Selamat Membaca Manteman😉🥀
***
Matahari pagi menyelinap masuk lewat celah- celah tirai, menyilaukan manik mataku.
Aku mengerjap beberapa kali, mencoba menyesuaikan cahaya matahari yang menerpa wajah cantikku. Aku kemudian berbalik menatap wajah tampan orang yang sangat ku cintai, dia adalah suamiku, dan hal ini sudah merupakan rutinitasku setiap kali bangun tidur.
Wajah tampan suamiku memang selalu menjadi candu bagiku dan sampai kapanpun aku tidak akan pernah bosan untuk selalu memandangi wajah tampan itu.
"Morning bi ..." Sapa Bryan dengan suara seraknya, lalu memelukku dari samping sambil memejamkan mata. Kembali tertidur.
Aku hanya mendengus melihat tingkah manja suami tampanku ini. Bagaimana bisa dia kembali tertidur, sedangkan sebentar lagi akan ada rapat dengan klien penting.
"Bi bangun ih ... nanti kamu telat lho. Hari ini kan katanya kamu ada rapat sama klien yang sangat penting buat proyek kamu. Gimana sih, bangun ih." Ucapku sambil mengoncangkan tubuh Bryan suamiku, agar segera terbangun.
Bryan pun akhirnya membuka matanya, walaupun dengan terpaksa. Karena kalo tidak, sudah dipastikan aku akan mengomelinya sepanjang hari, kalo ia terus tertidur seperti ini.
Bryan Hardintanto adalah seorang Direktur Utama Perusahaan SHS Group. Dan aku adalah seorang ibu rumah tangga yang juga berprofesi sebagai seorang desainer dan memiliki butik rintisanku sendiri untuk mencari kesibukan. Aku dan Bryan menikah di saat usiaku 22 tahun, setelah aku menyelesaikan kuliahku di Paris.
Bryan merupakan Kakak kelasku waktu SMA, usia kami terpaut 2 tahun perbedaannya. Sedikit cerita, aku dan Bryan tidak pernah menjalin hubungan sama sekali, walaupun dulu waktu SMA kami berdua memiliki perasaan yang sama.
Setelah menyelesaikan kuliahku dan kembali ke Jakarta. Tiba-tiba Bryan yang sudah menjadi seorang direktur saat itu di perusahaan milik keluarganya, mengajakku untuk bertemu.
Dan diluar dugaanku yang berfikir ini hanyalah pertemuan biasa sebagai seorang teman, yang sudah lama tidak bertemu. Ternyata aku salah.
Cafe yang menjadi tempat pertemuan kami waktu itu ternyata sudah di sewa oleh Bryan dan disulap seromantis mungkin untuk melamarku di hari itu. Dia langsung mengajakku untuk menikah.
Aku sampai dibuat tak bisa berkata-kata oleh perlakuan manis dan romantis Bryan kala melamarku saat itu. Dan karena sejak dulu aku juga sudah menyukai Bryan, tanpa banyak basa-basi aku langsung menerima lamaran Bryan.
Dan kami pun menikah di usiaku yang ke 22 tahun dan Bryan 24 tahun. Pernikahan kami berjalan lancar dan dipenuhi dengan kebahagiaan. Bryan begitu mencintaiku begitupun aku, perlakuan manisnya selalu membuatku tersipu malu setiap saat.
Hingga kami dikaruniai seorang putri cantik dan pintar bernama Zaruby Vallerie Putri Hardintanto atau biasa di sapa Ruby yang kini berusia 5 tahun. Aku sangat bersyukur memiliki pernikahan dan rumah tangga seperti ini.
Begitu beruntungnya aku, bahkan usia pernikahan kami sudah memasuki usia pernikahan yang ke 5 tahun.
"Mami sepatu Lubi (Ruby) yang walna pink dimana Mi?" Ruby tiba-tiba datang menghampiriku yang kini sedang menyiapkan sarapan pagi dibantu Bi Iyem (Art yang selalu membantuku di rumah).
"Kan ada di rak sepatu kamar Ruby. Kok malah nanya Mami sih?" ucapku sambil mencubit gemas pipi gembulnya.
"Ohiya Mih, Lubi lupa heheh." Ruby pun berlari menaiki tangga untuk mengambil sepatunya.
"Ruby hey, hati-hati nak. Nanti kamu jatuh lho." Aku hanya menggeleng melihat tingkahnya.
Aku juga sangat bersyukur, karna Ruby tumbuh menjadi anak yang ceria dan juga mandiri, walaupun usianya baru 5 tahun.
"Ada apa sih, pagi-pagi kamu kok udah teriak-teriak hmm." Ucap Mas Bryan yang sudah rapih dengan jas dan kemeja yang sangat pas ditubuh atletisnya itu.
"Anak kamu tuh, naik tangga bukannya hati-hati malah lari-larian. Gimana kalo dia kepeleset trus jatuh Bi?" Ucapku sambil menuangkan beberapa sendok nasi goreng ke piring Mas Bryan.
"Namanya juga anak-anak Bi, lagian di umur Ruby yang segitu emang lagi aktif-aktifnya." Mas Bryan tersenyum manis kepadaku diakhir kalimatnya, sambil menyuap sesendok nasi goreng ke mulutnya.
"Hmm, nasi goreng buatan kamu emang selalu enak Bi, semakin hari semakin enak rasanya.
Dan bahkan kalah lho sama masakan para chef,'' goda Mas Bryan sambil terus menikmati setiap sendok nasi goreng buatan ku.
"Kamu bisa aja Mas. Padahal resepnya juga sama kok sama nasi goreng sebelum-sebelumnya."
"Ohya? Tapi ini jujur lho Bi, semakin hari semakin enak lho."
"Ah ... aku tau rahasianya kenapa nasi goreng ini tambah enak setiap harinya," tambah Mas Bryan.
"Apa emangnya?" tanyaku penasaran, perasaan setiap hari aku selalu menggunakan bumbu dan takaran yang sama untuk nasi gorengnya.
Mas Bryan menatapku sambil tersenyum manis.
"Karena yang masakin ini adalah istriku yang paling cantik dan seksi. Makanya nasi goreng ini makin hari makin enak, hahaha." Goda Mas Bryan lagi, membuat pipiku seketika merona.
Ah, seperti ABG saja, pikirku. Padahal ini cuma godaan receh tapi kenapa pipiku bisa merona.
"Masssss,," aku mencoba menyembunyikan pipiku yang merona. Yah, walaupun aku tau pasti Mas Bryan sudah melihatnya. Yasudahlah.
"Mami Papiiiii!!!" teriak Ruby sambil berlari mengalihkan perhatian kami berdua.
"Ruby, udah Mami bilang kan. Jangan lari-larian, kamu tuh keras kepala banget kalau dibilangin," omelku. Ruby hanya menanggapinya dengan cengengesan khasnya, yang sangat menggemaskan.
"Kan Lubi kelas kepalanya kaya Papi. Iya kan pi." Ruby menoleh ke arah Papinya, kebetulan Ruby duduk di samping Mas Bryan.
"Iya dong queen nya Papi." Jawab Mas Bryan sambil mengecup pipi gembul Ruby berkali-kali.
"Ohiya, hali ini kan Mbak Nina nggak masuk. Jadi Lubi belangkatnya baleng Papi ya. Pliiissss," Ruby memohon dengan wajah imutnya.
"Kamu sama Mami aja berangkatnya, soalnya hari ini papi ada rapat penting sayang," aku mencoba menjelaskan kepada Ruby. Anak itu memang sangatlah manja jika sudah berhadapan dengan Papinya.
"Yaahhh, padahal Lubi pengen banget diantal Papi," ucap Ruby dengan wajah sedihnya.
Ku lihat Mas Bryan menatapku kemudian memberiku isyarat agar dia saja yang mengantarkan Ruby. Mungkin dia merasa bersalah karena melihat raut wajah putri kesayangannya yang menunjukkan kesedihan.
"Queen, kamu hari ini berangkat sama papi ya. Lagian waktu buat rapatnya masih lama kok."
Seketika Ruby menatap kami dengan mata. berbinar. "Benelan Pih? Papi nggak bohong kan?!"
Mas Bryan mencubit gemas pipi Ruby. "Emang sejak kapan Papi pernah bohongin queen papi ini."
"Tapi Mas," potongku.
"Nggak apa-apa kok Bi, nanti aku ngasih tau sekertaris ku untuk undur beberapa menit rapatnya. Lagian kebahagiaan Ruby itu segalanya buat aku."
"Yaudah terserah kamu, yang penting kalian bahagia aku juga ikutan bahagia." Kami pun tertawa bersama, ditambah dengan cerita-cerita random Ruby yang lucu.
"Kita berangkat sekarang queen?" tanya Mas Bryan begitu Ruby selesai sarapan.
"Let's go Pihh!!"
"Bi aku sama Ruby berangkat dulu ya. Kamu hati-hati di jalan, pokoknya jangan ngebut-ngebutan okey. Kalau ada apa-apa di butik atau di jalan langsung telpon aku yah. Aku berangkat dulu." Ucap Mas Bryan sambil mengecup bibirku.
Aku mengangguk. "Iya Bi. Kamu sama Ruby juga hati-hati di jalan ya dan satu lagi jangan sampai terlambat makan siangnya."
"Siap bu boss heheh."
Huh!! Sekarang tinggal aku sendiri di ruang makan, tapi sebelum aku berangkat ke butik, aku sempatkan sebentar untuk membantu Bi Iyem membereskan sisa sarapan kami tadi. Mengambil beberapa piring kotor lalu mencucinya, lumayan bisa membantu meringankannya pekerjaan Bi Iyem yang sangat banyak.
Bayangkan saja, rumah sebesar ini hanya dibereskan oleh BI Iyem karena Art yang satunya lagi sedang cuti. Pasti sangat melelahkan bukan.
Setelah selesai mambantu Bi Iyem membereskan sisa sarapan pagi tadi, aku segera menuju ke butik yang jaraknya tak jauh dari rumah.Sesampainya di sana, seperti biasa aku menyapa para karyawan-karyawanku dengan senyuman dan sesekali menanyakan kabar mereka."Selamat pagi Bu Rania," sapa Arini asisten pribadiku sekaligus tangan kananku di butik ini. Karena jika aku tidak bisa ke butik kalau Ruby sakit atau ada urusan lain, biasanya Arini lah yang akan selalu menghandle butik."Pagi Rin." Balasku dengan senyuman manis."Ini Bu, saya mau ngasih detail rancangan gaun pernikahan yang kemarin udah saya konfirmasi sama klien kita." Ucap Arini sambil menyodorkan beberapa desain kepadaku.Aku mengambilnya dan langsung berjalan menuju ruangan ku di lantai 2."Untuk sampel kainnya udah beres?""Udah Bu, sudah saya selesaikan juga kemarin." Ucap Arini
Malam harinya seperti biasa setelah Rania menidurkan Ruby dengan membacakan dongeng kesukaan Ruby, Rania segera menuju kamarnya dan Bryan, untuk segera beristirahat karena hari ini begitu sangat melelahkan baginya.Sesampainya di kamar, Rania tak mendapati Bryan di kamar. Tak biasanya Bryan jam segini belum pulang, padahal ini sudah pukul 21.45. Dan di jam begitu, biasanya Bryan sudah pulang dari kantor dan beristirahat di kamar.Tetapi entah mengapa, malam ini Bryan pulangnya terlambat."Ah, mungkin Mas Bryan lagi ada lembur. Kan akhir-akhir ini Mas Bryan lagi nanganin banyak proyek besar," ucap Rania berusaha menutupi segala fikiran negatif yang melayang di otaknya saat ini.Ia kemudian segera merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur. Tetapi sebelum memejamkan mata sebuah notifikasi muncul di layar ponsel milik Rania.My Husband❤️*Bi ... malam ini aku ada
"Morning Bi ...," ucap Rania dari arah meja makan, begitu dia melihat Bryan yang baru saja pulang dan akan segera menaikki tangga yang berada tak jauh dari ruang makan keluarga.Bryan yang agaknya sedikit terburu-buru sedikit tersentak dengan sapaan sang istri.Bryan pun segera menghampiri Rania yang tengah menyiapkan sarapan dibantu Mbok Iyem."Eh, morning bi. Heuumm tumben kamu udah bangun jam segini, hmm." Ucap Bryan sambil mencium lembut kening sang istri."Nggak tumben kok Bi, jam segini kan biasanya aku udah bangun buat bantu Mbok Iyem bikinin sarapan pagi. Kamu ini gimana sih." Ucap Rania yang masih sibuk menata sarapan yang telah dibuatnya dan mbok Iyem di atas meja makan."Mbok tolong ambilkan nasi goreng kesukaan Ruby dan Bapak yang udah saya buat tadi ya." Mbok Iyem pun mengangguk. "Iya Bu.""Ohiya saya bisa minta tolong lagi nggak mbok? Tolong ban
Setelah Bryan membelikan makan malam untuk wanita itu dan dirinya, mereka pun makan malam bersama. Setelah itu, Bryan segera memberikan obat yang tadi sempat dibeli."Kamu yakin nggak mau ke dokter aja?" Tanya Bryan sambil menyerahkan beberapa tablet obat dan air putih.Wanita itu menggeleng lemah. "Nggak usah sweetie. Aku baik-baik aja kok.""Yaudah sekarang kamu istirahat ya, biar besok pas bangun kamu udah segeran lagi." Wanita itu pun mengiyakan ucapan Bryan dan segera membaringkan tubuhnya dibantu Bryan."Kalau gitu aku pergi dulu yah, soalnya aku udah janji sama Ruby mau nemenin dia kerja pr malam ini. Kamu cepat sembuh, biar kita-""Sweetie ... aku boleh minta sesuatu nggak sama kamu? Aku janji ini yang terakhir." Ucap wanita itu dengan tatapan teduhnya. Tatapan teduh yang membuat Bryan jatuh hati, pada saat pertama kali mereka bertemu."Emangnya kamu
"Semalam kamu nginep di mana?" tanya Rania dengan wajah datar, begitu Bryan masuk ke kamar.Bryan sempat terperanjat kaget melihat keberadaan Rania. Bukannya di jam segini Rania, sudah harus pergi ke butik? Bahkan Bryan sengaja datang di jam segini untuk menghindari Rania dan pertanyaan-pertanyaan yang akan di lontarkan oleh Rania. Tentang dimana dia semalam? Kenapa tidak pulang? Dan masih banyak lagi."A-aku ...," Bryan sedikit gelagapan karena jujur saat ini dia tidak bisa untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan dari Rania. Pikirannya sedang kacau."Sebenarnya kamu lagi menyembunyikan apa dari aku Bi?" tanya Rania tegas.Entah hanya firasatnya atau memang ini adalah sebuah kebenaran, tapi entah mengapa Rania merasa akhir-akhir ini Bryan agak sedikit berbeda dari yang biasanya.Bryan yang dulu dia kenal tidak seperti ini. Dari raut wajah Bryan, terlihat bahwa ada sesuatu yang sedang disembunyikan. Tapi apa."Please jujur sama aku, kalau memang ada yang kamu sembunyikan ... atau mungkin
"Okey, fitting untuk acara akad nikahnya udah selesai. Tinggal nambahin beberapa ornamen dan kecilin bagian lengannya lagi kan biar keliatan pas sama badan kamu." Rania membaca note yang ditulisnya tadi."Yup bener banget, perfecto. Aku puas banget lho sama desain baju akad ini Nia. Ini tuh gaun impian aku banget." Dinda sangat bahagia.Syukurlah kalau Dinda sangat menyukainya, inilah salah satu tujuan butik milik Rania ini. Selalu memberikan pelayanan terbaik kepada para kliennya, hingga kliennya puas."Ohiya, kamu yakin mau nambah satu gaun lagi buat acara resepsi? Padahal kalau menurut aku ini udah pas banget buat akad sama resepsi, ini aku buat khusus satu gaun tapi 2 look." Rania memperhatikan gaun yang dikenakan Dinda."Iya tapi masalahnya aku pengen warna yang berbeda. Yah walaupun gaun ini tuh sebenarnya udah pas banget dipakai untuk akad dan resepsi karena bisa diubah-ubah. Tapi aku pengen warna yang berbeda antara di akad sama resepsi nanti."Rania mengangguk mengerti, maklu