Edward melihat Peter dengan penuh kekhawatiran. "Kakek, apa yang harus kita lakukan sekarang? Bagaimana kita bisa melawan vampir?" tanyanya.Peter mengambil napas dalam-dalam, mencoba menenangkan dirinya sendiri sebelum menjawab. “Pertama-tama, kita harus mencari tahu lebih banyak tentang vampir, terutama kelemahan dan cara melawan mereka,” ujarnya.Edward mengangguk, ia juga berusaha menenangkan dirinya sendiri. "Tapi dari mana kita bisa menemukan informasi itu? Apa ada di buku yang aku bawa?" tanyanya lagi.Peter mengingat-ingat sambil merenung sejenak. "Ada satu tempat di kota ini yang mungkin memiliki jawabannya. Perpustakaan kuno. Mereka memiliki koleksi buku langka dan mungkin ada yang berkaitan dengan vampir," jawabnya.“Perputakaan itu lagi?” Edward terkejut mendengarnya.“Ya, hanya di sana satu-satunya tempat yang bisa digunakan untuk melawan vampir.” Peter tampak yakin dan tegas.“Ayo bergerak sekarang, kita tak boleh membuang waktu,” ajaknya.Kemudian, kedua pria beda usia i
Malam semakin larut, bahkan hampir mendekati pagi.“Maaf, urusan kakekku benar-benar merepotkan. Kamu jadi terlibat dalam hal-hal aneh yang selalu dirasakan kakekku selama ini,” ujar Aluna begitu tiba di depan pintu apartemennya, kemudian dia membuka pintu itu dan membiarkan Edward masuk.“Silakan masuk, Edward. Anggap saja tempat tinggal sendiri,” ujarnya.“Terima kasih, Aluna,” balas Edward, tersenyum tulus. Kakinya lalu melangkah ke dalam kamar apartemen itu.Wusssh!Aroma sangat wangi langsung menyambut Edward di sana, apalagi kamar ini terasa sangat feminim karena hampir seluruhnya didekorasi warna merah muda.“Apa kamu sangat menyukai warna pink?” tanya Edward, cukup penasran jadinya, tanpa sadar menoleh ke arah selangkangan Aluna, mengira di dalam sana juga isinya berwarna merah muda. “Tentu saja, bukankah warna ini penuh dengan romansa?” Aluna tersenyum cerah, sepertinya paham maksud tatapan Edward.“Begitu ya?” Edward lanjut berjalan memasuki kamar, melihat-lihat ke sekitar.
“Edward, apa kamu baik-baik saja?” tegur Aluna kala Edward semakin larut dalam lamunannya.Edward tidak langsung menanggapi, hanya mentapa wajah cantik Aluna dengan sayu. Dia tiba-tiba ragu untuk menuntaskan misi utama sistem harem dengan wanita itu.Aluna seketika menyadari sesuatu dari ekspresi Edward, namun dia tidak ingin berhenti di sini setelah memantapkan hatinya untuk Edward. Dengan berani, dia pun mendekati Edward sambil melepas pakaiannya secara perlahan.“Ini mungkin bukan yang pertama bagiku, tapi aku percaya kemampuanku bisa mengilangkan semua keraguanmu. Aku harap kamu tidak keberatan, supaya kita bisa lanjut ke tahap yang lebih serius,” ujar Aluna, kini sudah telanjang bulat di depan Edward. Dia sangat berharap Edward akan langsung menyerangnya setelah disuguhkan pemandangan indah semacam itu.Glup!Edward menelan salivanya, bersamaan dengan naiknya gairah yang secara perlaan. Tidak mau jadi orang munafi, dia memang sudah terangsang oleh Aluna saat ini.“Tolong lihat ak
Pagi berikutnya.Edward dan Aluna terbangung dalam keadaan telanjang, mereka tampak masih lelah usai melakukan persetubuhan panas tadi malam.Aluna sendiri sangat menikmati hal tabu tersebut meski sudah pernah merasakannya. Dia pikir Edward terlalu perkasa sehingga berhasil membuatnya melalang buana berulang kali. Ini juga merupakan pengalaman baru bagi wanita dewasa itu.Entah berapa kali Aluna mendapatkan pelepasan tadi malam, pastinya sangat sering sampai dia tak bisa menghitungnya pakai jari lagi.“Uh ... aku sepertinya akan kesulitan berjalan,” ujar Aluna masih dengan mata mengantuk.Dia lalu menyentuh ranah kewanitaannya, dan ternyata masih ada sisa-sisa cairan di sana.“Aduh, aku langsung tidur semalam, aku tak sempat membersihkannya. Kira-kira Edward benci wanita kurang teliti seperti aku tidak ya?” Aluna tampak cemas, jelas takut akan hal tersebut.“Mana mungkin aku membencimu, jusru aku menyukai wanita seperti kamu,” sahut Edward, langsung membawa Aluna ke dalam pelukannya.
Edward termenung cukup lama usai membaca pesan Irene, benar-benar bingung dan tak tahu harus mengambil keputusan apa."Sarapannya sudah siap, Ed. Ayo kesini," teriak Aluna dari arah dapur, sontak membuyarkan lamunan Edward."Oke, sebentar ...." Edward menanggapi sambil mengenakan pakaiannya. Mencoba melupakan Helena sejenak dan berusaha fokus pada Aluna.Tak lama berselang, Edward tiba di ruang makan, tampak beragam makanan yang sudah tersaji di atas meja."Wah, kamu jago masak ternyata. Kelihatannya makananmu enak-enak," ujar Edward, memuji usaha Aluna.Wajah Aluna pun memerah, jelas senang dengan pujian Edward."Silakan dicoba, Ed. Semoga kamu tidak kecewa," ujarnya.Edward tersenyum kecil mendengarnya, "Kenapa aku harus kecewa? Aku pikir makananmu terasa lezat.", kemudian dia menyantap makanan itu. Mulai dari daging hingga sayur sop bening.Namun, yang paling menggugah selera Edward adalah sambal buatan Aluna. Siapa sangka, wanita secantik dia sangat pandai membuat sambal."Ini ena
Edward menatap Aluna dengan ekspresi serius, mengangguk pelan. "Dua triliun, ya? Baiklah, aku akan membantu kamu," ujarnya, mengambil ponsel Aluna dan mulai melakukan transfer.Aluna menatap Edward dengan mata berkaca-kaca, terharu dengan kesediaan Edward yang membantu keluarganya. "Terima kasih, Edward," ucapnya, suaranya bergetar.Edward hanya tersenyum, menepuk bahu Aluna dengan lembut. "Tidak perlu berterima kasih, Aluna. Kita adalah pasangan, dan pasangan harus selalu membantu satu sama lain," ujarnya, menenangkan Aluna.Setelah selesai transfer, Edward mengembalikan ponsel Aluna. "Ok, masalahnya beres. Aset keluarga Everdeen sudah aman sekarang," ujarnya, tersenyum tulus.Aluna menatap Edward dengan mata berbinar, penuh rasa terima kasih. "Kamu benar-benar menyelamatkan kami, Edward. Aku tidak tahu bagaimana cara membalas budi baikmu," ucapnya, suaranya penuh rasa haru.Edward hanya tersenyum, menggelengkan kepalanya. "Tak perlu membalas apa-apa, aku hanya melakukan apa yang seh
Edward merasa gelisah dan khawatir usai mendengar kabar buruk dari Aluna. Dia segera kembali ke meja Clara dengan wajah yang penuh kekhawatiran."Ada apa, Ed?" tanya Clara, tampak penasaran.Edward menjelaskan situasi yang sedang terjadi kepada Clara, tentang pengeboman di perusahaan ayah Aluna. Clara terkejut mendengarnya dan merasa prihatin dengan keadaan Aluna dan keluarganya."Kita harus segera pergi ke tempat Aluna. Dia butuh dukungan kita di saat-saat seperti ini," ujar Clara tegas.“Tidak, kamu tak perlu pergi kesana. Kamu masih punya masalah yang harus diselesaikan,” tukas Edward, diam-diam mengeluarkan sebotol air dari sistem harem.“Minumkan ini pada ibumu, lalu kabari aku reaksinya. Cukup satu gelas saja, jangan berlebihan,” jelasnya sambil memberikan botol air itu pada Clara.“Air mineral? Untuk apa air mineral, Ed?” Clara bingung sendiri, menatap air itu dan tidak mengerti.Edward tersenyum tipis, “Percayalah, air itu bisa mengatasi masalahmu. Aku yakin ibumu aka
Edward menatap dengan cermat sosok pria yang baru saja bangkit dengan tenaga luar biasa. Meskipun dia mengaku telah sembuh berkat obat Edward, ekspresi wajah pria itu menunjukkan kekhawatiran mendalam. “Ayah, kamu benar-benar baik-baik saja?” tanya Aluna, penuh rasa syukur dan cemas bersamaan. “Tenang, Nak. Aku baik-baik saja sekarang,” jawab pria itu sambil mengamati tim medis yang sudah berusaha menolongnya. Edward merasa lega, tetapi rasa ingin tahunya semakin membara. Dia berusaha menyusun strategi untuk menghadapi ancaman di balik serangan bom tersebut. “Aluna, ayo kita bicara sebentar,” ajak Edward, menarik Aluna ke samping, jauh dari kerumunan. “Ada apa, Ed? Kenapa serangan ini bisa terjadi?” tanya Aluna dengan suara bergetar. Edward mencoba menganalisis situasi. “Ada kemungkinan bahwa serangan ini bukan hanya sekadar aksi teroris. Menurut informasi yang aku dapat, keluarga Everdeen mungkin sudah menjadi target lama. Ada beberapa kelompok yang bisa melakukan hal ini,