Amiera sedang menyuapi anaknya sarapan. Dari pagi Amel terus merengek ingin bertemu dengan ayahnya. Tapi sudah berkali-kali di telepon, Bagas tidak mengangkatnya. Selain merasa kesal, Amiera juga kecewa. “Makanlah yang banyak, Nak.” Amiera terus membujuk putrinya. Tapi gadis kecil itu justru menutup mulut dengan kedua tangan mungilnya. “Eh, kenapa gadis cantik Paman gak mau makan?” Tiba- tiba Satria datang dan langsung duduk di samping Amel. “Gak mau makan, maunya Ayah,” ucap Amel dengan suara serak menahan tangisnya. Satria melihat ke arah Ameira sekilas. Dia mengambil alib makanan yang ada di tangan Amiera. “Makan dulu, ya. Nanti Paman kasih kamu hadiah,” bujuknya. Wajah Amel berubah ceria. Dia langsung membuka mulutnya. Satria menyuapi Amel hingga nasi yang ada di piring hampir habis, itu membuat Amiera berkaca-kaca. Seandainya, jika lelaki yabg begitu perhatian pada Amel itu adalah suaminya, dia pasti akan sangat bahagia. “Apa yang kamu lihat, Ra?” Satri
Part 1Hari ini adalah tanggal 4 Agustus, di mana hari ini adalah hari ulang tahun pernikahan Amira dan Bagas yang ke3. Amiera yang sengaja menunggu kedatangan suaminya pun berdandan cantik. Hari ini dia bertekad ingin memperbaiki hubungan mereka yang selama beberapa bulan ini memang sudah agak renggang. Deru suara mobil langsung membuat Amira bangkit dan segera membuka pintu. Dia tersenyum melihat suaminya turun dari dalam mobil. Tapi senyum itu pun seketika pudar saat dia melihat seorang wanita cantik juga turun dari mobil yang sama dengan suaminya. "Kenapa kamu belum tidur, ini sudah sangat larut?" tanya Bagas tanpa ekspresi."Aku sedang menunggumu, Mas." Amiera melirik ke arah wanita yang berdiri di samping suaminya."Oh iya, di adalah Luna. Selama sebulan kedepan dia akan tinggal di sini," ucap Bagas lalu menggandeng wanita itu masuk ke dalam rumah. Dia bahkan tidak mempedulikan istrinya yang terpaku, terkejut dengan apa yang di katakan oleh suaminya."Tunggu, Mas. Kenapa dia
Dasar jalang, apa kamu sengaja ingin menggoda suamiku, Hah?" bentak Amiera.Luna terlihat cuek, dia berdiri dan hendak pergi. Tapi tangannya di cekal oleh Amiera. "Kenapa kamu tidak menjawab, apa kamu bisu?" "Aku kemari hanya ingin mengantarkan kopi. Apa itu salah, bukankah seharusnya kamu berterima kasih karena sudah melakukan tugasmu?” Luna tersenyum sinis dan melepaskan tangan Amiera dari lengannya. Dia seolah tak peduli dengan kemarahan wanita itu."Mengantarkan kopi, dengan pakaian seperti ini?" Amiera menarik baju Luna dan tersenyum sinis."Apa salahnya dengan bajuku, bukankah aku sangat cantik dengan baju ini. Iyakan, Mas?" Lina mendekati Bagus dan tersenyum. Membuat pria itu terpesona."Iya, kamu sangat cantik," jawab Bagas tanpa sadar. "Brengsek, kamu memang lelaki brengsek." Amiera marah mendengar jawaban suaminya, dia pun berlari keluar dari ruangan itu dan menabrak Luna kasar. Luna pun hampir saja jatuh, tapi tubuh wanita itu segera di tangkap oleh Bagas. Adegan itu s
Ibu ... Amiera terlihat panik dengan kedatangan mertuanya yang tiba-tiba. Wanita itu segera berdiri dan menghampiri mertuanya, meraih tangan wanita tua itu dan hendak mengajaknya untuk duduk, tapi dengan cepat wanita tua itu melepaskan tangannya. Bahkan wanita itu langsung menghampiri Luna dan mengabaikan menantunya. "Nak, apa wanita itu menyakitimu?" tanya Ibu Bagas langsung memeluk Luna. "Sepertinya dia tidak menyukaiku, Tante," jawab Luna dengan nada manja. "Tidak penting dia menyukaimu atau tidak. Dia tidak memiliki hak apapun di rumah ini. Jadi kamu tidak usah pedulikan sikapnya." Ibu Bagas melepaskan pelukannya, dia lalu meminta Luna kembali duduk. Bahkan kali ini, Wanita itu meminta Luna duduk di samping anaknya. "Kenapa kamu masih berdiri di situ, cepat duduk dan makan. Mulai hari ini Luna adalah tamu di rumah ini, kamu harus memperlakukannya dengan baik." Ibu Bagas membentak Amiera yang masih terpaku. Dia mengisyaratkan menantunya itu untuk duduk di sampingnya. Amier
Dengan tergesa Bu Ranti memasuki kantor menantunya. Dia tidak memperdulikan apa yang dikatakan salah seorang karyawan jika Bagas saat ini sedang ada tamu. Wanita itu masuk ke dalam ruangan Bagas tanpa mengetuk pintu.Tak hanya Bagas yang terkejut, Bu Ranti juga dibuat shock dengan pemandangan yang ada di depannya. Bagaimana tidak, saat ini dia sedang melihat menantunya memangku seorang wanita cantik di atas kursi kerjanya. "Apa yang sedang kalian lakukan?" Bagas segera mendorong tubuh Luna, dia berdiri dan berjalan mendekati mertuanya."Semuanya tidak seperti yang Ibu lihat. Tadi dia hampir jatuh dan Saya menolongnya."Bagas terlihat gugup, sedangkan Luna hanya diam dan bersikap santai seolah tidak ada yang terjadi."Mataku tidak buta, jadi jangan membohongiku." Bu Ranti mendekati Luna, dia menarik lengan wanita itu."Keluar dari sini. Jangan mengganggu suami orang lagi, dasar jalang!" "Aku tidak akan pergi, Tante. Karena ku bekerja di sini." Luna melepaskan tangannya dari cengkera
Sepanjang perjalanan ke rumah Ibunya, Ameira terlihat gelisah. Tadi Karin mengirim pesan padanya dan mengatakan jika Ibunya datang ke kantor Bagas. Jadi sekarang dia merasa khawatir, takut Ibunya terlampau marah dan mempengaruhi kesehatannya. Memang sudah beberapa bulan ini kesehatan Bu Ranti menurun. Dokter mengatakan Jika Ibu Amiera itu mengalami komplikasi darah tinggi dan lambung akut. Sampai di depan rumah sang ibu, Amiera pun segera menuju pintu. Wanita itu semakin terlihat khawatir saat pintu terkunci dari dalam dan sang Ibu tak kunjung membukakan pintu."Bu, buka pintunya. Ini Amiera.” Amiera terus mengetuk pintu dengan wajah panik. Wanita cantik bertubuh langsing itu mengintip dari jendela, matanya terbelalak saat melihat Ibunya tergeletak di lantai. Dia pun berteriak, meminta tolong pada warga agar membuka pintu rumahnya dengan paksa. Tak lama, pintu terbuka dan Bu Ranti langsung di bawa ke rumah sakit. Amiera hanya bisa menangis dan memanggil sang Ibu. Dalam hati dia ha
Dengan tergesa Bagas mengemas pakaian ke dalam koper. Wajah panik terlihat jelas, dia pun buru-buru menyeret koper keluar rumah."Mau kemana kamu, Nak?" tanya Ibu Bagas saat melihat anaknya memasukkan koper ke dalam mobil."Aku ada kerjaan keluar kota, Bu." Bagas langsung naik ke dalam mobil tanpa peduli pada tatapan sang ibu."Keluar kota dengan siapa. Kenapa kamu tidak mengajak Luna?" Ibu Bagas menahan pintu mobil dan menatap putranya."Bu, ini urusan kantor. Untuk apa aku harus mengajak Luna. Lagipula, ini tidak ada hubungannya dengan dia." "Dia kan bisa bantu kamu nanti." ibu Bagas seolah ingin memaksa anaknya untuk mengajak Luna."Bu, tolong jangan buat urusan semakin runyam. Aku terburu-buru.” Bagas memalingkan wajahnya, berharap Ibunya tahu jika dia tidak bisa memenuhi keinginan sang Ibu.Ibu Bagas menghela nafas panjang dan menutup pintu mobil dengan kesal. Sedangkan Bagas, dia langsung menghidupkan mesin mobilnya dan segera pergi. "Ada apa, Tante. Kenapa terlihat kesal be
"Jangan menangis, Ra. Jangan berpikir yang terlalu jauh." Satria mendekati Amiera yang terus menangis. Berusaha menghibur wanita itu agar tidak terlalu memikirkan apa yang tadi dia dengar. "Aku kehilangan orang tuaku. Tapi di luaran sana suamiku entah bersama dengan wanita mana." Satria menghela nafas panjang. Jujur dalam hati dia juga kesal dengan apa yang tadi dia dengar. "Tunggu saja sampai suamimu pulang, tanyakan padanya baik-baik," ucap Satria.Amiera mengusap air matanya. Wanita itu bangkit dan menatap Satria."Terimakasih untuk hari ini. Kamu sudah banyak membantuku," "Tidak perlu berterimakasih, aku senang melakukan ini untukmu." Satria tersenyum, hatinya merasa sangat bahagia di tatap oleh wanita yang selalu dia kagumi semenjak SMA."Tapi setelah ini, tolong jangan menemui ku lagi. Aku tidak mau orang berpikir macam-macam tentang kita," ucap Amiera.Satria terpaku sesaat. Kata-kata yang di ucapkan Amiera sedikit menyinggung perasaannya, tapi lelaki itu tetap berusaha te