"Mama, aku hampir terlambat, jadi aku pergi dulu."Zayden menggenggam tangan Briella dan menciumnya. "Mama, semoga hari kita menyenangkan."Jarang sekali Briella melihat Zayden begitu termotivasi untuk pergi ke sekolah. Terlihat jelas kalau dia senang dengan Scarlas School. Memikirkan hal itu membuat Briella merasa kalau dia dan Zayden sangat beruntung. Briella menemukan pekerjaan dan Zayden bisa masuk ke sekolah favoritnya.Semua ini berkat pengaturan Valerio. Rasa terima kasih Briella kepada Pria itu makin bertambah di dalam hatinya.Namun, dia juga harus bekerja keras dan berusaha untuk mandiri. Bagaimanapun juga, masih ada satu janin lagi di dalam perutnya. Tidak mungkin dia terus bergantung pada orang lain untuk menghidupinya.Briella menyelesaikan sarapannya dan mengenakan setelan kerja berwarna hitam yang telah disiapkan Valerio untuknya.Ketika Briella turun ke bawah dan berniat berangkat kerja, Zayden sudah diantar oleh sopir, jadi Briella berencana memesan taksi lewat aplikas
Alih-alih menuju Taralay Property untuk mengantar Briella bekerja, Valerio melajukan mobilnya ke salah satu mal paling mewah di seluruh Kota Tamar, tempat orang-orang paling terkenal dan kaya di negara ini menghabiskan uang mereka.Briella bertanya panik, "Pak Valerio, kenapa membawaku ke sini?"Valerio mengenakan kacamata hitamnya sambil menjawab santai, "Turun."Melihat waktu, Briella berkata dengan kesal, "Pak Valerio, aku sudah mau terlambat. Kalau butuh sesuatu, beli saja nanti setelah aku pulang kerja, ya?""Nggak bisa.""..."Setelah itu, Valerio membawa Briella ke sebuah toko yang menjual liontin. Begitu Briella masuk, dia sangat terkejut ketika melihat perhiasan liontin yang indah dan berkelas dengan harga selangit.Toko ini bukan menjual perhiasan! Mereka pasti mau merampok pelanggan! Karena mereka menjual perhiasan semahal ini.Briella sudah sering menemani Vallerio ke berbagai tempat, jadi wawasannya juga tidak cetek. Namun, ketika melihat harta karun langka di depan matany
Briella menoleh dan menatap Valerio, merasa kalau pria itu tidak sedang bercanda. "Liontin sebanyak itu kalau aku pakai setiap hari pun nggak akan habis."Briella diam-diam menggerutu dalam hati. Bukankah itu hanya masalah liontin saja? Keinginan pria ini untuk menentukan menang dan kalah sangat menakutkan. Dia membandingkan liontin satu toko dengan liontin yang dikasih Nathan, bukankah itu sangat berlebihan!"Nggak perlu dipertimbangkan lagi. Ukir saja semuanya.""Baiklah kalau sudah diputuskan. Lalu, liontinnya mau diukir dengan tulisan apa?""Valerio!"Kalau ukiran yang dikasih Nathan hanya satu kata saja, Valerio akan mengukirnya dengan namanya!"Anda itu ...." Presdir Perusahaan Regulus?Manajer toko menelisik pria itu dengan hati-hati. Wajah menawan dan bibir sempurna! Kacamata hitam yang dia kenakan pun makin menyempurnakan ketampanan wajahnya! Wajah heroik di balik kacamata hitam.Valerio tidak peduli dengan orang yang mencoba menilainya, karena perhatiannya tertuju pada wajah
Briella menganggukkan kepalanya ke arah Kinan dan menjawab sambil tersenyum, "Jarak sejauh itu saja masih kelihatan. Penglihatanmu bagus juga."Kinan menunjuk ke sebuah mobil yang diparkir di pinggir jalan dengan plat nomor merah. Dalam sekali lihat, dia langsung tahu apa yang terjadi.Bekerja di Taralay Property, tidak mengherankan kalau para karyawan di sini memiliki koneksi dengan pemerintah.Kinan menyadari kalau tatapan Briella tengah melirik ke arah mobilnya. Jadi, dia langsung membual."Mobil itu milik keluargaku, diparkir tepat di belakang mobil Maybach yang kamu naiki. Kamu belum keluar dari mobil pun aku sudah memperhatikan mobil Maybach itu. Yang aku nggak sangka, orang yang turun dari mobil itu ternyata kamu."Briella tidak mengatakan apa-apa. Dari apa yang dikatakan Kinan, itu menandakan kalau gadis itu menunggu di dalam mobilnya sendiri sejak Briella belum turun dari mobil.Namun, apa yang dia tunggu?Kata-kata Kinan penuh sangat bertentangan dan tidak masuk akal kalau di
Briella mengambil formulir yang diperlukan untuk pemeriksaan dan kembali ke departemen desain tempat dia bekerja."Briella, ini meja kerjamu. Kamu akan bekerja di sini mulai sekarang."Yang berbicara adalah sekretaris manajer. Dia membawa Briella masuk ke ruangan terpisah. Briella pun masuk dan melihat sekeliling, ternyata hanya ada satu meja di ruangan ini, serta rak-rak buku yang penuh dengan buku-buku. Ada juga sebuah tempat di mana Briella bisa beristirahat. Ruangan ini tidak besar, tetapi fasilitasnya cukup lengkap."Ini ruang kantorku?"Briella agak terkejut, lalu melirik ke luar, ke tempat di mana rekan-rekannya bekerja dan duduk di meja dan kursi yang sama di dalam satu ruangan. Ruang kerjanya ini terlalu khusus kalau dibandingkan dengan yang lainnya."Itu karena nggak ada tempat lagi untukmu di ruangan sana. Kinan duduk di meja dekat jendela, yang merupakan satu-satunya meja yang kosong. Awalnya itu meja untukmu, tapi kamu sepertinya belum melakukan pemeriksaan kesehatan, jadi
Briella mendengarkan dalam kebingungan, tidak begitu yakin, tetapi juga tidak berani bertanya lebih lanjut. Dia hanya bisa mengubah topik pembicaraan dan membahas pekerjaan, tidak lupa menunjukkan senyuman."Terima kasih atas pengertiannya. Tapi saya nggak akan menunda terlalu lama dan akan membiasakan diri dengan pekerjaan sesegera mungkin. Pegawai sebelumnya meninggalkan banyak proyek yang perlu diserahterimakan. Kalau ada sesuatu yang nggak saya ketahui, saya masih perlu meminta bimbingan Anda. Mohon bantuannya."Pak Indar mengangkat pergelangan tangannya dan melihat waktu."Nggak masalah. Saya harus pergi rapat. Kalau ada hal lainnya, aku akan mengatakannya kepadamu nanti.""Baik, terima kasih."Briella beranjak dan kembali ke ruang kerjanya. Saat itu sudah jam makan siang, jadi dia memutuskan untuk mengesampingkan pemeriksaan medis untuk saat ini.Bagaimanapun juga, masih ada si kecil di dalam perutnya, jadi dia harus tetap makan.Briella hendak menuju ke kantin, tiba-tiba Kinan d
Setelah itu, Briella kembali melangkah menuju kantin.Melihat kalau kata-katanya tidak membuat Briella kesal, Kinan menjadi agak marah dan berbalik berjalan ke arah yang berlawanan.Dia berjalan menuruni lorong tangga dan mengeluarkan ponselnya untuk menelepon sepupunya, Elbert."Kak, kamu nggak salah, 'kan, bilang Briella lagi hamil?""Tentu saja.""Tapi kenapa sikapnya nggak menunjukkan kalau dia hamil? Dia bahkan sangat tenang dan nggak gugup sama sekali.""Briella sudah bekerja sama Valerio selama lima tahun, apa kamu pikir dia bisa bertahan karena kecantikannya saja? Tolong gunakan otakmu. Dia berada di level yang jauh lebih tinggi darimu.""Jadi apa yang harus aku lakukan! Aku akan mencari cara untuk mengumumkan kehamilannya, jadi dia nggak akan bisa bekerja di Taralay Property lagi!""Jangan impulsif. Tunggu sampai sore dulu. Ada pertunjukan yang menarik.""Benarkah?""Tentu saja."Senyum kemenangan mengembang di wajah Kinan. "Kalau begitu aku jadi tenang."Briella memasuki kant
"Kamu salah orang." Briella mengangkat telepon. "Aku akan telepon satpam."Wanita itu merebut telepon dari tangan Briella dan langsung mengembalikannya ke dudukan telepon. Dia pun mencibir."Telepon satpam? Cih, perusahaan ini saja milikku, mana mungkin seorang satpam berani mengusirku?"Briella mengamati wanita di depannya dan melihat penampilan wanita itu yang mengenakan banyak perhiasan. Mungkin dia istri dari keluarga kaya. Hanya saja, ucapan dan perilakunya sangat kasar.Mungkin dia istri dari salah satu atasan di perusahaan ini?Briella menunjukkan sikap ramah dan berkata dengan tenang kepada wanita itu, "Sepertinya Ibu salah paham. Ini hari pertamaku masuk ke perusahaan, jadi aku nggak tahu apa-apa."Wanita itu kembali menggerutu."Hehe, suamiku diam-diam menempatkanmu di departemen inti perusahaan dan mengatur ruangan pribadi untukmu. Dia menyembunyikanmu dengan sangat erat. Tentu saja kamu boleh pura-pura nggak tahu. Aku sudah lihat semua obrolan antara kamu dan suamiku. Kamu