Share

2. BIARKAN AKU MATI

last update Last Updated: 2024-08-29 10:25:38

"JAGA UCAPANMU, DIRGANTARA!" teriak Angga Wijaya sangat keras.

"MAS TUNGGU!" Suara Anita tidak kalah kencang. Hal tersebut membuat Angga Wijaya tidak melanjutkan aksinya. Tangan kanannya, berada beberapa sentimeter dari wajah Gema.

"Cukup, Mas! Kamu jangan lakukan kekerasan lagi. Sabar, Mas," pinta Anita sambil mengelus bidang dada suaminya, sekaligus menariknya supaya menjauh dari Gema.

"Semakin kamu melawannya, maka dia akan semakin menjadi-jadi. Sebaiknya, kamu mengalah dan bersabar. Gema butuh waktu untuk menerima kenyataan ini," tambah Anita, berusaha menenangkan pria yang kini telah sah menjadi suaminya itu.

Pemuda tampan itu, menyeringai kecil. Tatapan yang dahulunya penuh cinta terhadap Anita, kini berubah menjadi tatapan yang dipenuhi dendam dan kekecewaan.

Bagaimana bisa, dalam hitungan menit, cinta yang telah dibangun selama dua tahun, berubah menjadi dendam?

"Mengapa kau hentikan dia, Anita? Seharusnya kau biarkan saja dia membunuhku! Dengan begitu, kalian akan hidup dengan tenang dan bahagia," katanya disertai tawa horor.

"Dirgantara!" seru Angga Wijaya kembali dan hendak langsung mencekik leher putranya itu.

"Sabar, Mas. Jangan terpancing emosi." Namun, Anita segera menahannya. Supaya tidak terjadi perkelahian lebih lanjut.

Gema kembali menyeringai. Dia menatap jijik, Anita yang begitu peduli terhadap dirinya.

Ya. Jika, ia peduli, lantas kenapa ia menikah dengan pria yang seharusnya menjadi ayah mertuanya?

"Cukup, Anita! Kamu tidak perlu bersikap manis seperti itu, di hadapanku. Aku tahu, kalau kamu menikah dengan ayahku, demi hartanya saja bukan? Mengaku saja kau, Anita. Wanita seperti dirimu ada banyak di luaran sana. Bahkan, berserakan di jalanan!"

Kini giliran Anita yang mendapat kata-kata hinaan dari, pemuda yang pikirannya sedang kacau itu.

"Gema! Jaga UCAPANMU!" teriak Angga Wijaya.

PLAAAKKKKKK!

Kembali, satu tamparan keras mendarat di wajah Gema. Kali ini, bukan Angga Wijaya yang melakukannya, melainkan Anita yang menampar.

Lagi-lagi, Gema tertawa. Arti tawa itu, bukanlah kebahagiaan, melainkan sebaliknya.

"Jaga bicaramu, Gema! Aku menikah dengan Mas Angga bukan karena harta, melainkan karena aku mencintai Mas Angga!"

Anita meninggikan suaranya. Matanya menatap nyalang pemuda yang sempat mengisi relung hatinya itu.

"Jangan pernah kamu bersikap kurang ajar lagi, kepada ayahmu! Aku mencintai Mas Angga, begitu juga dengan Mas Angga!"

Anita mengacungkan jari telunjuknya tepat di depan wajah Gema. Alih-alih, sadar dengan gertakan itu, Gema malah makin menjadi-jadi.

Dia menggenggam erat pergelangan tangan Anita, lalu menjatuhkan tatapan tajam yang pernah ia tunjukkan kepada seorang wanita.

"Berhenti, memanggil dia dengan sebutan 'Mas!' diriku jijik mendengarnya! Dia seharusnya menjadi ayah mertuamu, bukan suamimu!"

Suara Gema bergetar hebat, begitu juga dengan tubuhnya. Keningnya berkeringat sangat banyak, seiring dengan emosi yang memuncak.

Gema melepaskan genggaman itu. Pandangannya langsung berbalik arah. Tanpa kata, ia pun mengayunkan kakinya cepat. Meninggalkan ruangan itu.

Ruangan yang dahulunya dipenuhi kebahagiaan, kini berubah menjadi saksi bisu dari sebuah pengkhianatan.

"Mas." Anita langsung menghambur dalam pelukan sang suami. Seketika itu juga, ia menangis.

"Tenangkan dirimu, Dek. Maafin sikap Gema tadi. Dia anak yang keras kepala memang."

Mendengar kalimat tersebut, Anita semakin mempererat pelukannya.

Angga Wijaya mengelus punggung Anita berulang kali. Kepalanya sedikit mendongak. Tidak ada kata yang terucap lagi. Sebab, kejadian tadi telah menguras semua emosinya. Begitu juga dengan Anita.

***

Sementara itu. Emosi yang meledak-ledak, tengah Gema rasakan sekarang. Dia menatap nyalang jalanan di depan sana. Tidak peduli seramai apa jalanan sekarang, ia tetap melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi. Hampir menyentuh angka 90 km/jam.

'Jaga bicaramu, Gema! Aku menikah dengan Mas Angga bukan karena harta, melainkan karena aku mencintai Mas Angga!'

'Jangan pernah kamu bersikap kurang ajar lagi, kepada ayahmu! Aku mencintai Mas Angga, begitu juga dengan Mas Angga!'

Kalimat-kalimat itu, seolah enggan pergi dari pikirannya. Terus saja terngiang-ngiang. Membuat suasana hatinya semakin buruk.

'Aku mencintai, Mas Angga.'

Kalimat pengakuan itu, seperti anak panah yang melesat cepat dan langsung menusuk jantungnya.

Sakit tak berdarah. Raganya masih bisa bergerak, tetapi jiwanya seolah telah mati.

BRUK!

Sengaja ia menabrakkan mobilnya pada sebuah pohon yang berada di tepi jalan. Kepalanya membentur kemudi. Dia menutupi wajahnya. Membiarkan semua kata-kata itu, semakin menguasai pikirannya.

Depan mobilnya mengeluarkan asap. Namun, Gema sama sekali tidak peduli. Perlahan-lahan, pandangannya memudar, bersamaan dengan orang-orang yang mulai mengerumuni mobilnya.

***

Malam harinya.

Gema pun membuka matanya perlahan-lahan. Dipandanginya langit-langit dan lampu yang menyala. Ia sedikit menoleh, dan mendapati ada alat infus.

Selanjutnya dia melihat seorang wanita mengenakan hijab, tertidur tepat di sampingnya. Posisi wanita itu duduk dan kedua tangannya menjadi bantalan.

Dalam satu kali lihat, Gema langsung mengenali sosok wanita itu. Ya, siapa lagi kalau bukan Anita, yang dahulunya adalah kekasih, kini berstatus ibu di atas kertas.

Gema melihat jam dinding di sudut ruangan ini. Waktu menunjukkan pukul 01.45 WIB. Dia memegangi keningnya yang sedikit diberi perban itu.

Tanpa pikir panjang, dia segera melepaskan selang infus yang ada di tangan kirinya. Hal tersebut, membuat Anita terbangun.

"Kamu sudah bangun?" tanya Anita antusias.

Tanpa memberi jawaban, Gema langsung beranjak dari ranjang. Hal tersebut membuat Anita panik.

"Kamu mau kemana? Jangan, pergi! Kamu harus banyak-banyak istirahat!" serunya memperingatkan sambil berusaha menahan langkah anak tirinya itu.

"Menyingkir kamu dari jalanku!"

Gema tanpa ragu mendorong Anita, hingga wanita itu jatuh tersungkur ke lantai. Di waktu bersamaan, Angga Wijaya pun memasuki ruangan tersebut.

Betapa marahnya ia, ketika melihat sang istri tersungkur di lantai. Buru-buru dia, membantu Anita untuk berdiri kembali.

"Kamu enggak apa-apa, Sayang?" tanyanya, yang tidak bisa menyembunyikan kecemasannya.

Anita mengangguk cepat, "iya, Mas. Aku baik-baik saja kok."

Gema menyeringai kecil, sambil membuang pandangannya ke arah berbeda. Merasa geli, melihat dengar kalimat mesra yang terlontar dari mulut dua insan itu.

"Kamu mau kemana?" seru Angga Wijaya, ketika Gema hendak mengayunkan kakinya.

"Anda tidak perlu tahu, kemana kaki ini akan melangkah. Anda tidak lagi berhak ikut campur dalam hidup seseorang yang telah Anda khianati!" jawab Gema tegas bernada dingin.

Setelah berkata demikian, Gema pun mengayunkan kakinya, meninggalkan ruangan tersebut tanpa menoleh.

"DIRGANTARA!" teriak Angga Wijaya. Namun, panggilan tersebut tidak bisa mengubah pikiran sang putra.

"Mas, Tunggu!"

Angga Wijaya yang tidak bisa berdiam diri saja pun, lantas mengejar Gema yang sudah lebih dulu pergi itu. Sementara Anita segera menyusul suaminya.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Noor Sukabumi
ini mah aneh tapi nyata udah ngekhianatin anak sendiri tapi perduli sama keselamatannya juga mereka berdua sebenarnya waras g sih d
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • SATU ATAP DUA CINTA: Kunikahi Ibu Tiriku   3. SEMESTA SEDANG BERCANDA

    Halaman parkir.Gema sudah berada di dalam mobil. Entah mobil siapa itu, sebab mobilnya sedang berada di bengkel, setelah ia adu dengan pohon besar.Dalam hitungan detik, mobil itu tancap gas meninggalkan area rumah sakit. Sementara itu, hanya berselang beberapa detik, Angga Wijaya pun sampai di sana, bersama Anita yang ikut mengejar.Angga Wijaya mengumpat kasar dan menghentakkan kakinya sebagai bentuk kekesalan, sebab ia tidak berhasil mengejar sekaligus menghentikan Gema."Mas, tunggu! Jangan dikejar. Sabar, Mas." Suara Anita sedikit tersengal-sengal, sebab ia terus berlari mengejar suaminya. Sayangnya yang dikejar telah lolos duluan.Angga Wijaya, melihat Anita yang napasnya terengah-engah. "Kamu enggak apa-apa, Sayang? Maafin aku ya."Anita mengangguk sambil mengerjapkan matanya. "Iya, Mas. Enggak apa-apa.""Mas enggak perlu ngejar dia. Percuma dikejar. Gema tidak mau bertemu, Mas. Dia akan menolak, Mas."Ucapan Anita ada benarnya juga. Namun, tetap saja. Sebagai seorang ayah, An

    Last Updated : 2024-08-29
  • SATU ATAP DUA CINTA: Kunikahi Ibu Tiriku   4. KEMARAHAN GEMA

    Satu jam kemudian. Angga Wijaya terlihat mondar-mandir di ruang tamu, seperti setrikaan panas. Perasaannya begitu gelisah, setelah mendapat kabar bahwasanya sang putra, jatuh pingsan di salah satu tempat hiburan malam. Putranya itu, memang brutal, disaat perasaannya sedang tidak baik-baik saja. Sesekali ia melihat arloji yang melingkar di lengan kirinya. "Kapan mereka akan sampai?" gumamnya sangat gelisah. Pandangannya terus mengarah ke luar pintu, berharap yang dinanti-nanti cepat sampai. Sementara itu, Anita duduk di sofa. Perasaannya tidak kalah kalang kabutnya dari Angga Wijaya.Dalam hatinya, ia terus melafalkan doa, demi keselamatan Gema, yang sampai detik ini tak kunjung sampai rumah. Hatinya seperti dicubit-cubit, sesaat setelah mendengar kabar bahwa Gema mabuk berat dan jatuh pingsan di tempat hiburan malam. Angga Wijaya memalingkan pandangannya ke arah Anita di sana. Dilihatnya sang istri yang mulai pucat sambil mengusap wajahnya berulang kali. Ia paham, bahwasanya Anit

    Last Updated : 2024-08-29
  • SATU ATAP DUA CINTA: Kunikahi Ibu Tiriku   5. KACAUNYA ANITA

    LIMA HARI SEBELUM PERNIKAHAN TERJADI.•••Tok!Tok!Tok!Suara pintu yang diketuk berulang kali."Iya, sebentar!" seru Anita, yang berjalan tergesa-gesa dari ruang dapur rumahnya. Suara ketukan itu, membuatnya menghentikan segala aktivitas di dapur. "Siap itu, Neng?" tanya pria dewasa sambil terbatuk-batuk.Dia tidak lain adalah Sueb, ayahnya Anita. Ia keluar dari kamarnya setelah mendengar suara ketukan di luar. Kondisi ia sebenarnya sedang tidak baik-baik saja. "Enggak tahu, Pak. Anita buka pintunya dulu ya." Sueb pun mengangguk. Namun, tiba-tiba perasaannya menjati tidak tenang. Firasatnya begitu buruk.Anita membukakan pintu. Dia langsung menatap dua pria bertubuh kekar, yang berdiri di depan rumahnya."Mana Bapakmu!" seru salah satu pria dengan tatapan yang mematikan. Aura yang keluar sangat tidak bersahabat. "Kalian siapa? Ada keperluan apa mencari Bapak?" tanyanya polos, yang memang tidak mengenal mereka. Sampai beberapa detik berlalu, dia masih bisa bersikap tenang. "Meny

    Last Updated : 2024-08-29
  • SATU ATAP DUA CINTA: Kunikahi Ibu Tiriku   6. ADA RAHASIA

    "Dek."Panggilan tersebut, sontak menyadarkan Anita dari lamunannya. Pikirannya kembali pada detik ini. Suara berat, disertai sentuhan lembut itu, membuat Anita mengulas senyuman tipis, yang sebenarnya ia buat-buat, guna menutupi kesedihannya. "Apa yang sedang kamu pikirkan?" tanya Angga Wijaya sembari menatap teduh sang istri."Enggak ada kok, Mas," jawabnya mengelak. "Sepertinya, dia sudah tidur." Angga menjatuhkan tatapannya kepada pemuda dua puluh lima tahun, yang terbaring di atas ranjang.Gema sudah tertidur pulas di tempat tidurnya, setelah beberapa saat lalu terus melontarkan kata-kata kasar pada Angga Wijaya maupun Anita, sebagai bentuk kekesalannya kepada dua insan itu."Iya, sepertinya, Mas.""Ya sudah. Sebaiknya kamu juga tidur. Sudah jam dua. Seharian ini, kamu belum istirahat sama sekali.""Iya, Mas. Mas juga, harus istirahat."Pria lima puluh tahun itu mengangguk. Seharusnya, ini menjadi malam pertama bagi mereka. Namun, keadaan rumit ini, membuat suasana malam perta

    Last Updated : 2024-08-29
  • SATU ATAP DUA CINTA: Kunikahi Ibu Tiriku   7. LAGI-LAGI BERKELAHI

    BUK!Pukulan keras diterima Gema tepat di wajahnya. Saking kerasnya tinju itu, sampai membuat ia tersungkur ke lantai.Dia menatap lurus ayahnya yang sedang dipenuhi emosi yang tak terkendali setelah mendengar kalimatnya. "Anak kurang aja kamu, Gema! Selama ini Ayah tidak pernah mengajarimu berkata tidak sopan kepada orang tua!" Angga Wijaya menatap nanar putra satu-satunya itu. Jari telunjuknya tegak lurus ke arah wajah Gema. Suaranya menggelegar seisi ruangan itu. Pikirannya sudah dirasuki emosi. Tanpa buang waktu, dia kembali menarik kerah baju sang putra. Gema tidak melawan, sebaliknya. Dia tersenyum, menunjukkan kesan tidak takut. "BERHENTI, MAS!" teriak Anita, yang berjarak beberapa meter dari keributan. Ia berlari dari dapur, setelah mendengar suara teriakan suaminya. Angga menahan tangannya, padahal beberapa sentimeter lagi mampu membuat wajah tampan sang putra bengkak.Anita langsung berlari. "Hent

    Last Updated : 2024-09-02
  • SATU ATAP DUA CINTA: Kunikahi Ibu Tiriku   8. PERTEMUAN TAK TERDUGA

    Satu setengah jam kemudian. Mobil yang dikendarai Juna pun, telah memasuki kawasan puncak."Mampir ke warung makan dulu yuk! Gue laper, belum makan dari pagi," keluh Juna sambil mengelus perut rampingnya itu. Juna pun menepikan mobilnya ke sisi kiri jalan. "Lu aja yang makan, gue lagi ga mood makan," jawab Gema sambil membuang pandangan malas."Hadeuh, gini banget ya hidup, ngadepin orang yang lagi galau. Susah banget diajak ngobrolnya," sindirnya kemudian atas sikap yang Gema tunjukkan."Terserah lu mau ngomong apa. Gue malas ngapa-ngapain."Gema mengeluarkan ponselnya dari dalam saku celana, memainkan layar ponselnya. Entah apa yang dilihat? Raut wajahnya tidak menunjukkan kesan bahagia sama sekali. Juna pun menghela napas berat. Dia yang sudah sangat geram, akhirnya mengambil tindakan. Juna merebut ponsel itu dari tangan Gema, sontak membuat pemuda itu melebarkan matanya."Balikin hp gue!"

    Last Updated : 2024-09-02
  • SATU ATAP DUA CINTA: Kunikahi Ibu Tiriku   9. CERITA DARI BU EEM

    "Alhamdulillah. Ya Allah. Saya seneng banget, denger kabar kalau kalian sudah menikah. Anita benar-benar mencintai, Mas Gema. Dia senang banget kalau cerita tentang Mas Gema, ke saya."Setiap pengakuan Bu Eem membuat Gema tersenyum. Ada kesan bahagia di dalam hatinya, seolah kisah tersebut adalah obat sakit hatinya.Gema seolah-olah lupa akan masalah yang sedang dihadapinya. Juna yang sedari tadi memperhatikan perubahan sikap Gema pun, sedikitnya bisa bernapas lega. "Iya, Bu. Saya juga senang karena bisa ketemu sama Bu Eem di sini. Padahal dulu Anita sering banget cerita soal Bu Eem, yang jualan di kantin sekolah. Katanya, masakan Bu Eem tuh enak-enak."Mendengar pujian yang dilontarkan Gema, membuat wanita empat puluh lima tahun itu, melebarkan senyumannya."Anita terlalu berlebihan. Padahal masakan saya biasa saja, Mas. Enggak enak-enak banget. Tidak seperti koki-koki handal di restoran," ucap Bu Eem merendah. Gema mengulas s

    Last Updated : 2024-09-02
  • SATU ATAP DUA CINTA: Kunikahi Ibu Tiriku   10. PELAN-PELAN TERUNGKAP

    Setelah menempuh perjalanan kurang lebih dua jam. Mobil pun mulai memasuki perkampungan. Rumah Anita memang masih pelosok dan padat penduduk.Mobil pun berhenti di tanah kosong, lebih tepatnya lapangan bola untuk anak-anak di sana."Lu aja yang cari tahu, gue malas keluar mobil," kata Gema, sesaat setelah mesin mobil dimatikan.Juna menatap lurus sahabatnya itu, "apa-apa si lu, Bro? Lu mau mati di mobil, kayak yang di berita-berita gitu?"Omelan itu seolah masuk kuping kanan, lalu keluar kuping kiri. Gema malas menanggapi dan ogah berdebat.Mendapati ucapannya hanya sebagai angin lalu, Juna pun menghela napas panjang. "Tadi, katanya pengen cari tahu, kenapa si Anita nikah sama bokap lu? Sekarang, udah capek-capek ke sini, lu malah malas-malasan kayak gini," protesnya yang tidak bisa menyembunyikan kekesalannya.Kali ini giliran Gema yang membuang napas berat, "ya! Gue keluar! Puas lu!" katanya sedikit membentak."Nah, gi

    Last Updated : 2024-09-02

Latest chapter

  • SATU ATAP DUA CINTA: Kunikahi Ibu Tiriku   49. EKSTRA PART 2 (TAMAT)

    SEMBILAN TAHUN KEMUDIAN!•"Dirga! Jangan kencang-kencang larinya, Nak!" teriak Anita, sembari mengejar bocah laki-laki yang berlari sambil membawa pesawat mainan di tangannya."Hap! Ayah berhasil menangkap sang pilot kecil yang nakal ini." Gema Dirgantara, langsung menggendong sang putra, setibanya di rumah. Bocah kecil itu, sedang bermain kejar-kejaran dengan Bundanya. Anita."Ah, Ayah! Tidak lucu. Kenapa Ayah menangkapku?! Aku sedang terbang tinggi sekali dengan pesawat ini!" ucap bocah kecil itu mengomel, saat sang Ayah menyudahi imajinasi yang sedang tinggi-tingginya itu.Gema menurunkan bocah kecil kesayangannya, yang diberi nama Dirga Mahendra Wijaya."Baiklah, sang pilot kecil. Sekarang, saatnya pesawat itu mendarat." Gema menggoda sang putra seraya menarik hidung mungil itu."Heum ..." Dirga menunjukkan kesan tidak suka. Gema pun tersenyum dan mengacak-acak pucuk kepala bocah kecilnya. Permata paling berharga bagi keluarga ini."Ayah tumben sudah pulang? Biasanya Ayah pulang

  • SATU ATAP DUA CINTA: Kunikahi Ibu Tiriku   48. EKSTRA PART (kabar bahagia)

    "Gimana perjalan tadi, Sayang? Kamu merasa nyaman kan?" "Heum, iya. Aku merasa nyaman banget." Sepasang suami istri itu, berjalan sambil bergandengan tangan. Belum ada tiga puluh menit, pesawat dari yang dari dari Swees baru saja mendarat di bandara internasional Soekarno-Hatta, Anita dan Gema berjalan meninggalkan area kedatangan. Senyuman indah terukir di wajah sepasang suami istri yang baru saja pulang dari berbulan madu. Cerah dan penuh kebahagiaan. Sekitar lima belas hari, keduanya menghabiskan waktu berduaan, menikmati keindahan kota Swees dan sekitarnya. "Cepat tangkap dia!" "Tolong siapa pun! Tangkap pencuri itu!" "Jangan biarkan dia lolos!" Seorang pria, mengenakan kaos lengan pendek berwarna hitam dan celana yang panjangnya sebatas menutupi lutut, serta topi hitam menutupi kepalanya itu, berlari kencang, membuat para pengunjung bandara kocar-kacir. Dia membawa sebuah senjata api di tangan kanannya. Hal tersebutlah yang membuat orang-orang di bandara meras

  • SATU ATAP DUA CINTA: Kunikahi Ibu Tiriku   47. TAMAT (END)

    "Kamu sudah pulang, Sayang?" ucap Anita, menyambut kedatang Gema, seraya mencium punggung tangannya, sebagai tanda bakti seorang istri kepada suami. "Iya. Hari ini aku sangat lelah sekali," keluh Gema, terlihat memijat-mijat lehernya yang terasa kaku dan pegal. "Kamu mandi dulu, habis itu aku pijitin," tawar Anita, tersenyum menggoda seraya melingkarkan tangannya di leher Gema. "Heum, pijit lehernya aja atau yang lainnya juga?" Anita sontak melotot, "apaan si kamu? Nakal deh. Ya, aku pijit lehernya aja lah." Sebagai bentuk kekesalannya, Anita mencubit pinggang Gema, tapi bukannya merasa bersalah, Gema malah keenakan. "Udah, ih. Sana mandi dulu. Entar aku pijitin. Semuanya," pisiknya pelan dan memberi penekanan pada kata terakhir. Gema tersenyum sumringah. Angan-angannya langsung membayangkan sesuatu yang nikmat dalam pelukan hangat. "Ok deh, Sayang." Muach ... Dia mencium pipi istirnya, baru setelah itu mempercepat langkahnya menujunya kamar. Anita geleng-gelen

  • SATU ATAP DUA CINTA: Kunikahi Ibu Tiriku   46. TELAH SELESAI

    [Lu lagi di mana?][Lagi di rumah sakit. Ada apa?] Gema tersenyum lembut, saat menyuapi Anita dan mengobrol dengan seseorang di telpon.[Siapa yang sakit? Anita?][Iya. Ceritanya panjang pokoknya. Itu mah bahas nanti aja. Lu sendiri, kenapa telpon?][Gue udah berhasil nangkap ni tikus.]Gema beranjak bangun, matanya melebar sempurna. Sendok yang digenggam pun sampai lepas. [Seriusan? Jadi, tuh tikus berhasil lu tangkap?][Iya, seriusan lah. Gue mana pernah bohong soal kerjaan. Udah, dijelasinnya belakangan aja. Sekarang harus gue bawa kemana ni tikus? Gue si belum apa-apain dia, tapi anak buah gue, udah bikin dia babak belur. Hahaha.]Gema memijat keningnya, sudah menduga hal ini akan terjadi. Dia menoleh ke belakang, lalu tersenyum kepada Anita.Melihat adanya perubahan sikap Gema yang mendadak, membuat Anita bertanya-tanya, siapakah yang menelpon?[Kasih tahu aja lokasinya di mana? Biar gue langsung ke sana.][Di Kalimantan.][Apa?] Gema sangat terkejut sampai-sampai napasnya sepert

  • SATU ATAP DUA CINTA: Kunikahi Ibu Tiriku   45. ADA YANG DITANGKAP

    Gema langsung membawa Anita ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan, begitu juga dengan Sari dan satpam yang berjaga di rumahnya. Dikarenakan mengalami luka berat akibat dipukuli berulang kali sampai tidak sadarkan diri, Pamannya juga harus dilarikan ke rumah sakit. Namun, diawasi oleh pihak yang berwajib. Gema ingin, pria keparat itu langsung dijebloskan ke penjara, setelah sadar nanti. Gema telah memastikan, pria itu akan mendapatkan hukuman yang setimpal atas perbuatannya. Pelecehan terhadap wanita berstatus istri, adalah kejahatan besar. . Di salah satu ruang perawatan. Anita masih terbaring lemas di ranjang. Tangannya dipasangi selang infus. "Maafkan aku, Sayang. Seandainya aku tidak terlambat sampai rumah, mungkin kejadian ini tidak akan terjadi," ungkap Gema penuh dengan penyesalan. Dia menggenggam erat-erat tangan Anita. Mengecupnya berulang kali. Bahkan kepalanya terus tertunduk. Rasa bersalahnya tidak bisa hilang begitu saja. Bayangan bagaimana tangan-tan

  • SATU ATAP DUA CINTA: Kunikahi Ibu Tiriku   44. PELECEHAN

    Anita yang hendak ke dapur pun, tiba-tiba berlari, langkahnya berbalik, tidak jadi ke dapur ketika mendengar suara pintu terbuka. Dia sangat yakin kalau Gema yang datang.Langkahnya berhenti. Tubuhnya mematung dan mantanya membola, saat mendapati yang membuka pintu bukanlah Gema, melainkan pria lain, yang sosoknya tidak terlalu asing."Paman." Satu kata lolos dari bibirnya. Anita tidak dapat menyembunyikan keterkejutannya. "Halo, Sayangku. Bagaimana kabarmu hari ini? Kamu baik-baik saja kan di rumah ini? Maafkan Mas yang baru datang," racau pria itu setengah mabuk.Satu hal yang membuat Anita terkejut, tidak lain adalah kondisi pria itu dalam keadaan mabuk. Setengah kesadarannya hilang karena pengaruh alkohol. Bahkan botol minuman keras masih ada digenggamnya."Gema belum pulang! Dia masih di kantor!" Anita meninggikan suaranya sambil berjalan mundur. Dia sangat ketakutan. Takut pria itu melakukan hal yang bukan-bukan."Mas datang bukan untuk menanyakan anak brengsek itu, tapi kedata

  • SATU ATAP DUA CINTA: Kunikahi Ibu Tiriku   43. HANYA SEORANG OB

    Hari yang baru telah datang menyapa. Pagi-pagi sekali, Gema sudah berangkat bekerja. Tidak dapat dipungkiri, masalah yang terjadi di perusahaan tidak bisa dianggap enteng."Apa tim keamanan sudah mengecek rekaman CCTV?" tanya Gema sangat serius, sambil berjalan melewati lobby."Tim keamanan sudah selesai ngecek semua rekaman CCTV dan pelakunya sudah diketahui identitasnya," jawab Roy tidak kalah seriusnya dengan Gema."Baiklah. Coba kita lihat. Siapa tikus kecil itu, yang telah membuat kekacauan di Wijaya Group?" Gema menyeringai kecil. Dia mempercepat langkahnya menujunya lift di sana. Sementara Roy, mengekor di belakang. ***RUANG PENGAWASAN CCTV PERUSAHAAN."Apa kalian menemukan pelakunya?" Pertanyaan Gema langsung membuat seluruh orang yang ada di ruangan itu, bangun dari tempat masing-masing."Apa kapan benar-benar sudah menemukan pelakunya?" Gema ngulang pertanyaan lagi."Sudah, Pak. Dia lah pelakunya. Dia menyusup ke ruang data keuangan saat malam hari," beber salah orang st

  • SATU ATAP DUA CINTA: Kunikahi Ibu Tiriku   42. PAMAN DATANG

    "Gema Dirgantara!" Seseorang berseru dengan lantai. Gema lantas menurunkan Anita dari gendongannya. Semula berniat untuk melepas lelah di dalam kamar pun, pupus sudah. Sepasang pengantin itu, menatap lurus pria dewasa yang nyelonong masuk tanpa mengucap salah. "Gema Dirgantara! Di kamar kamu?" Dia kembali berteriak, seolah rumah ini adalah miliknya, sehingga tidak perlu pakai tatak rama untuk masuk."Aku di sini, Paman?" Gema menyahut, lalu berjalan menuruni anak-anak tangga dan Anita mengekor di belakangnya."Siapa dia?" Anita berbisik."Dia adalah Pamanku. Lebih tepatnya, adik dari almarhum Bunda," jawab Gema sedikit menjelaskan. Anita mengangguk dan membuka mulutnya membentuk huruf O kecil."Ada urusan apa, malam-malam gini datang ke sini?" Gema langsung menjatuhkan pertanyaan yang masuk ke intinya. "Memangnya kenapa, jika aku datang malam-malam begini? Apakah ada peraturan tertulis untuk datang berkunjung ke rumah keponakan sendiri?" Gema menghela napas panjang. Sudah menjad

  • SATU ATAP DUA CINTA: Kunikahi Ibu Tiriku   41. AKHIRNYA PULANG

    Malam telah menyapa. Anita mondar-mandir seperti setrikaan di ruang tengah. Cemas menunggu kepulangan Gema. Sejak siang tadi, Anita belum mendapat kabar apapun tentang Gema. Suaminya sempat mengirim pesan singkat, yang mengatakan. Dirinya baik-baik saja. Tidak perlu khawatir."Sudah jam sembilan, tapi dia belum pulang juga. Semoga tidak terjadi apa-apa kepadanya," harap Anita tak tenang. Entah sudah yang keberapa kali, Anita melihat jam yang terpampang di dinding. Duduk tak tenang dan makan pun tak enak. "Bu. Mau saat buatkan sesuatu? Sejak siang, Ibu belum makan apa-apa," tawar Sari, yang datang dari arah dapur.Sedari tadi, Sari terus memperhatikan Anita yang mondar-mandir. Sesama wanita, Sari pun dapat merasakan kecemasan yang sedang Anita rasakan saat ini. "Nanti saja, Bi Sari. Saya masih cemas menunggu Gema pulang. Lagi pun, untuk saat ini saya tidak memiliki nafsu untuk makan." Anita mengepalkan tangannya di dada. Beberapa kali dia menelan ludahnya sendiri, demi menyamarkan

DMCA.com Protection Status