Yu Ping melangkah memasuki ger megah milik Raja Batu Khan, aroma dupa wangi bercampur dengan bau kulit dan wol yang khas, menyambut kedatangannya.Jubah putihnya yang bersih kontras dengan interior ger yang didominasi warna merah dan emas. Ia berhenti beberapa langkah di hadapan singgasana Raja Batu Khan, lalu membungkuk memberi hormat."Yu Ping dari negeri Qi menghadap Yang Mulia Raja Batu Khan," ucap Yu Ping dengan suara yang jernih dan tenang.Raja Batu Khan, meski usianya telah menginjak enam puluh tahun, masih terlihat gagah dan berwibawa. Janggutnya yang mulai memutih terawat rapi, matanya tajam memancarkan kebijaksanaan. Ia menatap Yu Ping dengan sorot mata penuh tanda tanya..Panglima Taban, yang berdiri di samping singgasana, bergerak mendekati Raja. Ia membungkuk hormat sebelum berbisik di telinga sang Raja, suaranya begitu pelan hingga hanya Raja yang bisa mendengarnya."Paduka, pemuda ini telah mengalahkan hamba dalam pertarungan, namun ia melakukannya tanpa melukai harga
Hari yang dinantikan seluruh rakyat Mongolia telah tiba. Ribuan ger -kemah- putih berjajar rapi, membentuk lautan kanvas yang kontras dengan hijau nya rerumputan. Aroma daging panggang dan airag -minuman tradisional Mongolia- bercampur dengan wangi bunga liar, menciptakan atmosfer pesta yang meriah.Di tengah-tengah kompleks ger, berdiri sebuah ger raksasa yang dihiasi dengan kain-kain sutra berwarna merah dan emas. Inilah pusat perayaan pernikahan agung antara Yu Ping, Putra Mahkota Kerajaan Qi, dan Putri Sayana, bunga Mongolia yang cantik jelita.Di dalam ger utama, Yu Ping berdiri tegap dalam balutan jubah kebesaran berwarna merah dengan sulaman emas. Wajahnya yang tampan terlihat sedikit tegang, tetapi tetap bersikap tenang. Di sampingnya, Putri Sayana anggun dalam gaun tradisional Mongolia yang dihiasi dengan batu-batu permata, rambutnya yang hitam legam disanggul tinggi dengan hiasan mutiara.Raja Batu Khan berdiri di hadapan pasangan pengantin, senyum lebar menghiasi wajahnya ya
Di tengah lapangan luas, ribuan prajurit Mongolia berbaris rapi, tombak dan perisai mereka berkilau tertimpa cahaya mentari. Raja Batu Khan berdiri di atas panggung kayu yang dihiasi kain-kain sutra berwarna merah dan emas. Jubah kebesarannya melambai tertiup angin gurun yang kering. Di sampingnya, Yu Ping berlutut, mengenakan baju zirah Mongolia yang mewah namun terasa berat di tubuhnya.Dengan suara menggelegar, Raja Batu Khan berseru, "Hari ini, di hadapan para dewa langit dan bumi, aku, Batu Khan, mengangkat Yu Ping sebagai Pangeran Mongolia sekaligus Jenderal Perang!"Sorakan riuh membahana dari barisan prajurit. Yu Ping bangkit berdiri, wajahnya memancarkan keteguhan hati meski hatinya berdebar kencang. Raja Batu Khan memasangkan sebuah penutup kepala dari wool tebal ke atas kepala nya sebagai simbol kepercayaan dan tanggung jawab besar yang kini dipikulnya."Terima kasih, Yang Mulia," ucap Yu Ping, suaranya tegas dan mantap. "Aku berjanji akan memimpin pasukan Mongolia dengan
Beberapa hari berlalu setelah aksi unjuk rasa di Perbatasan Timur.Di markas besar, Jenderal Xiao duduk dengan wajah lelah di balik meja kerjanya. Di hadapannya terhampar peta strategi pertahanan Perbatasan Timur. Xin Ru, kakak angkat Yu Ping, berdiri di sampingnya dengan raut wajah cemas.“Bagaimanakah nasib Yu Ping?” gumam Jenderal Xiao, seperti sedang berbicara kepada dirinya sendiri. “Aku sangat mengkhawatirkan keadaannya.”“Jenderal Xiao,” Xin Ru tersenyum, mencoba menghibur pria tua itu. “Saya yakin Yu Ping baik-baik saja. Dia adalah pendekar tanpa tanding, tak ada apapun yang dapat menghalangi dirinya mencapai tujuan.”Meski berkata begitu, Xin Ru sebenarnya juga sangat gelisah. Sudah berhari-hari tak ada kabar dari Yu Ping, sedangkan kondisi Perbatasan Timur sedang tidak kondusif. Penduduk kota diliputi kegelisahan dan hilangnya kepercayaan pada kebijaksanaan Jenderal mereka.Tiba-tiba pintu terbuka, Ketua Bu Tong, Xun Huan, dan Ketua Pedang Langit, Ru Chen, memasuki ruangan.
Malam merangkak perlahan di Perbatasan Timur, membawa kesunyian yang tidak biasa. Bulan purnama menggantung rendah di langit, menyinari jalan-jalan kosong dengan cahaya peraknya yang temaram. Di dalam rumah-rumah, penduduk kota telah terlelap lebih awal dari biasanya. Rasa lelah yang tak wajar mendera mereka, memaksa mata-mata yang biasanya masih terjaga kini terpejam rapat. Bahkan para peronda yang seharusnya berjaga, kini tak terlihat batang hidungnya.Di benteng pertahanan, prajurit-prajurit yang seharusnya waspada kini tergeletak tak berdaya. Suara dengkur halus terdengar dari pos-pos penjagaan, menandakan kelelahan yang tak tertahankan telah mengambil alih kesadaran mereka.Di tengah kesunyian itu, sebuah bayangan hitam berkelebat di pelataran kediaman Jenderal Xiao Gang. Sosok itu bergerak dengan lincah namun hati-hati, matanya yang tajam memeriksa sekeliling. Tak ada tanda-tanda penjagaan, bahkan kamar para tamu yang terdiri dari pendekar-pendekar berilmu tinggi dan Jenderal
"Serbu!" teriak Qi Yun lantang, suaranya membelah keheningan malam.Seketika, ratusan ribu prajurit bergerak bersama-sama dari tiga sisi. Suara derap langkah kaki dan ringkikan kuda memenuhi udara, bagai gemuruh badai yang menerjang. Pasukan berkuda melesat cepat dari sisi barat dan timur, debu beterbangan di belakang mereka.Di garis depan, para pemanah mulai melepaskan anak panah berapi. Ratusan titik api meluncur di udara, menciptakan pemandangan mengerikan namun menakjubkan. Anak-anak panah itu jatuh di berbagai sudut kota, memicu kebakaran yang dengan cepat menyebar.Infanteri bergerak maju dengan formasi rapat, perisai mereka membentuk dinding besi yang tak tertembus. Mereka siap menghancurkan siapapun yang mencoba melawan.Kegelapan malam tiba-tiba terbelah oleh kilatan cahaya obor. Di atas benteng yang semula tampak kosong, muncul ratusan pemanah berbaris rapi. Armor mereka berkilau tertimpa cahaya api, menciptakan pemandangan yang menakjubkan.Di tengah barisan itu, Jenderal
Suara retakan terdengar memekakkan telinga ketika pintu gerbang perbatasan timur akhirnya menyerah pada hantaman balok kayu yang kesekian kali. Bagai air bah yang menembus bendungan, prajurit istana bersenjata pedang dan tombak berhamburan masuk, diiringi teriakan perang.Di hadapan mereka, para pendekar dari berbagai sekte berdiri tegak. Wajah mereka keras oleh tekad meski hati mereka tahu kemungkinan menang sangatlah tipis.Ru Chen menoleh pada Xun Huan yang berdiri di sampingnya, mata memancarkan keberanian dan kesedihan. "Saudara Xun, sungguh suatu kebanggaan bisa mati bersamamu!" ujarnya, suaranya sedikit bergetar namun penuh ketulusan.Xun Huan membalas tatapan sahabatnya, matanya berkaca-kaca. "Demikian juga denganku, Saudara Ru!" Namun tiba-tiba, suara lantang Liu Kang, si Harimau dari Utara, memecah atmosfer suram itu. "Jangan bicara begitu!" sergahnya, matanya berkilat penuh semangat. "Yu Ping pasti datang menyelamatkan kita. Jangan menyerah!"Feng Huang menghela napas bera
Yu Ping menatap Qi Yun lekat-lekat, matanya menyiratkan pergulatan batin yang hebat. Akhirnya, ia menurunkan mata pedang patah yang ditodongkan ke kening musuhnya itu. "Aku memberikanmu kesempatan kedua untuk berubah, Qi Yun," ujarnya dengan suara tegas. Qi Yun terdiam, matanya memancarkan keragu-raguan dan kelegaan. ‘Setidaknya aku masih memiliki kesempatan untuk meloloskan diri,’ pikirnya.Yu Ping memberi isyarat pada dua orang prajurit Mongolia di dekatnya, "Ikat orang ini dengan rantai besi, pastikan dia tidak bisa melarikan diri!"“Meskipun ku ampuni, kau harus tetap mengikuti aturan hukum yang berlaku di negeri ini!” ujar Yu Ping pada suami Qing Ning. Suara gemerincing rantai besi terdengar ketika tangan dan Qi Yun diikat dengan rantai besi yang berat hingga sulit untuk bergerak. Sementara itu, di sekeliling mereka, pasukan istana kocar-kacir. Teriakan ketakutan dan dentingan senjata memenuhi udara ketika sebagian prajurit tertangkap, sebagian terbunuh, dan sisanya melarikan d