“Masuklah ke ruang perawatan, Dokter Vi. Kamu harus melindungi Tuan Xander dan Gracia sekuat tenaga Biar aku saja yang akan mengurus bajingan-bajingan itu,” ujar Edward sambil mengeluarkan dua dildo bergerigi dari Sistem Harem.“Jangan bodoh! Ayo kita masuk bersama dan berlindung. Petugas keamanan pasti akan datang sebentar lagi,” tukas Dokter Vi.“Sayangnya kita tidak bisa menunggu selama itu. Lihat, mereka mulai berjalan kesini.” Edward buru-buru mendorong dokter Vi ke dalam ruangan, kemudian melempar dildo di tangannya.Wusssh!Dengan cepat, alat bantu pemuas wanita itu terbang ke arah salah satu gangster yang sedang berjalan menghampiri.Zzzt … zzzt … zzzt ….Listrik pun menyengat tubuhnya, membuat gangster itu kejang-kejang hingga terjatuh begitu saja.“Sialan! Apa-apan ini? Kenapa dia ….”Zzzt … zzzt … zzzt ….Suaranya tak bisa keluar semua, sebab tubuhnya keburu terkena serangan dildo bergerigi. Edward tidak memberi waktu gangster itu untuk berpikir sama sekali.“Jangan diam sa
“Apa kamu punya kata-kata terakhir, Jose?” Tanya Bianca sambil melepas lakban pada mulut Jose.Pria itu langsung memberikan tatapan ganas pada Bianca. Tak peduli ada banyak rasa takut di hatinya, ia benar-benar merasa marah pada ibu tiri Gracia itu.Pasalnya, Jose tak tahu jika Bianca sudah menyiapkan rencana jahat ini untuk waktu yang lama. Makanya dia datang ke rumah Gracia tanpa persiapan apa pun.Tanpa perlu mengeluarkan banyak tenaga, Bianca dengan mudah menangkap Jose, Thomas dan istrinya. Tak lama berselang, Kevin, Tomy dan Bella juga tertangkap oleh David.Alhasil, terjadilah penculikan keluarga Xander oleh Madam Sharon. Kematian pun sudah pasti akan mendatangi mereka jika situasinya terus seperti ini.Sebab itu, Jose langsung mengeluarkan permohonan begitu bisa bersuara lagi. Dia jelas takut mati di tangan Bianca.“Tolong lepaskan kami, Diana. Ha-Harta … kamu bisa mendapatkan setengah harta keluarga Xander sebagai gantinya,” tawar Jose.Bianca sontak menatapnya dengan tajam,
Dap! Dap! Dap!Edward bergerak secara hati-hati, mengendap pelan hingga akhirnya tiba di balik sebuah pohon besar yang berada tak jauh dari gerbang rumah Madam Sharon.“Sial … jumlah mereka terlalu banyak,” gumam Edward sedikit mengumpat kala melihat bawahan David yang berjumlah lumayan banyak. Dia menatap ke sekitar untuk mencari celah dari mereka.Untung saja pria itu memiliki kemampuan melihat dalam gelap yang diperolehnya dari hadiah misi sebelumnya. Kemampuan tersebut benar-benar berguna untuk menghadapi situasi saat ini, yang minim penerangan karena gerhana bulan sudah dimulai.“Master harus melumpuhkan lima orang itu lebih dulu menggunakan peluru melengkung. Benda itu bisa terbang seperti bumerang, sangat cocok jika digunakan untuk menyerang musuh dalam posisi sejajar,” saran Irene.Edward mengangguk tanpa keraguan. “Ok, ayo kita lakukan.”Setelah itu, munculah dildo berukuran lumayan panjang tapi melengkung, bentuknya tak jauh berbeda dari bumerang asli.Wusssh!Tanpa banyak m
Zzzt ... zzzt ... zzzt .... Edward mengalahkan sisa-sisa bawahan yang tersisa di dalam rumah Madam Sharon menggunakan alat getar sakti. Gerakannya yang teramat cepat dan lincah membuat musuh tidak berkutik sama sekali. Mereka pun hanya bisa kejang-kejang dalam kenikmatan tiada tara hingga akhirnya tidak sadarkan diri. "Cepatlah, Master. Madam Sharon berada di halaman belakang. Dia sudah memulai ritualnya!" seru Irene setelah Edward mengalahkan musuh terakhir. "Aku mengerti," tanggap Edward seraya berlari menuju pintu yang terhubung dengan halaman belakang. Brak! Dia lalu menghancurkan pintu tersebut menggunakan tinju One Punch. "Mati kau, penjahat!" Tanpa basa basi, Edward langsung melemparkan dildo tumpul begitu melihat sosok Bianca Sharon atau Madam Sharon. Wusssh! Melesatlah benda tumpul tapi sangat berbahaya itu, mengarah langsung ke punggung Madam Sharon yang sedang melakukan ritual di depan anggota keluarga Xander. Bang! Akan tetapi, dildo tumpul itu malah hancur tepa
Pukul 23.00 waktu setempat.“Huh … akhirnya beres juga. Aku bisa pulang sekarang,” ucap Edward mengembus nafas panjang, kini ia sudah berada di dalam mobilnya dan sedang berkendara pulang menuju kamar kost.Sebelumnya, Edward sudah menyerahkan sisa urusan di rumah Madam Sharon kepada Tuan Xander, Gracia dan pihak kepolisian. Dia tidak mau terlibat lebih jauh lagi setelah orang-orang itu datang menyusul kesana.Edward juga tidak lupa memberikan pil penyembuh kepada anggota keluarga Xander, yang masih terkubur di dalam tanah dengan kondisi tidak sadarkan diri. Setidaknya, mereka bisa pulih dengan cepat meski Madam Sharon sudah menyiksa mereka hingga sangat parah, ada banyak luka sayatan di wajah dan leher masing-masingUrusan Edward dengan keluarga Xander pun bisa dianggap selesai, makanya dia memutuskan pulang alih-alih menemani Gracia di sana. Untung saja, Edward bisa mendapatkan bensin dari mobil yang telah ditinggalkan David, sehingga mobilnya bisa menyala lagi seperti sedia kala
“E-ED!!!” seruan keluar dari mulut Jesica ketika melihat Edward. Dia spontan menutupi bagian sensitifnya. “Kamu bikin kaget saja, tahu?!”“Ma-Maaf, Je. Aku tidak sengaja,” ucap Edward, buru-buru menutup pintu lagi.‘Gila! Aku kaget beneran! Siapa sangka Jesica akan datang selarut ini?’ Batinnya masih terkejut.Jesica memang sempat terkejut ketika kepergok Edward barusan, tetapi langkah yang diambil berikutnya bisa membuat darah Edward berdesir sangat hebat.“Cepat lepas pakaianmu, Ed. Ayo kita mandi bersama,” ajak Jesica dengan suara pelan.“Ma-Mandi bersama?” Ulang Edward, takutnya sudah salah dengar.“Iya, Ed. Buruan masuk, kebetulan aku baru mau pakai sabun,” sahut Jesica.Entah apa yang terjadi saat ini, Edward benar-benar bingung dan tidak menduganya sama sekali. Dia takut semua ini hanya ilusi gara-gara efek samping sesudah menggunakan mode keperkasaan.Lagi pula, Edward harus menuntaskannya bersama pasangan untuk menghentikan mode tersebut. Lebih tepatnya, dia harus bersetubuh
Keesokan harinya.Masih di dalam kamar kost Edward.“Hmm … hmm … hmm ….”“Oh senangnya hatiku …..”“Hmm … hmm … hmm ….”“Hidupku jadi sempurna setelah bertemu kamu, Edward Lewis ....”Tampak Jesica sedang bersenandung dengan merdu di depan pantri. Dia sibuk memasak untuk sarapan Edward.Setelah melewati malam panas dengan kekasihnya, Jesica terlihat lebih cerah dan bersemangat. Makanya dia bangun lebih awal demi bisa membuat makanan. Dengan harapan, rasa cinta Edward akan tumbuh lebih banyak untuk dirinya dibanding Gracia.“Ok, nasi gorengnya sudah jadi. Sekarang tinggal telur dadar,” ucap Jesica seraya menaruh piring berisi nasi goreng di atas meja. Kemudian kembali ke depan pantri dan mulai menggoreng telur.Bahan-bahan yang digunakan wanita itu sebenarnya biasa saja, tetapi cara memasaknya bisa membuat bahan biasa itu menjadi makanan enak. Apa lagi, dia memang pandai membuat masakan pedas ciri khas negeri Tirai Bambu.“Hmm … hmm … hmm ….”Jesica mulai bersenandung lagi sambil senyu
Sekarang waktu menunjukan pukul 09:45. Di depan pintu masuk restoran El Pinto.Edward akhirnya tiba di tempat ini setelah menuntaskan semua aktivitas pagi, mulai dari mengerjakan misi harian hingga mengantar Jesica ke perusahaan. Pria itu datang lima belas menit lebih awal dari jadwal yang sudah dijanjikan. Dia sengaja melakukannya supaya bisa mengobrol sebentar dengan Derick.Lagi pula, kencan buta ini terlalu mendadak dan tidak pernah terpikirkan sama sekali. Makanya Edward perlu mencaritahu informasi lebih dulu agar tidak salah kaprah ketika kencan sudah dimulai nanti.“Yo, sobat. Kau datang lebih cepat dariku,” sapa Edward kepada Derick, yang sedang berdiri di depan pintu masuk El Pinto.Sahabat baiknya itu mengenakan pakaian sangat rapi hari ini. Baik bahu atau celana merupakan produk terkenal dan mewah di kota Noxus. Kencan buta ini sepertinya sangat penting bagi pria pecinta film kartun dari negara Sakura itu.“Ka-Kau … kenapa kau datang kemari? Di mana Edward?” Tanya Derick,
Edward menatap dengan cermat sosok pria yang baru saja bangkit dengan tenaga luar biasa. Meskipun dia mengaku telah sembuh berkat obat Edward, ekspresi wajah pria itu menunjukkan kekhawatiran mendalam. “Ayah, kamu benar-benar baik-baik saja?” tanya Aluna, penuh rasa syukur dan cemas bersamaan. “Tenang, Nak. Aku baik-baik saja sekarang,” jawab pria itu sambil mengamati tim medis yang sudah berusaha menolongnya. Edward merasa lega, tetapi rasa ingin tahunya semakin membara. Dia berusaha menyusun strategi untuk menghadapi ancaman di balik serangan bom tersebut. “Aluna, ayo kita bicara sebentar,” ajak Edward, menarik Aluna ke samping, jauh dari kerumunan. “Ada apa, Ed? Kenapa serangan ini bisa terjadi?” tanya Aluna dengan suara bergetar. Edward mencoba menganalisis situasi. “Ada kemungkinan bahwa serangan ini bukan hanya sekadar aksi teroris. Menurut informasi yang aku dapat, keluarga Everdeen mungkin sudah menjadi target lama. Ada beberapa kelompok yang bisa melakukan hal ini,
Edward merasa gelisah dan khawatir usai mendengar kabar buruk dari Aluna. Dia segera kembali ke meja Clara dengan wajah yang penuh kekhawatiran."Ada apa, Ed?" tanya Clara, tampak penasaran.Edward menjelaskan situasi yang sedang terjadi kepada Clara, tentang pengeboman di perusahaan ayah Aluna. Clara terkejut mendengarnya dan merasa prihatin dengan keadaan Aluna dan keluarganya."Kita harus segera pergi ke tempat Aluna. Dia butuh dukungan kita di saat-saat seperti ini," ujar Clara tegas.“Tidak, kamu tak perlu pergi kesana. Kamu masih punya masalah yang harus diselesaikan,” tukas Edward, diam-diam mengeluarkan sebotol air dari sistem harem.“Minumkan ini pada ibumu, lalu kabari aku reaksinya. Cukup satu gelas saja, jangan berlebihan,” jelasnya sambil memberikan botol air itu pada Clara.“Air mineral? Untuk apa air mineral, Ed?” Clara bingung sendiri, menatap air itu dan tidak mengerti.Edward tersenyum tipis, “Percayalah, air itu bisa mengatasi masalahmu. Aku yakin ibumu aka
Edward menatap Aluna dengan ekspresi serius, mengangguk pelan. "Dua triliun, ya? Baiklah, aku akan membantu kamu," ujarnya, mengambil ponsel Aluna dan mulai melakukan transfer.Aluna menatap Edward dengan mata berkaca-kaca, terharu dengan kesediaan Edward yang membantu keluarganya. "Terima kasih, Edward," ucapnya, suaranya bergetar.Edward hanya tersenyum, menepuk bahu Aluna dengan lembut. "Tidak perlu berterima kasih, Aluna. Kita adalah pasangan, dan pasangan harus selalu membantu satu sama lain," ujarnya, menenangkan Aluna.Setelah selesai transfer, Edward mengembalikan ponsel Aluna. "Ok, masalahnya beres. Aset keluarga Everdeen sudah aman sekarang," ujarnya, tersenyum tulus.Aluna menatap Edward dengan mata berbinar, penuh rasa terima kasih. "Kamu benar-benar menyelamatkan kami, Edward. Aku tidak tahu bagaimana cara membalas budi baikmu," ucapnya, suaranya penuh rasa haru.Edward hanya tersenyum, menggelengkan kepalanya. "Tak perlu membalas apa-apa, aku hanya melakukan apa yang seh
Edward termenung cukup lama usai membaca pesan Irene, benar-benar bingung dan tak tahu harus mengambil keputusan apa."Sarapannya sudah siap, Ed. Ayo kesini," teriak Aluna dari arah dapur, sontak membuyarkan lamunan Edward."Oke, sebentar ...." Edward menanggapi sambil mengenakan pakaiannya. Mencoba melupakan Helena sejenak dan berusaha fokus pada Aluna.Tak lama berselang, Edward tiba di ruang makan, tampak beragam makanan yang sudah tersaji di atas meja."Wah, kamu jago masak ternyata. Kelihatannya makananmu enak-enak," ujar Edward, memuji usaha Aluna.Wajah Aluna pun memerah, jelas senang dengan pujian Edward."Silakan dicoba, Ed. Semoga kamu tidak kecewa," ujarnya.Edward tersenyum kecil mendengarnya, "Kenapa aku harus kecewa? Aku pikir makananmu terasa lezat.", kemudian dia menyantap makanan itu. Mulai dari daging hingga sayur sop bening.Namun, yang paling menggugah selera Edward adalah sambal buatan Aluna. Siapa sangka, wanita secantik dia sangat pandai membuat sambal."Ini ena
Pagi berikutnya.Edward dan Aluna terbangung dalam keadaan telanjang, mereka tampak masih lelah usai melakukan persetubuhan panas tadi malam.Aluna sendiri sangat menikmati hal tabu tersebut meski sudah pernah merasakannya. Dia pikir Edward terlalu perkasa sehingga berhasil membuatnya melalang buana berulang kali. Ini juga merupakan pengalaman baru bagi wanita dewasa itu.Entah berapa kali Aluna mendapatkan pelepasan tadi malam, pastinya sangat sering sampai dia tak bisa menghitungnya pakai jari lagi.“Uh ... aku sepertinya akan kesulitan berjalan,” ujar Aluna masih dengan mata mengantuk.Dia lalu menyentuh ranah kewanitaannya, dan ternyata masih ada sisa-sisa cairan di sana.“Aduh, aku langsung tidur semalam, aku tak sempat membersihkannya. Kira-kira Edward benci wanita kurang teliti seperti aku tidak ya?” Aluna tampak cemas, jelas takut akan hal tersebut.“Mana mungkin aku membencimu, jusru aku menyukai wanita seperti kamu,” sahut Edward, langsung membawa Aluna ke dalam pelukannya.
“Edward, apa kamu baik-baik saja?” tegur Aluna kala Edward semakin larut dalam lamunannya.Edward tidak langsung menanggapi, hanya mentapa wajah cantik Aluna dengan sayu. Dia tiba-tiba ragu untuk menuntaskan misi utama sistem harem dengan wanita itu.Aluna seketika menyadari sesuatu dari ekspresi Edward, namun dia tidak ingin berhenti di sini setelah memantapkan hatinya untuk Edward. Dengan berani, dia pun mendekati Edward sambil melepas pakaiannya secara perlahan.“Ini mungkin bukan yang pertama bagiku, tapi aku percaya kemampuanku bisa mengilangkan semua keraguanmu. Aku harap kamu tidak keberatan, supaya kita bisa lanjut ke tahap yang lebih serius,” ujar Aluna, kini sudah telanjang bulat di depan Edward. Dia sangat berharap Edward akan langsung menyerangnya setelah disuguhkan pemandangan indah semacam itu.Glup!Edward menelan salivanya, bersamaan dengan naiknya gairah yang secara perlaan. Tidak mau jadi orang munafi, dia memang sudah terangsang oleh Aluna saat ini.“Tolong lihat ak
Malam semakin larut, bahkan hampir mendekati pagi.“Maaf, urusan kakekku benar-benar merepotkan. Kamu jadi terlibat dalam hal-hal aneh yang selalu dirasakan kakekku selama ini,” ujar Aluna begitu tiba di depan pintu apartemennya, kemudian dia membuka pintu itu dan membiarkan Edward masuk.“Silakan masuk, Edward. Anggap saja tempat tinggal sendiri,” ujarnya.“Terima kasih, Aluna,” balas Edward, tersenyum tulus. Kakinya lalu melangkah ke dalam kamar apartemen itu.Wusssh!Aroma sangat wangi langsung menyambut Edward di sana, apalagi kamar ini terasa sangat feminim karena hampir seluruhnya didekorasi warna merah muda.“Apa kamu sangat menyukai warna pink?” tanya Edward, cukup penasran jadinya, tanpa sadar menoleh ke arah selangkangan Aluna, mengira di dalam sana juga isinya berwarna merah muda. “Tentu saja, bukankah warna ini penuh dengan romansa?” Aluna tersenyum cerah, sepertinya paham maksud tatapan Edward.“Begitu ya?” Edward lanjut berjalan memasuki kamar, melihat-lihat ke sekitar.
Edward melihat Peter dengan penuh kekhawatiran. "Kakek, apa yang harus kita lakukan sekarang? Bagaimana kita bisa melawan vampir?" tanyanya.Peter mengambil napas dalam-dalam, mencoba menenangkan dirinya sendiri sebelum menjawab. “Pertama-tama, kita harus mencari tahu lebih banyak tentang vampir, terutama kelemahan dan cara melawan mereka,” ujarnya.Edward mengangguk, ia juga berusaha menenangkan dirinya sendiri. "Tapi dari mana kita bisa menemukan informasi itu? Apa ada di buku yang aku bawa?" tanyanya lagi.Peter mengingat-ingat sambil merenung sejenak. "Ada satu tempat di kota ini yang mungkin memiliki jawabannya. Perpustakaan kuno. Mereka memiliki koleksi buku langka dan mungkin ada yang berkaitan dengan vampir," jawabnya.“Perputakaan itu lagi?” Edward terkejut mendengarnya.“Ya, hanya di sana satu-satunya tempat yang bisa digunakan untuk melawan vampir.” Peter tampak yakin dan tegas.“Ayo bergerak sekarang, kita tak boleh membuang waktu,” ajaknya.Kemudian, kedua pria beda usia i
Edward dan Aluna tiba di rumah sakit jiwa setelah beberapa saat berkendara. Aluna tampak gugup dan khawatir, sedangkan Edward mencoba untuk tetap tenang dan bijaksana.Mereka lalu berjalan menuju ke ruangan tempat kakek Aluna dirawat, letaknya di lantai atas gedung tersebut.Setelah menunggu beberapa saat, kakek Aluna akhirnya muncul di depan mereka. Dia tampak lemah dan pucat, namun masih bisa tersenyum lembut pada cucunya.“Aluna, kamu pasti cucuku, Aluna, ‘kan?” Sapa kakek itu, sepertinya masih bisa mengenali Aluna.“Ya, kakek.” Aluna langsung memeluk kakeknya dengan erat.“Salam kenal, kakek. Aku Edward Lewis,” ucap Edward segera memperkenalkan dirinya dan memberikan salam hormat pada kakek Aluna.Kakek Aluna pun memperkenalkan dirinya sebagai Peter Everdeen, seorang ahli dalam dunia ilmu hitam dari keluarga Everdeen.‘Ahli ilmu hitam?’ Ulang Edward dalam benaknya, rasanya agak akrab dengan hal-hal semacam ini.“Hahaha! Aku suka ekspresimu, Edward. Kau sepertinya sudah pernah beru