"Mantra Pembakar Jiwa!" Biksu Song mengaduk air baskom berisi kertas hu sambil tertawa menyeramkan, "Mampus kau, Xue Yi!" Benar saja, Xue Yi yang sedang tidur lelap tiba-tiba terbangun karena merasakan dadanya serasa panas terbakar. Kepala ekspedisi itu bangkit dan berjalan menuju ke meja untuk mengambil air minum namun rasa panas di dadanya mulai menjalar ke seluruh tubuh, seperti dibakar api. Ia jatuh berguling-guling di lantai yang dingin sambil berteriak kesakitan. Teriakan kesakitan Xue Yi terdengar sampai ke kamar tempat Yu Ping beristirahat. Pemuda itu segera berlari ke kamar Xue Yi, ternyata di dalam kamar Xue Yi, telah berkumpul juga dua orang dari ekspedisi Naga Merah dan Qi Yue. Mereka kebingungan menyaksikan kondisi Xue Yi yang memprihatinkan. “Apa yang terjadi?” tanya Yu Ping pada kedua rekan Xue Yi yang hanya bengong melihat ketua mereka menggelepar kesakitan. Kedua orang itu hanya mampu menggelengkan kepala tak mengerti. Yu Ping memejamkan mata, menggunakan mata bati
“Saudara Muda Yu, bila bukan kau yang menolongku … aku pasti sudah mati!” kata Xue Yi pada Yu Ping sekeluarnya mereka dari Desa Hubei. “Selamanya tak akan kulupakan hutang nyawa ini.” “Saudara Xue, kau sudah mengulang kata-kata ini puluhan kali. Aku menolongmu dengan tulus tanpa mengharapkan, sudi berteman denganku saja aku sudah merasa bangga!” Yu Ping menepuk bahu kepala Ekspedisi Naga Merah. “A Lung, kalian berdua sebaiknya kembali ke kota Wenchuan!” kata Xue Yi pada dua rekannya, “Antarkan siluman rubah ini ke penjara kota, hati-hati jangan sampai kalian cabut jimat pelemah siluman di lehernya!” “Baik Bos!” A Lung mengangguk dan berpamitan. Bersama rekannya dan empat tukang angkut, mereka kembali ke kota Wenchuan sambil membawa serta Siluman Rubah Biru, Huli Lan. Yu Ping dan rombongan melanjutkan perjalanan menuju Hoa San, Qi Yue adalah yang paling antusias dengan perjalanan mereka karena sesuai dengan keinginannya. Setelah berj
Yu Ping bermaksud mengejar ketika ia mendengar suara di belakangnya. Suara seorang wanita yang sangat ia kenal. "Qing Ning?" mata Yu Ping berpendar menatap sosok yang amat dikenal dan selalu ia rindukan. Gadis itu masih terlihat sama, cantik meski terlihat lebih dewasa dan berisi dibandingkan dulu. Mengenakan baju sederhana, ia tetap terlihat anggun dan menawan. “Yu Ping?” suara gadis itu bergetar, namun alih-alih lari ke pelukan sahabat lama, ia memutar tubuhnya dengan gemetar menahan marah. “Mengapa kau kemari?” suara Qing Ning berubah dingin, Yu Ping menggigil mendengarnya. Ternyata gadis yang pernah mengutarakan cinta benar-benar telah membencinya. Tentu saja semua adalah kesalahannya meninggalkan gadis itu sendirian. “Bukankah aku penghalang kesuksesanmu menjadi pendekar nomor satu?” Qing NIng mengepalkan kedua tangan, nada bicaranya ketus juga sinis. “Kulihat kau sudah jadi pendekar hebat sesuai impianmu, lalu ingin pamer di depanku?”
“Kau telah melakukan pengorbanan besar sebagai seorang istri dan ibu, Qing Ning!” Yu Ping memandangnya penuh haru, “Kau adalah wanita yang luar biasa!” Qing Ning tersenyum, “Waktu menempa kita menjadi lebih dewasa dan bijak, begitupun diriku.” Mereka berdua menikmati wajah mungil putra Qing Ning dalam diam. “Yu Ping, berjanjilah kau akan merahasiakan keberadaanku pada Qi Yun bila suatu saat nanti kalian bertemu!” tiba-tiba Qing NIng bersuara lagi. “Qing Ning, kau tidak aman berada di sini sendirian … tadi saja orang-orang dari Iblis Darah jelas-jelas sedang mengincarmu.” Qing Ning mendesah, “Aku tidak tahu harus kemana lagi, bila aku ke Perbatasan Timur menemui Bibi Oey … Qi Yun bisa saja menemukan kami.” “Hmm,” Yu Ping berjalan hilir mudik di dalam kamar, berpikir keras mencari solusi. “Aku akan mencoba meminta tolong pada temanku, Saudara Xue Yi untuk menerimamu di tempatnya. Ia memiliki rekan-rekan yang juga jago bela di
Di bawah langit yang mendung, suasana di tepi Sungai Kuning terasa begitu suram. Sebuah perahu melaju dengan tenang. Tukang perahu berdiri di bagian belakang perahu, mengayuh sekuat tenaga. Ia khawatir bila turun hujan, arus sungai bisa berubah deras dan menyulitkannya menyeberang. Di buritan, seorang gadis berpakaian serba hitam dan mengenakan topi tudung berdiri dengan gagah. Gadis itu, Xin Ru, memiliki ilmu meringankan tubuh yang tinggi sehingga meskipun perahu terapung turun naik di permukaan air, ia tetap kokoh berdiri tanpa oleng sedikitpun. “Nona, kalau boleh tahu mengapa Anda sering berkunjung ke Desa Kuning? Apakah masih ada keluarga di sana?” terdengar suara tukang perahu memecah kesunyian. Xin Ru hanya membisu, menatap lurus ke depan dengan pandangan kosong. Setiap dua bulan sekali ia memang menggunakan jasa tukang perahu langganannya itu untuk menyeberangkan dirinya ke Desa Kuning. “Apakah Nona masih memiliki keluarga di sana?” tan
Pagi itu, langit masih berkabut pasca hujan deras semalam. Awan mendung menggantung, menambah kesan suram suasana di daerah Sungai Kuning. Keadaan masih sangat sunyi, hanya suara kicau burung dan aliran air sungai yang deras terdengar seperti simfoni kehidupan. Tiba-tiba keheningan itu terusik oleh suara langkah kaki tergesa-gesa. Seorang pria tua, dengan napas memburu, berlari menyusuri jalan setapak di sepanjang tepi sungai. Ia berusaha menghilang dari pandangan beberapa warga yang mengejarnya dengan marah. Para warga tersebut marah karena ia terlihat beberapa kali mencuri makanan yang tersaji di atas meja pengunjung kedai di kota, kali ini ia mencuri satu ekor utuh ayam panggang. Pencuri tua itu bersembunyi di balik alang-alang yang tingginya hampir seukuran anak usia dua belas tahun, diam tanpa suara sampai para pengejarnya pergi menjauh. “Fiuhh, hampir saja!” pria itu memandang hasil curian di tangannya dengan puas, seekor ayam panggang y
Liu Heng terkekeh, "Benar-benar anak pintar!" “Bagaimana, Paman? Bersediakah Paman menerimaku sebagai murid?” Xin Ru memandang pria tua di depannya penuh harap. “Karena kau banyak akal sepertiku, kukira kau memang cocok jadi murid Pendekar Sinting … hahaha!” Liu Heng tertawa. “Terima kasih, Guru!” kening Xin Ru mencium tanah sebagai penghormatan pada Liu Heng. Pria itu melompat-lompat kegirangan, merasa sudah mendapatkan teman bermain. “Mari kita main petak umpet!” seru Liu Heng riang. “Aduh Guru, bukan Murid tidak mau bermain denganmu tapi …” Xin Ru berusaha menolak dengan halus namun malah membuat Liu Heng ngambek seperti anak kecil. “Aku hanya ingin mengajak bermain, apa gunanya memiliki murid kalau tidak mau diajak main petak umpet, huhh!” Liu Heng menghentakkan kaki dengan kesal. Xin Ru memutar otak cepat lalu memutuskan untuk membujuk pria tua itu. "Guru, daripada bermain petak umpet di sini, bagaimana kalau kita bermain menangkap pencuri!" "Menangkap pencuri? Wah, asyik
Setelah mengantarkan Qing Ning dan putranya ke kota Wenchuan, rombongan Yu Ping meneruskan perjalanan ke Hoa San. Qi Yue yang masih cemburu dengan sikap murid Fucanglong terhadap wanita lain, tak ingin berada di dekatnya selama perjalanan. Gadis itu lebih memilih berjalan bersama Xue Yi yang berjalan di belakang bersama beberapa tukang penarik kereta. “Calon istrimu cemburu!” Naga Dilong terkikik di telinga Yu Ping. “Sudah kubilang jangan sebut dia calon istriku!” sergah Yu Ping dengan nada tak suka. “Lalu siapa calon istrimu? Istri temanmu itu?” olok Dilong. Yu Ping mengetatkan gigi, tak ingin menimpali meski kesal. “Bukankah sudah kukatakan padamu takdir langit tak dapat ditolak? Jadi saranku, belajarlah untuk memedulikan calon istrimu mulai sekarang!” saran Dilong. Yu Ping tetap saja diam seribu bahasa, dalam hati masih ada rasa sakit menghadapi kenyataan Qing Ning tak mungkin menjadi miliknya. Namun Dilong ben
Di puncak Gunung Kunlun yang menjulang tinggi, kabut tipis menyelimuti puncak-puncak batu yang tajam. Udara dingin pegunungan menerpa wajah dua sosok yang berdiri tegap di atas jembatan batu kuno. Yu Ping dan kakak angkatnya, Xin Ru, berdiri berdampingan, mata mereka menatap jauh ke dalam jurang yang dalam dan gelap di bawah.Yu Ping, mengenakan pakaian kerajaan dengan garis emas di sepanjang tepi kain sutra yang terjuntai hingga nyaris menyentuh tanah, menggenggam seruling emas di tangan, dan sebuah golok hitam diselipkan di belakang punggung. Di sampingnya, Xin Ru berdiri dengan postur waspada, matanya yang tajam menyapu sekeliling, siap menghadapi apapun yang mungkin terjadi."Kau yakin dia akan muncul?" tanya Xin Ru, suaranya nyaris berbisik.Yu Ping mengangguk pasti, senyum tipis tersungging di bibirnya. "Aku yakin, karena dia adalah guruku.” Dengan gerakan perlahan, Yu Ping mengangkat seruling ke bibirnya. Ia menarik napas dalam, lalu mulai meniup. Nada-nada lembut mengalir d
Aula kerajaan Qi dipenuhi oleh kemegahan dan kemewahan. Dinding-dinding berukir emas berkilau di bawah cahaya ribuan lilin yang menerangi ruangan. Aroma dupa yang manis mengambang di udara, menciptakan suasana sakral yang teduh.Di tengah aula, Yu Ping berdiri tegap, mengenakan jubah kerajaan berlapis emas. Wajahnya tenang berwibawa, mencerminkan seorang yang berhati lembut namun juga tegas. Kasim Liu, berlutut di hadapannya, menyodorkan mahkota dan jubah emas kerajaan di atas bantal beludru merah.Dengan gerakan perlahan, Yu Ping mengambil mahkota itu dan meletakkannya di atas kepala. Jubah emas kemudian disampirkan di bahunya, melengkapi penampilannya sebagai seorang raja. Seketika itu juga, seluruh ruangan dipenuhi oleh suara gemerisik kain—para Jenderal dan Menteri berlutut, memberikan penghormatan kepada raja baru mereka.Di samping singgasana raja, dua wanita cantik duduk dengan anggun. Di sisi kiri, Sayana, dengan pakaian mewah dan perhiasan yang gemerlap, tersenyum anggun. Mat
Mentari bersinar cerah di atas Kota Xianfeng, cahayanya memantul dari atap-atap bangunan. Udara dipenuhi oleh semangat dan kegembiraan yang menggelora, seiring dengan persiapan pelantikan Yu Ping sebagai raja baru Negeri Qi.Hiruk pikuk keramaian terdengar dari setiap sudut kota, sementara di dalam istana, para pelayan berlarian kesana-kemari, sibuk dengan persiapan acara yang akan berlangsung selama tujuh hari tujuh malam.Di aula utama istana, Kepala Pelayan, seorang pria paruh baya dengan wajah serius namun berwibawa, tampak kewalahan menerima bingkisan hadiah yang terus berdatangan. Utusan dari berbagai negeri jiran dan perwakilan sekte-sekte aliran putih dari seluruh penjuru negeri silih berganti memasuki ruangan, membawa persembahan untuk raja baru mereka."Yang Mulia pasti akan sangat senang melihat sem
Suasana suram menyelimuti pemakaman keluarga kerajaan. Angin semilir membelai dedaunan pohon-pohon tua yang mengelilingi area sakral itu. Di tengah keheningan, sosok Yu Ping berlutut di depan sebuah makam yang masih baru. Tangannya gemetar memegang beberapa batang hio yang telah dinyalakan, asapnya mengepul tipis ke udara. Dengan hati-hati, ia menancapkan hio-hio tersebut ke dalam hiolo -tempat dupa yang terbuat dari logam berukir indah- yang terletak tepat di depan batu nisan ibunya, Xian Lian.Yu Ping menatap lekat nama yang terukir di batu nisan itu. Matanya yang berkaca-kaca menyiratkan kesedihan mendalam. Ia menghela napas berat sebelum berbisik lirih, suaranya nyaris terbawa angin."Ibu," ucap si pemuda dengan nada bergetar, "sekian lama aku mendambakan pertemuan dengan orang tua kandungku. Tapi mengapa, ketika akhirnya kita dipertemukan, waktu begitu kejam membatasi kebersamaan kita?"Jemarinya perlahan menelusuri ukiran nama ibunya di batu nisan. "Qi Yun sungguh beruntung,"
Kedua pendekar muda itu berhadapan di udara, aura mereka yang bertolak belakang - keemasan milik Yu Ping dan kegelapan milik Qi Yun - bertabrakan, menciptakan gelombang energi yang membuat udara bergetar."Qi Yun," balas Yu Ping, suaranya tenang namun penuh ketegasan. "Hentikan semua ini! Terlalu banyak nyawa yang telah melayang."Qi Yun tertawa sinis. "Hentikan? Tidak akan! Hari ini, salah satu dari kita akan mati!"Bersamaan dengan itu Qi Yun mengayunkan goloknya, menciptakan gelombang energi hitam yang melesat ke arah Yu Ping. Yu Ping dengan sigap mengeluarkan seruling saktinya, bersiap menghadapi pertarungan yang akan menentukan nasib kerajaan Qi.Di bawah, pasukan kedua belah pihak menghentikan pertempuran sejenak, mata mereka tertuju ke langit di mana dua sosok pemimpin mereka akan bertarung hingga titik darah penghabisan. Mereka tahu, hasil pertarungan ini akan menentukan tidak hanya nasib mereka, tapi juga masa depan seluruh kerajaan.Langit di atas Xianfeng menjadi arena perta
Di atas benteng kokoh, di kotaraja Xianfeng, Qi Yun berdiri tegak, jubah perang yang berat dan berkilauan menambah kegagahannya. Matanya yang tajam menatap ke kejauhan, menanti kedatangan musuh yang ia tahu pasti akan tiba.Berita kekalahan para Jenderal Perang dan pasukannya telah sampai ke telinganya, dibawa oleh prajurit-prajurit yang berhasil meloloskan diri dari pertempuran.Suasana di atas benteng sunyi senyap, hanya deru napas para pasukan yang merasa tegang memecah keheningan. Mereka telah mendengar desas-desus tentang kesaktian Yu Ping, dan ketakutan mulai merayapi hati mereka. Namun, di bawah tatapan dingin Qi Yun, tak seorang pun berani menunjukkan keraguan."Pasukan siap, Pangeran!" lapor seorang perwira. "Pemanah, infanteri, dan pelontar batu telah mengambil posisi."Qi Yun mengangguk singkat, matanya tak lepas memandang langit. Tak lama kemudian, apa yang ditunggunya muncul. Dari kejauhan, terlihat pasukan Yu Ping yang mulai mendekat. Mereka berhenti agak jauh dari bent
Asap pertempuran mengepul di berbagai sudut kota, menandai jejak perjuangan pasukan Yu Ping dalam perjalanan mereka menuju Xianfeng. Satu demi satu, pertempuran dimenangkan oleh Yu Ping dan pasukannya. Namun, kemenangan demi kemenangan ini tidak membuat Yu Ping lengah. Sebaliknya, instingnya sebagai strategi perang mulai menangkap pola yang mencurigakan.Yu Ping berdiri di atas bukit kecil, memandang ke arah kota yang masih diselimuti asap pertempuran. Matanya yang tajam menyipit, menganalisis situasi dengan cermat. Perlahan, sebuah kesimpulan terbentuk di benaknya."Dia ingin pasukan kita kelelahan saat tiba di Xianfeng," gumam Yu Ping, lebih kepada dirinya sendiri. Nada suaranya lebih kepada kekaguman namun juga mengandung kejengkelan. "Dasar licik!"Panglima Sung yang berdiri di sampingnya, menangkap gumaman itu. Dengan wajah serius, ia bertanya, "Apa yang harus kita lakukan, Jenderal Yu Ping?" Suaranya penuh hormat dan kesiapan. "Kami siap melakukan apapun perintahmu!"Yu Ping ter
Pemandangan itu menyadarkan Qi Xiang akan kenyataan yang mengerikan: ia benar-benar berhadapan dengan Raja Iblis. Ketakutan yang luar biasa mencengkeram hatinya, membuatnya gemetar hebat."B-baik," ujar Qi Xiang terbata-bata, keringat dingin membasahi dahinya. "Akan kulakukan apapun yang kau mau asal bunuh Yu Ping dan antek-anteknya untukku."Sebuah senyum tipis tersungging di bibir Qi Yun. "Bagus," ujarnya, suaranya dingin dan tanpa emosi. "Sekarang lakukan sesuatu untukku! Bebaskan ibuku dari penjara, obati luka-lukanya dan biarkan ia menempati kamar ratu.""A-apa?" Qi Xiang terkejut, tidak menyangka permintaan semacam ini akan datang dari Qi Yun."Kau merampas itu darinya," desis Qi Yun, matanya berkilat-kilat penuh ancaman. "Aku akan mengembalikan martabatnya seperti semula!"Qi Xiang, yang kini tak lebih dari boneka di tangan Qi Yun, tak berkutik. Ia hanya bisa mengangguk pasrah, menyadari bahwa hidupnya kini bergantung pada keinginan pemuda di hadapannya ini."Baik ... baik …,"
Di dalam penjara bawah tanah istana yang lembab dan dingin, suara rintihan tertahan memecah keheningan. Seorang wanita, dengan rambut kusut dan pakaian compang-camping, terikat dengan kedua tangan terentang di atas sebuah papan kayu yang kasar. Wajahnya yang cantik kini penuh dengan luka dan lebam, hasil dari penyiksaan brutal yang baru saja ia alami.Ma Yin, dengan senyum puas tersungging di bibirnya, berdiri di hadapan wanita itu. Cambuk di tangannya masih basah oleh darah."Yang Mulia Ratu," ujarnya dengan nada mengejek, "ternyata Anda sungguh tangguh ... sudah dicambuk dan dihajar berulang kali tetapi masih berdiri tegak!"Xian Lian, mantan Ratu yang kini diperlakukan bagai penjahat kelas berat, hanya diam. Kepalanya tertunduk, seolah tak lagi memiliki kekuatan untuk mengangkatnya.Ma Yin melangkah mendekat, suara sepatunya bergema di dinding-dinding sel. "Seandainya Anda mau bekerja sama, tentu hal ini tak akan sampai terjadi."Tangan kanan Raja itu kini berada tepat di depan Xia