"Selamat datang di Ekspedisi Naga Merah, namaku Xue Yi siap melayani Anda!" pria itu menangkupkan tangan ke depan dada, memberi salam pada Yu Ping dan Putri Qi Yue. “Tuan Xue Yi, aku ingin menyewa jasa Ekspedisi Naga Merah untuk mengirimkan sebuah paket ke Hoa San!” kata Qi Yue tanpa basa basi, “Berapapun akan kubayar.” “Hoa San lagi,” Xue Yi mengelus dagunya. Pria pemilik Ekspedisi Naga Merah sedang berpikir cara menolak permintaan pemuda bertubuh mungil di depannya. Qi Yue mengeluarkan beberapa keping emas, “Apakah emas-emas ini tidak cukup bagimu?” “Tuan Muda, saya bukannya menolak, tetapi dua tahun ini perampokan merajalela … terutama di jalur menuju Gunung Hoa San.” “Apakah Anda tahu alasan maraknya kejahatan akhir-akhir ini?” tanya Yu Ping penasaran. “Haihh, sejak pemerintahan Raja Qi Xiang, banyak kekacauan terjadi … ditambah dengan wafatnya Ketua Wu Xian makin memperburuk keadaan!” tutur Xue Yi sedih. “Aku jadi merasa bersalah pada almarhum Ketua Wu, sepertinya paket mis
“Aku … aku …” Qi Yue tak mampu menjawab, air matanya mulai tak terbendung, mengalir begitu saja seperti anak sungai. Yu Ping sebenarnya tidak tega melihat perempuan menangis, tetapi gadis manja di depannya harus belajar tata krama. “Bila kau ingin memperbaiki sikap, mulailah dengan kata maaf!” Yu Ping melipat tangan di depan dada, menunggu. Tentu saja bukan hal mudah bagi seorang putri tunggal raja melontarkan kata maaf, mata justru bersinar tajam seperti ingin menusuk Yu Ping dengan tatapan marahnya. “Sudahlah, selamat tinggal!” Yu Ping mengayunkan kaki menjauhi Qi Yue, melanjutkan langkah menuju pengadilan kota. Pemuda itu yakin si putri manja pasti akan mengikuti dari belakang, karena ia tahu Qi Yue tak memiliki seseorang yang dapat dipercaya selain dirinya saat ini. Setiba di gedung pengadilan, keempat pendekar perguruan Elang Sakti sudah ada di sana. Mereka sedang menyerahkan diri pada dua pengawal pengadilan. Sebelum dibawa mas
"Berlindung di belakangku!" perintah Yu Ping tanpa ekspresi seraya memindahkan tubuh ramping Qi Yue ke belakang punggungnya. Gadis itu tak habis pikir mengapa hembusan angin begitu kuat sama sekali tak menggoyahkan Yu Ping. Dari arah berlawanan angin berhembus, berkelebat tiga sosok bayangan terbang ke arah Yu Ping. Setelah semakin dekat, terlihat bahwa ketiga sosok tersebut adalah wanita-wanita berparas cantik mengenakan gaun sutera halus dan selendang senada menjuntai di kedua lengan. Wanita di sebelah kiri bergaun biru, di tengah bergaun putih, dan di sebelah kanan bergaun merah. Lekuk tubuh mereka sangat indah dan gerakannya pun menggoda.Mereka mendarat anggun di depan Yu Ping, si pemuda dapat merasakan hawa siluman memancar dari ketiga wanita itu. “Hati-hati, mereka siluman rubah!” Dilong memperingatkan, “Kau butuh bantuanku?” Yu Ping menggeleng, “Akan kuhadapi mereka sendiri.” Wanita berparas paling cantik yang berada di tengah, merupakan kakak tertua sekaligus pemimpin dar
Tubuh Huli Hong jatuh ke tanah, bersimbah darah. Dengan sisa-sisa kekuatan yang ada, Siluman Rubah Merah merayap menjauhi Xue Yi. Tangan kanannya teracung ke depan berusaha menjangkau sang kakak yang bersembunyi di balik rimbunnya dedaunan di atas pohon agak jauh darinya. Huli Bai tak cukup memiliki keberanian untuk menolong karena diri sendiri menderita luka dalam sangat parah. Ia hanya bisa menahan isak tangis menyaksikan adiknya meregang nyawa. “Aku akan membalaskan dendammu, Adikku!” desis Siluman Rubah Putih sebelum memutar tubuh lalu menghilang di kegelapan malam. Bibir Huli Hong bergetar, air mata pun luruh melihat kenyataan kakak tertua memalingkan muka darinya dan memilih melarikan diri. “Kkk … ka … kak …,” kepala dan tangan Huli Hong akhirnya terkulai ke tanah, siluman rubah malang itu menghembuskan napas terakhir. Tak lama wujudnya berubah kembali menjadi seekor rubah. “Di mana Saudara Muda Yu Ping?” Xue Yi memperhatikan s
"Aku curiga dengan gerak gerik Kepala Desa Hubei ini," bisik Qi Yue pada Yu Ping ketika rombongan mereka keluar dari kediaman Kepala Desa Hubei, Li Huai. “Itu bukan urusan kita,” sahut Yu Ping dingin. Pemuda itu sengaja berbicara ketus agar si gadis manja tidak berbuat sekehendak hati. Sebenarnya, ia sudah berencana untuk menyelidiki Li Huai diam-diam. Bila Qi Yue mengetahui rencananya, bisa-bisa gadis itu malah mengacau bukannya membantu. Wajah Qi Yue berubah manyun, meninggalkan pemuda angkuh itu dan memilih berjalan bersama Xue YI dan rekan-rekannya.Sejak sikap ksatria Xue Yi yang tak segan menukar nyawanya untuk menyelamatkan gadis itu dari Siluman Rubah Biru, Qi Yue mulai menaruh hormat pada Kepala Ekspedisi Naga Merah dan rekan-rekannya. “Mengapa Saudara Kecil Qi tampak tidak senang hati?” tanya Xue Yi. Qi Yue hanya menggeleng kesal, bibirnya makin mengerucut. “Apakah kesal dengan Saudara Muda Yu?” tebak Xue Yi seraya tersenyum.
"Tunggu, bukankah Tuan Li mengatakan sudah tak ada bahan makanan lagi?" tanya salah seorang warga yang mendengarkan dari tadi. “Oh itu benar, bahan makanan bantuan dari Pejabat Yung memang sudah habis. Tetapi yang aku maksud di sini adalah bahan makanan yang aku beli dari kota!” dalih Li Huai cepat. Ia menghela napas lega ketika warga yang mendengarkan alasannya mengangguk-anggukkan kepala. Seorang pelayan mendatangi Li Huai dengan tergopoh-gopoh lalu membisikkan sesuatu ke telinganya. Sebelum Li Huai sempat merespons laporan pelayannya, tiba-tiba terdengar bunyi kentongan dari arah gerbang desa. Semua warga yang mengantri berduyun-duyun menuju gerbang desa, Li Huai yang penasaran mengikuti dari belakang. Di depan pintu masuk desa, terlihat beberapa kereta penuh dengan karung-karung berisi tepung dan beras. Xue Yi berhenti memukul kentongan setelah semua penduduk telah berkumpul, “Kami akan membagikan bahan makanan secara cuma-cuma kepada kalian, silahkan berbaris dengan teratur!”
"Mantra Pembakar Jiwa!" Biksu Song mengaduk air baskom berisi kertas hu sambil tertawa menyeramkan, "Mampus kau, Xue Yi!" Benar saja, Xue Yi yang sedang tidur lelap tiba-tiba terbangun karena merasakan dadanya serasa panas terbakar. Kepala ekspedisi itu bangkit dan berjalan menuju ke meja untuk mengambil air minum namun rasa panas di dadanya mulai menjalar ke seluruh tubuh, seperti dibakar api. Ia jatuh berguling-guling di lantai yang dingin sambil berteriak kesakitan. Teriakan kesakitan Xue Yi terdengar sampai ke kamar tempat Yu Ping beristirahat. Pemuda itu segera berlari ke kamar Xue Yi, ternyata di dalam kamar Xue Yi, telah berkumpul juga dua orang dari ekspedisi Naga Merah dan Qi Yue. Mereka kebingungan menyaksikan kondisi Xue Yi yang memprihatinkan. “Apa yang terjadi?” tanya Yu Ping pada kedua rekan Xue Yi yang hanya bengong melihat ketua mereka menggelepar kesakitan. Kedua orang itu hanya mampu menggelengkan kepala tak mengerti. Yu Ping memejamkan mata, menggunakan mata bati
“Saudara Muda Yu, bila bukan kau yang menolongku … aku pasti sudah mati!” kata Xue Yi pada Yu Ping sekeluarnya mereka dari Desa Hubei. “Selamanya tak akan kulupakan hutang nyawa ini.” “Saudara Xue, kau sudah mengulang kata-kata ini puluhan kali. Aku menolongmu dengan tulus tanpa mengharapkan, sudi berteman denganku saja aku sudah merasa bangga!” Yu Ping menepuk bahu kepala Ekspedisi Naga Merah. “A Lung, kalian berdua sebaiknya kembali ke kota Wenchuan!” kata Xue Yi pada dua rekannya, “Antarkan siluman rubah ini ke penjara kota, hati-hati jangan sampai kalian cabut jimat pelemah siluman di lehernya!” “Baik Bos!” A Lung mengangguk dan berpamitan. Bersama rekannya dan empat tukang angkut, mereka kembali ke kota Wenchuan sambil membawa serta Siluman Rubah Biru, Huli Lan. Yu Ping dan rombongan melanjutkan perjalanan menuju Hoa San, Qi Yue adalah yang paling antusias dengan perjalanan mereka karena sesuai dengan keinginannya. Setelah berj