Setelah Bryan membelikan makan malam untuk wanita itu dan dirinya, mereka pun makan malam bersama. Setelah itu, Bryan segera memberikan obat yang tadi sempat dibeli.
"Kamu yakin nggak mau ke dokter aja?" Tanya Bryan sambil menyerahkan beberapa tablet obat dan air putih.
Wanita itu menggeleng lemah. "Nggak usah sweetie. Aku baik-baik aja kok."
"Yaudah sekarang kamu istirahat ya, biar besok pas bangun kamu udah segeran lagi." Wanita itu pun mengiyakan ucapan Bryan dan segera membaringkan tubuhnya dibantu Bryan.
"Kalau gitu aku pergi dulu yah, soalnya aku udah janji sama Ruby mau nemenin dia kerja pr malam ini. Kamu cepat sembuh, biar kita-"
"Sweetie ... aku boleh minta sesuatu nggak sama kamu? Aku janji ini yang terakhir." Ucap wanita itu dengan tatapan teduhnya. Tatapan teduh yang membuat Bryan jatuh hati, pada saat pertama kali mereka bertemu.
"Emangnya kamu mau minta apa sih sweetie?" Tanya Bryan sambil mengangkat sebelah alisnya.
Terlihat wanita itu menatap manik mata Bryan dalam, kemudian helaan nafas pun terdengar sangat berat. Ia tahu, posisinya saat ini sangatlah salah. Bryan adalah suami orang, ini semua memang sudah salah sejak awal ketika Bryan mengajaknya untuk menjadi selingkuhan.
Tetapi apalah dayanya, dia sudah terlanjur jatuh hati pada Bryan sejak saat pertama mereka bertemu, begitu pun juga dengan Bryan.
Mereka berdua sama-sama saling mencintai, tapi bedanya dia juga harus merelakan cinta Bryan pada istri sahnya karena Bryan pernah mengakui bahwa ia sangat mencintai sang istri dan juga wanita itu. Bahkan Bryan tidak mau kehilangan kedua wanita itu. Istri sahnya dan juga selingkuhannya.
"Aku tahu permintaan aku kali ini udah melanggar perjanjian kita sebelumnya. Tapi ...,"
"Tapi apa? Please jangan yang aneh-aneh sweetie, kamu tahu itu kan," Bryan menunggu jawaban wanita itu.
"Aa-aku ...," wanita itu menggantung ucapannya.
"Izinin aku buat memiliki kamu seutuhnya sweetie, aku juga pengen jadi istri kamu dan punya anak yang akan selalu kamu kasihi seperti kamu mengasihi Ruby."Jelas wanita itu dengan raut wajah kesedihan. Ia tau ini adalah permintaan yang salah dan mungkin sampai kapanpun tidak akan pernah Bryan wujudkan.
Bryan yang mendengar hal itu pun langsung tersentak dengan raut wajah yang berubah 180° dari yang sebelumnya. Suasana ketegangan pun melingkupi ruangan tersebut.
"Kamu tahu kan perjanjian awal kita," tegas Bryan tanpa menatap wanita dihadapannya kini.
Jujur Bryan sangat marah saat ini, bagaimana mungkin wanita selingkuhannya ini lupa akan perjanjian mereka saat awal mereka memulai hubungan ini.
"Aku ingat. T-tapi mau sampai kapan kita kaya gini hah? Menjalani hubungan diam-diam di belakang istri kamu dan menjalani hubungan tanpa status dan kejelasan. Aku capek Bryan, capek. Aku pengen kaya teman-temanku yang punya keluarga bahagia."
"Lagian, kita bisa menyembunyikan pernikahan kita, gampang kan," jelas wanita itu.
"Menyembunyikan? Gampang? Kamu pikir gampang?Hah ...," amarah Bryan semakin memuncak.
"Iya, buktinya sampai saat ini hubungan kita baik-baik aja. Dan istri kamu nggak pernah sekalipun curiga soal hubungan kita."
"Iya emang dia nggak curiga. Tapi aku nggak bisa menjamin untuk kedepannya, apalagi kalau sampai kita nikah dan punya anak. Dia akan curiga dan aku bakal semakin nggak bisa untuk menghandle itu semua. Kamu harus tau itu. Rania itu wanita cerdas," jelas Bryan frustasi.
"Trus mau sampai kapan kita kaya gini terus?" ucap wanita itu yang kini sudah berurai air mata.
Sungguh yang dia inginkan hanya memiliki Bryan seutuhnya dengan menjadi istri Bryan.
Jika kalian mengatakan kalau wanita selingkuhannya hanya membutuhkan uang, kalian salah ... itu semua tidak berlaku pada wanita itu. Yang dia inginkan hanya cinta Bryan dan menjadi istri Bryan sehingga ia dapat membangun keluarga bahagia impiannya sejak lama.
"Sampai waktu yang nggak bisa ditentukan. Tapi nggak sekarang, please kamu ngertiin aku. Selain itu ini semua juga demi kebaikan Ruby anakku." Setelah itu Bryan pergi meninggalkan wanita itu sendiri di kamar.
Saat ini yang Bryan butuhkan hanya ketenangan agar dia dapat memikirkan semua dengan baik-baik. Agar kelak, apapun keputusannya. Bryan berharap itu semua yang terbaik, ia tidak mau mengorbankan istrinya, Ruby ataupun wanita selingkuhannya hanya karena keegoisan semata.
***
"Mah, Papa kapan pulangnya sih? Lubi udah nunggu dali tadi lho padahal," celoteh Ruby begitu melihat sang Mama yang datang menghampiri dari arah dapur, sambil membawa segelas coklat hangat kesukaan Ruby.
"Paling bentar lagi sayang." Ucap Rania sambil mengelus sayang rambut panjang Ruby. "Ini coklat hangatnya diminum dulu, sambil nunggu papa pulang."
"Kok tumben ya, jam segini Mas Bryan belum pulang juga. Apa mungkin ada meeting lagi ya," batin Rania.
"Mah susu coklatnya udah Lubi minum, tinggal setengah." Ruby menunjukkan gelas yang berisi susu coklat hangat tadi tinggal setengah.
Rania tersenyum lembut. "Anak pintar, hmmm ... gimana kalau Ruby ngerjain pr nya bareng Mama aja. Gimana? Soalnya Mama takut Papa pulangnya kemalaman, terus Ruby ketiduran gimana?"
Ruby menunduk lesu. Kenapa akhir-akhir ini Papanya selalu mempunyai banyak kesibukan hingga waktu untuknya tak pernah ada. Jangankan untuk menemani Ruby belajar, membacakan dongeng atau mengantarkan Ruby ke sekolah saja sudah jarang akhir-akhir ini.
"Papa kenapa sih meeting telus Mah. Padahal Lubi pengen banget diboboin papa, telus ditemenin belajal." Wajah gadis cantik nan menggemaskan itu perlahan dipenuhi oleh kesedihan.
"Sayang, papa kan kerja buat kita. Biar nanti kita bisa jalan-jalan pergi liburan bareng kaya waktu itu. Kita ke Disneyland, Ruby masih ingat kan." Rania berusaha menghibur Ruby, agar anaknya itu tidak bersedih lagi.
Mendengar kata 'Disneyland' mata Ruby yang tadinya sempat menyiratkan kesedihan langsung berbinar. "Inget dong Ma, selu banget deh. Lubi pengen ke sana lagi Mah. Nanti kita ke sana baleng papa, mama dan Lubi, heheh," tawa nyaring Ruby menggema di seluruh ruang keluarga.
"Wah, ada apa nih Bu? Tumben sih non Ruby ketawanya nyaring banget. Kayanya lagi bahas yang seru-seru ya non Ruby. Kok nggak ngajak Mbok Iyem sih," ucap Mbok Iyem sambil membawakan nampan berisi toples-toples kue kering yang baru dibuatnya sore tadi.
"Ini lho Mbok, Lubi sama Mama lagi ngomong soal disnilen. Emang mbok pelna ke disnilen?" tanya Ruby yang kini entah bagaimana sudah berdiri di samping mbok Iyem yang sedang menata toples-toples kue kering buatannya.
"Ya Allah non, Mbok mah nggak pernah ke dis apa itu tadi."
"Disneyland Mbok," jawab Rania seadanya.
"Nah iya maksud Mbok. Mbok mah nggak pernah ke sana, jangankan ke sana. Tempatnya aja mbok nggak tau," jelas Mbok Iyem.
"Telus mbok pelna libulan ke mana aja?" Selain cerewet, Ruby juga termasuk anak yang selalu ingin tahu akan hal-hal baru.
"Hmmm, Mbok mah kalo liburan ya paling-paling waktu muda ke pantai atau nggak ya mentok-mentok di sungai hehehe."
"Iiihhhh itu mah bukan libulan kali," kesal Ruby.
"Semalam kamu nginep di mana?" tanya Rania dengan wajah datar, begitu Bryan masuk ke kamar.Bryan sempat terperanjat kaget melihat keberadaan Rania. Bukannya di jam segini Rania, sudah harus pergi ke butik? Bahkan Bryan sengaja datang di jam segini untuk menghindari Rania dan pertanyaan-pertanyaan yang akan di lontarkan oleh Rania. Tentang dimana dia semalam? Kenapa tidak pulang? Dan masih banyak lagi."A-aku ...," Bryan sedikit gelagapan karena jujur saat ini dia tidak bisa untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan dari Rania. Pikirannya sedang kacau."Sebenarnya kamu lagi menyembunyikan apa dari aku Bi?" tanya Rania tegas.Entah hanya firasatnya atau memang ini adalah sebuah kebenaran, tapi entah mengapa Rania merasa akhir-akhir ini Bryan agak sedikit berbeda dari yang biasanya.Bryan yang dulu dia kenal tidak seperti ini. Dari raut wajah Bryan, terlihat bahwa ada sesuatu yang sedang disembunyikan. Tapi apa."Please jujur sama aku, kalau memang ada yang kamu sembunyikan ... atau mungkin
"Okey, fitting untuk acara akad nikahnya udah selesai. Tinggal nambahin beberapa ornamen dan kecilin bagian lengannya lagi kan biar keliatan pas sama badan kamu." Rania membaca note yang ditulisnya tadi."Yup bener banget, perfecto. Aku puas banget lho sama desain baju akad ini Nia. Ini tuh gaun impian aku banget." Dinda sangat bahagia.Syukurlah kalau Dinda sangat menyukainya, inilah salah satu tujuan butik milik Rania ini. Selalu memberikan pelayanan terbaik kepada para kliennya, hingga kliennya puas."Ohiya, kamu yakin mau nambah satu gaun lagi buat acara resepsi? Padahal kalau menurut aku ini udah pas banget buat akad sama resepsi, ini aku buat khusus satu gaun tapi 2 look." Rania memperhatikan gaun yang dikenakan Dinda."Iya tapi masalahnya aku pengen warna yang berbeda. Yah walaupun gaun ini tuh sebenarnya udah pas banget dipakai untuk akad dan resepsi karena bisa diubah-ubah. Tapi aku pengen warna yang berbeda antara di akad sama resepsi nanti."Rania mengangguk mengerti, maklu
Selamat Membaca Manteman😉🥀***Matahari pagi menyelinap masuk lewat celah- celah tirai, menyilaukan manik mataku.Aku mengerjap beberapa kali, mencoba menyesuaikan cahaya matahari yang menerpa wajah cantikku. Aku kemudian berbalik menatap wajah tampan orang yang sangat ku cintai, dia adalah suamiku, dan hal ini sudah merupakan rutinitasku setiap kali bangun tidur.Wajah tampan suamiku memang selalu menjadi candu bagiku dan sampai kapanpun aku tidak akan pernah bosan untuk selalu memandangi wajah tampan itu."Morning bi ..." Sapa Bryan dengan suara seraknya, lalu memelukku dari samping sambil memejamkan mata. Kembali tertidur.Aku hanya mendengus melihat tingkah manja suami tampanku ini. Bagaimana bisa dia kembali tertidur, sedangkan sebentar lagi akan ada rapat dengan klien penting."Bi bangun ih ... nanti kamu telat lho. Hari ini kan k
Setelah selesai mambantu Bi Iyem membereskan sisa sarapan pagi tadi, aku segera menuju ke butik yang jaraknya tak jauh dari rumah.Sesampainya di sana, seperti biasa aku menyapa para karyawan-karyawanku dengan senyuman dan sesekali menanyakan kabar mereka."Selamat pagi Bu Rania," sapa Arini asisten pribadiku sekaligus tangan kananku di butik ini. Karena jika aku tidak bisa ke butik kalau Ruby sakit atau ada urusan lain, biasanya Arini lah yang akan selalu menghandle butik."Pagi Rin." Balasku dengan senyuman manis."Ini Bu, saya mau ngasih detail rancangan gaun pernikahan yang kemarin udah saya konfirmasi sama klien kita." Ucap Arini sambil menyodorkan beberapa desain kepadaku.Aku mengambilnya dan langsung berjalan menuju ruangan ku di lantai 2."Untuk sampel kainnya udah beres?""Udah Bu, sudah saya selesaikan juga kemarin." Ucap Arini
Malam harinya seperti biasa setelah Rania menidurkan Ruby dengan membacakan dongeng kesukaan Ruby, Rania segera menuju kamarnya dan Bryan, untuk segera beristirahat karena hari ini begitu sangat melelahkan baginya.Sesampainya di kamar, Rania tak mendapati Bryan di kamar. Tak biasanya Bryan jam segini belum pulang, padahal ini sudah pukul 21.45. Dan di jam begitu, biasanya Bryan sudah pulang dari kantor dan beristirahat di kamar.Tetapi entah mengapa, malam ini Bryan pulangnya terlambat."Ah, mungkin Mas Bryan lagi ada lembur. Kan akhir-akhir ini Mas Bryan lagi nanganin banyak proyek besar," ucap Rania berusaha menutupi segala fikiran negatif yang melayang di otaknya saat ini.Ia kemudian segera merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur. Tetapi sebelum memejamkan mata sebuah notifikasi muncul di layar ponsel milik Rania.My Husband❤️*Bi ... malam ini aku ada
"Morning Bi ...," ucap Rania dari arah meja makan, begitu dia melihat Bryan yang baru saja pulang dan akan segera menaikki tangga yang berada tak jauh dari ruang makan keluarga.Bryan yang agaknya sedikit terburu-buru sedikit tersentak dengan sapaan sang istri.Bryan pun segera menghampiri Rania yang tengah menyiapkan sarapan dibantu Mbok Iyem."Eh, morning bi. Heuumm tumben kamu udah bangun jam segini, hmm." Ucap Bryan sambil mencium lembut kening sang istri."Nggak tumben kok Bi, jam segini kan biasanya aku udah bangun buat bantu Mbok Iyem bikinin sarapan pagi. Kamu ini gimana sih." Ucap Rania yang masih sibuk menata sarapan yang telah dibuatnya dan mbok Iyem di atas meja makan."Mbok tolong ambilkan nasi goreng kesukaan Ruby dan Bapak yang udah saya buat tadi ya." Mbok Iyem pun mengangguk. "Iya Bu.""Ohiya saya bisa minta tolong lagi nggak mbok? Tolong ban