Pada dasarnya pembekalan PKL itu isinya nasihat-nasihat atau tips-tips bekerja dengan baik dan benar. Setiap guru hampir semuanya menjelaskan masalah etika. Etika pada sesama, etika kerja, etika profesi, etika keluarga, banyak pokoknya. Padahal intinya cuma bersikap baik di depan orang lain. Terapkan 5S (Senyum, Salam, Sapa, Sopan, Santun) dalam kehidupan kita. Niscaya jika dilakukan, semua orang akan respek sama kita.
"Etika kerja penting untuk dihayati dan diterapkan karena dapat menentukan sukses tidaknya seseorang dalam menempuh kariernya. Cerdas saja tidak cukup kalau di dunia kerja. Perlu ada etika yang baik. Karena di dunia kerja kita bukan hanya berurusan sama buku-buku dengan soal-soal yang rumit. Tetapi, kita berhadapan dengan ratusan pegawai yang memiliki panca indera dan tentu saja mereka dapat menilai semua tingkah laku kita." Begitu kata Bu Teti.
Aku merasa gelisah saat teman sekelasku mulai menanggapi pemateri. Kenapa semua orang seolah menyudutkanku? Mungkin mereka tak berniat seperti itu, tapi kenapa ada rasa sakit yang menjalar sampai ke ulu hati? Apalagi saat Alan mengangkat tangan untuk bicara. Dia bilang, "Orang cerdas mungkin bisa menguasai dunia sekolah dengan nilai-nilainya yang bagus. Namun, siapa yang akan menjamin dia memiliki karier bagus di dunia kerja? Karena seperti yang saya bilang kemarin, bahwa di dunia kerja itu ilmu yang diterapkan dari masa sekolah kurang lebih hanya dua puluh persen."
"Betul Alan. Jadi, modal utama untuk bekerja selain niat yaitu etika. Jika atasan respek sama kalian, pastilah kalian akan dipercaya."
Kuakui kalau wawasan Alan memang luas. Aku pun sering melakukan tepuk tangan sambil berdiri kalau Alan presentasi di depan kelas. Namun, itu dulu. Saat kami kelas sepuluh. Saat aku tidak tahu kalau Alan adalah orang licik yang selalu berusaha mencari perhatian semua guru. Kini aku sudah tahu busuknya Alan. Alan itu orang yang temperamen. Kalau semua tidak tunduk pada aturannya, siap-siap saja untuk dimarahi habis-habisan. Aku sendiri pernah memberi pendapat saat kami berada dalam satu kelompok. Namun, respon Alan cuma menatapku sinis. Jadi, itulah alasan kenapa aku sangat membenci Alan melebihi tingginya gunung Himalaya.
Pemateri sudah mengakhiri pidato panjangnya. Saat ini waktunya istirahat. Sebagian siswi ada yang keluar untuk mencari makanan. Sedangkan tiga siswa sibuk menonton konser EXO lewat youtube di sudut kelas. Kelasku memang hanya menampung tiga spesies cowok, empat puluh satunya adalah cewek.
SMEA terkenal dengan sekolah perempuan. Dulunya juga hanya menerima perempuan. Kalau STM kebalikannya. STM itu banyak spesies cowoknya. Namun, beberapa tahun ke belakang SMEA membuka jurusan TKJ* dan RPL* seperti STM, makanya banyak juga cowok yang daftar ke sini. Namun, cowok juga ada saja yang minat ke akuntansi dan perkantoran. Semua jurusan bagus dan cowok juga dapat menunjukkan eksistensinya di perkantoran.
Sudah menjadi rahasia umum kalau cewek-cewek di SMEA memiliki pacar cowok-cowok STM. Bahkan ada yang sampai menikah. Aku masih penasaran apa penyebab STM dan SMEA menjadi ajang perjodohan.
Namun, rasanya aku ogah berpacaran dengan siswa STM. Songong-songong orangnya. Contohnya si Nanta, cowok yang kemarin menabrak ban depan Eris. Iya aku tahu dia anak STM karena seragamnya yang keren. Suka dipasin sama badan. Biar kelihatan gagah. Tapi seratus persen aku ogah kalo misalkan punya pacar seperti dia. Eh, tapi kenapa aku jadi mikirin beginian?
***
Hari Mencolok Nasional. Biarpun kalender nggak dipoles jadi warna merah, tapi seluruh warga yang kebagian memilih Bupati dan Gubernur di daerahnya masing-masing diliburkan. Berhubung aku sudah berusia tujuh belas tahun dan sudah punya KTP, aku diundang untuk hadir di TPS nomor 8. Tempatnya di halaman rumah Pak Haji. Niatnya aku mau golput, tapi malu karena TPS-nya dekat rumah. Sebagai warga negara yang baik aku harus ikut berpartisipasi memilih Bupati dan Gubernur. Demi kemaslahatan umat dan demi nama baik pribadi. Aku takut kalau nanti dicoret merah dan dibuang ke Mars kalau nggak taat sama aturan Negara Demokrasi ini.
Usai mencoblos kegiatanku di rumah seperti liburan kemarin. Makan, tidur, main game, nonton TV, diomelin Ibu. Gitu-gitu doang nggak ada yang spesial pakai karet gelang. Kerjaanku cuma scrool-scrool beranda facebook-nya sang mantan yang sudah lama menghilang. Meskipun dia tetap menjomblo seperti aku yang belum laku, tapi dia kelihatannya bahagia. Beda banget denganku yang setiap hari gelisah galau merana.
Kiriman terbaru di facebook doi yaitu fotonya ketika di Surabaya. Waduh, udah nyampe sana saja. Aku sih, mana bisa ke sana. Nyeberang jalan depan rumah saja jarang. Anak gadis macem aku emang doyan molor. Udah kayak burung dalam sangkar. Aku mah apa atuh.
Ada notif WA dari Fuzia. Dia teman SMP-ku. Sekarang anak itu sekolah di STM. Ngambil jurusan TKJ dan katanya PKL di Telkom Jatiwangi samping Kantor Pos tempatku PKL.
Zia: aku pindah tempat PKL. Sekarang di Telkom Kadipaten
Busyet luar binasa! Hancur sudah rencana berangkat sama pulang bareng Zia. Padahal kita sudah menyusun rencana untuk jalan-jalan ke mana gitu ngabisin waktu sore.
Me: kenapa bisa tiba2 pindah?
Zia: temenku gak bisa di kadipaten soalnya nggak ada tempat kos yang kosong di sekitaran situ. Jadi ya dia di JTW. Beruntung pula dia numpang di tempat si Ozan.
Me: Hilih emang dia orang mana?
Zia: sukahaji
Me: heem jauh, ya.
Zia: maaf ya jadi gak bisa berangkat dan pulang bareng. Aku milih tuker tempat juga biar bareng sih sama pacarku hehe
Me: sante, ae.
Zia: main sini ke rumah
Me: males ah
Zia: ada temen-temen cowokku
Me: rival? Ogah ah nanti jadi kambing congek
Zia: kamu sama Ozan
Me: tetangga kamu itu? Gak mau.
Zia: dia Jomblo sejati, Say
Me: eng...
Zia: tadi aku bilang ada temenku yg mau main dia tanya jomblo gak terus kukasih nmor kamu aja biar dia tanya langsung
Me: gila kamu, Zia
Zia: wkwk. Ayo ke sini
Me: OGAH
Kulihat notif WA yang kali ini bukan berasal dari Zia. Tetapi nomor baru. Wadaw, jangan-jangan si Ozan? Gercep amat, dah.
089+++: P
Me: Q
089+++: R
Bener-bener nggak ada kerjaan ini orang!
Kubuka lagi obrolan dengan Zia dan menanyakan nomor itu. Zia bilang itu bukan nomor Ozan. Huwapah? Jadi yang tadi siapa?
Nggak mau nanyain namanya duluan, jadi kulanjutkan deh, nyebutin alfabet. Mau sampai Z atau balik lagi ke A sampai lebaran kuda aku jabanin.
***
STM=Sekolah Teknik Menengah
TKJ=Teknik Komputer Jaringan
RPL=Rekayasa Perangkat Lunak
Dikumpulkan di lapangan pada pukul delapan pagi untuk upacara itu adalah hal yang sangat menjengkelkan. Bagaimana tidak? Pukul delapan di musim kemarau itu matahari udah nggak merangkak naik, tapi udah lari buat sampai di atas. Gerah, Sist. Mana sekarang aku pakai jas jurusan yang tebelnya minta ditampol. Aku jadi berharap bisa berenang-renang manja di Danau Toba.Hal yang membuatku tambah jengkel adalah aku baris pas banget di samping si Alan yang sok-sokan pakai masker. Aku jadi miris. Memang aku penyebar virus atau bagaimana sampai dia berdiri di dekatku saja harus pakai masker? Oh, atau jangan-jangan dia lagi yang punya virus ganas makanya malu terus pakai masker."Ngapain lihatin aku kayak gitu?" Kesinisan hakiki memang sudah nemplok kuat di wajah Alan. Duh, sekarang aku benar-benar ingin buka sepatu pentopelku dan melemparnya tepat di muk
Kakiku baru saja mendarat di permukaan tanah dan seketika gemetar hebat tatkala melihat pemandangan sekelompok orang berseragam putih di depan rumah. Kendaraan beroda dua yang baru saja memboyongku sudah berbelok untuk disimpan Kak Danu di lahan kosong milik tetangga. Aku berjalan mendekati seluruh manusia yang kini menatapku iba.Apa yang terjadi?Pikiranku semakin keruh dan tak dapat berpikir lagi. Sampai aku melihat bendera kuning tertancap di pohon rambutan depan rumahku. Dunia seolah terhenti beberapa saat ketika pandanganku beralih pada sebuah keranda yang biasa digunakan untuk mengantarkan seseorang ke peristirahatan terakhirnya. Riuh rendah isak tangis yang bergerombol masuk ke telingaku terendam oleh degup jantungku yang bertalu-talu. Seseorang menyambutku di pintu rumah. Dia membentangkan tangannya meraih tubuh lemahku dalam pelukannya.Siapa yang meninggal?Air mata di pelupuk mataku mel
Minggu. Waktu di mana seluruh Warga Negara Indonesia melakukan acara tidur berjamaah di hari libur. Terkecuali yang lembur atau yang pergi berlibur. Kalau aku dan Ibu memilih untuk masak-masak di dapur. Menu kita hari ini yaitu ayam kecap. Masak ayamnya cuma seperempat, tapi kecapnya bisa sampai dua botol. Oke, aku berbohong soal itu.Ibu memang suka sekali masak. Sedangkan aku suka makan. Jadi, kita adalah pasangan simbiosis mutualisme. Kakak tertuaku suka masak dan suka makan. Makanya aku suka nggak kebagian makanan kalau berkunjung ke rumahnya yang baru dibangun sekitar enam bulan yang lalu itu. Sedangkan kakak keduaku nggak suka masak dan jarang makan. Namun, di rumahnya suka banyak sekali cadangan makanan. Pokoknya kalau aku ke sana, pasti perut kenyang hati pun senang.Kembali lagi ke topik masak-masak bersama ibu. Beliau sekarang sedang menyusun sayur di piring. Ayam kecap dihias ala chef Desi di acara Master Chef yang tayang di RCTI. A
Aku bukan Spongebob Squarpants yang selalu semangat tiap pergi ke Krusty Krab. Aku cuma April yang doyan molor di kasur sambil meluk guling. Buat apa pula aku bangun pukul empat pagi cuma buat melamun di kantor tempatku PKL? Toh, aku janjian sama pembimbing pukul delapan. Namun, ibu tetaplah manusia cerewet yang tidak mau anaknya terlambat. Makanya pukul empat pagi dia sudah sibuk nyentilin hidungku supaya aku bangun."Ibu, ini masih pagi. Belum adzan shubuh pula," gumamku masih dalam keadaan mata terpejam."Kamu, tuh, sholat tahajud biar dilancarkan kerja pertamanya.""Di sana aku mau belajar kerja bukan kerja beneran. Aku doanya nanti aja, Bu, pas shubuh.""Kamu, tuh ....""Udah, Bu, sejam lagi ini waktu tidurku. Ibu mau aku ngantuk di meja kerja?"Mendengar itu,
Bayangan-bayangan indah PKL dalam kepalaku buyar seketika. Karena saat pertama masuk ke kantor pos aku nggak disambut ala Princess Syahrini. Boro-boro berjalan di red carpet terus dikasih ucapan welcome. Pertama masuk ke gerbangnya, aku dan temanku langsung disuruh kerja. Barisan orang pensiunan yang mau ambil duit di tanggal dua merupakan hal yang menakjubkan. Iya, aku perhalus bahasanya biar nggak ngenes amat.Pembimbingku baru datang satu jam setelah aku mondar-mandir kayak orang linglung. Setelah menghadap kepala perusahaan, pembimbingku balik lagi.Udah gitu doang?Bete!Jadi beginilah nasibku dan Mita, temanku. Jadi kacung dadakan. Bisa disuruh gini-gitu, apa aja pokoknya. Dari mulai mengkilokan barang sampai disuruh melakban barang yang akan dikirim. Kerja serabutan. Giliran mendalami peran sebagai seorang akuntan, kami malah disuruh menghitung uang receh lima
Arkananta Januari. Tiga nama yang melekat dalam satu diri manusia. Bukan cuma panggilannya yang berbeda, tapi kepribadiannya juga. Aku curiga kalau Januari ini mengidap penyakit DID alias kepribadian ganda. Nanta kepribadian songong, Januari adalah kepribadian yang lemah lembut dan penyayang. Aku tadi lihat dia saat berinteraksi dengan kakeknya. Nama Januari memang kepribadiannya yang plus, nggak ada minus. Malah aku sempat terkesima dengan sikapnya yang begitu perhatian pada sang kakek. Kepribadian Arkan aku belum tahu. Jangan-jangan Arkan adalah kepribadiannya yang psikopat. Aduh, kok, jadi ngeri gini kenal sama Januari?Namun, aku kesampingkan dulu masalah Januari. Saat ini aku sedang memikirkan Alfa yang nggak mengirimiku pesan seharian. Jangan-jangan dia ditelan bumi dan nggak bisa keluar.Selepas isya, aku mengurung diri di kamar. Sudah ada niat untuk berkutat dengan ponsel dan aplikasi wattpad. Sudah kubuka juga aplikasi KBBI dan tesaurus buat mendu
Aku bukan cenayang apalagi peramal. Orang yang suka ramal cuaca saja kadang benar kadang salah. Aku tidak mau prediksiku meleset jauh kayak anak panah yang meluncur melewati sasaran. Aku tidak mau berpsekulasi macam-macam tentang kehadiran Januari, Nanta atau siapalah namanya, di balik meja itu. Oke, katanya dia mau beli materai. Namun, apa beli materai duduknya bisa sampai satu jam? Bahkan antrian orang pensiunan yang tadi duduk bareng sama dia saja sudah selesai sejak sepuluh menit yang lalu. Huasyem, aku nggak enak hati. Panas dingin rasanya pengin bakso. "Ini tolong kamu tempelin ke barang yang tadi baru saja masuk!" Bu Jihan memberikan bukti terima barang padaku untuk ditempelkan ke paket makanan yang akan diantar ke Taiwan."Oke, Bu."Aku berdiri. Sontak patung pancoran yang dari tadi duduk santai ala di pantai itu kelihatan. Duduknya tegak bener, Bro.Selesai melaksanakan apa yang disu
Awalnya aku merasa aneh dengan Ikal dalam film Sang Pemimpi yang begitu membenci kantor pos bahkan sampai bilang dia nggak akan pernah bekerja di sana. Walau akhirnya takdir membuat dia menjilat ludahnya sendiri dengan menempatkan Ikal di sebuah kantor pos di Bogor. Jadi, jangan pernah membenci sesuatu secara berlebihan ya, karena bisa jadi kita malah dipertemukan dengan sesuatu itu. Namun, Januari pengecualian. Kalau aku sudah bilang membencinya, selamanya akan tetap seperti itu. Pun dengan Alan Kampret plus muka songong hakikinya. Dia akan tetap kubenci meski bumi tak lagi berotasi.Balik lagi ke Ikal dan kantor pos. Aku baru mengetahui alasan Ikal membenci kantor pos di bagian scene ayahnya merasa kecewa pada prestasinya yang menurun. Saat itu Ikal benar-benar menyesal telah meninggalkan sekolahnya hingga membuat Ayah Juara Satunya dipanggil paling terakhir pas pembagian raport. Flashback ke masa kecil Ikal. Saat itu ayahnya diberi surat oleh kurir pos. Isi suratnya ada