"Tinggalkan gadis itu dan ikut aku pulang!" titah Chang Kong. Qi Yun sadar, sang guru tidak mau mendengar kata ‘Tidak.’
“Baik, Guru!” Qi Yun mengangguk patuh, “Tetapi tolong berikan aku waktu untuk berpamitan pada kekasihku!”“Baiklah, kuberi kau waktu satu jam!: Chang Kong memutuskan untuk memberikan kelonggaran waktu pada sang murid. Bagaimanapun, ia juga pernah muda dan jatuh cinta.Tetapi Qi Yun adalah pangeran putra mahkota, saat ini mengemban tugas besar. Baru saja masuk ke kancah dunia persilatan sudah melupakan tugas karena seorang gadis cantik. Apabila dibiarkan, bisa-bisa semua rencana mantan Ratu Xian Lian hancur berantakan.Qi Yun kembali menemui Qing Ning yang sudah menunggunya cukup lama di kedai. Hati pilu tak bisa membayangkan bagaimana mengucapkan selamat tinggal pada kekasih. Belum lama berjanji selamanya tak akan pernah meninggalkan gadis itu, kini harus berpamitan.“Kakak Qi, mengapa wajahmu pucat sekali … apakahMatahari baru saja terbit di ufuk timur ketika Qi Yun terbangun dari tidur. Itu pun karena saat ia memalingkan tubuh ke samping ingin memeluk Qing Ning, ternyata sang istri sudah tidak ada di sana. Sambil mengucek mata yang masih mengantuk, Qi Yun bangkit dari peraduan. Ia menguap lebar, tetapi buru-buru menutup mulut menyadari bahwa dirinya tak lagi hidup sendiri. “Sudah memiliki istri, haruslah menjaga sikap.” Qi Yun tersenyum-senyum sendiri, momen kemarin terasa seperti mimpi, terlalu indah untuk menjadi kenyataan. “Seandainya kebahagiaan ini mimpi, aku tak ingin bangun selamanya!” gumam Qi Yun. Sejak kecil hanya ditempa untuk menjadi yang terkuat, kini memiliki gadis secantik dan selembut Qing Ning menjadi istri merupakan anugerah tak ternilai. Qi Yun merapikan pakaian dan rambut sebelum keluar dari pondok, ia berpikir istrinya mungkin saja sedang memasak makanan bersama bibi baik hati. Ternyata Qing Ning tidak ada di dapur. Pemuda itu mulai mencari di sekitar pondok. “Istrik
Ketika melihat ke dalam kotak, pemuda itu terkejut karena mendapati sembilan sisik berwarna keemasan, ia tentu saja ingat karena sisik-sisik tersebut adalah tanda lahirnya dulu. “I … ini bukan senjata pusaka!” protes Yu Ping kecewa. Ia berharap menemukan seruling yang nantinya dapat digunakan Dewa Keadilan Mengguncang Bumi, namun tak ada senjata apapun di dalam kotak. “Bawa semua sisik emas itu padaku!” perintah sang Dewa Naga. Meski ragu-ragu, Yu Ping melakukan apa yang diperintahkan. Ia meraup kesembilan sisik emas dengan kedua tangannya lalu membawa ke hadapan Ying Long. “Pejamkan kedua matamu!” perintah Dewa Naga bersisik emas lagi. “Kumpulkan lalu alirkan energi chi yang kau miliki pada sisik-sisik di tanganmu!” Yu Ping menurut, energi chi yang dikeluarkannya membentuk bola cahaya putih membungkus sembilan sisik dan mengangkatnya ke udara. Naga Ying long menyemburkan api ke arah bola cahaya, anehnya api itu sama sekali tak meluk
Genap dua tahun berlalu sejak jatuhnya Yu Ping ke dalam jurang Gunung Kunlun. Situasi daratan Cina dalam pemerintahan raja Qi Xiang semakin kacau balau. Kejahatan terjadi di mana-mana. Di dunia persilatan sendiri para pendekar sudah mulai acuh tak acuh, bahkan cenderung bersikap semaunya sendiri. Hal ini dikarenakan kekosongan jabatan ketua dunia persilatan sejak ketua terdahulu sekaligus Pendekar Nomor Satu, Wu Xian meninggal dunia. Lima petinggi perguruan ternama di dunia persilatan akhirnya memutuskan mengadakan pertemuan kembali di markas mereka yaitu sebuah kuil tua di pinggiran kota Ta Tung. Sebenarnya Ketua Bu Tong, Ketua Pedang Langit, dan Ketua Hoa Mei enggan datang bila mengingat betapa keji dan egois Tetua Wang yang kini telah menjadi Ketua Hoa San. Dalam hati mereka selalu mempertanyakan nasib murid Hoa San, Yu Ping. Sejak turun dari Gunung Kunlun dengan tangan hampa, Ketua Wang dan Tetua Cheng tidak pernah membahas tentang anak itu lagi. Yu Ping bagai hilang ditelan bu
Malam bulan purnama di atas Gunung Kunlun bila dilihat dari kejauhan seperti lukisan alam yang begitu indah. Namun bila orang berada di hutan belantara atau di puncak-puncak gunungnya, mereka tidak akan berpikir untuk menikmati keindahan alam tersebut. Suasana akan terasa mencekam dan menakutkan, seperti ada berpasang-pasang mata buas mengintai dari kegelapan. Di tengah kesunyian malam, tiba-tiba terdengar suara seruling mengalun lembut. Alunan musik dari seruling hanya terdengar samar-samar karena berasal jauh di bawah jurang, tetapi anehnya mampu menggetarkan dinding-dinding gunung. Bangunan terdekat di daerah Gunung Kunlun yaitu Perguruan Kunlun, ikut bergetar. Satu keanehan lagi, tak ada seorang penghuni pun yang menyadarinya, kebanyakan dari mereka tidur pulas. Irama seruling yang semula melantun lembut berubah makin lama makin cepat, energi suara dari seruling kemudian menggulung angin di dasar jurang. Gulungan angin itu segera berubah
“Hei, jangan bunuh aku!” terdengar teriakan melengking marah di dekat telinga Yu Ping, si pemuda melompat ke samping saking kagetnya. Seekor serangga sebesar kumbang melayang-layang di depan mata, makhluk mini inikah yang meneriakinya barusan? Yu Ping memejamkan mata, merangkum jari-jarinya sedemikian rupa seraya merapal mantera, “Mata Dewa!” Perlahan netra pemuda itu terbuka, bersamaan dengan itu mata ketiganya ikut pula terbuka. Ia mampu melihat benda mikro menjadi lebih jelas, dan ternyata makhluk yang ia kira kumbang adalah seekor naga berwarna merah. “Maaf … tapi siapakah namamu, Naga Kecil?” “Aku Dilong, Naga Bumi … ditugaskan kakak-kakakku untuk membantumu!” suara si naga mini melengking lagi. “Lain kali bersikap lembutlah pada perempuan, jangan asal pukul saja!” Ah, naga betina rupanya. Yu Ping tersenyum geli. Pantas saja cerewet sekali. Ia pun meminta maaf sekali lagi. “Dilong, tunjukkan ke manakah aku harus pergi
Di siang hari terik di kota Wenchuan, tampak empat laki-laki bersenjata memasuki sebuah rumah makan ‘Teratai’ yang terletak di tengah kota. Rumah makan tersebut selalu ramai pengunjung karena dikenal menyediakan arak terbaik di seluruh negeri. Ditambah lagi kota Wenchuan merupakan kota persinggahan bagi para pedagang maupun pengembara. Mereka duduk bersebelahan dengan meja di mana Yu Ping sedang menunggu pesanan makan siang. Murid Dewa Naga Fucanglong itu lebih banyak melamun, memikirkan keberadaan sang kekasih. Sementara naga mini, Dilong hinggap di kepala dan menarik-narik rambut Yu Ping dengan kedua kaki depannya sambil mengomel panjang lebar. “Ayo sadarlah! Tugasmu masih banyak, jangan hanya berkubang dalam penyesalan!” Tentu saja omelan Dilong hanya bisa didengarkan oleh telinga Yu Ping saja, namun pemuda itu tak menggubris rekannya. “Aku tidak akan tenang bila belum menemukan Qing Ning!” ucap Yu Ping melalui mata bati
Qi Yue menyusuri jalan setapak di sepanjang hutan pinus, langkahnya terlihat penuh semangat. Gadis yang menyamar sebagai pria itu sudah tak sabar ingin menyaksikan pertandingan para pendekar hebat di Gunung Hoa San. “Hmm, aku membutuhkan penunjuk jalan menuju Hoa San … tapi bagaimana menemukan orang yang dapat dipercaya?” gumam putri tunggal Kerajaan Qi sambil berpikir keras.Tiba-tiba si gadis mendengar suara beberapa langkah kaki di belakang, ia curiga jangan-jangan mereka sedang membuntutinya. Ketika Qi Yue mempercepat laju kaki, langkah di belakang juga ikut bergerak lebih cepat. Tak hilang akal, ia melompat tinggi, hinggap di atas dahan, lalu melesat di antara pepohonan. Orang-orang yang membuntutinya adalah empat pendekar yang ia permalukan di rumah makan Teratai beberapa saat lalu, melakukan hal yang sama. Beruntung ilmu meringankan tubuh Qi Yue masih jauh lebih baik, ia berhasil lepas dari kejaran dengan menyembunyikan diri berjongkok di balik semak-semak sementara keempat p
Empat pendekar dari Klan Elang Sakti bukannya jatuh kasihan, justru tertawa menyaksikan calon mangsa mereka menangis, meski tanpa suara terlihat dari pupil mata yang membesar bahwa gadis itu ketakutan.“Ke mana semua kesombonganmu, Nona?” ejek Adik Keempat, “Bukankah tadi kau berkoar-koar akan menumbangkan kami satu per satu?” Qi Yue meronta-ronta berusaha melepaskan diri dari ikatan tali yang membelit tubuhnya, namun sia-sia saja. Ketua Wei mulai melepaskan baju bagian atasnya sendiri, mata bersinar penuh napsu tak lepas memandang gadis malang yang tergeletak tak berdaya di dekat kakinya. “Aku yang akan pertama kali mencicipi tubuh indahmu, Manis!” seringai Ketua Wei, air liur menetes dari bibirnya ketika membungkuk di atas tubuh Qi Yue, sungguh menjijikkan.Sayup-sayup terdengar suara seruling mengalun, keempat pria kejam dari Klan Elang Sakti terkesima mendengar alunan musik yang sangat indah. Tanpa mereka sadari gelombang suara yang dihasilkan seruling mengandung energi chi, ya