RINDU YANG TERLUKA - NodaAbila tidak mempedulikan suara Fergie. Gadis itu membuka pintu, keluar, dan menutup pintu dengan membantingnya. Suara bedebam membuat kaget orang-orang yang ada di lantai bawah. Bu Yumna tergesa menaiki tangga dan berpapasan dengan Abila yang turun dengan wajah memerah sarat amarah. "Ada apa, Bila?""Kenapa kalian tidur di kamarku?" Sengit Abila menatap mamanya. Kebencian yang teramat sangat.Kamar tidurnya di rumah sang nenek ditempati oleh mama dan suami barunya. Padahal mereka memiliki kamar sendiri yang lebih luas dan mewah."O, itu masalahnya. Sorry, Sayang. Nanti kami pindah. Lagian Fergie kembali ke Jakarta sore ini. Dia ada acara besok pagi. Tadi Fergie hanya nganterin mama doang." Bu Yumna sudah bisa menerka kalau Abila memergoki Fergie ada dalam kamarnya. "Nggak usah. Aku bisa pakai kamar lain." Abila menuruni tangga dengan cepat kemudian menghilang masuk kamar di dekat tangga.Semenjak Abila terkena bipolar, Bu Yumna tidak pernah berkata kasar
Jelas dia tidak akan mendapatkan Daffa. Harusnya dia sadar kalau hanya sekedar teman jalan. Perasaannya saja yang sukar dikendalikan. Di matanya tak ada lelaki sesempurna Daffa. Sosok yang selama ini ada dalam impiannya. Pangeran yang selalu hadir dalam angan-angan.Melihat cara lelaki itu mengkhawatirkan istrinya, membuat Abila benci. Kenapa Daffa bukan lelaki yang benar-benar br*ngsek. Memilih meninggalkan istrinya dan bisa bersamanya. Kenapa Daffa tidak seperti Fergie yang rakus melihat kemolekan tubuhnya. Kenapa selingkuh hanya setengah-setengah. Abila melempar bantal yang ada di dekatnya. Menabrak pigura foto yang tergantung di dinding dan membuatnya terjatuh. Kaca pecah menjadi serpihan kecil di lantai. Abila melempar guling, selimut, dan apapun yang ada di atas tempat tidur.Gadis itu tidak bisa mengendalikan emosinya. Rasa putus asa kembali menguasai diri. Satu pecahan kaca diambil dari lantai. Kemudian memerhatikan pergelangan tangan yang dulu pernah disayatnya. Dulu gagal,
"Tapi beneran bukan Daffa pelakunya?"Abila menggeleng."Lalu siapa?" tanya Bu Yumna. Dia tak sabar menghadapi putrinya.Kembali Abila menatap sang mama begitu sengit. "Dia lelaki peliharaanmu, Ma!" teriak Abila dengan wajah merah padam.Bu Yumna dan semua yang masih di kamar terkejut. Bahkan istri Har dan adik perempuan Har kembali masuk ke dalam kamar."Jangan bercanda, Bila. Kamu waktu itu bilang kalau Daffa yang melakukannya. Ternyata bohong. Sekarang kamu menyebut Fergie. Kamu mau bohong lagi." Sang mama tidak terima."Aku nggak bohong kali ini. Brondongmu yang menodaiku." Tatapan Abila menyala-nyala. Bu Yumna duduk lemas di lantai. Namun tetap tidak yakin dengan apa yang dikatakan putrinya. Bagaimana Fergie melakukan itu sementara antara Abila dan suaminya hanya bertemu beberapa kali dan itu pun ada dirinya di rumah. Selama ia tinggal serumah dengan Fergie, Abila hanya dua kali datang ke Jakarta dan hanya dua hari di sana."Bil, kamu serius?" Bu Yumna masih belum yakin."Tersera
RINDU YANG TERLUKA - Petaka Flashback on ....Abila yang hendak mengambil air di dispenser berbalik arah karena melihat Fergie tengah minum di sana. Lelaki yang baru pulang dari gym itu memandangnya."Kamu mau minum?" tanya Fergie.Abila menjawab dengan menatap sinis pada laki-laki itu. "Ambillah!" Fergie berkata lagi sambil bergeser dan duduk di kursi meja makan. Dia tidak peduli tatap kebencian dari Abila.Tanpa merespon, Abila masuk kamar dan membanting pintu. Dia duduk terpekur di tepi pembaringan. Muak melihat lelaki muda yang jadi simpanan sang mama. Apa mamanya tidak risih hidup bersama dengan lelaki yang pantas jadi adik atau bahkan anaknya jika wanita itu nikah muda.Kenapa dia tadi mau saja dijemput mamanya. Bukankah lebih nyaman tinggal di hotel. "Ngapain tinggal di hotel. Tidur saja di apartemen mama. Jarak kantormu dan apartemen hanya sepuluh menit naik mobil. Nanti mama yang antar jemput kamu," rayu sang mama di telepon ketika Abila baru sampai hotel setelah diantar
Abila tak menjawab dan Daffa tetap mengantarnya pulang. Saat berhenti di depan rumah. Abila bergeming hingga Daffa berinisiatif turun membukakan pintu dan mengantarnya hingga ke teras.Mereka sering jalan sejenak usai bekerja. Dan itu menjadi kebahagiaan tersendiri bagi Abila. Makin membuatnya nyaman dan bertambah cinta.Daffa seumuran dengan lelaki simpanan mamanya. Sama-sama tampan. Namun memiliki daya tarik yang berbeda karena Daffa jauh lebih berkelas. Dia pekerja keras meski dari keluarga berada. Berbeda dengan Fergie yang menjadi benalu dalam hidup mamanya. Entah dari mana dia berasal, Abila tidak mau tahu. Bahkan Daffa itu suami siapa, Abila juga bodo amat. Yang penting dia bahagia. Titik.Gadis itu menoleh saat mendengar benda jatuh di luar kamar. Dia bangkit dan mengintip dari pintu yang dibuka sedikit. Di dekat sofa, ia melihat Fergie membungkuk sambil mengumpulkan serakan guci mahal di atas meja yang tak sengaja dijatuhkannya. Karena tersenggol sikunya.Abila mendesis lirih
"Aku hamil anak lelaki brengs*k itu. Aku menggugurkannya sendiri tanpa memberitahu siapapun."Dua sepupu Abila kembali terkejut. Tidak bisa membayangkan Abila yang benar-benar berantakan sendirian.Ketiga perempuan itu tidak tahu kalau Bu Yumna mendengar semuanya dari balik pintu. Kali ini untuk pertama kalinya hati seorang ibu terasa hancur lebur. Kegilaannya pada Fergie telah merusak anak gadisnya sendiri.Bu Yumna membekap mulutnya untuk meredam tangis. Wanita kembali melangkah ke kamarnya. Rasa sedih bercampur kaget dan kecewa."Kenapa kamu diam? Kenapa nggak cerita saja pada Tante atau kami?" tanya istrinya Har.Abila menggeleng."Kenapa?" Sepupunya yang ganti bertanya."Karena aku nggak mau kehilangan Daffa."Dua wanita itu berdecak lirih saat mendengar jawaban Abila. Kasihan bercampur jengkel. Bisa-bisanya Abila melakukan itu. Padahal Daffa ini suami orang. "Lalu kamu menjebak Daffa?"Abila diam."Sampai Mas Har menghajar orang yang nggak bersalah. Untung saja tidak sampai ber
RINDU YANG TERLUKA- Permintaan Maaf "Mbak Ika dan Mbak Iren bicara apa tadi?" tanya Daffa di kamar. Usai makan malam tadi kedua kakaknya mengajak bicara Rinjani di ruang keluarga. Hanya bertiga.Rinjani yang tengah mengikat rambut memandang sang suami yang duduk di tepi pembaringan dari pantulan cermin. "Minta maaf."Daffa lega. Syukurlah kalau kedua kakaknya sadar dan mau minta maaf pada Rinjani. Semoga hubungan mereka bisa membaik sebagai saudara ipar. "Mbak Ika cerita tentang perselingkuhan Mas Bobby. Kalau sudah sampai separah itu, berpisah memang satu solusi yang tepat. Nggak semua wanita bisa sehebat mama. Berkas gugatannya sudah masuk pengadilan hari ini.""Ya, pengacara keluarga yang mengurusnya.""Katanya anak-anak sudah dikasih tahu tentang papanya. Mbak Ika ditemani psikolog anak untuk menjelaskan pada mereka. Altha yang sepertinya belum bisa mengerti. Sebab masih sering menanyakan tentang papanya.""Altha memang yang paling dekat dengan papanya.""Anak-anak yang selalu
Pertemuan keluarga di ruang meeting pagi itu cukup menegangkan. Yansa mengakui kesalahannya dan memberitahu sejumlah uang perusahaan yang dipakainya.Dia bernegosiasi dengan pihak kerabat yang termasuk anggota direksi untuk memberinya kesempatan mengembalikan sejumlah dana yang telah dipakai. Membicarakan secara kekeluargaan tanpa melibatkan pihak aparat."Saya tidak setuju. Proses hukum harus tetap berjalan." Teddy membantah. Dan sungguh itu sangat mengejutkan semua pihak. Keluarga termuda yang biasa diam saja, kini berani mengutarakan pendapatnya. Teddy yang selama ini manut, kini berani speak up tentang perlakuan berbeda yang diterimanya. Mentang-mentang dia terlahir dari saudara perempuan mereka yang paling muda dan ayahnya sudah tidak ada. Tinggal sang ibu yang menjanda dan tidak berkarir di perusahaan."Aku mendukungmu. Ungkapkan ketidakpuasanmu. Jangan khawatir aku berada dipihakmu." Daffa mengutarakan dukungannya saat mereka berbincang tadi malam. Sebab dia tahu kalau selama
Rasa bahagia sekaligus haru menyelimuti ruang perawatan mamanya Bobby. Pria dengan seragam lapas itu memeluk erat dua putrinya. Air mata tumpah tak terkira. Karena isaknya, sampai menyulitkan untuk bicara.Sang mama yang tergolek di atas brankar tak bisa bergerak selain menangis. Adik Bobby sibuk menghapus air matanya sendiri. Begitu juga dengan Ika. Tidak menyangka jika jalan kehidupan putri-putrinya seperti ini. Reza merangkul sambil mengusap-usap lengan istrinya untuk menenangkan. Ika bukan menangisi Bobby, tapi menangis untuk kedua anaknya.Sedangkan Nasya yang tidak seberapa mengerti, duduk diam di sebelah papanya."Terima kasih banyak, Pak Reza. Sudah menjaga dan membimbing anak-anak saya. Terima kasih. Saya titip mereka." Bobby yang sudah mulai tenang, bicara pada Reza."Jangan khawatir, Pak Bobby. Saya akan menyayangi dan menjaga mereka dengan baik," jawab Reza dengan penuturan sopan dan ramah. Bobby ganti memandang mantan istrinya. "Maafkan kesalahanku. Maafkan keluargaku j
Ika menghela nafas panjang. Pantaslah suara mantan adik iparnya terdengar cemas. Perempuan yang beberapa bulan lalu sempat mencak-mencak dan marah karena sang kakak mendapatkan hukuman lumayan lama, kini melunak. Mungkin sekarang benar-benar merasakan bagaimana kehilangan support dan ATM berjalannya.Selama ini Bobby dan Ika yang mensupport pengobatan wanita itu. Makanya kesehatannya terjaga. Namun mulai drop setelah Bobby masuk penjara dan tidak ada dukungan finansial lagi.Sudah hidup enak karena Ika tidak sayang uang buat mereka, tapi mereka diam-diam malah memberikan dukungan pada Bobby bermain serong. Apa mereka pikir, hidupnya akan jauh lebih baik lagi? Orang tamak akan terperosok pada ketamakannya sendiri."Bagaimana, Ma?" Reza menyentuh pundak sang istri yang masih berdiri di teras rumah.Ika mengajak suaminya duduk. Kemudian menceritakan tentang percakapannya dengan mantan ipar."Sebenarnya ini solusi, Ma. Kalau pihak keluarga Bobby mau mengajukan permohonan supaya Bobby diiz
RINDU YANG TERLUKA- Sehari di Surabaya "Ma, papa nggak ngelarang kamu membawa anak-anak menjenguk papanya. Apapun yang terjadi, nggak ada yang bisa memisahkan darah yang mengalir sama di tubuh mereka. Tapi papa ngasih saran, bisakah diusahakan bertemu selain di penjara?"Malam itu Ika memberitahu sang suami perihal pesan yang dikirim mantan adik iparnya. Tentu Ika harus mendiskusikan bersama Reza untuk mengambil keputusan. "Pikirkan psikologis anak-anak. Selama ini mereka hanya mendengar papanya di penjara dari cerita. Tidak menyaksikan secara langsung. Kalau mereka melihat sendiri, pasti akan menjadi beban mental dan mengusik ketenangan jiwa anak-anak. Terutama Zahra yang sudah besar."Ika mengangguk. Benar yang dikatakan sang suami. Karena dia pun memikirkan hal yang sama."Bobby baru setahun menjalani hukumannya, Pa. Mana mungkin diizinkan keluar sebentar dengan alasan tertentu.""Ada beberapa alasan yang bisa membuat pihak berwenang memberi izin untuk Bobby keluar dalam beberap
"Sudah. Tadi malam Iren ngasih tahu kalau Mas Yansa diopname. Livernya kambuh lagi. Kamu mau nyambangi?""Kayaknya nggak, Mbak. Rin juga lagi sakit.""Sakit apa?""Masuk angin.""Jangan-jangan istrimu hamil lagi?""Nggak. Hanya masuk angin. Beberapa hari ini memang sibuk di klinik sampai malam karena rekannya ada yang cuti. Minggu kemarin, tiga hari Rin juga bolak-balik ke Batu untuk seminar.""Nanti mbak ke rumahmu.""Oke. Kalau gitu aku berangkat dulu, Mbak.""Kamu nyetir sendiri?""Iya. Ibnu sudah berangkat pagi tadi ngantar proposal ke Surabaya."Daffa bangkit dari duduknya. Menyapa sebentar pada Bu Murti yang sedang memetik sayuran di halaman samping, lantas masuk mobil dan pergi.Ika masuk ke dalam rumah dan langsung ke dapur. Sebelum mulai sibuk dengan pekerjaannya, dia selalu menyempatkan untuk membantu memasak. Sambil memotong sayuran, ia teringat dengan sepupunya. Mereka pernah membesar bersama di dalam keluarga besar Joyo Winoto. Itu nama kakek mereka. Disaat masih sekola
"Noval sudah berani tidur sendiri di kamarnya, Mas. Asal sebelum tidur ditemani dulu. Kalau Rachel biar tidur di kamar kita untuk sementara. Setelah dia bisa jalan biar ditemani oleh Mak Sum di kamarnya. Gimana?""Oke," jawab Daffa seraya merapatkan pelukannya. Mereka berdua sedang duduk menyaksikan hujan di luar dari balik jendela kaca."Terima kasih untuk hadiahnya, Mas. Tadi pagi kita buru-buru sampai aku nggak sempat bilang terima kasih." Rinjani berkata sambil menyentuh kalung di lehernya."Apa yang mas berikan tidak seberapa dibandingkan dengan apa yang kamu berikan dalam hidup mas, Rin. Kamu menyempurnakan hidup lelaki yang tidak sempurna ini. "Kamu memberikan gelar lelaki br*ngsek ini sebagai seorang ayah. Memberikan kesempatan disaat kesalahan mas teramat fatal. Maaf, untuk semua kesalahan kemarin. Mas bangga memilikimu.""Nggak usah diingat lagi. Kita sudah melangkah sejauh ini. Yang lalu biarlah berlalu. Kita berjuang untuk masa depan keluarga kecil kita. Tapi sekali lagi
RINDU YANG TERLUKA - Biarlah Berlalu Kejutan macam apa ini. Daffa malah sukses membuat Rinjani kelabakan dan tergesa-gesa ke klinik dengan rambut yang belum kering. Dan jadi pusat perhatian, karena belum pernah ia datang ke klinik dengan rambut seperti ini.Mau marah, tapi ini hari ulang tahunnya. Mau marah, tapi Daffa seromantis itu. Ah, sejak dulu sebenarnya Daffa memang sangat romantis meski kemauannya tidak bisa dibantah. Bahkan di tengah perselingkuhannya, Daffa tetap romantis plus egois.Rinjani menghela nafas lalu duduk di kursinya. Meraba kalung berlian di balik kerah bajunya. Daffa yang memakaikannya sesaat sebelum pria itu membawanya terbang ke nirwana."Ini harus dipakai. Nggak mengganggu aktivitasmu, kan?"Sekarang hadiah istimewa itu melingkar dan di sembunyikan di balik kerah baju. Rinjani selalu memakai baju dengan kerah yang menutupi leher jenjangnya."Nanti malam kita dinner dan nginap di Batu," kata Daffa sebelum Rinjani turun dari mobil saat di antar tadi. Jarak
Netra Bu Murti berkaca-kaca saat diberitahu kalau Ika sedang hamil. Bibirnya yang bergetar mengucap syukur berulang kali. Reza, Ika, dan anak-anak sampai di Pujon sudah jam sembilan malam. Reza langsung ke kamar sang mama untuk membagikan kabar gembira."Jaga Ika baik-baik. Jangan biarkan dia melakukan pekerjaan rumah. Biar anak-anak di urus ART. Kamu juga harus tirakat."Kata terakhir yang diucapkan Bu Murti, bagi Reza tidak menjadi masalah. Dia sudah terbiasa mengatasi kesendiriannya hampir lima tahun setelah mamanya Nasya meninggal. "Ika akan bekerja dari rumah, Ma. Jadi dia nggak akan ngantor lagi.""Syukurlah. Segera ajak Ika periksa ke dokter.""Besok kami pergi periksa. Jadwalku ke kampus kebetulan siang.""Ya sudah. Kamu istirahat sana."Reza mengusap punggung mamanya. Kemudian beranjak meninggalkan kamar itu.***L***Satu bulan kemudian ...."Tri, tinggalin aja. Kamu ke depan sana. Kamu ini pengantin baru, nggak usah ikutan beres-beres," tegur Mak Sum menghampiri Lastri yan
Usai makan siang, Daffa mengajak istri dan anaknya pulang ke Malang. Sedangkan Ika dan Reza memutuskan pulang sorenya. Sebab Reza masih ada acara ketemuan dengan temannya di Surabaya.Daffa singgah di Batu. Bertemu Bre di sebuah kafe. Kehadiran Noval agak mengobati kerinduannya pada Alvian. Sudah lama dia tidak bertemu dengan anak Alan dan Livia itu.Bre juga mengendong baby Rachel."Nggak pengen kamu punya boneka hidup seperti ini?" tanya Daffa menghampiri Bre yang membopong Rachel di balkon kafe.Bre tersenyum. "Aku sudah cukup bahagia melihat kamu bisa kembali bersama dengan Rin. Memiliki anak-anak yang tampan dan cantik. Aku juga bahagia melihat Livia bahagia. Biar aku menjalani hidup yang aku pilih.""Sebeku itu hatimu?"Bre diam. Daffa juga diam. Mereka memperhatikan pemandangan di kejauhan yang mulai berselimut kabut. Entah sudah berapa kali Daffa memberikan semangat pada sahabatnya, tapi tampaknya sia-sia. Bre keukeh dengan keputusannya."Mbak Ika juga lagi hamil." "Oh ya?""
RINDU YANG TERLUKA - Romantis "Tekanan darah Mbak Ika menurun, detak jantung meningkat. Ini salah satu tanda stres. Tapi aku yakin Mbak Ika nggak sedang dalam tekanan. Mbak dan Pak Reza sangat bahagia. Kata Mas Daffa pekerjaan juga baik-baik saja. Jadi aku yakin kalau Mbak Ika pasti sedang hamil ini," kata Rinjani setelah melakukan pemeriksaan pada kakak iparnya. Meski sebagai dokter umum, Rinjani memiliki kompetensi ANC (Antenatal Care). Pemeriksaan kehamilan secara umum.Ika bangun dari pembaringan. "Mbak emang udah telat datang bulan, Rin. Sudah sepuluh hari ini.""Kenapa Mbak nggak melakukan testpack?""Nggak, karena mbak takut kecewa lagi. Bulan-bulan kemarin kalau telat haid Mbak langsung test tapi hasilnya negatif. Makanya kali ini Mbak biarin.""Coba cek, Mbak. Aku yakin Mbak Ika lagi hamil ini.""Nanti Mbak beli testpack. Yuk, kita keluar."Ika dan Rinjani melangkah keluar kamar. Di depan pintu sudah ada Reza yang menunggu. Dia tadi khawatir kenapa istri dan iparnya masuk k