"Aku memukulmu demi kebaikanmu sendiri."Setelah mengatakan itu, Briella menatap curiga pada Valerio dan Davira di depannya. Lalu, dia berjalan masuk ke dalam vila tanpa menoleh ke belakang."Rio, Briella memukulku. Kenapa kamu nggak menolongku?" Davira menangis, "Briella makin menjadi-jadi! Aku tunanganmu, kenapa malah dia yang bertingkah seperti tunanganmu? Bantu aku membalas perbuatannya! Kalau kamu nggak membantuku, aku akan pulang ke rumah lalu mengadu sama Mama Papa!"Valerio berkata dengan wajah tidak berdaya."Briella sedang hamil dan nggak bisa dikejutkan seperti itu. Kamu nggak boleh main-main sama dia."Davira mencibir, "Heh, bilang saja kalau kalian bersekongkol.""Davira, aku akan meminta Marco mengantarmu kembali ke rumah sakit. Aku sudah memenuhi permintaanmu dengan membawamu ke pelelangan hari ini. Jadi, aku harap kamu bisa melakukan apa yang aku perintahkan."Awalnya Valerio ingin pergi sendirian ke pelelangan hari ini. Namun, Davira membuat keributan di rumah sakit da
Elbert melepaskan topinya dan mengamati sekeliling dengan waspada."Hubungan kita nggak bisa diketahui oleh orang lain." Pria itu kembali melanjutkan, "Sayang, sudah lama sekali. Apa kamu nggak kangen? Nanti nggak usah ke rumah sakit. Kita ke hotel saja dan bersantai melepas penat?""Kenapa cuma itu saja yang kamu pikirkan setiap hari!" Davira merasa kesal dan menatap Elbert dengan tatapan remeh.Sekarang Davira makin menyesal karena sudah terjerat dengan Elbert. Elbert hanya salah satu anjing peliharaannya. Setelah menyelesaikan masalah Briella, Davira akan mendepak orang ini."Hal yang kuminta kamu selidiki, sudah sejauh mana perkembangannya?""Ini sangat kebetulan." Elbert mengaitkan bibirnya dan tersenyum. "Sepupuku juga masuk ke Taralay Property, departemen yang sama dengan Briella. Hari ini aku sudah bicara dengan sepupuku untuk mengacaukan pekerjaan Briella.""Sepupumu?" Davira menangkupkan tangan dan mengetuk-ngetukkan jari-jarinya ke lengannya. "Siapa namanya?""Kinan.""Dia b
Keesokan paginya, Briella mendengar ketukan di pintu dalam tidurnya. Suara Zayden terdengar dari luar kamar, "Mama, bangun. Hari ini Mama kerja, jangan sampai telat, ya."Briella mengucek matanya dan melihat jam, ternyata hari sudah agak siang. Dia pun turun dari tempat tidur dan membuka pintu kamarnya sambil menguap.Dia pikir hanya Zayden yang ada di luar, tetapi dia mendapati ada deretan orang yang berdiri di luar. Ada yang membawa sarapan dan ada yang membawa pakaian. Zayden sudah memakai seragam sekolahnya dan menggendong tas ranselnya."Pagi, Nona Briella!"Pak Rinto menyapa sambil tersenyum, "Pak Valerio mengingatkan kami kalau Nona Briella akan masuk kerja hari ini. Jadi, Pak Valerio meminta kami meladeni Nona dengan baik."Briella terkejut sampai sedikit ternganga saat menatap deretan orang di depannya."Aku cuma mau pergi kerja, kalian nggak perlu mengatur semuanya sampai seperti ini."Pak Rinto tersenyum senang. "Pak Valerio memerintahkan secara khusus kalau Nona harus sarap
"Mama, aku hampir terlambat, jadi aku pergi dulu."Zayden menggenggam tangan Briella dan menciumnya. "Mama, semoga hari kita menyenangkan."Jarang sekali Briella melihat Zayden begitu termotivasi untuk pergi ke sekolah. Terlihat jelas kalau dia senang dengan Scarlas School. Memikirkan hal itu membuat Briella merasa kalau dia dan Zayden sangat beruntung. Briella menemukan pekerjaan dan Zayden bisa masuk ke sekolah favoritnya.Semua ini berkat pengaturan Valerio. Rasa terima kasih Briella kepada Pria itu makin bertambah di dalam hatinya.Namun, dia juga harus bekerja keras dan berusaha untuk mandiri. Bagaimanapun juga, masih ada satu janin lagi di dalam perutnya. Tidak mungkin dia terus bergantung pada orang lain untuk menghidupinya.Briella menyelesaikan sarapannya dan mengenakan setelan kerja berwarna hitam yang telah disiapkan Valerio untuknya.Ketika Briella turun ke bawah dan berniat berangkat kerja, Zayden sudah diantar oleh sopir, jadi Briella berencana memesan taksi lewat aplikas
Alih-alih menuju Taralay Property untuk mengantar Briella bekerja, Valerio melajukan mobilnya ke salah satu mal paling mewah di seluruh Kota Tamar, tempat orang-orang paling terkenal dan kaya di negara ini menghabiskan uang mereka.Briella bertanya panik, "Pak Valerio, kenapa membawaku ke sini?"Valerio mengenakan kacamata hitamnya sambil menjawab santai, "Turun."Melihat waktu, Briella berkata dengan kesal, "Pak Valerio, aku sudah mau terlambat. Kalau butuh sesuatu, beli saja nanti setelah aku pulang kerja, ya?""Nggak bisa.""..."Setelah itu, Valerio membawa Briella ke sebuah toko yang menjual liontin. Begitu Briella masuk, dia sangat terkejut ketika melihat perhiasan liontin yang indah dan berkelas dengan harga selangit.Toko ini bukan menjual perhiasan! Mereka pasti mau merampok pelanggan! Karena mereka menjual perhiasan semahal ini.Briella sudah sering menemani Vallerio ke berbagai tempat, jadi wawasannya juga tidak cetek. Namun, ketika melihat harta karun langka di depan matany
Briella menoleh dan menatap Valerio, merasa kalau pria itu tidak sedang bercanda. "Liontin sebanyak itu kalau aku pakai setiap hari pun nggak akan habis."Briella diam-diam menggerutu dalam hati. Bukankah itu hanya masalah liontin saja? Keinginan pria ini untuk menentukan menang dan kalah sangat menakutkan. Dia membandingkan liontin satu toko dengan liontin yang dikasih Nathan, bukankah itu sangat berlebihan!"Nggak perlu dipertimbangkan lagi. Ukir saja semuanya.""Baiklah kalau sudah diputuskan. Lalu, liontinnya mau diukir dengan tulisan apa?""Valerio!"Kalau ukiran yang dikasih Nathan hanya satu kata saja, Valerio akan mengukirnya dengan namanya!"Anda itu ...." Presdir Perusahaan Regulus?Manajer toko menelisik pria itu dengan hati-hati. Wajah menawan dan bibir sempurna! Kacamata hitam yang dia kenakan pun makin menyempurnakan ketampanan wajahnya! Wajah heroik di balik kacamata hitam.Valerio tidak peduli dengan orang yang mencoba menilainya, karena perhatiannya tertuju pada wajah
Briella menganggukkan kepalanya ke arah Kinan dan menjawab sambil tersenyum, "Jarak sejauh itu saja masih kelihatan. Penglihatanmu bagus juga."Kinan menunjuk ke sebuah mobil yang diparkir di pinggir jalan dengan plat nomor merah. Dalam sekali lihat, dia langsung tahu apa yang terjadi.Bekerja di Taralay Property, tidak mengherankan kalau para karyawan di sini memiliki koneksi dengan pemerintah.Kinan menyadari kalau tatapan Briella tengah melirik ke arah mobilnya. Jadi, dia langsung membual."Mobil itu milik keluargaku, diparkir tepat di belakang mobil Maybach yang kamu naiki. Kamu belum keluar dari mobil pun aku sudah memperhatikan mobil Maybach itu. Yang aku nggak sangka, orang yang turun dari mobil itu ternyata kamu."Briella tidak mengatakan apa-apa. Dari apa yang dikatakan Kinan, itu menandakan kalau gadis itu menunggu di dalam mobilnya sendiri sejak Briella belum turun dari mobil.Namun, apa yang dia tunggu?Kata-kata Kinan penuh sangat bertentangan dan tidak masuk akal kalau di
Briella mengambil formulir yang diperlukan untuk pemeriksaan dan kembali ke departemen desain tempat dia bekerja."Briella, ini meja kerjamu. Kamu akan bekerja di sini mulai sekarang."Yang berbicara adalah sekretaris manajer. Dia membawa Briella masuk ke ruangan terpisah. Briella pun masuk dan melihat sekeliling, ternyata hanya ada satu meja di ruangan ini, serta rak-rak buku yang penuh dengan buku-buku. Ada juga sebuah tempat di mana Briella bisa beristirahat. Ruangan ini tidak besar, tetapi fasilitasnya cukup lengkap."Ini ruang kantorku?"Briella agak terkejut, lalu melirik ke luar, ke tempat di mana rekan-rekannya bekerja dan duduk di meja dan kursi yang sama di dalam satu ruangan. Ruang kerjanya ini terlalu khusus kalau dibandingkan dengan yang lainnya."Itu karena nggak ada tempat lagi untukmu di ruangan sana. Kinan duduk di meja dekat jendela, yang merupakan satu-satunya meja yang kosong. Awalnya itu meja untukmu, tapi kamu sepertinya belum melakukan pemeriksaan kesehatan, jadi