Share

6. MENENTANG LANGIT

Dengan hati-hati, Tabib Sakti Shen Yi mulai membuka perban yang membalut tubuh Du Fei. Jemari tuanya bergerak dengan hati-hati, seolah takut menyakiti kulit yang masih sensitif. Setiap lapisan kain yang terlepas membuat jantung Qing Ning berdebar semakin kencang.

Ketika perban terakhir di bagian kepala dilepaskan, ruangan itu dipenuhi oleh tarikan napas tertahan. Wajah Du Fei yang dulunya mulus, kini terpampang bekas luka bakar yang menyerupai sisik ikan. Pola unik itu ada di area pipi kiri dan pipi kanannya, berwarna merah kehitaman.

Qing Ning tanpa sadar melayangkan tangan ke mulutnya yang menganga, menutupi keterkejutan yang tak mampu ia sembunyikan. Matanya yang indah seketika berkaca-kaca, menyaksikan perubahan drastis pada wajah putra satu-satunya yang begitu ia kasihi. 

Tanpa mengucapkan sepatah kata pun, Qing Ning memutar tubuhnya, meninggalkan bilik. Kaki-kaki yang ramping bergerak cepat, membawanya berlari sekuat tenaga menembus keheningan malam. Angin dingin menerpa wajah yang basah oleh air mata, namun ia tak peduli. Ia terus berlari, hingga napas terasa hampir putus dan paru-paru serasa terbakar.

Akhirnya, di tengah hutan pinus yang rimbun, Qing Ning jatuh bersimpuh. Aroma tajam getah pinus memenuhi udara, bercampur dengan bau tanah lembab di bawah kakinya. Dalam kesunyian malam yang mencekam, ia berteriak sekencang-kencangnya, melepaskan segala kepedihan yang terpendam di dada.

"Mengapa kalian Dewa begitu tega mempermainkan hidup seseorang?" rintihnya pilu, suaranya serak. Air mata Qing Ning mengalir deras, membasahi pipinya yang pucat bagai tak dialiri darah. "Aku hanya ingin putraku menjadi rakyat biasa, hidup tenang dan bahagia. Mengapa kalian tidak mau melepaskannya?"

Qing Ning terdiam sejenak, matanya menerawang jauh ke kegelapan hutan. Pikirannya berkecamuk, mencoba mencerna realitas pahit yang harus ia hadapi. Setelah beberapa saat yang terasa begitu panjang, ia bergumam lirih dengan kepala tertunduk, "Sisik itu ... kalian sengaja menandai Du Fei, bukan?" 

Suaranya penuh dengan kepahitan, "Kalian hanya ingin memuaskan keinginan untuk menjadikannya seorang pendekar. Kalian tak peduli bahwa ini akan membuatnya menderita, kehilangan orang-orang yang ia cintai." Qing Ning berhenti sejenak, matanya terpejam erat menahan pedih. "Bahkan ia bisa berubah menjadi iblis seperti ayahnya."

Wanita cantik itu perlahan mengangkat wajah, mata indahnya yang sembab menatap langit cerah di atasnya. Napas yang tadinya tersengal kini mulai teratur, seiring dengan tekad yang semakin membara di dada.

"Aku tidak akan membiarkan kalian menang!" desis Qing Ning, suaranya penuh kemarahan. "Aku akan melindungi Du Fei dari tangan-tangan dewa angkuh yang sok berkuasa. Akan kuputuskan kutukan keluarga Qi Yun dan kuasa Qiulong atas putraku!"

Seketika itu juga, seolah menjawab tantangan Qing Ning, langit yang tadinya cerah dan tenang berubah drastis. Suara guntur menggelegar membelah kesunyian di Gunung Tai Shan, menggetarkan tanah tempat Qing Ning berlutut. Fenomena aneh ini terjadi tanpa kehadiran awan gelap, menciptakan pemandangan yang menakjubkan sekaligus mengerikan.

Namun, Qing Ning tak gentar. Matanya yang berkilat tetap terpaku menatap langit yang kini dipenuhi kilatan cahaya. "Aku ibunya!" teriaknya lantang, menantang kemarahan langit. "Aku yang lebih berhak atas hidup anakku. Bukan kalian, para dewa penguasa langit yang kejam!"

Seolah merespon tantangan Qing Ning, tiba-tiba seberkas kilat menyambar, membelah udara dengan kecepatan luar biasa. Cahaya putih menyilaukan itu menyambar sebatang pohon pinus besar di dekat Qing Ning. Dalam sekejap, pohon malang itu hangus terbakar, menyebarkan aroma kayu terbakar yang tajam. Dengan suara gemuruh yang memekakkan telinga, pohon raksasa itu roboh ke tanah, menimbulkan getaran hebat yang membuat Qing Ning nyaris kehilangan keseimbangan.

Tubuh ramping Qing Ning bergetar hebat, ia sadar telah membuat para dewa murka dengan kata-katanya yang lancang. Namun, alih-alih mundur, Qing Ning justru semakin menguatkan tekadnya.  

"Demi Du Fei," bisiknya pada diri sendiri penuh keyakinan, "aku rela menentang seluruh penghuni bumi dan langit."

Qing Ning kembali ke pondok dengan langkah gontai, tubuhnya masih gemetar akibat peristiwa yang baru saja ia alami. Aroma obat-obatan herbal menyambutnya saat masuk ke dalam, memberi sedikit kenyamanan. Di ruang tengah yang diterangi oleh cahaya lilin, Shen Yi dan Xun Huan telah menunggu dengan wajah penuh kekhawatiran.

"Nyonya Qing," Xun Huan bangkit menyambut kedatangannya, suaranya terdengar serius dan sedikit tegang. "Ada yang ingin kubicarakan denganmu."

Mereka duduk berhadapan, dipisahkan oleh meja bambu sederhana yang tampak usang dimakan waktu. Qing Ning bisa merasakan tatapan penuh selidik dari kedua pria itu, namun ia terlalu lelah untuk peduli.

Xun Huan berdeham pelan, memecah keheningan yang canggung. "Du Fei telah pulih," ujarnya hati-hati. "Bolehkah aku tahu ke mana tujuan kalian nanti?" Ia berusaha tidak menyinggung perasaan Qing Ning yang tampak rapuh.

Qing Ning menghela napas panjang, bahunya merosot seolah menanggung beban berat. Ia menggeleng sedih, wajahnya yang masih sembab semakin terlihat kuyu dan lelah. Matanya yang indah kini redup, kehilangan cahayanya.

Melihat keadaan Qing Ning, Xun Huan merasa hatinya terenyuh. Dengan nada penuh simpati, ia menawarkan, "Nyonya Qing, bila kau tidak keberatan, demi keamananmu dan Du Fei, bagaimana jika kalian menetap sementara bersama kami di Wisma Bu Tong?"

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Sabam Silalahi
mantap bah
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status