"Nggak! Aku nggak mau!" Davira menutup telinganya dan berteriak keras, "Aku akan pergi ke mana pun kamu pergi. Aku mau ikut kamu."Valerio menunduk dan berkata dengan nada memerintah, "Nggak bisa.""Kamu nggak kasih izin aku tinggal di Galapagos karena Briella ada di sana, begitu? Hatimu sudah berubah! Dialah orang yang kamu cintai! Penantian pahitku selama beberapa tahun ini dan semua kerja kerasku nggak bisa membuatku mendapatkan kembali kasih sayangmu untukku."Valerio terdiam. Davira tertawa getir, lalu menjatuhkan pandangannya dengan melihat ke arah pemandangan yang berlalu dengan cepat di luar jendela.Apa gunanya Davira hidup kalau di dalam hati Valerio tidak ada dirinya?Davira membuka jendela dan menjulurkan kepalanya, membuat tubuh bagian atasnya keluar dari mobil. Rasanya sangat menyakitkan, jadi lebih baik mati saja.Valerio terkejut saat melihat sikapnya dan langsung menepi ke sisi jalan. "Davira! Sadarlah."Wajah Davira pucat dan dia kembali bersandar pada sandaran kursi.
"Pak Klinton, anakku sedang menungguku di rumah, jadi aku cuma punya waktu setengah jam saja.""Kalau begitu, aku akan langsung ke intinya." Klinton menatap Briella yang begitu menawan. Bahkan Klinton sampai melupakan peringatan yang sudah dia susun saat dalam perjalanan ke mari."Kamu sangat cantik." Klinton tidak lupa mengungkapkan pujiannya."Terima kasih."Briella tersenyum tipis sebagai balasan. Dia sudah terbiasa dengan pujian atas kecantikannya."Mirip sekali dengan adikku."Briella bisa memahami maksud lain dari perkataan Klinton. Selama lima tahun ini, dia menjadi pengganti Davira. Saat itu, Valerio memilihnya juga karena dia memiliki paras yang mirip dengan Davira.Klinton meminta bertemu dengannya hari ini, sepertinya karena ingin membujuk Briella agar tidak merusak kebahagiaan adiknya, bukan?Briella menggenggam kedua tangannya dengan erat dan sedikit bersandar ke belakang. Sikapnya ini memancarkan ketenangan dan rasa percaya diri yang kuat.Sambil mengaduk kopi di cangkirn
"Cuma kamu yang bisa melepaskan simpul di hati adikku.""Aku nggak punya kemampuan sehebat itu." Briella mengangkat bahunya. "Jangan bilang Pak Klinton ingin aku menyelesaikan semua masalah ini? Berapa banyak yang ingin kamu berikan untuk meyakinkanku?""Kamu benar-benar wanita mata duitan." Klinton mengeluarkan selembar cek senilai dua miliar dari saku jasnya, lalu meminta pulpen kepada pelayan untuk membubuhkan tanda tangannya.Bagi tuan muda kaya sepertinya, uang dua miliar bukanlah jumlah yang banyak, hanya satu tetes dari air di dalam ember.Briella melirik deretan angka nol di cek itu dan berkata dengan tenang. "Pak Klinton benar-benar sangat murah hati. Hanya saja, aku nggak akan menerima uang itu. Katakan saja, apa yang kamu ingin aku lakukan? Kamu ingin aku merusak reputasiku dan meninggalkan Kota Tamar sebagai wanita simpanan? Atau ingin aku mengakhiri hubunganku dengan Valerio dan menghilang sepenuhnya?""Kamu cukup pintar untuk tahu apa yang harus dilakukan.""Aku paham. Be
Menyembunyikan keberadaannya dari semua orang? Hati Briella tercekat. Bagaimana cara melakukannya? Dia masih harus menjaga ibu dan putranya. Bukankah sangat tidak bertanggung jawab kalau dia pergi begitu saja?"Bagaimana? Tertarik buat kerja sama?""Begini." Briella mengambil sikap seperti seorang bos. "Untuk masalah itu beda harga."Klinton tidak bisa menahan senyumnya. "Nona Briella, kamu memperlakukan percakapan kita seperti sebuah negosiasi. Bukankah kamu terlalu mendalami sandiwaramu?""Aku nggak pernah melakukan sandiwara dan memperlakukan semua orang dengan niat baik.""Lima tahun kebersamaanmu dengan Valerio, bukankah itu hanya sandiwara?"Briella bingung bagaimana harus menjawab pertanyaan ini. Ya, lima tahun melakukan sandiwara dengan Valerio, lima tahun menyembunyikan masa lalunya bahkan masa sekarang, bukankah Briella melakukan itu hanya untuk mendapatkan uang."Aku nggak akan berhubungan lagi dengan Pak Valerio. Selain itu, aku sudah pindah dari rumahnya.""Baguslah kalau
"Nak, kamu nggak takut melihat tayangan seperti itu?" Briella berjalan mendekat dan mengambil remot untuk mengganti saluran televisi. "Mama carikan kartun yang cocok untukmu.""Jangan." Zayden merebut remot dari Briella. "Aku lebih suka menonton Animal World.""Kenapa?""Yang kuat akan bertahan. Itu hukum alam dan cocok dengan dunia manusia. Apa Mama nggak merasa kalau tayangan seperti menarik?"Briella melirik ke arah televisi yang menunjukkan gambar singa yang sedang membelah kijang menjadi beberapa bagian. Gambar itu membuat Briella mual dan menutup mulutnya. Dia bahkan pergi ke kamar mandi untuk muntah."Mama kenapa?"Melihat hal ini, Zayden langsung turun dari sofa dan mengikuti Briella ke kamar mandi.Zayden sedikit panik ketika melihat Briella berdiri di depan wastafel dan muntah-muntah."Mama, sudah mendingan? Mau aku telepon ambulans.""Nggak perlu." Briella menegakkan tubuhnya, lalu berkumur. Meskipun rasanya sangat tidak nyaman, tetapi dia akan berpura-pura tenang agar putra
Bagaimana Valerio bisa menemukan tempat mereka secepat ini.Zayden membuka pintu sedikit. Melalui celah sempit di pintu, dia melihat pria itu berdiri di ambang pintu dan terlihat sedikit cemas.Zayden berpikir kalau Mama pulang tanpa berpamitan dengan Om Valerio. Mungkin Om Valerio marah."Siapa?""Zayden, buka pintunya.""Nggak bisa. Mama bilang jangan buka pintu untuk orang asing.""Aku Valerio.""Om Valerio, Mama sakit. Apa kamu bisa membawanya ke rumah sakit?"Suara Valerio terdengar lebih dingin dibandingkan sebelumnya. "Buka pintunya."Zayden ragu sejenak. Namun, dia sudah menghubungi Om Nathan ....Terserah. Dia akan meminta tolong kepada siapa pun yang datang.Begitu Zayden membuka pintu, Valerio langsung melangkah masuk."Di mana Mamamu?"Zayden menunjuk ke arah kamar tidur. "Om Valerio, kamu harus menolong Mama. Dia demam."Valerio melangkah masuk ke kamar tidur. Setelah masuk, Briella demam dan kesadarannya sangat lemah. Dia melihat seorang pria di samping tempat tidurnya, t
"Selama ini kamu dan Zayden tinggal di sini?"Briella memegang gelas airnya dan melihat sekeliling ruangan. Ruangan ini memang cukup sederhana, tetapi nyaman dan bersih. Dia tidak merasa rendah diri karena tinggal di sini."Ya. Ini sudah termasuk lumayan. Aku bahkan pernah tinggal di kontrakan yang harus berbagi dengan orang lain, yang ada belasan orang di ranjang susun. Kalau ke kamar mandi pun harus antre. Yang ini masih lumayan dibandingkan rumah sewa waktu itu."Valerio tidak tahan lagi mendengar penuturan Briella. Dia memang tidak berguna karena tidak bisa melindungi wanitanya sendiri."Kamu pakai buat apa uang yang aku kasih selama ini?""Untuk sekolah Zayden dan biaya pengobatan ibuku.""Kenapa nggak bilang padaku?" Valerio menunjukkan wajah cemberut. "Seharusnya kamu bilang padaku."Tampaknya Briella menyembunyikan terlalu banyak hal dari Valerio, yang menunjukkan kalau dia tidak percaya kepada Valerio."Kalau aku bilang sama Pak Valerio, pasti Pak Valerio hanya akan membenciku
"Gimana mau sembuh kalau nggak mau minum obat?" Valerio menatap wanita yang terbaring lembut di pelukannya. Pada saat ini, Briella adalah wanita kecilnya yang lemah lembut dan cantik."Nggak mau pokoknya ...." Briella mencengkeram kerah kemeja Valerio dengan kedua tangannya dan tanpa sadar menggambar lingkaran-lingkaran di dada pria itu. "Aku nggak mau minum obat."Sikap manja Briella membuat Valerio tergelitik. Walaupun Briella punya permintaan yang berlebihan, Valerio akan tetap melakukannya untuknya."Nanti kalau Adrian datang, aku akan minta dia memberikan obat yang bisa dikonsumsi ibu hamil. Yang paling penting sekarang adalah kesehatanmu."Jarang sekali Valerio bisa membujuk seorang wanita dengan begitu sabar. Dia sendiri tidak tahu apakah Briella yang sedikit tidak sadar ini akan mendengarnya atau tidak.Telinga Briella sayup-sayup mendengar suara Valerio, tetapi dia merasa kalau semua itu hanya ilusi. Kapan Valerio pernah bersikap lembut kepadanya? Namun, pelukan pria ini sanga