Beranda / Pernikahan / Rayuan Sang Pelakor Bayaran / Part 3. Biarkan aku bertahan

Share

Part 3. Biarkan aku bertahan

Ibu ...

 Amiera terlihat panik dengan kedatangan mertuanya yang tiba-tiba. Wanita itu segera berdiri dan menghampiri mertuanya, meraih tangan wanita tua itu dan hendak mengajaknya untuk duduk, tapi dengan cepat wanita tua itu melepaskan tangannya. Bahkan wanita itu langsung menghampiri Luna dan mengabaikan menantunya.

 "Nak, apa wanita itu menyakitimu?" tanya Ibu Bagas langsung memeluk Luna. 

 "Sepertinya dia tidak menyukaiku, Tante," jawab Luna dengan nada manja. 

 "Tidak penting dia menyukaimu atau tidak. Dia tidak memiliki hak apapun di rumah ini. Jadi kamu tidak usah pedulikan sikapnya." Ibu Bagas melepaskan pelukannya, dia lalu meminta Luna kembali duduk. Bahkan kali ini, Wanita itu meminta Luna duduk di samping anaknya. 

 "Kenapa kamu masih berdiri di situ, cepat duduk dan makan. Mulai hari ini Luna adalah tamu di rumah ini, kamu harus memperlakukannya dengan baik." Ibu Bagas membentak Amiera yang masih terpaku. Dia mengisyaratkan menantunya itu untuk duduk di sampingnya.

 Amiera hanya bisa menuruti. Dia tahu benar apa yang akan terjadi jika dia membantah. Tak hanya mertuanya yang akan bersikap kasar, tapi juga suaminya. Karena Bagas memang selalu menuruti apa yang di katakan oleh Ibunya. 

 Bagas dan Ibunya terus mengobrol dengan Luna sambil sarapan. Tapi mereka sama sekali tidak memperdulikan keberadaan Amiera di tempat itu. Hal itu membuat wanita itu merasa sedih. Dia tidak tahu apa salahnya hingga mertuanya tidak pernah menyukainya dari dulu. 

 Dulu dia mengira setelah ada Amel, mertuanya akan berubah. Tapi sayangnya itu hanyalah harapan  yang sia-sia. Karena mertuanya juga sama sekali tidak pernah menyukai Amel. Bahkan menggendong cucunya pun dia tidak sudi.

 "Cepat bereskan meja makan. Bagas dan aku akan mengajak Luna ke kantor." Ibu Bagas langsung berdiri dan menggandeng Luna. Di susul oleh Bagas. 

 "Mas ...

 Amiera memanggil suaminya. Dia merasa harus membicarakan semuanya demi keutuhan rumah tangganya.

 "Ada apa, Ra. Hari sudah siang, aku harus segera berangkat kerja.” Bagas membalikkan badan dan menatap istrinya.

 "Apa Luna akan tinggal di sini. Apa dia tidak bisa ngontrak saja?" tanya Amiera sambil menatap wajah sang suami sendu. Harapan terakhirnya adalah sang suami, karena dia tidak akan bisa menentang keputusan mertuanya. 

 "Iya, tapi  hanya sementara. Aku akan coba bujuk Ibu, jadi kamu gak usah khawatir," jawab Bagas sambil tersenyum. Meski sebenarnya dia sendiri juga tidak tahu sampai kapan Luna akan tetap tinggal di rumahnya, tapi dia berusaha menenangkan istrinya agar tidak terus merengek.

Amiera hanya mengangguk pelan, diiringi tatapannya yang sendu saat melihat ke arah  Luna dan mertuanya.

Hati wanita itu terasa nyeri melihat pemandangan di depannya. Perlakuan mertuanya  pada Luna berbeda  sekali  terhadapnya. 

Amiera hanya bisa menatap kepergian mereka dengan hati pilu. Tanpa sadar air mata wanita itu menetes, tapi dia langsung mengusapnya. Dia tidak boleh menangis, hari ini dia akan datang ke rumah orang tuanya untuk menjemput sang putri. Jika dia terus menangis, ibunya pasti akan sangat khawatir.

 "Kamu harus bisa bertahan. Semua ini demi putrimu," gumam Amiera lalu kembali masuk ke dalam rumah. Wanita itu berganti pakaian dan segera menyambar tas selempang kesayangannya. Dia sudah memesan taksi online, jadi tak butuh waktu lama untuk sampai di rumah Ibunya. 

 Kedatangan Amiera langsung di sambut senyum dari putrinya. Kaki kecil gadis itu berlari menghampiri Amiera.

 "Ibu sudah datang," ucap gadis kecil itu dengan terbata.

 "Apakah Amel sudah kangen Ibu?" Amel menggendong anaknya dan mencium pipi gembul gadis kecil itu berkali-kali.

 Dengan manja Amel pun mengangguk dan meletakkan kepalanya dalam dada sang Ibu. Hal itu tentu saja mengundang senyum penuh bahagia bagi Amiera. 

 "Kenapa kamu begitu cepat menjemputnya. Apakah acara kalian sudah selesai?" tanya Bu Ranti, Ibu Amiera. 

 "Sudah, Bu. Lagipula, aku tidak tenang jauh dari Amel," ucap Amiera lalu duduk di sofa. 

 "Tapi kamu dan Bagas memang butuh waktu untuk berdua. Aku lihat dia tidak terlalu perhatian padamu," ucap Bu Ranti sambil menundukkan kepala. Sebagai seorang Ibu, dia bukan tidak prihatian dengan kehidupan anaknya.

 ibu Amiera tahu benar jika anaknya selalu menahan rasa sakit hati selama ini. Dia tahu bagaimana perlakuan Ibu Bagas pada putrinya. Bahkan dia sempat bertengkar dan meminta Amiera untuk bercerai dari Bagas. Hanya saja, Amiera memang tidak pernah mau bercerai. 

Amiera selalu berkata jika dia tidak mau Amel kehilangan sosok ayah. Padahal Bu Ranti tahu, Bagas sendiri tidak pernah meluangkan waktunya untuk Amel. Bahkan saat Amel sakitpun pria itu cuek dan lebih memilih kerjaannya. 

 "Ibu sudah terlalu sering membahas ini. Berkali-kali juga Amiera katakan, akan bertahan demi Amel. Meski itu sangat menyakitkan," ucap Amiera penuh keyakinan.

 Ingin rasanya Amiera bercerita pada sang Ibu jika Bagas membawa wanita lain pulang ke rumah. Tapi dia juga tidak ingin membuat Ibunya semakin khawatir dan semakin membenci mertua dan juga suaminya.

 "Kamu masih muda, Nak. Meski kita tidak kaya, tapi Ibu masih sanggup memberi makan kamu dan Amel. Rasanya Ibu tidak rela jika kamu di perlakukan tidak adil oleh mereka. Seolah kamu di sana adalah sebuah beban," ucap Bu Ranti sambil menatap sang cucu. 

 "Ibumu benar, Ra. Seharusnya kamu pergi saja dari rumah itu." Sebuah suara perempuan menyela, mengejutkan Amiera dan Bu Ranti. 

 "Karin ...

 Amiera tersenyum melihat kedatangan sahabatnya. Tapi dalam hati dia juga takut jika Karin akan mengatakan pada Ibunya tentang Luna. Tadi malam, Amiera sempat bercerita tentang Luna pada sahabatnya itu. 

 "Iya, ini aku. Apa kamu baik-baik saja?" tanya Karin lalu ikut duduk di sofa. Dia menatap Amiera penuh selidik.

 "Tentu aku baik-baik saja, memangnya apa yang akan terjadi?" jawab Amiera gugup. 

 Karin menghela nafas panjang. 

 "Kamu akan tinggal satu atap dengan wanita lain dan kamu masih bertanya apa yabg akan terkadi?" Karin melirik ke arah Bu Ranti saat mengatakan itu, sepetinya dia ingin Ibu sahabatnya tau tentang apa yang terjadi saat ini.

 "Apa yang kamu katakan, wanita siapa yang kamu maksud?" tanya Bu Ranti.

 "Menantumu itu membawa wanita lain tinggal di rumah, apa Amiera belum cerita pada Tante?" tanya Karin.

 Bu Ranti terpaku, dadanya terasa sesak mendengar apa yang di ucapkan Karin. Wanita itu menatap putrinya yang terlihat gugup. Dari sikap Amiera dia tahu benar, jika apa yang di katakan oleh Karin adalah benar dan dia tidak perlu menanyakan itu pada anaknya.

 "Nak, apakah kamu masih ingin bertahan?" tanya Bu Ranti sendu. 

 "Aku yakin Mas Bagas tidak akan melewati batas, Bu. Biarkan aku bertahan," jawab Amiera pelan.

 Bu Ranti tersenyum getir. 

 "Sebagai seorang Ibu, aku akan mendukung semua keputusanmu. Tapi, jika Bagas melakukan hal yang keterlaluan, Ibu juga punya hak untuk melindungimu," ucap Bu Ranti. 

 "Baiklah, Bu. Aku akan bawa Amel pulang. Ibu juga tidak usah khawatir, Mas Bagas berjanji akan mencarikan wanita itu kontrakan segera." Amiera tersenyum dan berusaha untuk menenangkan Ibunya. Wanita itu memberi isyarat pada Karin untuk pergi bersamanya.

 Bu Ranti hanya bisa menatap kepergian anaknya. Sebenarnya dia sama sekali tidak percaya dengan menantunya, jadi dia putuskan untuk menemui Bagas secepatnya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status