Malam bulan purnama di atas Gunung Kunlun bila dilihat dari kejauhan seperti lukisan alam yang begitu indah. Namun bila orang berada di hutan belantara atau di puncak-puncak gunungnya, mereka tidak akan berpikir untuk menikmati keindahan alam tersebut. Suasana akan terasa mencekam dan menakutkan, seperti ada berpasang-pasang mata buas mengintai dari kegelapan. Di tengah kesunyian malam, tiba-tiba terdengar suara seruling mengalun lembut. Alunan musik dari seruling hanya terdengar samar-samar karena berasal jauh di bawah jurang, tetapi anehnya mampu menggetarkan dinding-dinding gunung. Bangunan terdekat di daerah Gunung Kunlun yaitu Perguruan Kunlun, ikut bergetar. Satu keanehan lagi, tak ada seorang penghuni pun yang menyadarinya, kebanyakan dari mereka tidur pulas. Irama seruling yang semula melantun lembut berubah makin lama makin cepat, energi suara dari seruling kemudian menggulung angin di dasar jurang. Gulungan angin itu segera berubah
“Hei, jangan bunuh aku!” terdengar teriakan melengking marah di dekat telinga Yu Ping, si pemuda melompat ke samping saking kagetnya. Seekor serangga sebesar kumbang melayang-layang di depan mata, makhluk mini inikah yang meneriakinya barusan? Yu Ping memejamkan mata, merangkum jari-jarinya sedemikian rupa seraya merapal mantera, “Mata Dewa!” Perlahan netra pemuda itu terbuka, bersamaan dengan itu mata ketiganya ikut pula terbuka. Ia mampu melihat benda mikro menjadi lebih jelas, dan ternyata makhluk yang ia kira kumbang adalah seekor naga berwarna merah. “Maaf … tapi siapakah namamu, Naga Kecil?” “Aku Dilong, Naga Bumi … ditugaskan kakak-kakakku untuk membantumu!” suara si naga mini melengking lagi. “Lain kali bersikap lembutlah pada perempuan, jangan asal pukul saja!” Ah, naga betina rupanya. Yu Ping tersenyum geli. Pantas saja cerewet sekali. Ia pun meminta maaf sekali lagi. “Dilong, tunjukkan ke manakah aku harus pergi
Di siang hari terik di kota Wenchuan, tampak empat laki-laki bersenjata memasuki sebuah rumah makan ‘Teratai’ yang terletak di tengah kota. Rumah makan tersebut selalu ramai pengunjung karena dikenal menyediakan arak terbaik di seluruh negeri. Ditambah lagi kota Wenchuan merupakan kota persinggahan bagi para pedagang maupun pengembara. Mereka duduk bersebelahan dengan meja di mana Yu Ping sedang menunggu pesanan makan siang. Murid Dewa Naga Fucanglong itu lebih banyak melamun, memikirkan keberadaan sang kekasih. Sementara naga mini, Dilong hinggap di kepala dan menarik-narik rambut Yu Ping dengan kedua kaki depannya sambil mengomel panjang lebar. “Ayo sadarlah! Tugasmu masih banyak, jangan hanya berkubang dalam penyesalan!” Tentu saja omelan Dilong hanya bisa didengarkan oleh telinga Yu Ping saja, namun pemuda itu tak menggubris rekannya. “Aku tidak akan tenang bila belum menemukan Qing Ning!” ucap Yu Ping melalui mata bati
Qi Yue menyusuri jalan setapak di sepanjang hutan pinus, langkahnya terlihat penuh semangat. Gadis yang menyamar sebagai pria itu sudah tak sabar ingin menyaksikan pertandingan para pendekar hebat di Gunung Hoa San. “Hmm, aku membutuhkan penunjuk jalan menuju Hoa San … tapi bagaimana menemukan orang yang dapat dipercaya?” gumam putri tunggal Kerajaan Qi sambil berpikir keras.Tiba-tiba si gadis mendengar suara beberapa langkah kaki di belakang, ia curiga jangan-jangan mereka sedang membuntutinya. Ketika Qi Yue mempercepat laju kaki, langkah di belakang juga ikut bergerak lebih cepat. Tak hilang akal, ia melompat tinggi, hinggap di atas dahan, lalu melesat di antara pepohonan. Orang-orang yang membuntutinya adalah empat pendekar yang ia permalukan di rumah makan Teratai beberapa saat lalu, melakukan hal yang sama. Beruntung ilmu meringankan tubuh Qi Yue masih jauh lebih baik, ia berhasil lepas dari kejaran dengan menyembunyikan diri berjongkok di balik semak-semak sementara keempat p
Empat pendekar dari Klan Elang Sakti bukannya jatuh kasihan, justru tertawa menyaksikan calon mangsa mereka menangis, meski tanpa suara terlihat dari pupil mata yang membesar bahwa gadis itu ketakutan.“Ke mana semua kesombonganmu, Nona?” ejek Adik Keempat, “Bukankah tadi kau berkoar-koar akan menumbangkan kami satu per satu?” Qi Yue meronta-ronta berusaha melepaskan diri dari ikatan tali yang membelit tubuhnya, namun sia-sia saja. Ketua Wei mulai melepaskan baju bagian atasnya sendiri, mata bersinar penuh napsu tak lepas memandang gadis malang yang tergeletak tak berdaya di dekat kakinya. “Aku yang akan pertama kali mencicipi tubuh indahmu, Manis!” seringai Ketua Wei, air liur menetes dari bibirnya ketika membungkuk di atas tubuh Qi Yue, sungguh menjijikkan.Sayup-sayup terdengar suara seruling mengalun, keempat pria kejam dari Klan Elang Sakti terkesima mendengar alunan musik yang sangat indah. Tanpa mereka sadari gelombang suara yang dihasilkan seruling mengandung energi chi, ya
"Selamat datang di Ekspedisi Naga Merah, namaku Xue Yi siap melayani Anda!" pria itu menangkupkan tangan ke depan dada, memberi salam pada Yu Ping dan Putri Qi Yue. “Tuan Xue Yi, aku ingin menyewa jasa Ekspedisi Naga Merah untuk mengirimkan sebuah paket ke Hoa San!” kata Qi Yue tanpa basa basi, “Berapapun akan kubayar.” “Hoa San lagi,” Xue Yi mengelus dagunya. Pria pemilik Ekspedisi Naga Merah sedang berpikir cara menolak permintaan pemuda bertubuh mungil di depannya. Qi Yue mengeluarkan beberapa keping emas, “Apakah emas-emas ini tidak cukup bagimu?” “Tuan Muda, saya bukannya menolak, tetapi dua tahun ini perampokan merajalela … terutama di jalur menuju Gunung Hoa San.” “Apakah Anda tahu alasan maraknya kejahatan akhir-akhir ini?” tanya Yu Ping penasaran. “Haihh, sejak pemerintahan Raja Qi Xiang, banyak kekacauan terjadi … ditambah dengan wafatnya Ketua Wu Xian makin memperburuk keadaan!” tutur Xue Yi sedih. “Aku jadi merasa bersalah pada almarhum Ketua Wu, sepertinya paket mis
“Aku … aku …” Qi Yue tak mampu menjawab, air matanya mulai tak terbendung, mengalir begitu saja seperti anak sungai. Yu Ping sebenarnya tidak tega melihat perempuan menangis, tetapi gadis manja di depannya harus belajar tata krama. “Bila kau ingin memperbaiki sikap, mulailah dengan kata maaf!” Yu Ping melipat tangan di depan dada, menunggu. Tentu saja bukan hal mudah bagi seorang putri tunggal raja melontarkan kata maaf, mata justru bersinar tajam seperti ingin menusuk Yu Ping dengan tatapan marahnya. “Sudahlah, selamat tinggal!” Yu Ping mengayunkan kaki menjauhi Qi Yue, melanjutkan langkah menuju pengadilan kota. Pemuda itu yakin si putri manja pasti akan mengikuti dari belakang, karena ia tahu Qi Yue tak memiliki seseorang yang dapat dipercaya selain dirinya saat ini. Setiba di gedung pengadilan, keempat pendekar perguruan Elang Sakti sudah ada di sana. Mereka sedang menyerahkan diri pada dua pengawal pengadilan. Sebelum dibawa mas
"Berlindung di belakangku!" perintah Yu Ping tanpa ekspresi seraya memindahkan tubuh ramping Qi Yue ke belakang punggungnya. Gadis itu tak habis pikir mengapa hembusan angin begitu kuat sama sekali tak menggoyahkan Yu Ping. Dari arah berlawanan angin berhembus, berkelebat tiga sosok bayangan terbang ke arah Yu Ping. Setelah semakin dekat, terlihat bahwa ketiga sosok tersebut adalah wanita-wanita berparas cantik mengenakan gaun sutera halus dan selendang senada menjuntai di kedua lengan. Wanita di sebelah kiri bergaun biru, di tengah bergaun putih, dan di sebelah kanan bergaun merah. Lekuk tubuh mereka sangat indah dan gerakannya pun menggoda.Mereka mendarat anggun di depan Yu Ping, si pemuda dapat merasakan hawa siluman memancar dari ketiga wanita itu. “Hati-hati, mereka siluman rubah!” Dilong memperingatkan, “Kau butuh bantuanku?” Yu Ping menggeleng, “Akan kuhadapi mereka sendiri.” Wanita berparas paling cantik yang berada di tengah, merupakan kakak tertua sekaligus pemimpin dar
Di puncak Gunung Kunlun yang menjulang tinggi, kabut tipis menyelimuti puncak-puncak batu yang tajam. Udara dingin pegunungan menerpa wajah dua sosok yang berdiri tegap di atas jembatan batu kuno. Yu Ping dan kakak angkatnya, Xin Ru, berdiri berdampingan, mata mereka menatap jauh ke dalam jurang yang dalam dan gelap di bawah.Yu Ping, mengenakan pakaian kerajaan dengan garis emas di sepanjang tepi kain sutra yang terjuntai hingga nyaris menyentuh tanah, menggenggam seruling emas di tangan, dan sebuah golok hitam diselipkan di belakang punggung. Di sampingnya, Xin Ru berdiri dengan postur waspada, matanya yang tajam menyapu sekeliling, siap menghadapi apapun yang mungkin terjadi."Kau yakin dia akan muncul?" tanya Xin Ru, suaranya nyaris berbisik.Yu Ping mengangguk pasti, senyum tipis tersungging di bibirnya. "Aku yakin, karena dia adalah guruku.” Dengan gerakan perlahan, Yu Ping mengangkat seruling ke bibirnya. Ia menarik napas dalam, lalu mulai meniup. Nada-nada lembut mengalir d
Aula kerajaan Qi dipenuhi oleh kemegahan dan kemewahan. Dinding-dinding berukir emas berkilau di bawah cahaya ribuan lilin yang menerangi ruangan. Aroma dupa yang manis mengambang di udara, menciptakan suasana sakral yang teduh.Di tengah aula, Yu Ping berdiri tegap, mengenakan jubah kerajaan berlapis emas. Wajahnya tenang berwibawa, mencerminkan seorang yang berhati lembut namun juga tegas. Kasim Liu, berlutut di hadapannya, menyodorkan mahkota dan jubah emas kerajaan di atas bantal beludru merah.Dengan gerakan perlahan, Yu Ping mengambil mahkota itu dan meletakkannya di atas kepala. Jubah emas kemudian disampirkan di bahunya, melengkapi penampilannya sebagai seorang raja. Seketika itu juga, seluruh ruangan dipenuhi oleh suara gemerisik kain—para Jenderal dan Menteri berlutut, memberikan penghormatan kepada raja baru mereka.Di samping singgasana raja, dua wanita cantik duduk dengan anggun. Di sisi kiri, Sayana, dengan pakaian mewah dan perhiasan yang gemerlap, tersenyum anggun. Mat
Mentari bersinar cerah di atas Kota Xianfeng, cahayanya memantul dari atap-atap bangunan. Udara dipenuhi oleh semangat dan kegembiraan yang menggelora, seiring dengan persiapan pelantikan Yu Ping sebagai raja baru Negeri Qi.Hiruk pikuk keramaian terdengar dari setiap sudut kota, sementara di dalam istana, para pelayan berlarian kesana-kemari, sibuk dengan persiapan acara yang akan berlangsung selama tujuh hari tujuh malam.Di aula utama istana, Kepala Pelayan, seorang pria paruh baya dengan wajah serius namun berwibawa, tampak kewalahan menerima bingkisan hadiah yang terus berdatangan. Utusan dari berbagai negeri jiran dan perwakilan sekte-sekte aliran putih dari seluruh penjuru negeri silih berganti memasuki ruangan, membawa persembahan untuk raja baru mereka."Yang Mulia pasti akan sangat senang melihat sem
Suasana suram menyelimuti pemakaman keluarga kerajaan. Angin semilir membelai dedaunan pohon-pohon tua yang mengelilingi area sakral itu. Di tengah keheningan, sosok Yu Ping berlutut di depan sebuah makam yang masih baru. Tangannya gemetar memegang beberapa batang hio yang telah dinyalakan, asapnya mengepul tipis ke udara. Dengan hati-hati, ia menancapkan hio-hio tersebut ke dalam hiolo -tempat dupa yang terbuat dari logam berukir indah- yang terletak tepat di depan batu nisan ibunya, Xian Lian.Yu Ping menatap lekat nama yang terukir di batu nisan itu. Matanya yang berkaca-kaca menyiratkan kesedihan mendalam. Ia menghela napas berat sebelum berbisik lirih, suaranya nyaris terbawa angin."Ibu," ucap si pemuda dengan nada bergetar, "sekian lama aku mendambakan pertemuan dengan orang tua kandungku. Tapi mengapa, ketika akhirnya kita dipertemukan, waktu begitu kejam membatasi kebersamaan kita?"Jemarinya perlahan menelusuri ukiran nama ibunya di batu nisan. "Qi Yun sungguh beruntung,"
Kedua pendekar muda itu berhadapan di udara, aura mereka yang bertolak belakang - keemasan milik Yu Ping dan kegelapan milik Qi Yun - bertabrakan, menciptakan gelombang energi yang membuat udara bergetar."Qi Yun," balas Yu Ping, suaranya tenang namun penuh ketegasan. "Hentikan semua ini! Terlalu banyak nyawa yang telah melayang."Qi Yun tertawa sinis. "Hentikan? Tidak akan! Hari ini, salah satu dari kita akan mati!"Bersamaan dengan itu Qi Yun mengayunkan goloknya, menciptakan gelombang energi hitam yang melesat ke arah Yu Ping. Yu Ping dengan sigap mengeluarkan seruling saktinya, bersiap menghadapi pertarungan yang akan menentukan nasib kerajaan Qi.Di bawah, pasukan kedua belah pihak menghentikan pertempuran sejenak, mata mereka tertuju ke langit di mana dua sosok pemimpin mereka akan bertarung hingga titik darah penghabisan. Mereka tahu, hasil pertarungan ini akan menentukan tidak hanya nasib mereka, tapi juga masa depan seluruh kerajaan.Langit di atas Xianfeng menjadi arena perta
Di atas benteng kokoh, di kotaraja Xianfeng, Qi Yun berdiri tegak, jubah perang yang berat dan berkilauan menambah kegagahannya. Matanya yang tajam menatap ke kejauhan, menanti kedatangan musuh yang ia tahu pasti akan tiba.Berita kekalahan para Jenderal Perang dan pasukannya telah sampai ke telinganya, dibawa oleh prajurit-prajurit yang berhasil meloloskan diri dari pertempuran.Suasana di atas benteng sunyi senyap, hanya deru napas para pasukan yang merasa tegang memecah keheningan. Mereka telah mendengar desas-desus tentang kesaktian Yu Ping, dan ketakutan mulai merayapi hati mereka. Namun, di bawah tatapan dingin Qi Yun, tak seorang pun berani menunjukkan keraguan."Pasukan siap, Pangeran!" lapor seorang perwira. "Pemanah, infanteri, dan pelontar batu telah mengambil posisi."Qi Yun mengangguk singkat, matanya tak lepas memandang langit. Tak lama kemudian, apa yang ditunggunya muncul. Dari kejauhan, terlihat pasukan Yu Ping yang mulai mendekat. Mereka berhenti agak jauh dari bent
Asap pertempuran mengepul di berbagai sudut kota, menandai jejak perjuangan pasukan Yu Ping dalam perjalanan mereka menuju Xianfeng. Satu demi satu, pertempuran dimenangkan oleh Yu Ping dan pasukannya. Namun, kemenangan demi kemenangan ini tidak membuat Yu Ping lengah. Sebaliknya, instingnya sebagai strategi perang mulai menangkap pola yang mencurigakan.Yu Ping berdiri di atas bukit kecil, memandang ke arah kota yang masih diselimuti asap pertempuran. Matanya yang tajam menyipit, menganalisis situasi dengan cermat. Perlahan, sebuah kesimpulan terbentuk di benaknya."Dia ingin pasukan kita kelelahan saat tiba di Xianfeng," gumam Yu Ping, lebih kepada dirinya sendiri. Nada suaranya lebih kepada kekaguman namun juga mengandung kejengkelan. "Dasar licik!"Panglima Sung yang berdiri di sampingnya, menangkap gumaman itu. Dengan wajah serius, ia bertanya, "Apa yang harus kita lakukan, Jenderal Yu Ping?" Suaranya penuh hormat dan kesiapan. "Kami siap melakukan apapun perintahmu!"Yu Ping ter
Pemandangan itu menyadarkan Qi Xiang akan kenyataan yang mengerikan: ia benar-benar berhadapan dengan Raja Iblis. Ketakutan yang luar biasa mencengkeram hatinya, membuatnya gemetar hebat."B-baik," ujar Qi Xiang terbata-bata, keringat dingin membasahi dahinya. "Akan kulakukan apapun yang kau mau asal bunuh Yu Ping dan antek-anteknya untukku."Sebuah senyum tipis tersungging di bibir Qi Yun. "Bagus," ujarnya, suaranya dingin dan tanpa emosi. "Sekarang lakukan sesuatu untukku! Bebaskan ibuku dari penjara, obati luka-lukanya dan biarkan ia menempati kamar ratu.""A-apa?" Qi Xiang terkejut, tidak menyangka permintaan semacam ini akan datang dari Qi Yun."Kau merampas itu darinya," desis Qi Yun, matanya berkilat-kilat penuh ancaman. "Aku akan mengembalikan martabatnya seperti semula!"Qi Xiang, yang kini tak lebih dari boneka di tangan Qi Yun, tak berkutik. Ia hanya bisa mengangguk pasrah, menyadari bahwa hidupnya kini bergantung pada keinginan pemuda di hadapannya ini."Baik ... baik …,"
Di dalam penjara bawah tanah istana yang lembab dan dingin, suara rintihan tertahan memecah keheningan. Seorang wanita, dengan rambut kusut dan pakaian compang-camping, terikat dengan kedua tangan terentang di atas sebuah papan kayu yang kasar. Wajahnya yang cantik kini penuh dengan luka dan lebam, hasil dari penyiksaan brutal yang baru saja ia alami.Ma Yin, dengan senyum puas tersungging di bibirnya, berdiri di hadapan wanita itu. Cambuk di tangannya masih basah oleh darah."Yang Mulia Ratu," ujarnya dengan nada mengejek, "ternyata Anda sungguh tangguh ... sudah dicambuk dan dihajar berulang kali tetapi masih berdiri tegak!"Xian Lian, mantan Ratu yang kini diperlakukan bagai penjahat kelas berat, hanya diam. Kepalanya tertunduk, seolah tak lagi memiliki kekuatan untuk mengangkatnya.Ma Yin melangkah mendekat, suara sepatunya bergema di dinding-dinding sel. "Seandainya Anda mau bekerja sama, tentu hal ini tak akan sampai terjadi."Tangan kanan Raja itu kini berada tepat di depan Xia