Mata Amiera membulat saat dia melihat ada sebuah truk melaju kencang ke arah Bagas. Dia ingin berlari, tapi matanya melihat sahabatnya sudah lebih dulu berlari. “Dasar pria gila!” teriak Karin. Wanita cantik itu menarik tangan Bagas dan akhirnya mereka berdua jatuh ke aspal bersamaan.“Lepaskan aku!” Bagas ingin berdiri tapi langsung di halangi oleh Karin. “Sebenarnya apa yang ada dalam otakmu saat ini. Kenapa kamu tiba-tiba ingin mati?” tanya Karin.Bagas diam, dia melirik ke arah Amiera yang tak jauh dari mereka. Begitu juga dengan Karin, wanita itu melihat ke arah Amiera yang hanya membisu ke arah mereka.Hati Karin sakit, dia benar-benar tidak menyangka jika Bagas akan melakukan itu demi Amiera.“Apa kamu bertengkar dengan Amiera?” tanya Karin.“Tidak.” Bagas berdiri, dia berjalan menjauh dari Karin dan mendekati Amiera. “Maafkan aku sekali ini. Aku janji akan memperlakukanmu dengan baik,” ucapnya. “Apa ada masalah dengan otakmu, Mas?” tanya Amiera. “Ra, tidakkah kamu melih
Sejak Satria mengungkapkan perasaannya, Amiera berusaha untuk menghindari pria itu. Bukan dia tidak menyukainya, hanya saja dia merasa jika dirinya tidak cukup pantas untuk Satria.Dia tahu benar jika Satria Kamajaya adalah putra tunggal dari Darmono Kamajaya. Orang kaya raya yang disegani di kota B. Itulah yang membuat dirinya tidak percaya diri.Menurutnya, Satria bisa mendapatkan wanita manapun yang dia inginkan dengan mudah. Lagipula, dia sudah bertekad untuk hidup sendiri setelah perceraian. Dia ingin fokus pada Amel.Amiera terus saja menyembunyikan diri dari Satria. Tak hanya dari Satria, dia juga tidak mau menemui Bagas. Hingga pada siang itu, pengacara yang dia tunjuk untuk menangani perceraiannya datang ke rumahnya dengan tergesa dan mengatakan jika berkas yang sudah di tandatangani di sobek oleh Bagas, wanita itu kesal dan segera mencari Ayah dari anaknya tersebut.Saat wanita itu masih kesal, ada suara ketukan dari arah pintu. Dengan enggan Amiera berjalan dan membukanya.
Part 1Hari ini adalah tanggal 4 Agustus, di mana hari ini adalah hari ulang tahun pernikahan Amira dan Bagas yang ke3. Amiera yang sengaja menunggu kedatangan suaminya pun berdandan cantik. Hari ini dia bertekad ingin memperbaiki hubungan mereka yang selama beberapa bulan ini memang sudah agak renggang. Deru suara mobil langsung membuat Amira bangkit dan segera membuka pintu. Dia tersenyum melihat suaminya turun dari dalam mobil. Tapi senyum itu pun seketika pudar saat dia melihat seorang wanita cantik juga turun dari mobil yang sama dengan suaminya. "Kenapa kamu belum tidur, ini sudah sangat larut?" tanya Bagas tanpa ekspresi."Aku sedang menunggumu, Mas." Amiera melirik ke arah wanita yang berdiri di samping suaminya."Oh iya, di adalah Luna. Selama sebulan kedepan dia akan tinggal di sini," ucap Bagas lalu menggandeng wanita itu masuk ke dalam rumah. Dia bahkan tidak mempedulikan istrinya yang terpaku, terkejut dengan apa yang di katakan oleh suaminya."Tunggu, Mas. Kenapa dia
Dasar jalang, apa kamu sengaja ingin menggoda suamiku, Hah?" bentak Amiera.Luna terlihat cuek, dia berdiri dan hendak pergi. Tapi tangannya di cekal oleh Amiera. "Kenapa kamu tidak menjawab, apa kamu bisu?" "Aku kemari hanya ingin mengantarkan kopi. Apa itu salah, bukankah seharusnya kamu berterima kasih karena sudah melakukan tugasmu?” Luna tersenyum sinis dan melepaskan tangan Amiera dari lengannya. Dia seolah tak peduli dengan kemarahan wanita itu."Mengantarkan kopi, dengan pakaian seperti ini?" Amiera menarik baju Luna dan tersenyum sinis."Apa salahnya dengan bajuku, bukankah aku sangat cantik dengan baju ini. Iyakan, Mas?" Lina mendekati Bagus dan tersenyum. Membuat pria itu terpesona."Iya, kamu sangat cantik," jawab Bagas tanpa sadar. "Brengsek, kamu memang lelaki brengsek." Amiera marah mendengar jawaban suaminya, dia pun berlari keluar dari ruangan itu dan menabrak Luna kasar. Luna pun hampir saja jatuh, tapi tubuh wanita itu segera di tangkap oleh Bagas. Adegan itu s
Ibu ... Amiera terlihat panik dengan kedatangan mertuanya yang tiba-tiba. Wanita itu segera berdiri dan menghampiri mertuanya, meraih tangan wanita tua itu dan hendak mengajaknya untuk duduk, tapi dengan cepat wanita tua itu melepaskan tangannya. Bahkan wanita itu langsung menghampiri Luna dan mengabaikan menantunya. "Nak, apa wanita itu menyakitimu?" tanya Ibu Bagas langsung memeluk Luna. "Sepertinya dia tidak menyukaiku, Tante," jawab Luna dengan nada manja. "Tidak penting dia menyukaimu atau tidak. Dia tidak memiliki hak apapun di rumah ini. Jadi kamu tidak usah pedulikan sikapnya." Ibu Bagas melepaskan pelukannya, dia lalu meminta Luna kembali duduk. Bahkan kali ini, Wanita itu meminta Luna duduk di samping anaknya. "Kenapa kamu masih berdiri di situ, cepat duduk dan makan. Mulai hari ini Luna adalah tamu di rumah ini, kamu harus memperlakukannya dengan baik." Ibu Bagas membentak Amiera yang masih terpaku. Dia mengisyaratkan menantunya itu untuk duduk di sampingnya. Amier
Dengan tergesa Bu Ranti memasuki kantor menantunya. Dia tidak memperdulikan apa yang dikatakan salah seorang karyawan jika Bagas saat ini sedang ada tamu. Wanita itu masuk ke dalam ruangan Bagas tanpa mengetuk pintu.Tak hanya Bagas yang terkejut, Bu Ranti juga dibuat shock dengan pemandangan yang ada di depannya. Bagaimana tidak, saat ini dia sedang melihat menantunya memangku seorang wanita cantik di atas kursi kerjanya. "Apa yang sedang kalian lakukan?" Bagas segera mendorong tubuh Luna, dia berdiri dan berjalan mendekati mertuanya."Semuanya tidak seperti yang Ibu lihat. Tadi dia hampir jatuh dan Saya menolongnya."Bagas terlihat gugup, sedangkan Luna hanya diam dan bersikap santai seolah tidak ada yang terjadi."Mataku tidak buta, jadi jangan membohongiku." Bu Ranti mendekati Luna, dia menarik lengan wanita itu."Keluar dari sini. Jangan mengganggu suami orang lagi, dasar jalang!" "Aku tidak akan pergi, Tante. Karena ku bekerja di sini." Luna melepaskan tangannya dari cengkera
Sepanjang perjalanan ke rumah Ibunya, Ameira terlihat gelisah. Tadi Karin mengirim pesan padanya dan mengatakan jika Ibunya datang ke kantor Bagas. Jadi sekarang dia merasa khawatir, takut Ibunya terlampau marah dan mempengaruhi kesehatannya. Memang sudah beberapa bulan ini kesehatan Bu Ranti menurun. Dokter mengatakan Jika Ibu Amiera itu mengalami komplikasi darah tinggi dan lambung akut. Sampai di depan rumah sang ibu, Amiera pun segera menuju pintu. Wanita itu semakin terlihat khawatir saat pintu terkunci dari dalam dan sang Ibu tak kunjung membukakan pintu."Bu, buka pintunya. Ini Amiera.” Amiera terus mengetuk pintu dengan wajah panik. Wanita cantik bertubuh langsing itu mengintip dari jendela, matanya terbelalak saat melihat Ibunya tergeletak di lantai. Dia pun berteriak, meminta tolong pada warga agar membuka pintu rumahnya dengan paksa. Tak lama, pintu terbuka dan Bu Ranti langsung di bawa ke rumah sakit. Amiera hanya bisa menangis dan memanggil sang Ibu. Dalam hati dia ha
Dengan tergesa Bagas mengemas pakaian ke dalam koper. Wajah panik terlihat jelas, dia pun buru-buru menyeret koper keluar rumah."Mau kemana kamu, Nak?" tanya Ibu Bagas saat melihat anaknya memasukkan koper ke dalam mobil."Aku ada kerjaan keluar kota, Bu." Bagas langsung naik ke dalam mobil tanpa peduli pada tatapan sang ibu."Keluar kota dengan siapa. Kenapa kamu tidak mengajak Luna?" Ibu Bagas menahan pintu mobil dan menatap putranya."Bu, ini urusan kantor. Untuk apa aku harus mengajak Luna. Lagipula, ini tidak ada hubungannya dengan dia." "Dia kan bisa bantu kamu nanti." ibu Bagas seolah ingin memaksa anaknya untuk mengajak Luna."Bu, tolong jangan buat urusan semakin runyam. Aku terburu-buru.” Bagas memalingkan wajahnya, berharap Ibunya tahu jika dia tidak bisa memenuhi keinginan sang Ibu.Ibu Bagas menghela nafas panjang dan menutup pintu mobil dengan kesal. Sedangkan Bagas, dia langsung menghidupkan mesin mobilnya dan segera pergi. "Ada apa, Tante. Kenapa terlihat kesal be
Sejak Satria mengungkapkan perasaannya, Amiera berusaha untuk menghindari pria itu. Bukan dia tidak menyukainya, hanya saja dia merasa jika dirinya tidak cukup pantas untuk Satria.Dia tahu benar jika Satria Kamajaya adalah putra tunggal dari Darmono Kamajaya. Orang kaya raya yang disegani di kota B. Itulah yang membuat dirinya tidak percaya diri.Menurutnya, Satria bisa mendapatkan wanita manapun yang dia inginkan dengan mudah. Lagipula, dia sudah bertekad untuk hidup sendiri setelah perceraian. Dia ingin fokus pada Amel.Amiera terus saja menyembunyikan diri dari Satria. Tak hanya dari Satria, dia juga tidak mau menemui Bagas. Hingga pada siang itu, pengacara yang dia tunjuk untuk menangani perceraiannya datang ke rumahnya dengan tergesa dan mengatakan jika berkas yang sudah di tandatangani di sobek oleh Bagas, wanita itu kesal dan segera mencari Ayah dari anaknya tersebut.Saat wanita itu masih kesal, ada suara ketukan dari arah pintu. Dengan enggan Amiera berjalan dan membukanya.
Mata Amiera membulat saat dia melihat ada sebuah truk melaju kencang ke arah Bagas. Dia ingin berlari, tapi matanya melihat sahabatnya sudah lebih dulu berlari. “Dasar pria gila!” teriak Karin. Wanita cantik itu menarik tangan Bagas dan akhirnya mereka berdua jatuh ke aspal bersamaan.“Lepaskan aku!” Bagas ingin berdiri tapi langsung di halangi oleh Karin. “Sebenarnya apa yang ada dalam otakmu saat ini. Kenapa kamu tiba-tiba ingin mati?” tanya Karin.Bagas diam, dia melirik ke arah Amiera yang tak jauh dari mereka. Begitu juga dengan Karin, wanita itu melihat ke arah Amiera yang hanya membisu ke arah mereka.Hati Karin sakit, dia benar-benar tidak menyangka jika Bagas akan melakukan itu demi Amiera.“Apa kamu bertengkar dengan Amiera?” tanya Karin.“Tidak.” Bagas berdiri, dia berjalan menjauh dari Karin dan mendekati Amiera. “Maafkan aku sekali ini. Aku janji akan memperlakukanmu dengan baik,” ucapnya. “Apa ada masalah dengan otakmu, Mas?” tanya Amiera. “Ra, tidakkah kamu melih
“Untuk apa kamu datang kemari?” tanya Amiera tanpa mempersilahkan luna duduk. Terlihat jelas kebencian di matanya. “Apakah kamu tidak ingin mempersilahkan aku duduk.” Luna melihat ke arah Amiera sinis. “Tidak, aku yakin kamu kemari tidak untuk duduk bukan. Jadi cepat katakan, apa yang kamu inginkan?” Luna tidak mempedulikan Amiera, dia duduk di sofa dan meletakkan tasnya di atas meja. “Aku sangat haus, bisakah aku minta minum,” ucapnya. “Tidak usah basa-basi. Cepat katakan apa maumu. Atau kalau tidak, cepatlah pergi.” Amiera sama sekali tidak peduli dengan permintaan Luna. Wanita cantik itu tetap berdiri dan menatap Luna tajam. “Baiklah, ternyata kamu sungguh sudah tidak sabar mendengar berita bagus dariku,” ucap Luna. “Cepat katakan!” bentak Amiera. “Tidak usah berteriak, aku tidak tuli.” luna berdiri dan menghampiri Amiera. “kamu tidak tuli, tapi kamu tidak tahu malu,” ucap Amiera dengan nada sinis. “Apa maksudmu?” “Apa perlu bertanya, apa kamu tidak merasa
‘Luna.. keluar kamu!” Karin berteriak sambil menggedor pintu rumah Bu Hera. Tak lama kemudian, Luna muncul di gandeng ibunya Bagas. “Ngapain kamu kemari, Ameira tidak ada disini.” Bu Hera menatap karin, dia mengira jika wanita itu sedang mencari menantunya. Karin tidak mempedulikan Bu Hera, dia terus menatap Luna. “Dasar wanita sialan, kenapa kamu mengkhianatiku?” “Jaga mulutmu, berani sekali kamu bicara kasar pada calon menantuku.” Bu Hera mendorong Karin hingga wanita itu mundur beberapa langkah. “Calon menantumu itu aku, Tante.” Karin menujuk ke arah dirinya sendiri, dia tidak menyangka jika Bu Hera justru ingin menjodohkan Bagas dengan Luna. “Kamu … Bu Hera tidak percaya, dia menyangka jika Karin hanya membohonginya. “Apa Tante tidak tahu jika putramu akan segera bercera dan menikah denganku.” Karin tampak sombonh, dia seolah inhin menunjukkan pada Luna jika Bagas hanya menyukainya. Tapi nyatajya, Luna sama sekali tidak peduli, bahkan wanita itu hanya tedseny
“Cerai ?” Bagas terkejut dengan perkataan Meira. Dia sama sekali tidak menyangka wanita yang selama ini sangat takut ditinggalkan olehnya justru mengucapkan kata cerai.“Ya. Lebih baik kita cerai. Bersama pun tidak ada gunanya. Hanya saling menyakiti,” jawab amiera dengan mata memerah menahan tangis.Bagas terpaku. Selama ini dia selalu menginginkan perceraian. Dia ingin bersama Karin, tapi entah mengapa saat Amiera meminta cerai, hatinya terasa begitu sakit. “Apa kamu ingin bercerai karena dia?” Bagas menunjuk ke arah Satria yang sepertinya juga terkejut dengan apa yang diucapkan Amiera.“Apa kamu pikir seperti itu?” tanya Amiera sinis.“Ya, selama ini kamu tidak pernah seperti ini. Tapi setelah bertemu dengannya kamu berani meminta cerai dariku.” Amiera terkekeh.“Aku memang selama ini diam, tapi aku tidak buta. Aku menerima semuanya, tapi aku tetap merasa sakit.” Air mata Amiera mengalir deras di pipi. Dia langsung mengusapnya dengan kasar. Mengingat hari-hari sulit yang sudja
Bagas menghela nafas berkali-kali. Dia tidak habis pikir dengan perubahan sikap sang istri yang begitu besar. Dari yang biasanya penurut dan tak banyak bicara. Kini menjadi wanita yang susah untuk diajak bicara. Bahkan menurutnya, Amiera kini seolah sangat membenci dirinya. Lamunan Bagas buyar saat ponselnya berdering. Nama Luna terpampang di layar ponsel. Dia pun mengangkatnya, berbicara sebentar lalu memutuskan untuk pergi. Mobil yang dikemudikan Bagas belok ke sebuah rumah sang Ibu. Pria itu turun dengan tergesa. Dia langsung masuk ke rumah itu, di sana dia melihat Luna sedang memijat kaki Ibunya. “Bagaimana Ibu bisa jatuh?” tanya Bagas sambil duduk di dekat sang Ibu. “Ibu terpeleset, untungnya tidak apa-apa,” jawab Luna. Bags menatap sang Ibu, membuat wanita yang bernama Herawati itu kesal. “Aku benar-benar jatuh, aku tidak bohong kali ini,” ucapnya dengan serius. Bagas menghela nafas panjang. Selama dia menikah dengan Amiera, entah sudah berapa kali ibunya itu b
Amiera sedang menyuapi anaknya sarapan. Dari pagi Amel terus merengek ingin bertemu dengan ayahnya. Tapi sudah berkali-kali di telepon, Bagas tidak mengangkatnya. Selain merasa kesal, Amiera juga kecewa. “Makanlah yang banyak, Nak.” Amiera terus membujuk putrinya. Tapi gadis kecil itu justru menutup mulut dengan kedua tangan mungilnya. “Eh, kenapa gadis cantik Paman gak mau makan?” Tiba- tiba Satria datang dan langsung duduk di samping Amel. “Gak mau makan, maunya Ayah,” ucap Amel dengan suara serak menahan tangisnya. Satria melihat ke arah Ameira sekilas. Dia mengambil alib makanan yang ada di tangan Amiera. “Makan dulu, ya. Nanti Paman kasih kamu hadiah,” bujuknya. Wajah Amel berubah ceria. Dia langsung membuka mulutnya. Satria menyuapi Amel hingga nasi yang ada di piring hampir habis, itu membuat Amiera berkaca-kaca. Seandainya, jika lelaki yabg begitu perhatian pada Amel itu adalah suaminya, dia pasti akan sangat bahagia. “Apa yang kamu lihat, Ra?” Satri
Part 9. Rayuan sang pelakor bayaran“Ibu akan tahu nanti,” jawab Bagas lalu beranjak pergi dengan cepat. Tidak peduli dengan Ibunya yang terus memanggilnya. Luna yang dari tadi bersembunyi di kamar mandi pun muncul dan mendekati Ibu Bagas. “Sudahlah, Tante. Jangan paksa Mas Bagas. Aku mungkin tidak cukup baik untuknya.” Luna menundukkan wajahnya, berpura-pura sedih dengan apa yang terjadi.Ibu Bagas bangkit dan mendekati Luna. Dia menggenggam tangan wanita itu dan berusaha untuk menghiburnya.“Kamu tidak usah khawatir. Siapapun wanita itu, dia tidak akan berhasil menikah dengan Bagas.”“Tapi Tante sudah dengar sendiri kalau Mas Bagas tidak akan menikah denganku, tapi dengan wanita lain.” Luna kembali menunjukkan wajah menyedihkan di depan Ibu Bagas, bahkan kali ini dia mengeluarkan airmata buayanya.“Aku tidak akan setuju. Bahas pasti akan menurut,” ucap Ibu Bagas tegas. Meyakinkan Luna hingga wanita itu pun diam-diam tersenyum. “Semoga saja Mas Bagas mendengarkan Tante.” Luna pun
Karin membawa Amel kekamar Amiera. Wanita itu langsung meletakkan Amel yang sedang tidur di atas ranjang. Amiera hanya diam, wanita itu menatap sahabatnya lekat. “Kamu kenapa, Ra. Kenapa menatapku begitu?” “Tidak ada, aku hanya merasa sangat beruntung karena memiliki sahabat yang sangat baik dan pengertian sepertimu.” Amiera berjalan mendekati ranjang, menatap sendu ke arah putrinya dan mengusap kepalanya dengan lembut. “Lebih baik kamu istirahat. Hari sudah larut” ucap Karin lalu membalikkan badan dan hendak pergi. “Rin. Jika aku pernah memiliki salah, tolong maafkanlah.” Amiera menatap punggung sahabatnya, mata wanita itu terlihat berkaca-kaca. Karin tampak bingung. “Apa di antara kita ada masalah, Ra?” Karin kembali mendekati Amiera dan menatap sahabatnya lekat. Hati wanita itu mulai tidak tenang. “Aku tidak merasa ada masalah, aku hanya takut kamu yang memilikinya,” jawab Amiera. Karin semakin bingung. Dia terus menatap sahabatnya dengan segudang tanya dalam hat