Briella menganggukkan kepalanya ke arah Kinan dan menjawab sambil tersenyum, "Jarak sejauh itu saja masih kelihatan. Penglihatanmu bagus juga."Kinan menunjuk ke sebuah mobil yang diparkir di pinggir jalan dengan plat nomor merah. Dalam sekali lihat, dia langsung tahu apa yang terjadi.Bekerja di Taralay Property, tidak mengherankan kalau para karyawan di sini memiliki koneksi dengan pemerintah.Kinan menyadari kalau tatapan Briella tengah melirik ke arah mobilnya. Jadi, dia langsung membual."Mobil itu milik keluargaku, diparkir tepat di belakang mobil Maybach yang kamu naiki. Kamu belum keluar dari mobil pun aku sudah memperhatikan mobil Maybach itu. Yang aku nggak sangka, orang yang turun dari mobil itu ternyata kamu."Briella tidak mengatakan apa-apa. Dari apa yang dikatakan Kinan, itu menandakan kalau gadis itu menunggu di dalam mobilnya sendiri sejak Briella belum turun dari mobil.Namun, apa yang dia tunggu?Kata-kata Kinan penuh sangat bertentangan dan tidak masuk akal kalau di
Briella mengambil formulir yang diperlukan untuk pemeriksaan dan kembali ke departemen desain tempat dia bekerja."Briella, ini meja kerjamu. Kamu akan bekerja di sini mulai sekarang."Yang berbicara adalah sekretaris manajer. Dia membawa Briella masuk ke ruangan terpisah. Briella pun masuk dan melihat sekeliling, ternyata hanya ada satu meja di ruangan ini, serta rak-rak buku yang penuh dengan buku-buku. Ada juga sebuah tempat di mana Briella bisa beristirahat. Ruangan ini tidak besar, tetapi fasilitasnya cukup lengkap."Ini ruang kantorku?"Briella agak terkejut, lalu melirik ke luar, ke tempat di mana rekan-rekannya bekerja dan duduk di meja dan kursi yang sama di dalam satu ruangan. Ruang kerjanya ini terlalu khusus kalau dibandingkan dengan yang lainnya."Itu karena nggak ada tempat lagi untukmu di ruangan sana. Kinan duduk di meja dekat jendela, yang merupakan satu-satunya meja yang kosong. Awalnya itu meja untukmu, tapi kamu sepertinya belum melakukan pemeriksaan kesehatan, jadi
Briella mendengarkan dalam kebingungan, tidak begitu yakin, tetapi juga tidak berani bertanya lebih lanjut. Dia hanya bisa mengubah topik pembicaraan dan membahas pekerjaan, tidak lupa menunjukkan senyuman."Terima kasih atas pengertiannya. Tapi saya nggak akan menunda terlalu lama dan akan membiasakan diri dengan pekerjaan sesegera mungkin. Pegawai sebelumnya meninggalkan banyak proyek yang perlu diserahterimakan. Kalau ada sesuatu yang nggak saya ketahui, saya masih perlu meminta bimbingan Anda. Mohon bantuannya."Pak Indar mengangkat pergelangan tangannya dan melihat waktu."Nggak masalah. Saya harus pergi rapat. Kalau ada hal lainnya, aku akan mengatakannya kepadamu nanti.""Baik, terima kasih."Briella beranjak dan kembali ke ruang kerjanya. Saat itu sudah jam makan siang, jadi dia memutuskan untuk mengesampingkan pemeriksaan medis untuk saat ini.Bagaimanapun juga, masih ada si kecil di dalam perutnya, jadi dia harus tetap makan.Briella hendak menuju ke kantin, tiba-tiba Kinan d
Setelah itu, Briella kembali melangkah menuju kantin.Melihat kalau kata-katanya tidak membuat Briella kesal, Kinan menjadi agak marah dan berbalik berjalan ke arah yang berlawanan.Dia berjalan menuruni lorong tangga dan mengeluarkan ponselnya untuk menelepon sepupunya, Elbert."Kak, kamu nggak salah, 'kan, bilang Briella lagi hamil?""Tentu saja.""Tapi kenapa sikapnya nggak menunjukkan kalau dia hamil? Dia bahkan sangat tenang dan nggak gugup sama sekali.""Briella sudah bekerja sama Valerio selama lima tahun, apa kamu pikir dia bisa bertahan karena kecantikannya saja? Tolong gunakan otakmu. Dia berada di level yang jauh lebih tinggi darimu.""Jadi apa yang harus aku lakukan! Aku akan mencari cara untuk mengumumkan kehamilannya, jadi dia nggak akan bisa bekerja di Taralay Property lagi!""Jangan impulsif. Tunggu sampai sore dulu. Ada pertunjukan yang menarik.""Benarkah?""Tentu saja."Senyum kemenangan mengembang di wajah Kinan. "Kalau begitu aku jadi tenang."Briella memasuki kant
"Kamu salah orang." Briella mengangkat telepon. "Aku akan telepon satpam."Wanita itu merebut telepon dari tangan Briella dan langsung mengembalikannya ke dudukan telepon. Dia pun mencibir."Telepon satpam? Cih, perusahaan ini saja milikku, mana mungkin seorang satpam berani mengusirku?"Briella mengamati wanita di depannya dan melihat penampilan wanita itu yang mengenakan banyak perhiasan. Mungkin dia istri dari keluarga kaya. Hanya saja, ucapan dan perilakunya sangat kasar.Mungkin dia istri dari salah satu atasan di perusahaan ini?Briella menunjukkan sikap ramah dan berkata dengan tenang kepada wanita itu, "Sepertinya Ibu salah paham. Ini hari pertamaku masuk ke perusahaan, jadi aku nggak tahu apa-apa."Wanita itu kembali menggerutu."Hehe, suamiku diam-diam menempatkanmu di departemen inti perusahaan dan mengatur ruangan pribadi untukmu. Dia menyembunyikanmu dengan sangat erat. Tentu saja kamu boleh pura-pura nggak tahu. Aku sudah lihat semua obrolan antara kamu dan suamiku. Kamu
Pak Indar berada di tengah sebagai penengah situasi. Istri wakil presdir di sampingnya sedikit canggung, membelai rambutnya dan memalingkan muka, mencoba menghindari topik tersebut.Briella mengibaskan pergelangan tangannya dan dalam hati sudah bisa memahami apa yang sedang terjadi.Mungkin karena pegawai sebelumnya yang bertanggung jawab di bagian ini melakukan sesuatu yang tidak menyenangkan, jadi Briella lah yang terkena imbasnya.Hanya saja, Briella tidak bisa membiarkan masalah ini berlalu begitu saja. Semua orang sudah melihat dia diperlakukan dengan tidak pantas dan mungkin rumor tentang dirinya sudah menyebar ke seluruh penjuru perusahaan. Jadi, mana mungkin masalah ini bisa diselesaikan hanya dengan kata 'jangan memasukkannya ke dalam hati?'"Begini, ini bukan masalah kecil dan berdampak besar pada pekerjaan saya. Anda nggak bisa meminta saya melupakannya begitu saja."Briella menunjukkan sikapnya. Meskipun dia karyawan baru, tetapi dia juga orang yang bermartabat. Kalau menun
Kinan tercengang dengan jawaban Briella, bahkan sampai ternganga karena terkejut. Seketika, dia tidak tahu harus menjawab apa, jadi hanya berdiri diam di depan Briella. Baru setelah itu dia mengumpat dengan gagap."Briella, kamu ... kamu benar-benar nggak tahu malu! Dasar kalang!"Briella menatap Kinan dengan angkuh, cukup melegakan karena bisa membuat Kinan marah.Briella sudah menghabiskan lima tahun untuk berada di sekitar orang besar seperti Valerio. Jadi, dia menguasai seperangkat aturan untuk hal-hal yang tidak menguntungkannya.Kadang-kadang pembuktian diri adalah hal yang sangat tidak berarti. Kalau ada orang yang menuduh kita memakan makanannya, kita tidak perlu membedah perut kita untuk membuktikan ketidakbersalahan kita. Cukup cungkil mata itu dan telan ke dalam perut, biar dia lihat apa isi di dalam perut kita.Memang benar kalau Briella menyembunyikan sesuatu tentang kehamilannya, tetapi Briella tidak perlu menjelaskannya kepada semua orang.Kinan mengatakan hal itu, mungk
"Mana bisa begitu?" Briella bersungut-sungut, "Aku nggak akan bergantung sama siapa pun. Kamu tahu sendiri."Briella masuk ke Taralay Property dengan bantuan koneksi yang dimiliki Nathan, jadi nggak boleh terlalu serakah. Briella harus bisa berdiri di atas kedua kakinya sendiri."Oh ya, kamu bilang aku habis operasi apa sama atasan?"Briella bertanya dengan nada serius, tetapi Nathan malah tertawa.Briella merasa kalau Nathan tertawa dengan sangat puas."Nathan, kamu bilang apa sama mereka? Cepat katakan.""Aku bilang kalau kamu melakukan operasi pembesaran payudara dan sedot lemak."Mulut Briella ternganga karena terkejut, bahkan wajahnya terlihat heran dan tidak habis pikir."Kamu ... kenapa kamu mengatakan alasan seperti itu tentangku!"Briella membentak dengan wajah merah. "Kenapa kamu bilang hal seperti itu, sih!""Tapi kamu 'kan memang ...." Nathan masih tertawa pelan, menyiratkan kesan jahat, yang malah membuat wajah Briella makin memerah."Nathan, aku membencimu!"Nathan yang b
Kecurigaan tiba-tiba terlintas di benak Briella. Dia merasa bahwa kemunculan Elena yang tiba-tiba di depan rumahnya hari ini terlalu mendadak.Ketika Briella tengah memikirkan kemungkinan ini, Valerio tiba-tiba menelepon.Pria itu pasti baru bangun tidur. Suaranya sengau, terdengar rendah dan magnetis."Apa anak-anak sudah bangun?""Pak Valerio, bisakah Pak Valerio nggak memberi tahu siapa pun alamat tempat tinggalku seenaknya?""Apa maksudmu? Aneh sekali."Mendengar sikap Valerio, Briella memiliki tebakan sendiri di dalam benaknya.Seperti yang dia duga. Elena datang bukan untuk menjemput anak-anak, tetapi untuk menyatakan kedaulatannya.Terlalu samar untuk menganggapnya sebagai ancaman."Barusan Elena datang dan bilang kalau dia ingin menjeput anak-anak.""Anak-anak ikut dengannya?""Aku nggak kasih izin."Pria itu terdiam, tidak mengatakan apa-apa lagi.Kemudian, dia berkata, "Marco sudah dapat kamar terbaru terkait anak itu. Rumah sakit memang membawa anakmu pergi dan berbohong kep
Briella kembali ke kursi kemudi dan menyesuaikan sudut kursi, baru menyalakan mobil untuk pulang.Setelah melakukan banyak hal semalaman, Zayden mengikuti Briella pulang dan masuk ke kamar tamu untuk tidur. Briella memandangi kedua kakak beradik yang tertidur lelap di atas tempat tidur. Kedua anak kecil ini benar-benar seperti malaikat, sangat pintar dan pandai bagaimana cara bersikap. Papa mereka memang suka main perempuan, tetapi sungguh sebuah keberuntungan yang luar biasa karena bisa menemukan wanita-wanita yang bisa melahirkan anak sesempurna mereka.Briella membantu mereka memakaikan selimut, lalu kembali ke tempat tidurnya.Dia tidur hingga pukul sepuluh keesokan harinya dan dibangunkan oleh suara bel pintu.Setelah mengan mengenakan sandal rumahan dan melewati kamar tamu, Briella tidak lupa membuka pintu kamar tamu untuk melihat Zayden dan Queena yang masih tertidur.Menutup pintu kamar tamu, Briella berjalan ke pintu depan dan melihat melalui mata kucing.Wanita yang berdiri d
Briella berjalan keluar bersama Zayden dan masuk ke dalam mobil Nathan. Saat itu sudah pukul dua pagi.Nathan mengetuk pintu mobil Briella, memberi isyarat agar Briella keluar dan berbicara.Briella menatap Zayden. "Jangan keluar dari mobil. Tidur saja kalau kamu ngantuk."Zayden memelototi Nathan dan mendengus dingin, "Banyak sekali masalah pria itu."Briella membelai kepala Zayden. "Dia memang banyak masalah. Meskipun begitu, dia bukan orang jahat. Dia akan berguna dalam keadaan darurat."Zayden menunjukkan sikap posesifnya. "Kalau begitu Mama nggak boleh suka sama dia. Mama cuma boleh suka sama Papa saja."Briella tersenyum tidak berdaya. "Apa Papa nggak pernah bilang siapa Mama kamu?""Tentu saja Papa pernah bilang. Kamu."Briella hanya menganggapnya sebagai lelucon. "Nak, tidurlah di mobil. Setelah itu, kita akan pulang."Nathan merokok tidak jauh dari situ, mengembuskan kepulan asap putih di tengah dinginnya cuaca malam. Melihat Briella turun dari mobil dan berjalan mendekat, dia
Nathan dan Zayden berhenti berdebat dan menatap Briella bersamaan. Keduanya sedikit takut saat melihat Briella marah.Erna memperhatikan Nathan. Siapa pun pasti bisa melihat kalau Nathan sangat menyukai Briella.Dia langsung bertanya pada Nathan, "Apa hubunganmu dengan Briella?""Aku mantan pacarnya."Erna kembali melanjutkan, "Lala sudah punya tunangan. Dia akan menikah dengan Klinton, tuan muda dari Keluarga Atmaja. Lebih baik kamu nggak berhubungan lagi dengannya setelah ini.""Kamu dan Klinton bertunangan?" Nathan berkata sambil menatap Briella, bertanya dengan nada serius."Dia itu rubah tua, apalagi adiknya, Davira. Apa kamu bisa hidup damai kalau menikah dengannya? Jangan menikah dengannya. Lebih baik bersamaku daripada bersamanya. Kamu mengerti?"Briella menjawab tanpa mengangkat matanya, "Kenapa aku harus menikah? Setelah menemukan anakku, aku akan baik-baik saja bahkan tanpa menikah.""Omong kosong apa yang kamu bicarakan!" Erna melanjutkan dengan kesal, "Apa maksudnya menemu
Cahaya di mata Zayden sudah meredup. Neneknya tidak sadarkan diri sejak dia lahir, jadi neneknya belum pernah bertemu dengan Zayden. Wajar saja kalau dia tidak mengenali Zayden."Dia Zayden Dominic. Biarkan saja dia memanggilmu begitu." Briella tidak tega melihat kelopak mata Zayden yang terkulai dan kehilangan. "Bukannya kamu ingin aku punya anak? Kebetulan sekali ada yang memanggilmu nenek."Erna melihat Zayden, lalu bertanya pada Briella dengan ragu, "Katakan, apa dia benar-benar anakmu?""Bukan." Briella menunjukkan ekspresi bingung. "Ini anak atasanku. Aku diminta menjaganya.""Kalau itu bukan anakmu, kenapa nama belakangnya Dominic?" Nathan berjalan mendekat dan menunjuk ke arah kepala Briella. "Apa kepalamu ini benar-benar terbentur. Kenapa kamu masih nggak percaya?"Briella tiba-tiba memikirkan hal ini dan ternyata benar. Zayden punya nama belakang yang sama dengannya.Namun, tidak peduli seberapa banyak Briella memikirkannya, dia tidak ingat kalau dia punya seorang putra seusi
Briella bisa merasakan ketidakbahagiaan Nathan. Kebencian Nathan kepada Rieta sama besarnya dengan rasa sayangnya kepada Rieta. Dia tidak bisa bertemu dengan ibu kandungnya lagi, mana mungkin dia tidak sedih?"Aku memang sakit. Hatiku yang sakit."Briella menutup mulutnya dan menatap punggung Nathan tanpa berkata apa-apa."Jadi aku teringat denganmu. Melihatmu bisa membuatku merasa lebih baik.""Aku bukan obat penghilang rasa sakit. Pergilah ke rumah sakit kalau kamu nggak sehat.""Kamu jauh lebih manjur dibandingkan dokter dan perawat rumah sakit. Apa kaki dan pinggang mereka sekecil milikmu? Daripada mencari mereka, lebih baik aku menemuimu."Sebelum Briella sempat mengatakan sesuatu, Zayden berteriak marah, "Dasar memalukan!"Briella menutup telinga Zayden. "Nathan, kamu boleh sedih, tapi tolong tunjukkan rasa hormat padaku. Ada anak kecil di dalam mobil. Apa kamu nggak bisa bersikap normal?""Normal, aku sangat normal. Aku nggak nangis dan membuat masalah, kenapa kamu bilang aku ng
Nathan melihat bahwa Briella tidak terlihat berpura-pura. "Ayo. Aku akan mengantarmu menemui ibu asuhmu. Kalian bisa bernostalgia di jalan.""Tunggu dulu. Aku mau ganti baju.""Pergilah. Pakai jaket dan sekalian bawakan jaket untuk putramu."Kata Nathan sambil menarik Zayden ke dalam rangkulannya.Briella menatap Zayden dan hatinya gelisah. Lalu, dia memerintahkan, "Aku ambil baju dulu. Nggak akan lama."Melihat Briella berbalik dan masuk ke dalam kamar, pria itu mencubit wajah Zayden dan menggodanya."Kasihan sekali, ibumu sendiri nggak mengakuimu sebagai anaknya."Zayden menoleh dengan angkuh, lalu berkata sambil mengerutkan kening, "Jangan menyentuhku!"Nathan menimpali, "Sifatmu ini sama persis seperti Valerio.""Aku anak kandungnya, tentu saja sama sepertinya.""Sepertinya kamu sangat menyukainya. Nggak boleh begitu. Apa kamu sudah lupa bagaimana dia memperlakukan Mama mu? Kamu harusnya membencinya.""Jangan mengatakan sesuatu yang nggak kamu mengerti." Zayden mencibir, "Aku punya
Briella menutup pintu untuk menghalangi pandangan kedua anak itu. Lalu, dia mengerutkan keningnya dengan tidak senang. "Nathan, apa yang kamu lakukan di sini?"Nathan bersandar di ambang pintu, wajahnya terlihat sedikit muram. Bahkan tercium bau alkohol dari napasnya. Entah karena kematian Rieta atau karena apa, tetapi pria itu tidak terlihat baik-baik saja."Sudah malam. Kamu pergi saja."Lelaki itu mengaitkan bibirnya, berkata sambil tersenyum sangat tipis, "Kenapa? Sekarang kamu akhirnya berani mengakui kalau kamu itu Briella?"Briella mengabaikannya dan menutup pintu untuk mengusir Nathan pergi.Tangan Nathan menghalangi pintu dan melambai ke arah Zayden yang berada di dalam, "Nak, kamu masih nggak kenal sama Om?"Briella menoleh ke belakang. "Zayden, bawa adikmu ke kamar.""Zayden, kamu sama saja dengan Mama mu, tidak mau mengakuiku. Bagaimanapun, dulu aku pernah menolong kalian berdua, tapi sekarang kalian jadi orang yang nggak tahu terima kasih."Briella menyadari sesuatu, lalu
"Queena khawatir nggak akan bisa bertemu Tante lagi, hiks."Briella menepuk-nepuk punggung Queena, mencoba menenangkannya, "Jangan menangis. Itu tempat orang jahat ditempatkan. Tante nggak melakukan kesalahan, mana mungkin dikurung di sana?"Kepala Queena terbenam dalam pelukan Briella, terus menempel kepadanya. "Lalu siapa orang jahatnya?"Briella menjilat bibirnya dan berkata dengan ragu-ragu, "Tante nggak tahu siapa orang jahatnya. Yang Tante tahu, orang jahat pasti akan dihukum."Queena mengedipkan matanya yang berkaca-kaca dengan polos. "Tapi kata para pelayan, Nenek meninggal dan Mama yang membunuhnya."Zayden berkata dengan jengkel, "Dia bukan Mama mu. Dia memperlakukanmu dengan nggak baik dan mengajarimu hal buruk. Dia nggak pantas untuk menjadi seorang ibu."Queena mengerutkan kening dan berkata dengan cemas, "Mama Queena orang yang jahat. Apa orang lain juga akan menganggap Queena jahat?""Nggak akan." Zayden bersumpah, "Selama ada Kakak, nggak akan ada yang berani menyebutmu