Karena melihat suasana hati suaminya sedang baik, Qing Ning memberanikan diri berkata kepada Qi Yun, “Aku mendengar kau akan menikahi Putri Qi Yue, benarkah itu, Suamiku?”Qi Yun menghela napas panjang sebelum menganggukkan kepala, “Benar, kuharap kau tidak marah padaku karenanya.”Qing Ning menunduk sedih, “Tidak ada seorangpun yang bahagia mendengar suaminya menikah lagi. Apakah kau mencintai putri?”“Tidak, tentu saja tidak!” jawab Qi Yun cepat, “Tidak ada yang lebih kuimpikan selain hidup bersamamu, Istriku. Hanya saja …,” Qi Yun tak meneruskan kata-katanya karena ia tahu istrinya seorang berhati lurus. Tak mungkin Qing Ning bisa menerima rencana jahatnya menguasai negeri Qi dan menghancurkan Perbatasan Timur serta membunuh Yu Ping dan teman-temannya, ia harus menyembunyikan segala rencana yang disusun rapat-rapat. Kalau sampai terbongkar bukan hanya kehilangan wanita yang dicintainya, tapi ia juga akan menjadi buronan seluruh pendekar di dunia persilatan.“Suamiku, mengapa tidak
Mereka berdua saling menatap, tanpa diketahui Qi Yun, Qing Ning menyelipkan saputangan ke dalam genggaman ibu mertuanya. Xian Lian sempat menatapnya penuh tanya, namun kemudian berpura-pura seperti tidak ada apa-apa. Ia segera memasukkan saputangan itu ke dalam saku lengan baju sebelum tertangkap mata putra angkatnya.“Maafkan kami berdua bila tidak meminta restumu waktu itu, Ibu!” Qi Yun menundukkan kepala dalam-dalam, suaranya penuh penyesalan.“Tidak apa-apa, melihat kalian bahagia sudah cukup bagiku!” Xian Lian menepuk pundak Qi Yun beberapa kali, senyum lembut menghiasi wajahnya yang mulai menua.“Terima kasih, Ibu. Kami mohon berkat darimu!” Qi Yun mengambil dua sloki arak yang ada di atas meja, lalu berlutut di depan Xian Lian. Qing Ning mengikuti cara suaminya. Berdua mereka menyerahkan dua sloki arak pada Xian Lian bergantian sebagai bentuk penghormatan dan memohon doa restu.Setelah selesai bercakap-cakap sebentar, Qi Yun mengajak Qing Ning kembali dengan alasan ibunya membu
Ujung bibir Ma Yin tertarik ke atas membentuk seringai ketika menyadari perubahan wajah Qi Yun. Ia menikmati momen ini, melihat musuhnya terpojok.“Apa?” Mata Qi Xiang membelalak kaget sesaat, menit berikutnya wajahnya berubah menjadi bengis. “Sudah bosan hidup wanita tua itu rupanya, beraninya menginjakkan kaki di Kotaraja!”“Yang Mulia,” tiba-tiba terdengar Qi Yun menyela, suaranya tenang namun tegas. “Tenangkan diri Yang Mulia, kabar burung tidak bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya.”“Apakah kau tahu di mana wanita tua itu berada?” Qi Xiang memandang Ma Yin dengan penasaran, mengabaikan kata-kata Qi Yun.“Menurut rumor, Xian Lian berada di rumah putra angkatnya, di Wisma Barat!” jawab Ma Yin, matanya berkilat seperti sedang memenangkan pertaruhan.Kali ini, saking syoknya, Qi Yun menjatuhkan wadah bambu penyimpan biji-biji catur. Suara benda jatuh itu menggema di taman yang sepi, menambah ketegangan suasana.“Wang Yun, jelaskan bagaimana mungkin ada pemberontak dan buronan ista
“Di mana wanita itu?”Dewa Golok Putih bangkit berdiri, “Nyonya Xian Lian sudah dibawa ke tempat aman oleh Cao Lie, Tuan!”“Dibawa ke tempat aman? Bagaimana bisa?” Kening Qi Yun mengernyit keheranan. “Kedatangan Raja Qi Xiang sangat tiba-tiba, tidak mungkin Cao Lie mengetahuinya.”Dewa Golok Putih melirik ke arah para penghuni Wisma Barat yang masih berkumpul di sana menunggu perintah, ia seperti takut ada yang menguping pembicaraan mereka.Qi Yun yang mengetahui pikiran tangan kanannya segera membubarkan kumpulan itu. Setelah semua orang itu masuk ke dalam, barulah Dewa Golok Putih buka suara.“Sebenarnya ketika Yang Mulia Qi Xiang memerintahkan penggeledahan, aku berada di sana dan segera pulang lebih dulu!” tutur Dewa Golok Putih, “Cao Lie segera membawa Ibu Anda bersembunyi di tempat yang aman.”Qi Yun terduduk di kursi taman, menghembuskan napas lega. Ia sudah mengira semua rencananya akan gagal total bila ibunya tertangkap.“Kau cari siapa yang mula-mula menyebarkan rumor kebera
"Kau!" Qi Yun menunjuk ke arah Qing Ning dengan jari gemetar. "Kau telah merencanakan pengkhianatan ini sejak lama, bukan?"Qing Ning mengerjapkan matanya, berusaha mencerna tuduhan yang baru saja dilontarkan suaminya. "Apa maksudmu, suamiku? Mengapa tiba-tiba kau menuduhku yang bukan-bukan?"Qi Yun mendengus, suaranya penuh dengan kekecewaan. "Raja Qi Xiang baru saja menggeledah seluruh rumah kita, mencari Xian Lian, ibu angkatku. Kau tahu kenapa? Karena ada rumor bahwa ia bersembunyi di Wisma Barat ini."Qing Ning terkesiap, "Lalu apa hubungannya denganku?""Jangan pura-pura tidak tahu!" bentak Qi Yun. "Informasi itu datang darimu, Qing Ning. Kau yang menyebarkan rumor itu!"Mata Qing Ning melebar, terkejut dengan tuduhan t
Fajar menyingsing di kediaman Qi Yun, membawa kesejukan udara pagi yang menyapu lembut dedaunan di taman. Suara kicauan burung-burung kecil terdengar merdu di telinga siapapun yang mendengarnya.Cao Lie berdiri di depan cermin, memandangi bayangan dirinya yang telah berdandan cantik. Aroma wangi semerbak menguar dari tubuhnya yang dibalut gaun sutra mahal berwarna merah muda lembut. Jemarinya yang lentik menyisir rambutnya yang hitam berkilau untuk terakhir kali. Dalam hati, ia berharap penampilannya ini akan menarik perhatian Qi Yun, pemuda pujaannya.Dengan langkah ringan, Cao Lie melangkah menuju dapur. Ia yakin bahwa Qing Ning, istri Qi Yun, dan putra mereka yang masih balita, Qi Fei, telah meninggalkan Wisma Barat. Kesempatan emas untuk merayu Qi Yun, pikirnya sambil tersenyum.Cao Lie mengambil nampan berisi m
Malam merayap perlahan di kota Xian Feng. Rembulan pucat mengintip di balik awan, menyinari jalanan yang mulai sepi. Di sebuah kedai arak, satu-satunya di kota itu, Cao Lie duduk termenung, hatinya hancur dan kesal karena gagal menyingkirkan Qing Ning.Aroma arak yang tajam memenuhi udara saat Cao Lie menenggak botol terakhirnya hingga tak tersisa setetes pun. Dengan suara parau, ia berteriak pada pelayan, "Pelayan, berikan aku arak lagi!"Kedai arak ini terkenal menyediakan arak terbaik di seluruh Xian Feng. Para pelayan dengan sigap mengantarkan botol demi botol ke meja Cao Lie. Tanpa terasa, malam semakin larut, dan gadis itu telah menghabiskan lima botol arak.Pemilik kedai, seorang pria paruh baya dengan wajah ramah namun lelah, menghampiri Cao Lie yang mulai mabuk berat. Gadis itu kini meletakkan kepalanya yan
Jenderal Xiao Gang dan Yu Ping sedang larut dalam diskusi strategi yang intens, ketika suara ketukan lembut terdengar dari pintu kayu berukir."Masuk!" perintah Jenderal Xiao Gang dengan suara berwibawa.Pintu terbuka perlahan, dan Kepala Pelayan melangkah masuk dengan langkah hati-hati. Ia membungkuk dalam-dalam seolah takut bila membuat kesalahan."Tuanku Jenderal Xiao," lapor Kepala Pelayan dengan suara jernih, "Di luar ada beberapa tamu yang ingin menghadap Anda."Jenderal Xiao dan Yu Ping bertukar pandang penuh arti. Tanpa kata-kata, mereka berdua bangkit dan melangkah keluar untuk menemui para tamu yang menunggu di halaman depan yang luas dan terawat.Setibanya di halaman, mereka disambut oleh pemandangan yang mengejutk