Setelah selesai mambantu Bi Iyem membereskan sisa sarapan pagi tadi, aku segera menuju ke butik yang jaraknya tak jauh dari rumah.
Sesampainya di sana, seperti biasa aku menyapa para karyawan-karyawanku dengan senyuman dan sesekali menanyakan kabar mereka.
"Selamat pagi Bu Rania," sapa Arini asisten pribadiku sekaligus tangan kananku di butik ini. Karena jika aku tidak bisa ke butik kalau Ruby sakit atau ada urusan lain, biasanya Arini lah yang akan selalu menghandle butik.
"Pagi Rin." Balasku dengan senyuman manis.
"Ini Bu, saya mau ngasih detail rancangan gaun pernikahan yang kemarin udah saya konfirmasi sama klien kita." Ucap Arini sambil menyodorkan beberapa desain kepadaku.
Aku mengambilnya dan langsung berjalan menuju ruangan ku di lantai 2.
"Untuk sampel kainnya udah beres?"
"Udah Bu, sudah saya selesaikan juga kemarin." Ucap Arini yang masih mengekoriku dari belakang.
"Good kalau gitu." Aku mengangguk sangat puas dengan pekerjaan yang dilakukan Arini yang sangat teliti dan rapih, hingga banyak klien dari butik ku yang selalu merasa puas.
"Iya Bu, kalau gitu saya permisi dulu Bu. Soalnya ada klien yang pagi ini mau fitting gaun pernikahan," pamit Arini begitu sampai di depan ruanganku.
"Okey."
Aku pun langsung masuk ke ruangan dan segera duduk, sambil melihat beberapa file desainku. Tak berselang lama tiba-tiba pintu ruanganku diketuk.
Tokk!! Tookkk!!! Tookkk!!!!
"Masuk." Perintahku yang masih asik melihat desain-desianku, takut-takut kalau ada yang masih kurang dari detail-detail desainku.
"Good morningggg Rania," ucap seseorang yang baru saja masuk dengan antusiasnya, mengalihkan perhatianku.
"Eh Dinda, morning." Aku sempat kaget melihatnya.
Aku lalu berdiri dan langsung cipika-cipiki dengannya. "Kangen banget aku, kamu kapan balik ke Jakarta? Kok nggak ngasih kabar sih?"
Dinda adalah sahabatku sejak SMA dulu dan kami sama-sama kuliah di Paris, tapi beda jurusan. Aku mengambil fashion desainer dan Dinda Bisnis.
Sejak selesai kuliah, aku kembali ke Jakarta dan Dinda mendapatkan tawaran untuk bekerja di salah satu perusahaan di Yogyakarta.
"Kemarin malam aku nyampe rumah. Sorry ya nggak bisa ngabarin kamu, soalnya kan aku mau ngasih surprise. Kalau aku ngasih tau kamu duluan, ya itu namanya bukan suprise dong." Ucap Dinda sambil mencubit gemas pipiku dan sudah menjadi kebiasaan Dinda ke aku.
"Iya-iya, duduk dulu yuk. Kita cerita-cerita, udah lama lho kita nggak ketemu." Aku mengajak Dinda untuk duduk di sofa yang dikhususkan untuk para klien penting jika ingin bertemu denganku.
"Ayo cerita ke aku kenapa tumben kamu bisa pulang secepat ini hmm? Aku tau lho kamu itu orang paling sibuk, bahkan Tante Marisa aja sampe ngeluh karna anak ceweknya ini jarang banget pulang ke Jakarta, sekalinya pulang setahun sekali," tanyaku yang mulai penasaran dengan kedatangan Dinda ke Jakarta.
"Jadi gini Nia, aku ...," Dinda sengaja mengantung ucapannya.
"Apaaan? Jangan bikin aku penasaran ah Din," tanyaku yang sudah tidak sabaran.
"Aku mau NIKAH Niaaaa," pekik Dinda senang.
Aku sangat kaget mendengar penuturan Dinda. Apa menikah? Yang benar saja seorang Dinda yang sudah gila kerja, memutuskan untuk menikah. Padahal dulu dia sangat ogah ketika membicarakan soal pernikahan. Tapi aku tetap bahagia mendengar kabar gembira ini, oh Tuhan akhirnya Dinda sahabatku mau menikah juga.
"Kamu serius Din? Yaampun aku turut bahagia dengernya, akhirnya ya. Aku jadi penasaran sama calon suami kamu, soalnya kok dia bisa banget ya menaklukkan hati seorang Dinda Wiraguna hehehe." Sambil menatap Dinda penasaran.
"Tenang, nanti aku kenali kamu sama dia ya. Pokoknya aku yakin banget sama dia. Dia 11 12 lah sama kaya Bryan, suami kamu. Setia dan orangnya tulus banget sayang sama aku. Aku udah buktiin sendiri."
Aku pun mengangguk, syukurlah kalau Dinda sahabatku sudah mendapatkan laki-laki yang tulus mencintainya.
"Trus kamu bakalan stay di Jakarta berapa lama Din? Trus kerjaan kamu di Yogyakarta gimana?" tanyaku sekali lagi pada Dinda.
"Ya aku bakal stay di sini sampai acara pernikahanku selesai, jadi aku bakal sering-sering nemuin kamu. Dan untuk pekerjaan, bos aku kasih kesempatan aku buat handle beberapa dari sini dan sisanya diselesaikan sama asisten pribadiku," jelas Dinda.
"Akhirnya aku bisa punya banyak waktu sama kamu nih hehehe," kekeh Dinda.
"Iya dong. Eh tapi untuk gaun pernikahannya aku yang desain dong," candaku.
"Iyalah, aku bakal serahin semua ke kamu. Lumayanlah punya sahabat desainer hehehe. Ada diskon kan?"
"Pasti ada lah, khusus buat kamu aku kasih diskon besar-besaran hahaha."
"Nah gitu dong, itu baru sahabat aku."
Kami pun melanjutkan obrolan kami mengenai banyak hal yang terjadi dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir ini. Bahkan Dinda juga bercerita tentang awal pertemuannya dengan calon suaminya.
"Ohiya Nia, udah dulu ya. Udah jam segini, aku harus ambil pesanan kue Mama. Aku pamit ya," pamit Dinda.
"Iya, hati-hati di jalan ya Din." Kami pun saling cipika-cipiki lagi.
"Hmm and than, aku mau ngundang kamu sama Bryan buat makan malam di salah satu restoran calon suamiku. Gimana? Biar sekalian aku kenalin dia ke kalian," tanya Dinda sebelum ia melangkah pergi.
"Emangnya mau kapan?"
"Besok malam gimana?"
"Besok yah? Hmm, okey boleh. Nanti kamu kabarin aja dimana lokasinya, nanti aku sama Mas Bryan datang."
"Okey good. Bye, see you tomorrow again."
Dinda pun melangkah pergi meninggalkan ruanganku, dan aku pun kembali melanjutkan pekerjaanku yang sempat tertunda tadi.
***
Author POV
Tokkk!! Tokk!! Tokkk!!
"Silahkan masuk!" jawab seorang pria dengan suara tegasnya, yang kini sedang sibuk membaca beberapa file penting.
"Permisi Pak. Ini laporan keuangan yang Bapak minta," ucap seseorang yang tadi mengetuk pintu.
Dan orang itu tak lain dan tak bukan adalah sekertaris pribadinya, Siska. Dan Bos nya adalah Bryan Hardintanto, direktur utama perusahaan SHS Group.
"Okey, kamu letakkan di atas meja. Dan bacakan jadwal saya untuk malam ini." Siska pun meletakkan berkas tersebut ke atas meja.
"Hmm Pak untuk malam ini, Bapak ada janjian makan malam dengan salah satu klien kita dari Jerman." Ucap Dinda begitu melihat jadwal bosnya untuk malam ini disebuah buku yang selalu dia bawa ke mana-mana.
"Makan malam?"
"Iya Pak," jawab Siska mantap.
"Seberapa penting klien ini?"
Gadis berambut pendek kecoklatan itu mengerutkan keningnya sebentar, kemudian menyadari maksud bosnya.
"Hmm, sebenarnya ini cuma buat membahas soal proyek hotel yang akan dibangun di Bali Pak. Dan Proyek ini direncanakan akan dimulai akhir tahun depan Pak," jelas Siska.
"Okey, bisa kamu pindahkan jadwal makan malamnya di lain hari? Soalnya saya ada beberapa urusan malam ini."
"Siap Pak, akan saya atur jadwalnya di lain hari. Kalau begitu saya permisi dulu Pak."
Siska yang sudah sangat hafal sifat bosnya (maklum saja Siska sudah bekerja lumayan lama menjadi sekertaris Bryan), yang dimana setiap perkataan Bryan tidak bisa terbantahkan. Walaupun dari nada bicaranya biasa saja, tapi sebenarnya itu adalah sebuah perintah yang tidak terbantahkan. Dan Siska harus melakukan cara apapun untuk melaksanakan perintah bos tampannya itu.
Setelah Siska keluar, tiba-tiba terdengar deringan telpon Bryan.
"Hello sweetie ... ada apa?" ucap Bryan begitu mengangkat teleponnya.
"......"
"I miss you to. Malam ini aku bakal ke apart kamu kok, tenang aja. Soalnya aku benar-benar kangen banget sama kamu," ucap Bryan kepada orang di sebrang sana.
"....."
"Iya, nggak bakal. Janji." Ucap Bryan sambil sesekali terkekeh.
"...."
"Ah kamu bisa aja Sweetie."
"...."
"Yaudah, aku kerja dulu ya. Nanti malam aku ke apartemen kamu, ini nggak bohong okey. Bye."
"..."
"Love you to and see you tonight sweetie." Bryan kemudian memutuskan sambungan teleponnya dan meletakkan ponsel miliknya ke atas meja.
Untuk sesaat dia menyandarkan tubuhnya di kursi kebesarannya sambil menutup mata. Kemudian membukanya kembali dan mengambil sebuah bingkai foto berukuran kecil yang disimpan di samping meja kantornya.
Ia mandang foto itu sesaat. "Maafin aku Nia dan maafin Papa Ruby." Setalahnya ia kembali menyimpan foto itu ke tempat semula dan melanjutkan pekerjaannya.
Malam harinya seperti biasa setelah Rania menidurkan Ruby dengan membacakan dongeng kesukaan Ruby, Rania segera menuju kamarnya dan Bryan, untuk segera beristirahat karena hari ini begitu sangat melelahkan baginya.Sesampainya di kamar, Rania tak mendapati Bryan di kamar. Tak biasanya Bryan jam segini belum pulang, padahal ini sudah pukul 21.45. Dan di jam begitu, biasanya Bryan sudah pulang dari kantor dan beristirahat di kamar.Tetapi entah mengapa, malam ini Bryan pulangnya terlambat."Ah, mungkin Mas Bryan lagi ada lembur. Kan akhir-akhir ini Mas Bryan lagi nanganin banyak proyek besar," ucap Rania berusaha menutupi segala fikiran negatif yang melayang di otaknya saat ini.Ia kemudian segera merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur. Tetapi sebelum memejamkan mata sebuah notifikasi muncul di layar ponsel milik Rania.My Husband❤️*Bi ... malam ini aku ada
"Morning Bi ...," ucap Rania dari arah meja makan, begitu dia melihat Bryan yang baru saja pulang dan akan segera menaikki tangga yang berada tak jauh dari ruang makan keluarga.Bryan yang agaknya sedikit terburu-buru sedikit tersentak dengan sapaan sang istri.Bryan pun segera menghampiri Rania yang tengah menyiapkan sarapan dibantu Mbok Iyem."Eh, morning bi. Heuumm tumben kamu udah bangun jam segini, hmm." Ucap Bryan sambil mencium lembut kening sang istri."Nggak tumben kok Bi, jam segini kan biasanya aku udah bangun buat bantu Mbok Iyem bikinin sarapan pagi. Kamu ini gimana sih." Ucap Rania yang masih sibuk menata sarapan yang telah dibuatnya dan mbok Iyem di atas meja makan."Mbok tolong ambilkan nasi goreng kesukaan Ruby dan Bapak yang udah saya buat tadi ya." Mbok Iyem pun mengangguk. "Iya Bu.""Ohiya saya bisa minta tolong lagi nggak mbok? Tolong ban
Setelah Bryan membelikan makan malam untuk wanita itu dan dirinya, mereka pun makan malam bersama. Setelah itu, Bryan segera memberikan obat yang tadi sempat dibeli."Kamu yakin nggak mau ke dokter aja?" Tanya Bryan sambil menyerahkan beberapa tablet obat dan air putih.Wanita itu menggeleng lemah. "Nggak usah sweetie. Aku baik-baik aja kok.""Yaudah sekarang kamu istirahat ya, biar besok pas bangun kamu udah segeran lagi." Wanita itu pun mengiyakan ucapan Bryan dan segera membaringkan tubuhnya dibantu Bryan."Kalau gitu aku pergi dulu yah, soalnya aku udah janji sama Ruby mau nemenin dia kerja pr malam ini. Kamu cepat sembuh, biar kita-""Sweetie ... aku boleh minta sesuatu nggak sama kamu? Aku janji ini yang terakhir." Ucap wanita itu dengan tatapan teduhnya. Tatapan teduh yang membuat Bryan jatuh hati, pada saat pertama kali mereka bertemu."Emangnya kamu
"Semalam kamu nginep di mana?" tanya Rania dengan wajah datar, begitu Bryan masuk ke kamar.Bryan sempat terperanjat kaget melihat keberadaan Rania. Bukannya di jam segini Rania, sudah harus pergi ke butik? Bahkan Bryan sengaja datang di jam segini untuk menghindari Rania dan pertanyaan-pertanyaan yang akan di lontarkan oleh Rania. Tentang dimana dia semalam? Kenapa tidak pulang? Dan masih banyak lagi."A-aku ...," Bryan sedikit gelagapan karena jujur saat ini dia tidak bisa untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan dari Rania. Pikirannya sedang kacau."Sebenarnya kamu lagi menyembunyikan apa dari aku Bi?" tanya Rania tegas.Entah hanya firasatnya atau memang ini adalah sebuah kebenaran, tapi entah mengapa Rania merasa akhir-akhir ini Bryan agak sedikit berbeda dari yang biasanya.Bryan yang dulu dia kenal tidak seperti ini. Dari raut wajah Bryan, terlihat bahwa ada sesuatu yang sedang disembunyikan. Tapi apa."Please jujur sama aku, kalau memang ada yang kamu sembunyikan ... atau mungkin
"Okey, fitting untuk acara akad nikahnya udah selesai. Tinggal nambahin beberapa ornamen dan kecilin bagian lengannya lagi kan biar keliatan pas sama badan kamu." Rania membaca note yang ditulisnya tadi."Yup bener banget, perfecto. Aku puas banget lho sama desain baju akad ini Nia. Ini tuh gaun impian aku banget." Dinda sangat bahagia.Syukurlah kalau Dinda sangat menyukainya, inilah salah satu tujuan butik milik Rania ini. Selalu memberikan pelayanan terbaik kepada para kliennya, hingga kliennya puas."Ohiya, kamu yakin mau nambah satu gaun lagi buat acara resepsi? Padahal kalau menurut aku ini udah pas banget buat akad sama resepsi, ini aku buat khusus satu gaun tapi 2 look." Rania memperhatikan gaun yang dikenakan Dinda."Iya tapi masalahnya aku pengen warna yang berbeda. Yah walaupun gaun ini tuh sebenarnya udah pas banget dipakai untuk akad dan resepsi karena bisa diubah-ubah. Tapi aku pengen warna yang berbeda antara di akad sama resepsi nanti."Rania mengangguk mengerti, maklu
Selamat Membaca Manteman😉🥀***Matahari pagi menyelinap masuk lewat celah- celah tirai, menyilaukan manik mataku.Aku mengerjap beberapa kali, mencoba menyesuaikan cahaya matahari yang menerpa wajah cantikku. Aku kemudian berbalik menatap wajah tampan orang yang sangat ku cintai, dia adalah suamiku, dan hal ini sudah merupakan rutinitasku setiap kali bangun tidur.Wajah tampan suamiku memang selalu menjadi candu bagiku dan sampai kapanpun aku tidak akan pernah bosan untuk selalu memandangi wajah tampan itu."Morning bi ..." Sapa Bryan dengan suara seraknya, lalu memelukku dari samping sambil memejamkan mata. Kembali tertidur.Aku hanya mendengus melihat tingkah manja suami tampanku ini. Bagaimana bisa dia kembali tertidur, sedangkan sebentar lagi akan ada rapat dengan klien penting."Bi bangun ih ... nanti kamu telat lho. Hari ini kan k