilik kecil, di sudut ruangan, di atas sebuah dipan kayu sederhana yang dilapisi tikar rumput, terbaring sosok kecil Du Fei.Seluruh tubuh bocah itu, dari ujung kaki hingga kepala, terbungkus rapat oleh perban putih. Perban-perban ini telah dilumuri dengan ramuan ganggang laut, mutiara, dan ginseng seribu tahun, menghasilkan aroma yang tajam namun juga menenangkan.Empat belas hari telah berlalu sejak kejadian naas itu. Selama itu pula, Du Fei terbaring tak sadarkan diri, seolah tenggelam dalam tidur panjang yang tak berujung. Qing Ning, sang ibu, dengan setia merawat putranya tanpa kenal lelah tanpa mempedulikan lukanya sendiri. Ia mengganti perban, mengoleskan obat, dan membisikkan doa-doa pengharapan di telinga Du Fei setiap hari.Xun Huan dan Ru Chen juga sibuk mencari dan membawakan bahan ramuan, serta memberikan dukungan moral pada Qing Ning ya

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-09
  • SSSN 2 : LEGENDA PEDANG NAGA API   6. MENENTANG LANGIT

    Dengan hati-hati, Tabib Sakti Shen Yi mulai membuka perban yang membalut tubuh Du Fei. Jemari tuanya bergerak dengan hati-hati, seolah takut menyakiti kulit yang masih sensitif. Setiap lapisan kain yang terlepas membuat jantung Qing Ning berdebar semakin kencang.Ketika perban terakhir di bagian kepala dilepaskan, ruangan itu dipenuhi oleh tarikan napas tertahan. Wajah Du Fei yang dulunya mulus, kini terpampang bekas luka bakar yang menyerupai sisik ikan. Pola unik itu ada di area pipi kiri dan pipi kanannya, berwarna merah kehitaman.Qing Ning tanpa sadar melayangkan tangan ke mulutnya yang menganga, menutupi keterkejutan yang tak mampu ia sembunyikan. Matanya yang indah seketika berkaca-kaca, menyaksikan perubahan drastis pada wajah putra satu-satunya yang begitu ia kasihi.Tanpa mengucapkan sepatah kata pun

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-18
  • SSSN 2 : LEGENDA PEDANG NAGA API   7. PENGORBANAN IBU

    Qing Ning terdiam, matanya menekuri cahaya lilin di atas meja. Ia tak tahu bagaimana harus menjawab penawaran dari sahabat kakeknya yang baik hati ini. Di satu sisi, ia membutuhkan perlindungan, namun di sisi lain, kecemasannya akan masa depan Du Fei masih menghantuinya."Apakah kau tidak bersedia?" Xun Huan bertanya lagi, suaranya penuh pengertian.Qing Ning mengangkat wajahnya, menatap Xun Huan dengan mata berkaca-kaca. "Bukan begitu," jawabnya lirih, suaranya serak. "Aku sangat berterima kasih atas kebaikan Anda, tetapi …," ia berhenti sejenak, menarik napas dalam-dalam. "Aku tidak ingin Du Fei mengenal dan belajar ilmu bela diri."Xun Huan mengangguk paham, wajahnya serius namun penuh empati. "Aku berjanji," ujarnya tegas, "tidak akan mengajarkan ilmu apapun kepada putramu bila itu yang kau inginka

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-18
  • SSSN 2 : LEGENDA PEDANG NAGA API   8. PENOLAKAN

    Dari dalam saku bajunya, Xun Huan mengeluarkan sebuah penutup wajah yang terbuat dari kain halus berwarna biru gelap. Dengan hati-hati, ia memasangkan penutup wajah itu pada Du Fei, menutupi pipinya yang bersisik."Nah, bagaimana? Lebih nyaman?" tanya Xun Huan dengan senyum kebapakan.Du Fei mengangguk, matanya yang polos memancarkan rasa terima kasih yang dalam. Meski penutup wajah itu sedikit mengganggu, ia merasa jauh lebih tenang, tahu bahwa kini ia bisa berbaur tanpa menarik perhatian berlebihan."Terima kasih, Kakek Xun," ucap Du Fei riang.Xun Huan menepuk pundak Du Fei dengan penuh kasih sayang. "Ingatlah, Nak. Apa yang ada di wajahmu tidak menentukan siapa dirimu. Yang penting adalah apa yang ada di dalam hatimu. Menanam kebaikan, kelak akan menuai kebahagiaan."

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-18
  • SSSN 2 : LEGENDA PEDANG NAGA API   9. PAMAN MISTERIUS

    Du Fei terbangun oleh guncangan keras di bahunya. Lin Mo berdiri di samping tempat tidur, wajah ssang senior dipenuhi kebencian yang tidak ia pahami."Ikut aku!" perintah Lin Mo, menarik tangannya kasar.Du Fei, masih setengah mengantuk dan kebingungan, tersandung-sandung mengikuti Lin Mo. Mereka melewati lorong-lorong gelap hingga tiba di sebuah pintu kayu usang.Lin Mo mendorong pintu itu terbuka, menampakkan ruangan berdebu yang dipenuhi barang-barang usang. Bau apak menyeruak, membuat Du Fei terbatuk-batuk."Mulai hari ini kau tidur di gudang!" Lin Mo melemparkan selimut dan tikar tidur ke lantai berdebu.Du Fei menatap Lin Mo dengan mata berkaca-kaca. "Apakah aku melakukan kesalahan, Kakak Lin?" tanyanya lirih, menahan t

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-19
  • SSSN 2 : LEGENDA PEDANG NAGA API   10. INGKAR JANJI

    Nun jauh di Kerajaan Qi, saat matahari mulai tenggelam di ufuk barat, suasana di dalam istana megah tampak tenang dan damai. Di bagian timur kompleks istana, terbentang sebuah taman yang sangat luas dan indah.Di tengah taman terdapat sebuah kolam ikan yang tak kalah luas dan indahnya, airnya yang jernih memantulkan cahaya keemasan dari langit senja.Di tengah kolam, berdiri sebuah gazebo berukir naga dan phoenix. Gazebo tersebut terhubung ke daratan oleh sebuah jembatan kayu yang panjang dan berliku, dicat dengan warna merah cerah khas kerajaan.Sepanjang tepian kolam dan jembatan, pohon-pohon persik berjajar rapi. Saat ini, di puncak musim semi, bunga-bunga persik bermekaran dengan indahnya.Di tengah keindahan taman istana, Ratu Sayana berdiri dengan

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-19

Bab terbaru

  • SSSN 2 : LEGENDA PEDANG NAGA API   182. SILUMAN RUBAH HITAM

    Yun Hao terbangun mendadak, entah berapa lama ia tertidur. Matanya mengerjap membiasakan diri dengan cahaya api unggun tak jauh darinya."Yun Hao, putraku! Di mana kau, Nak?" Sayup-sayup terdengar suara lembut memanggil namanya. Jantung Yun Hao seakan berhenti berdetak. Suara itu, suara yang selalu ia rindukan bahkan saat masih sangat kecil. Yun Hao menoleh ke arah Chang Kong yang bersandar pada dinding pohon. Dengkuran halus terdengar dari pendekar itu, kepalanya terkulai ke samping.Karena tak ingin membangunkan Paman Penolong, Yun Hao berjingkat mendekati mulut gua dan mengintip keluar. Kabut mulai menipis, menampakkan bayangan pepohonan yang rapat. Di kejauhan, ia melihat sosok wanita bergaun sutra merah dengan hiasan rambut giok hijau - busana khas yang selalu dikenakan ibunya di istana."Ibu?" Yun Hao mengucek matanya, tak percaya pada penglihatannya sendiri. Sosok itu melambaikan tangan ke arahnya dengan gerakan anggun, "Ibu merindukanmu, Yun Hao ... kemarilah, Nak!"Tenggo

  • SSSN 2 : LEGENDA PEDANG NAGA API   181. KABUT MAUT

    "Terima kasih telah menyelamatkan nyawa saya," Yun Hao membungkuk dalam. "Saya Yun Hao, prajurit dari kota Xianfeng.""Chang Kong," pria itu mengangguk. "Orang-orang mengenalku sebagai Pendekar Pedang Halilintar.""Apakah Pendekar Chang juga mencari Pedang Naga Api?" tanya Yun Hao penasaran.Seulas senyum misterius tersungging di bibir Chang Kong. Matanya menatap Yun Hao dengan pandangan yang sulit diartikan. ‘Betapa miripnya pemuda ini dengan ibunya, Putri Qi Yue’ batin Chang Kong. Kalau saja tidak diingatkan oleh sang putri untuk menjaga rahasia, ia pasti sudah memberitahukan dirinya diutus untuk melindungi Yun Hao selama berada di luar istana."Kita harus segera menemukan rombonganmu," Chang Kong mengalihkan pembicaraan. "Hutan ini menyimpan bahaya yang lebih mengerikan dari yang kau kira. Sebaiknya tetap bersama kelompokmu!"Dalam hati ia bersyukur telah mengikuti jejak Yun Hao sejak awal perjalanan. Meski harus tetap menyembunyikan identitas aslinya sesuai pesan Putri Qi Yue, se

  • SSSN 2 : LEGENDA PEDANG NAGA API   180. TERSESAT DALAM KABUT

    "Pulang saja kalian!” lanjut sang biksu. "Atau tunggu di sini bersamaku, saksikan sendiri berapa banyak lagi mayat yang akan mengotori kesucian gunung ini."Jenderal Lo menaikkan alisnya, terlihat ia sangat kesal dengan sikap biksu tua yang acuh tak acuh bahkan berkesan tak sopan. Mengajak bicara orang tanpa membuka mata, dan dalam posisi miring seperti sikap Budha tidur.“Sudahlah, Yun Hao … mari kita pergi mencari jalan sendiri!” Jenderal Lo menoleh sekilas ke arah Yun Hao sebelum berbalik kembali pada pasukannya yang menunggu dengan tegang."Terima kasih atas peringatannya, Tuan Biksu," Yun Hao membungkuk hormat pada Biksu tua.Ia mengeluarkan bungkusan dari kantong kainnya, “Mohon terima bakpao ini sebagai tanda terima kasihku."Kakek itu tersenyum tipis, matanya masih terpejam. "Hmm ... aroma bakpao yang wangi. Sudah lama tidak mencium wangi selezat ini."Yun Hao meletakkan bakpao yang dibungkus kertas di depan sang biksu, lalu berbalik menyusul Jenderal Lo yang sudah lebih dulu

  • SSSN 2 : LEGENDA PEDANG NAGA API   179. BIKSU MISTERIUS

    Asap putih mengepul dari celah-celah bebatuan Gunung Huolong. Aroma belerang yang menyengat menyeruak di udara, bercampur dengan kabut tipis yang menyelimuti lereng-lerengnya. Pohon-pohon pinus yang menjulang tampak seperti sosok-sosok gelap di balik kabut.Rombongan berkuda Jenderal Lo muncul dari balik tikungan, Rambut mereka bergoyang tertiup angin pegunungan yang dingin.Mendadak Jenderal Lo mengangkat tangannya, memberi isyarat pada pasukannya untuk memperlambat laju."Kita sudah memasuki wilayah Huolong. Buka mata kalian lebar-lebar!” perintahnya dengan suara dalam.“Siap, Jenderal!” Sahut seluruh pasukan serempak. Sebenarnya sebagian dari mereka sudah merasakan hawa yang berbeda begitu berada di kaki gunung itu. Tak sedikit dari mereka yang merasakan bulu kuduk meremang, seperti ada hawa siluman yang kuat di sekitarnya.Mereka menyusuri jalan setapak berbatu ketika salah seorang prajurit menunjuk ke arah pohon oak tua di tepi jalan. Di bawahnya, sesosok pria berpakaian biksu te

  • SSSN 2 : LEGENDA PEDANG NAGA API   178. MERAMPAS SURAT KELULUSAN

    "Lin Mo," Chung Ming berbisik cepat begitu melihat kepanikan di wajah temannya, "Pakai saja surat kelulusanku! Tunjukkan pada mereka seolah ini milikmu, niscaya Li dan teman-temannya tak akan mengganggumu lagi. Kau bisa mengembalikannya padaku setelah mereka pergi.""Tapi …," Lin Mo ragu-ragu."Cepat!" Chung Ming menyelipkan kertas berharga itu ke tangan Lin Mo tepat saat Li muncul dari balik pepohonan."Ah, di sini rupanya tikus kecil kita!" Li menyeringai, melangkah mendekati mereka berdua dengan angkuh. "Mengapa kau bersembunyi di pinggir sungai seperti seekor tikus? Oh, jangan-jangan kau tidak lulus ujian lalu mau kabur dariku?"Li dan teman-temannya tertawa bersahut-sahutan, apalagi melihat wajah pucat Lin Mo, mereka yakin pemuda miskin itu pasti tidak lulus ujian.“Ayo tunjukkan pada kami hasil ujianmu!” Li menodongkan tangan, matanya menyipit penuh ancaman.Dengan ketenangan yang dipaksakan, Lin Mo mengangkat surat Chung Ming. Sinar matahari memantulkan kilau tinta merah keemas

  • SSSN 2 : LEGENDA PEDANG NAGA API   177. LULUS ATAU TIDAK LULUS

    Halaman istana membentang luas bagai lautan manusia. Ratusan meja kayu berjajar rapi di bawah naungan pohon willow, sementara bendera-bendera kerajaan berkibar megah di tiang-tiang tinggi. Para pengawas berbaju resmi bergerak di antara barisan, wajah mereka serius penuh wibawa.Lin Mo melangkah dengan dagu terangkat, jubah sutra yang dikenakan menambah kegagahannya. Di belakangnya, Chung Ming berjalan sambil terus bergumam, "... ajaran Mencius tentang kebajikan ada empat : ren, yi, li, zhi ....""Apakah kau tidak gugup, Saudara Lin?" Chung Ming menggosok telapak tangannya yang basah pada tepi bajunya yang sederhana. Wajahnya pucat tapi matanya berbinar penuh semangat."Tentu saja tidak!" Lin Mo mendengus angkuh. "Ujian seperti ini pasti mudah."'Lihat dia,' batin Lin Mo mengejek. 'Belajar seperti orang kesetanan tapi tetap saja penampilannya seperti pemuda idiot. Memalukan!'Mereka mengambil tempat duduk sesuai nomor peserta. Lin Mo duduk di deretan belakang ujung kiri, mengagumi kuas

  • SSSN 2 : LEGENDA PEDANG NAGA API   176. PUTRI MENTERI YU

    "Lin Mo!" sapa Chung Ming yang menunggu di luar, wajahnya yang polos berseri-seri menggenggam kartu peserta. "Mari kita belajar bersama! Aku membawa beberapa ringkasan yang kubuat sendiri. Dua kepala lebih baik dari satu, bukan?"Lin Mo tersenyum tipis, matanya berkilat licik untuk sepersekian detik. "Tentu saja, Teman." Dalam hati ia tertawa. Orang polos seperti Chung Ming suatu saat akan berguna baginya."Bagus!" Chung Ming menepuk pundak Lin Mo dengan hangat. "Aku yakin kita akan menjadi teman baik!"'Ya,' batin Lin Mo sinis, 'sampai aku tidak membutuhkanmu lagi.' Kedua pemuda itu segera menjadi akrab, bahkan mendaftar di asrama yang sama."Kamar nomor lima belas," Chung Ming menunjuk sebuah kamar yang terletak di ujung dengan mata berbinar. "Kita sekamar, Lin Mo! Bukankah ini pertanda baik?"Mereka melangkah menyusuri koridor asrama yang berlantai kayu. Aroma masakan dari dapur terdekat merebak di udara, membuat perut Lin Mo dan Chung Ming mulai keroncongan."Hei, tunggu!" Suara

  • SSSN 2 : LEGENDA PEDANG NAGA API   175. PENDAFTARAN UJIAN NEGARA

    Berita kematian Yung menyebar seperti api di padang rumput kering. Putra tunggal Pejabat Yuan itu ditemukan tewas di tempat tidurnya sendiri, lehernya terdapat luka tusukan. Uangnya raib, dan yang lebih mengejutkan - Wei, putra pejabat kota Song adalah tersangka utama pelaku pembunuhan.Hakim pengadilan hampir menjatuhkan hukuman mati pada Wei. Namun berkat nama baik ayahnya yang dikenal sebagai pejabat senior yang jujur, hukumannya diringankan menjadi kerja paksa seumur hidup di Gunung Kapur.Pagi itu, setelah divonis bersalah, Wei digiring bersama sepuluh tahanan lainnya menuju tempat pengasingan mereka. Rantai besi yang mengikat kaki dan tangan mereka bergemerincing dalam irama menyedihkan. Pasukan pengawal berbaris di kiri-kanan rombongan, mempersempit kemungkinan untuk kabur."Lihat, itu tuan muda Wei!" bisik-bisik terdengar dari kerumunan yang memadati pinggir jalan. "Siapa sangka anak pejabat bisa jadi pembunuh?""Kasihan, ayahnya pasti sangat malu," sahut yang lain.Di antara

  • SSSN 2 : LEGENDA PEDANG NAGA API   174. SAKSI MATA

    Jeritan tertahan dan pekikan ngeri terdengar memenuhi ruangan. Wei membuka matanya perlahan, hanya untuk disambut pemandangan yang akan menghantuinya seumur hidup.Tubuh Yung terbaring kaku dengan mata terbelalak kosong ke arah langit-langit. Pakaian putih sutra yang dikenakannya semalam telah berubah warna merah gelap. Lehernya menganga lebar karena sabetan belati. Darah yang telah mengering membentuk genangan gelap di sekitar tubuhnya, meresap ke dalam kasur.Wei terpaku menatap jasad Yung. Kakinya lemas, ia jatuh berlutut di samping tempat tidur. Matanya tak bisa lepas dari wajah sahabatnya yang membeku dalam ekspresi ketakutan bercampur kesakitan, menunjukkan betapa tersiksanya pemuda itu menjelang detik-detik kematian yang mengerikan.Tubuh Wei gemetar hebat, keringat dingin mengucur deras."Tidak ... tidak mungkin ... ini pasti mimpi …," bergumam berulang-ulang, suaranya serak dan bergetar. "Yung ... kumohon bangunlah ... katakan ini hanya leluconmu!"Tangannya yang berlumuran

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status