"Okey, fitting untuk acara akad nikahnya udah selesai. Tinggal nambahin beberapa ornamen dan kecilin bagian lengannya lagi kan biar keliatan pas sama badan kamu." Rania membaca note yang ditulisnya tadi.
"Yup bener banget, perfecto. Aku puas banget lho sama desain baju akad ini Nia. Ini tuh gaun impian aku banget." Dinda sangat bahagia.Syukurlah kalau Dinda sangat menyukainya, inilah salah satu tujuan butik milik Rania ini. Selalu memberikan pelayanan terbaik kepada para kliennya, hingga kliennya puas."Ohiya, kamu yakin mau nambah satu gaun lagi buat acara resepsi? Padahal kalau menurut aku ini udah pas banget buat akad sama resepsi, ini aku buat khusus satu gaun tapi 2 look." Rania memperhatikan gaun yang dikenakan Dinda."Iya tapi masalahnya aku pengen warna yang berbeda. Yah walaupun gaun ini tuh sebenarnya udah pas banget dipakai untuk akad dan resepsi karena bisa diubah-ubah. Tapi aku pengen warna yang berbeda antara di akad sama resepsi nanti."Rania mengangguk mengerti, maklumlah ini kan pernikahan pertama dan hanya terjadi sekali dalam hidup Dinda, jadi tidak ada salahnya kan kalau dia mau memberikan yang terbaik di acara weddingnya nanti."Yaudah, nanti lusa aku kirim desainnya lewat email ya.""Aaaa, thanks ya Rania. Aku tuh udah ngerepotin kamu banyak banget tau." Dinda memeluk Rania dari samping."Santai aja lagi. Aku akan memberikan yang terbaik buat wedding sahabat terbaikku ini." Rania menggusap lembut lengan Dinda."Ohiya Nia, kamu lagi sibuk nggak?""Untuk sekarang apa kapan nih?""Sekarang.""Hmm, nggak ada sih. Kamu klien terakhir yang fitting baju sama aku hari ini, selebihnya udah ditangani Arini. " Rania membereskan beberapa berkas-berkasnya di atas meja. "Paling habis ini aku cuma ngedesain gaun sih buat launching 2 bulan lagi. Kenapa emang?""Bagus kalau gitu. Kamu mau nggak temenin aku?" tanya Dinda."Temenin?! Kemana?""Jadi gini, hari ini aku ada janjian sama adiknya Daffa buat makan siang. Aku tuh jarang banget ketemu sama dia, selama aku punya hubungan sama Daffa. Aku baru sekali ketemu sama dia, karena dia emang sibuk banget orangnya, maklumlah dia kan model gitu dan suka bolak-balik ke luar negeri juga.""Hmm, boleh. Tapi kenapa kamu mau ngajak aku sih?""Ya nggak apa-apa, biar ada temennya aja hehehe.""Bilang aja kamu takut canggung entar ketemu sama dia hehehe." Rania terkekeh."Itu juga sih hehehe.""Jadi kita berangkatnya kapan nih?""Ya sekarang lah. Soalnya dia baru sampai di Indo 4 jam yang lalu katanya. Habis itu dia harus ada pemotretan lagi."Mereka pun pergi menemui adik iparnya Dinda. Setelah Rania selesai membereskan beberapa file desainnya yang sempat berserakan diatas meja.Sesampainya mereka di restoran tujuan, mereka langsung menuju ke tempat VVIP yang telah di pesan sebelumnya. Terlihat di sana seorang wanita dengan tinggi badan yang ideal dan tubuh rampingnya yang dibalut dengan dress mini berwarna putih tulang sedang menunggu mereka sambil mengotak-atik ponselnya. Ya, maklumlah namanya juga model pasti memiliki tinggi badan dan postur tubuh yang bagus dan cantik tentunya."Hai Winda, maaf ya kita agak telat. Macet banget soalnya." Ucap Dinda begitu sampai dan seperti biasa mereka cipika-cipiki."Iya nggak apa-apa Kak, aku juga baru sampai kok dari rumah Mama." Wanita yang dipanggil Winda itu tersenyum lembut kepada Dinda dan juga Rania."Ohiya Win, kenalin ini sahabat kakak. Namanya Rania dan Rania ini Winda adiknya Daffat.""Hallo Kak Rania. Aku Winda." Sapa Winda hangat."Aku Rania.""Ayo duduk kita ngobrol-ngobrol sambil makan. Eh tapi aku udah pesenin buat kalian, nggak apa-apa kan. Tapi aku berani menjamin kok kalau makanan yang aku pesan ini tuh enak banget lho," oceh Winda."Nggak apa-apa lagi, kita tuh pemakan apa aja kecuali rancun ia kan Din," canda Rania."Hehehe iya nih. Apa aja kita makan kok," tambah Dinda."Kalian tuh asik banget ya orangnya. Aku tuh pengen banget punya sahabat kaya kalian dari dulu, tapi ya gitu lah. Dari dulu nggak ada yang mau sahabat sama aku," lirih Winda. Memang pada kenyataannya seperti itu, dari dulu dia tidak pernah punya sahabat yang benar-benar tulus dengannya."Nggak apa lagi. Kamu bisa kok ngangep kita sebagai sahabat kamu. Apapun masalahmu kamu bisa cerita ke aku atau nggak Dinda. Dan tenang aja, kita berdua bisa jaga rahasia kok. Apalagi kalau kamu ceritanya sama kakak iparmu ini. Dijamin aman deh, hehehe."Mereka pun melanjutkan perbincangan hangat mereka sambil menikmati makanan yang telah dipesan Winda sebelumnya.***Malam harinya setelah makan malam, Bryan menemani Ruby mengerjakan Pr dan membacakan dongeng hingga putri kecilnya itu tertidur pulas. Sedangkan Rania hanya bersantai sambil menonton film kesukaannya di kamar."Ruby udah tidur Bi?" tanya Rania begitu melihat Bryan masuk ke kamar."Udah Bi.""Aku pengen bicara sesuatu sama kamu Bi," lanjut Bryan.Rania menyerit. "Mau bicarakan apa Bi emangnya?" Rania menghapiri sang suami yang duduk di tepian ranjang, karena sebelumnya Rania duduk di single sofa yang berada di kamar mereka."Sini." Bryan menarik Rania, hingga wanita itu terduduk di pangkuannya.Bryan mengecup pundak Rania lembut, kemudian menenggelamkan wajahnya di ceruk leher Rania."Kamu mau ngomong apa sih mas sebenarnya, hmm?" tanya Rania lembut.Bryan mengangkat wajahnya. "Besok aku harus ke luar negeri Bi. Aku harus meninjau lokasi pembangunan hotel yang akan dibangun di LA. Kamu nggak apa-apa kan kalau aku tinggal."Rania membalikkan badannya, menatap manik mata sang suami tercinta."Kok aku nggak pernah denger soal adanya pembangunan hotel di luar negeri. Setahu aku proyek pembangunan hotel cuma di Bali,"selidik Rania. Jujur ia baru mendengar tentang proyek ini, dia selalu mengetahui dimana saja proyek-proyek bisnis yang dibangun sang suami. Dan untuk proyek pembangunan hotel di LA ini baru pertama kali ia dengar."Ah aku nggak sempat ngasih tau kamu soal ini. Lebih tepatnya aku lupa, saking banyaknya pekerjaan Bi dan proyek bisnis yang ditangani. Sorry." Bryan berusaha meyakinkan Rania."Kamu yakin nggak lagi ngebohongin aku kan?!" tanya Rania sedikit mencurigai sang suami, apalagi sikap Bryan yang akhir-akhir ini sedikit menjanggal baginya."Yah enggak dong bi. Aku serius.""Nggak ada yang sedang kamu sembunyikan di belakang aku kan," tanya Rania sekali lagi.Terlihat Bryan sedikit menghela nafasnya. "Enggak bi. Jangan curigain aku kaya gitu dong. Aku ngelakuin ini semua kan buat kamu dan Ruby.""Okey aku percaya sama kamu. Tapi ingat Bi, kalau sampai ketahuan suatu saat nanti kamu menghianati aku. Kamu tau kan akibatnya akan seperti apa," ucap Rania yang berusaha setenang mungkin. Ia tidak berniat untuk mencurigai sang suami sedikit pun. Tetapi jika dilihat sekilas, kelakuan Bryan akhir-akhir ini membuatnya sedikit menaruh kecurigaan kepada Bryan.Selamat Membaca Manteman😉🥀***Matahari pagi menyelinap masuk lewat celah- celah tirai, menyilaukan manik mataku.Aku mengerjap beberapa kali, mencoba menyesuaikan cahaya matahari yang menerpa wajah cantikku. Aku kemudian berbalik menatap wajah tampan orang yang sangat ku cintai, dia adalah suamiku, dan hal ini sudah merupakan rutinitasku setiap kali bangun tidur.Wajah tampan suamiku memang selalu menjadi candu bagiku dan sampai kapanpun aku tidak akan pernah bosan untuk selalu memandangi wajah tampan itu."Morning bi ..." Sapa Bryan dengan suara seraknya, lalu memelukku dari samping sambil memejamkan mata. Kembali tertidur.Aku hanya mendengus melihat tingkah manja suami tampanku ini. Bagaimana bisa dia kembali tertidur, sedangkan sebentar lagi akan ada rapat dengan klien penting."Bi bangun ih ... nanti kamu telat lho. Hari ini kan k
Setelah selesai mambantu Bi Iyem membereskan sisa sarapan pagi tadi, aku segera menuju ke butik yang jaraknya tak jauh dari rumah.Sesampainya di sana, seperti biasa aku menyapa para karyawan-karyawanku dengan senyuman dan sesekali menanyakan kabar mereka."Selamat pagi Bu Rania," sapa Arini asisten pribadiku sekaligus tangan kananku di butik ini. Karena jika aku tidak bisa ke butik kalau Ruby sakit atau ada urusan lain, biasanya Arini lah yang akan selalu menghandle butik."Pagi Rin." Balasku dengan senyuman manis."Ini Bu, saya mau ngasih detail rancangan gaun pernikahan yang kemarin udah saya konfirmasi sama klien kita." Ucap Arini sambil menyodorkan beberapa desain kepadaku.Aku mengambilnya dan langsung berjalan menuju ruangan ku di lantai 2."Untuk sampel kainnya udah beres?""Udah Bu, sudah saya selesaikan juga kemarin." Ucap Arini
Malam harinya seperti biasa setelah Rania menidurkan Ruby dengan membacakan dongeng kesukaan Ruby, Rania segera menuju kamarnya dan Bryan, untuk segera beristirahat karena hari ini begitu sangat melelahkan baginya.Sesampainya di kamar, Rania tak mendapati Bryan di kamar. Tak biasanya Bryan jam segini belum pulang, padahal ini sudah pukul 21.45. Dan di jam begitu, biasanya Bryan sudah pulang dari kantor dan beristirahat di kamar.Tetapi entah mengapa, malam ini Bryan pulangnya terlambat."Ah, mungkin Mas Bryan lagi ada lembur. Kan akhir-akhir ini Mas Bryan lagi nanganin banyak proyek besar," ucap Rania berusaha menutupi segala fikiran negatif yang melayang di otaknya saat ini.Ia kemudian segera merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur. Tetapi sebelum memejamkan mata sebuah notifikasi muncul di layar ponsel milik Rania.My Husband❤️*Bi ... malam ini aku ada
"Morning Bi ...," ucap Rania dari arah meja makan, begitu dia melihat Bryan yang baru saja pulang dan akan segera menaikki tangga yang berada tak jauh dari ruang makan keluarga.Bryan yang agaknya sedikit terburu-buru sedikit tersentak dengan sapaan sang istri.Bryan pun segera menghampiri Rania yang tengah menyiapkan sarapan dibantu Mbok Iyem."Eh, morning bi. Heuumm tumben kamu udah bangun jam segini, hmm." Ucap Bryan sambil mencium lembut kening sang istri."Nggak tumben kok Bi, jam segini kan biasanya aku udah bangun buat bantu Mbok Iyem bikinin sarapan pagi. Kamu ini gimana sih." Ucap Rania yang masih sibuk menata sarapan yang telah dibuatnya dan mbok Iyem di atas meja makan."Mbok tolong ambilkan nasi goreng kesukaan Ruby dan Bapak yang udah saya buat tadi ya." Mbok Iyem pun mengangguk. "Iya Bu.""Ohiya saya bisa minta tolong lagi nggak mbok? Tolong ban
Setelah Bryan membelikan makan malam untuk wanita itu dan dirinya, mereka pun makan malam bersama. Setelah itu, Bryan segera memberikan obat yang tadi sempat dibeli."Kamu yakin nggak mau ke dokter aja?" Tanya Bryan sambil menyerahkan beberapa tablet obat dan air putih.Wanita itu menggeleng lemah. "Nggak usah sweetie. Aku baik-baik aja kok.""Yaudah sekarang kamu istirahat ya, biar besok pas bangun kamu udah segeran lagi." Wanita itu pun mengiyakan ucapan Bryan dan segera membaringkan tubuhnya dibantu Bryan."Kalau gitu aku pergi dulu yah, soalnya aku udah janji sama Ruby mau nemenin dia kerja pr malam ini. Kamu cepat sembuh, biar kita-""Sweetie ... aku boleh minta sesuatu nggak sama kamu? Aku janji ini yang terakhir." Ucap wanita itu dengan tatapan teduhnya. Tatapan teduh yang membuat Bryan jatuh hati, pada saat pertama kali mereka bertemu."Emangnya kamu
"Semalam kamu nginep di mana?" tanya Rania dengan wajah datar, begitu Bryan masuk ke kamar.Bryan sempat terperanjat kaget melihat keberadaan Rania. Bukannya di jam segini Rania, sudah harus pergi ke butik? Bahkan Bryan sengaja datang di jam segini untuk menghindari Rania dan pertanyaan-pertanyaan yang akan di lontarkan oleh Rania. Tentang dimana dia semalam? Kenapa tidak pulang? Dan masih banyak lagi."A-aku ...," Bryan sedikit gelagapan karena jujur saat ini dia tidak bisa untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan dari Rania. Pikirannya sedang kacau."Sebenarnya kamu lagi menyembunyikan apa dari aku Bi?" tanya Rania tegas.Entah hanya firasatnya atau memang ini adalah sebuah kebenaran, tapi entah mengapa Rania merasa akhir-akhir ini Bryan agak sedikit berbeda dari yang biasanya.Bryan yang dulu dia kenal tidak seperti ini. Dari raut wajah Bryan, terlihat bahwa ada sesuatu yang sedang disembunyikan. Tapi apa."Please jujur sama aku, kalau memang ada yang kamu sembunyikan ... atau mungkin