"Morning Bi ...," ucap Rania dari arah meja makan, begitu dia melihat Bryan yang baru saja pulang dan akan segera menaikki tangga yang berada tak jauh dari ruang makan keluarga.
Bryan yang agaknya sedikit terburu-buru sedikit tersentak dengan sapaan sang istri.
Bryan pun segera menghampiri Rania yang tengah menyiapkan sarapan dibantu Mbok Iyem.
"Eh, morning bi. Heuumm tumben kamu udah bangun jam segini, hmm." Ucap Bryan sambil mencium lembut kening sang istri.
"Nggak tumben kok Bi, jam segini kan biasanya aku udah bangun buat bantu Mbok Iyem bikinin sarapan pagi. Kamu ini gimana sih." Ucap Rania yang masih sibuk menata sarapan yang telah dibuatnya dan mbok Iyem di atas meja makan.
"Mbok tolong ambilkan nasi goreng kesukaan Ruby dan Bapak yang udah saya buat tadi ya." Mbok Iyem pun mengangguk. "Iya Bu."
"Ohiya saya bisa minta tolong lagi nggak mbok? Tolong bangunin Ruby ya soalnya takut dia kesiangan ke sekolahnya, hari ini kan dia ada kegiatan seni gitu di sekolah, " ucap Rania begitu Mbok Iyem datang sambil membawakan nasi goreng kesukaan Ruby dan Bryan.
"Bisa Bu, kalau begitu saya pergi bangunkan Non Ruby dulu ya. Permisi Bu, pak."
"Emang ini udah jam berapa sih bi?" Celutuk Bryan setelah beberapa saat dia terdiam menyaksikan kegiatan Rania dan Mbok Iyem.
"Jam 7.15, emang kamu nggak nyadar Bi?" tanya Rania sambil menatap Bryan yang kini duduk dihadapannya.
"Nggak bi, aku nggak nyadar sama sekali lho Bi. Aku pikir ini masih jam 6 gitu," jawab Bryan.
Rania menakutkan kedua alisnya, sambil menatap Bryan dengan berbagai pertanyaan di benaknya.
Bryan yang sadar akan hal itu pun berkata, "Ada apa sih? Kok kamu mandangin aku gitu amat hmm." Bryan menggenggam tangan Rania, walaupun dalam pikirannya ia sedang menyiapkan berbagai jawaban yang tepat agar istrinya ini tidak curiga kepadanya.
Rania menghela nafas. "Semalam kamu nggak pulang kan, kenapa?" Rania menatap manik mata Bryan.
"Kamu tidur dimana? Kantor? Atau ...," Rania masih terus manatap Bryan.
"Oh itu, a-aku semalam nggak bisa pulang karena emang banyak banget file yang harus aku periksa dan aku harus bener-bener teliti soal itu. Kamu tau kan ini tuh, proyek yang sangat amat besar Bi. Jadi ... jadi aku nggak bisa asal-asalan buat meriksanya," jelas Brya berusaha meyakinkan sang istri.
"Trus?"
"Eh trus ya itu, aku lebih milih buat nginep di kantor daripada harus pulang. Soalnya udah kemalaman juga. Kan kita nggak tau musibah Bi, kali aja pas aku pulang kemalaman itu ada begal gimana? Aku juga pengen menjaga keselamatan aku, biar aku tetap bisa buat ngebahagiain dan ngejagain kamu dan Ruby."
Rania mengangguk paham, walaupun sebenarnya ada sedikit kejanggalan di hatinya. Entah mengapa, tapi perasaan tidak tenang belakang ini selalu menghantuinya. Oh Tuhan Rania berharap semuanya akan baik-baik saja, Rania berharap kebahagiaan rumah tangganya akan selalu bisa dipertahankan hingga ajal menjemput nanti, pikir Rania.
"Trus kamu tidurnya di sofa Bi? Badan kamu pegal-pegal nggak? Sofa di ruangan kamu itu nggak terlalu besar lho Bi," khawatir Rania, karena apa yang dia ucapkan benar adanya.
Sofa di ruang kerja Bryan tidak berukuran besar dan bahkan tidak cukup untuk tubuh Bryan. Kalaupun dipaksakan untuk tidur di sana, pasti badan akan langsung pegal-pegal ketika bangun.
"Ah badan aku pegel-pegel kok Bi. Makanya aku berencana buat ngeganti Sofa di ruanganku, nanti kamu tolong carikan sofa yang tepat ya Bi. Yang sesuai dengan desain ruanganku, okey."
Rania hanya mengangguk mengiyakan ucapan suaminya.
Setelah itu, mereka sarapan bersama dengan penuh keceriaan. Tepatnya Ruby yang memberikan keceriaan itu, dengan cerita-cerita randomnya selama ia di sekolah kemarin, mampu membuat Mama dan Papanya tertawa lepas akibat kelucuan Ruby. Seketika perasaan mengganjal yang sempat dirasakan Rania tadi tentang suaminya, seolah menghilang. Digantikan dengan perasaan bahagia dan rasa syukur karena Tuhan begitu baik kepadanya.
***
Malam harinya di Restoran Drastar.
"Hai Din, Sorry ya aku telat." Ucap Rania yang baru saja datang dan langsung cipika-cipiki dengan Dinda.
"Ah santai aja kali, aku sama Daffa juga baru datang kok. Biasalah macet banget heheh," canda Dinda.
"Ohiya Nia, kenalin ini Daffa calon suami aku. Dan Daffa kenalin ini Rania, Sahabat ter the best aku heheh," ucap Dinda yang mengenalkan Daffa kepada Rania, sesuai dengan janjinya di Butik waktu itu.
"Kenalin aku Rania." Rania mengulurkan tangan dan disambut baik oleh Daffa, tak lupa senyum manis yang selalu pria itu tunjukkan. "Daffa, calon suami Dinda."
"Silahkan duduk Nia," ucap Dinda mempersilahkan Rania untuk duduk.
"Din, calon suami kamu keren banget lho. Pantesan seorang Dinda yang sangat gila kerja mau meninggalkan pekerjaannya yang lagi naik-naiknya, buat nikah heheh," goda Rania ke Dinda di hadapan Daffa.
Daffa hanya tersenyum menanggapinya. Sedangkan Dinda sudah melotot matanya, berusaha untuk memperingati Rania. Dan Rania hanya tersenyum menanggapi peringatan Dinda.
"Ohiya Bryan mana? Kok nggak bareng sama kamu?" tanya Dinda.
Rania melirik jam tangannya. "Paling bentar lagi datang, kita emang nggak sama-sama soalnya Bryan kan lagi ada meeting."
"Oh gitu, kalau gitu kita pesan duluan aja gimana? Soalnya udah laper nih heheh," Celutuk Dinda.
"Sayang kamu tuh ya, emang nggak bisa ya nahan laper dikit hmm. Bentar lagi pasti Bryan datang kok," ucap Daffa lembut.
"Kamu kaya nggak tau Dinda aja Daf, selain gila kerja dia juga suka makan. Nggak heran sih aku heheh," canda Rania.
"Aku juga setuju sih, masa 5 bungkus martabak dia habisin sendiri. Gila nggak tuh," tambah Bryan.
"Ohyah? Dia emang dari dulu kaya gitu Daff. Aku pikir dia bakal berubah, ternyata malah ...,"
"Nambah ya hahah," sambung Daffa. Rania dan Daffa pun tertawa, mereka kemudian menceritakan lagi banyak hal tentang Dinda. Lebih tepatnya Rania yang menceritakan kepada Daffa tentang kelakuan Dinda semasa sekolah dulu.
Sedangkan yang diomongin malah cemberut. "Gibahin aja terus."
"Loh kok kamu cemberut sih Yank?"
"Iya nih, aku nggak ikut-ikutan ya Din. Orang Daffa yang minta aku buat ceritain tentang kamu," jelas Rania.
"Huh!? Kali ini aku maafin deh, tapi janji jangan gibahin aku lagi," Ucap Dinda dengan wajah memelasnya.
"Kalau aku sih nggak bisa janji Yank, lagian kan aku calon suami kamu. Pengen tau lebih banyak soal calon istrinya ini. Nggak salah kan Nia?" tanya Daffa.
"Iya nggak salah dong Daf hehe."
Tringgg!! Triiinggg!!
Bunyi ponsel Rania mengalihkan perhatian ketiga orang itu. "Hmm, aku angkat telepon bentar ya."
Rania pun segera berdiri dan mencari tempat yang tepat untuk mengangkat teleponnya.
"Okey, see you." Rania menghela nafasnya perlahan, kemudian melangkah menuju tempat dimana Dinda dan Daffa berada.
"Hemm, kayanya Bryan nggak bisa datang deh. Dia minta maaf banget karena tiba-tiba harus ada rapat mendadak. Nggak apa-apa kan," jelas Rania begitu ia sampai di tempat duduknya.
"It's okey Nia. Nggak apa-apa kok, kan bisa lain kali kita makan bareng berempat. Iya kan sayang?"
"Iya. Nggak apa-apa kok. Yaudah kita langsung pesan aja ya," ucap Daffa.
***
"Sweetie, kamu kenapa sih? Kita ke rumah sakit ya." Ucap Bryan yang saat ini sangatlah khawatir dengan wanita yang kini tengah terbaring lemah dihadapannya.
"Nggak usah sweetie, aku cuma pusing aja. Mungkin karena beberapa hari ini aku terlalu sibuk, hisss,'' jelas wanita itu yang masih setia menggenggam tangan Bryan.
"Kamu yakin?"
Wanita itu mengangguk meyakinkan.
"Yaudah, kalau begitu kamu istirahat ya. Aku beliin makan dulu buat kamu sama obat juga. Kalau ada apa-apa, langsung telpon aku ya." Bryan pun langsung mengecup lembut kening wanita itu.
Melihat kepergian Bryan wanita itu tersenyum bahagia, betapa perhatiannya Bryan terhadap dirinya. Andaikan dia adalah wanita pertama di hati Bryan, tak bisa dibayangkan betapa bahagianya hidup dia.
Tetapi itu semua hanyalah mimpi, mau bagaimana pun dia tetap wanita kedua bagi seorang Bryan. Dan selalu seperti itu.
"I love you so much. Tapi aku sadar aku siapa," lirih wanita itu.
Setelah Bryan membelikan makan malam untuk wanita itu dan dirinya, mereka pun makan malam bersama. Setelah itu, Bryan segera memberikan obat yang tadi sempat dibeli."Kamu yakin nggak mau ke dokter aja?" Tanya Bryan sambil menyerahkan beberapa tablet obat dan air putih.Wanita itu menggeleng lemah. "Nggak usah sweetie. Aku baik-baik aja kok.""Yaudah sekarang kamu istirahat ya, biar besok pas bangun kamu udah segeran lagi." Wanita itu pun mengiyakan ucapan Bryan dan segera membaringkan tubuhnya dibantu Bryan."Kalau gitu aku pergi dulu yah, soalnya aku udah janji sama Ruby mau nemenin dia kerja pr malam ini. Kamu cepat sembuh, biar kita-""Sweetie ... aku boleh minta sesuatu nggak sama kamu? Aku janji ini yang terakhir." Ucap wanita itu dengan tatapan teduhnya. Tatapan teduh yang membuat Bryan jatuh hati, pada saat pertama kali mereka bertemu."Emangnya kamu
"Semalam kamu nginep di mana?" tanya Rania dengan wajah datar, begitu Bryan masuk ke kamar.Bryan sempat terperanjat kaget melihat keberadaan Rania. Bukannya di jam segini Rania, sudah harus pergi ke butik? Bahkan Bryan sengaja datang di jam segini untuk menghindari Rania dan pertanyaan-pertanyaan yang akan di lontarkan oleh Rania. Tentang dimana dia semalam? Kenapa tidak pulang? Dan masih banyak lagi."A-aku ...," Bryan sedikit gelagapan karena jujur saat ini dia tidak bisa untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan dari Rania. Pikirannya sedang kacau."Sebenarnya kamu lagi menyembunyikan apa dari aku Bi?" tanya Rania tegas.Entah hanya firasatnya atau memang ini adalah sebuah kebenaran, tapi entah mengapa Rania merasa akhir-akhir ini Bryan agak sedikit berbeda dari yang biasanya.Bryan yang dulu dia kenal tidak seperti ini. Dari raut wajah Bryan, terlihat bahwa ada sesuatu yang sedang disembunyikan. Tapi apa."Please jujur sama aku, kalau memang ada yang kamu sembunyikan ... atau mungkin
"Okey, fitting untuk acara akad nikahnya udah selesai. Tinggal nambahin beberapa ornamen dan kecilin bagian lengannya lagi kan biar keliatan pas sama badan kamu." Rania membaca note yang ditulisnya tadi."Yup bener banget, perfecto. Aku puas banget lho sama desain baju akad ini Nia. Ini tuh gaun impian aku banget." Dinda sangat bahagia.Syukurlah kalau Dinda sangat menyukainya, inilah salah satu tujuan butik milik Rania ini. Selalu memberikan pelayanan terbaik kepada para kliennya, hingga kliennya puas."Ohiya, kamu yakin mau nambah satu gaun lagi buat acara resepsi? Padahal kalau menurut aku ini udah pas banget buat akad sama resepsi, ini aku buat khusus satu gaun tapi 2 look." Rania memperhatikan gaun yang dikenakan Dinda."Iya tapi masalahnya aku pengen warna yang berbeda. Yah walaupun gaun ini tuh sebenarnya udah pas banget dipakai untuk akad dan resepsi karena bisa diubah-ubah. Tapi aku pengen warna yang berbeda antara di akad sama resepsi nanti."Rania mengangguk mengerti, maklu
Selamat Membaca Manteman😉🥀***Matahari pagi menyelinap masuk lewat celah- celah tirai, menyilaukan manik mataku.Aku mengerjap beberapa kali, mencoba menyesuaikan cahaya matahari yang menerpa wajah cantikku. Aku kemudian berbalik menatap wajah tampan orang yang sangat ku cintai, dia adalah suamiku, dan hal ini sudah merupakan rutinitasku setiap kali bangun tidur.Wajah tampan suamiku memang selalu menjadi candu bagiku dan sampai kapanpun aku tidak akan pernah bosan untuk selalu memandangi wajah tampan itu."Morning bi ..." Sapa Bryan dengan suara seraknya, lalu memelukku dari samping sambil memejamkan mata. Kembali tertidur.Aku hanya mendengus melihat tingkah manja suami tampanku ini. Bagaimana bisa dia kembali tertidur, sedangkan sebentar lagi akan ada rapat dengan klien penting."Bi bangun ih ... nanti kamu telat lho. Hari ini kan k
Setelah selesai mambantu Bi Iyem membereskan sisa sarapan pagi tadi, aku segera menuju ke butik yang jaraknya tak jauh dari rumah.Sesampainya di sana, seperti biasa aku menyapa para karyawan-karyawanku dengan senyuman dan sesekali menanyakan kabar mereka."Selamat pagi Bu Rania," sapa Arini asisten pribadiku sekaligus tangan kananku di butik ini. Karena jika aku tidak bisa ke butik kalau Ruby sakit atau ada urusan lain, biasanya Arini lah yang akan selalu menghandle butik."Pagi Rin." Balasku dengan senyuman manis."Ini Bu, saya mau ngasih detail rancangan gaun pernikahan yang kemarin udah saya konfirmasi sama klien kita." Ucap Arini sambil menyodorkan beberapa desain kepadaku.Aku mengambilnya dan langsung berjalan menuju ruangan ku di lantai 2."Untuk sampel kainnya udah beres?""Udah Bu, sudah saya selesaikan juga kemarin." Ucap Arini
Malam harinya seperti biasa setelah Rania menidurkan Ruby dengan membacakan dongeng kesukaan Ruby, Rania segera menuju kamarnya dan Bryan, untuk segera beristirahat karena hari ini begitu sangat melelahkan baginya.Sesampainya di kamar, Rania tak mendapati Bryan di kamar. Tak biasanya Bryan jam segini belum pulang, padahal ini sudah pukul 21.45. Dan di jam begitu, biasanya Bryan sudah pulang dari kantor dan beristirahat di kamar.Tetapi entah mengapa, malam ini Bryan pulangnya terlambat."Ah, mungkin Mas Bryan lagi ada lembur. Kan akhir-akhir ini Mas Bryan lagi nanganin banyak proyek besar," ucap Rania berusaha menutupi segala fikiran negatif yang melayang di otaknya saat ini.Ia kemudian segera merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur. Tetapi sebelum memejamkan mata sebuah notifikasi muncul di layar ponsel milik Rania.My Husband❤️*Bi ... malam ini aku ada