Sang surya mulai terbit di ufuk timur, sinarnya membalut istana QI dengan cahaya keemasan. Lorong-lorong panjang berlantai marmer bersih mengkilap, sementara tirai-tirai sutra berayun pelan tertiup angin pagi yang sejuk. Para penjaga berdiri gagah di setiap titik, nyaris tak bergerak bagaikan patung-patung hidup.Di taman, air mancur bergemericik lembut, menciptakan musik indah yang berpadu dengan kicauan burung-burung yang hinggap di dahan pohon-pohon persik. Aroma wangi bunga memenuhi udara, menambah kesan damai yang menyelimuti kompleks istana yang megah.Namun, ketenangan itu tiba-tiba terkoyak oleh suara nyaring benda pecah yang berasal dari kamar Putri Qi Yue. Sang putri terlihat sedang uring-uringan, wajahnya memerah karena amarah yang tak terbendung.Dengan gerakan kasar, ia membanting piring porselen
Taman istana terbentang luas, dipenuhi dengan aneka bunga warna-warni yang mekar sempurna. Pepohonan rindang menaungi jalan setapak berliku yang terbuat dari batu alam. Di tengah taman, sebuah kolam ikan yang luas memantulkan sinar mentari pagi. Ikan-ikan koi berenang dengan anggun di antara teratai yang mengambang di permukaan air yang jernih.Putri Qi Yue berdiri di tepi kolam, matanya yang indah menyapu sekeliling, menanti kedatangan seseorang. Angin berhembus membelai rambutnya yang hitam legam, menerbangkan aroma bunga-bunga di taman itu..Tak lama kemudian, sosok pelayan wanita yang mengantarkan sarapan ke kamarnya tadi pagi muncul dari balik semak-semak."Tuan Putri!" Wanita berbaju pelayan itu membungkuk hormat, suaranya terdengar lirih."Bukankah kau teman
Keheningan kembali menyelimuti ruangan saat Raja Qi Xiang tampak menimbang-nimbang usulan berani Qi Yun.Tiba-tiba pintu masuk aula berukirkan naga emas terbuka perlahan, sosok Kasim Liu memasuki ruangan. Dengan sikap tubuh membungkuk hormat, ia berkata terbata-bata, "Maaf, Yang Mulia, Tuan Putri Qi Yue ingin ...."Belum sempat Kasim Liu menyelesaikan kalimatnya, sosok anggun Qi Yue menerobos masuk tanpa permisi. Jubah sutranya yang berwarna merah muda berkibar lembut ketika ia melangkah cepat memasuki ruangan.Raja Qi Xiang mengibaskan tangannya dengan gestur tak sabar, menyuruh Kasim Liu menyingkir. Pria tua itu, dengan patuh dan sedikit gemetar, mundur perlahan sebelum menutup kembali pintu aula."Ayah!" seru Qi Yue dengan nada riang. Ia berlari ke sisi singgasa
Bataar menelan ludah, berusaha mengumpulkan keberanian. Dengan suara berat, ia berkata, "Ma-maaf, kami tak berhasil menyelamatkan mereka!"Ia berhenti sejenak, matanya berkaca-kaca. "Saat kami datang, mereka sudah dimangsa siluman ular.""Tidak!" Istri Nergui menjerit, tubuhnya limbung sebelum akhirnya jatuh pingsan. Tiga wanita lainnya pun segera menyusul, tubuh mereka ambruk di tanah berumput.Suasana perkemahan berubah riuh. Orang-orang bergegas membantu, mengangkat para wanita yang pingsan dan membawa mereka ke ger masing-masing. Yu Ping, yang sejak tadi hanya bisa menyaksikan, ikut membantu dengan wajah prihatin.Tak lama kemudian, suara isak tangis mulai terdengar dari beberapa ger. Ratapan duka menandai dimulainya masa berkabung bagi keluarga yang ditinggalk
Di bawah langit cerah tanpa awan menggantung, dua sosok pria berdiri berhadapan di tengah lapangan tandus. Angin gurun yang kering dan panas mulai bertiup kencang, menerbangkan butiran pasir di sekeliling mereka.Taban, sang Panglima Mongolia, berdiri dengan postur mengancam. Tubuhnya yang besar dan berotot menjulang tinggi, bayangan tubuh kekarnya terbentang di atas tanah retak yang gersang. Matanya yang gelap berkilat penuh kebencian, menatap tajam ke arah lawannya."Kau, orang Qi!" geram Taban, suaranya serak dan dalam. "Hari ini kau akan merasakan kehebatan Tinju Pasir Mongolia!"Di hadapannya, Yu Ping, sang Pendekar Seruling Sakti dari negeri Qi, berdiri dengan tenang. Jubah putihnya melambai tertiup angin, wajahnya teduh tak menampakkan kegentaran sedikitpun."Panglima Taban," ucap Yu Ping, suaranya terdengar dalam penuh wibawa, "kekerasan bukanlah jalan untuk menyelesaikan perselisihan kita. Saya datang dengan maksud baik, masih ada cara lain yang lebih bijak. Izinkan saya bert
Yu Ping melangkah memasuki ger megah milik Raja Batu Khan, aroma dupa wangi bercampur dengan bau kulit dan wol yang khas, menyambut kedatangannya.Jubah putihnya yang bersih kontras dengan interior ger yang didominasi warna merah dan emas. Ia berhenti beberapa langkah di hadapan singgasana Raja Batu Khan, lalu membungkuk memberi hormat."Yu Ping dari negeri Qi menghadap Yang Mulia Raja Batu Khan," ucap Yu Ping dengan suara yang jernih dan tenang.Raja Batu Khan, meski usianya telah menginjak enam puluh tahun, masih terlihat gagah dan berwibawa. Janggutnya yang mulai memutih terawat rapi, matanya tajam memancarkan kebijaksanaan. Ia menatap Yu Ping dengan sorot mata penuh tanda tanya..Panglima Taban, yang berdiri di samping singgasana, bergerak mendekati Raja. Ia membungkuk hormat sebelum berbisik di telinga sang Raja, suaranya begitu pelan hingga hanya Raja yang bisa mendengarnya."Paduka, pemuda ini telah mengalahkan hamba dalam pertarungan, namun ia melakukannya tanpa melukai harga
Hari yang dinantikan seluruh rakyat Mongolia telah tiba. Ribuan ger -kemah- putih berjajar rapi, membentuk lautan kanvas yang kontras dengan hijau nya rerumputan. Aroma daging panggang dan airag -minuman tradisional Mongolia- bercampur dengan wangi bunga liar, menciptakan atmosfer pesta yang meriah.Di tengah-tengah kompleks ger, berdiri sebuah ger raksasa yang dihiasi dengan kain-kain sutra berwarna merah dan emas. Inilah pusat perayaan pernikahan agung antara Yu Ping, Putra Mahkota Kerajaan Qi, dan Putri Sayana, bunga Mongolia yang cantik jelita.Di dalam ger utama, Yu Ping berdiri tegap dalam balutan jubah kebesaran berwarna merah dengan sulaman emas. Wajahnya yang tampan terlihat sedikit tegang, tetapi tetap bersikap tenang. Di sampingnya, Putri Sayana anggun dalam gaun tradisional Mongolia yang dihiasi dengan batu-batu permata, rambutnya yang hitam legam disanggul tinggi dengan hiasan mutiara.Raja Batu Khan berdiri di hadapan pasangan pengantin, senyum lebar menghiasi wajahnya ya
Di tengah lapangan luas, ribuan prajurit Mongolia berbaris rapi, tombak dan perisai mereka berkilau tertimpa cahaya mentari. Raja Batu Khan berdiri di atas panggung kayu yang dihiasi kain-kain sutra berwarna merah dan emas. Jubah kebesarannya melambai tertiup angin gurun yang kering. Di sampingnya, Yu Ping berlutut, mengenakan baju zirah Mongolia yang mewah namun terasa berat di tubuhnya.Dengan suara menggelegar, Raja Batu Khan berseru, "Hari ini, di hadapan para dewa langit dan bumi, aku, Batu Khan, mengangkat Yu Ping sebagai Pangeran Mongolia sekaligus Jenderal Perang!"Sorakan riuh membahana dari barisan prajurit. Yu Ping bangkit berdiri, wajahnya memancarkan keteguhan hati meski hatinya berdebar kencang. Raja Batu Khan memasangkan sebuah penutup kepala dari wool tebal ke atas kepala nya sebagai simbol kepercayaan dan tanggung jawab besar yang kini dipikulnya."Terima kasih, Yang Mulia," ucap Yu Ping, suaranya tegas dan mantap. "Aku berjanji akan memimpin pasukan Mongolia dengan