“Untuk apa kamu kemari?” teriak Karin.Bagas tidak langsung menjawab, pria itu mendekati Karin dan langsung memeluknya. “Jangan marah ya, sayang. Aku hanya tidak mau Luna menggugurkan anak itu,” ucapnya. “Aku kecewa padamu, kamu menyakitiku,” ucap Karin sambil terus berusaha untuk melepaskan pelukan Bagas. “Aku minta maaf, tapi menurutku kamu juga bersalah. Kenapa kamu meminta Luna untuk menggodaku?” ucap Bagas tanpa rasa bersalah.Karin yang marah pun langsung mendorong Bagas kasar.“Aku melakukan itu karena aku percaya kaku tidak alan mengkhianatimu. Tapi nyatanya kamu malah menghamili wanita jalang itu,” ucap Karin berapi-api. Wanita itu menunjuk ke arah Bagas dengan emosi menggebu-gebu. “Iya, tapi seharusnya kamu bilang dulu sama aku.” Bagas masih berusaha membela diri dan menyalahkan Karin. Karin semakin meradang mendengar perkataan Bagas. Wanita itu meraih vas bunga yang ada di meja lalu melemparnya ke arah Bagas. PrangPrangKarin terus melemparkan benda yang ada di deka
Dua hari sudah Karin menghilang, itu tentu saja membuat Bagas marah. Pria itu mengarahkan beberapa orang untuk mencari keberadaan Karin. Tapi sayangnya belum juga menemukannya. Kadang dia sendiri bingung dengan apa sebenarnya yang dia inginkan. Dia tidak bisa melepaskan Amiera, tapi juga tak mau jauh dari Karin. Luna pun dia tak rela meninggalkannya. Prang Bagas melemparkan gelas yang digunakan minum alkohol. Pria itu merasa kesal pada dirinya sendiri. Mendengar ada sesuatu yang pecah. Bu Hera pun datang menghampiri anaknya. “Apa yang terjadi, kenapa kamu mengamuk bak kesetanan?” tanyanya. “Tidak ada apa-apa.” Bagas bangkit dan berjalan menuju ke kamarnya. Diikuti tatapan penuh rasa ingin tahu dari sang Ibu. Belum sampai di kamarnya, Bagas di hadang oleh Luna. Wanita itu menggandeng lengan Bagas. “Mas, aku ingin makan sate,” ucap Luna dengan nada manja. Bagas menghela nafas panjang. Pria itu sebenarnya merasa kesal, tapi dia mencoba menahannya. “Hari sudah larut,
Axel menggandeng tangan Karin masuk ke sebuah restoran. Keduanya terlihat sangat akrab. Jika yang tidak tahu, pasti .mengira mereka adalah pasangan. Bahkan saat mereka sudah duduk dan menikmati makanan pun Axel masih sangat perhatian. Pria itu mengelap bibir Karin yang belepotan karena saus tomat. “Kenapa kamu makan seperti anak kecil,” ucap Axel.Karin tersenyum, dia terlihat sangat bahagia dengan perhatian yang diberikan oleh Axel. Tapi tiba-tiba wajah wanita itu berubah murung.“Kenapa, apa kamu mengingat pria brengsek dan wanita jalang itu?” tanya Axel.Karin tidak langsung menjawab, wanita itu justru menangis tersedu.“Apa salahku padanya, kenapa dia justru mengkhianati ku,” ucap Karin di sela tangisannya. Axel memejamkan mata, pria itu menggeser kursinya dan duduk di samping Karin “Kamu tidak punya salah, tapi pria itu yang nggak punya otak,” ucap Axel.“Dia sebenarnya baik, hanya saja kadang dia terlalu bodoh.” Karin membela Bagas, dia seperti tidak terima saat Axel mengat
Karin, Axel, Satria dan Amiera akhirnya duduk bersama. Keadaan tiba-tiba hening. “Sejak kapan kamu menyukaiku?” tanya Amiera pada Axel.“Sejak pertama kali kita bertemu. Apa kamu ingat?” “Aku tidak ingat, tapi itu sudah sangat lama.” Amiera menatap Axel dingin, terlihat jelas tak ada rasa suka sedikitpun di sana. “Ya, itu sudah sangat lama. Tapi perasaanku tidak pernah berubah, dasa sukaku masih sama seperti dulu,” ucap Axel sambil tersenyum getir. Satria meremas harinya mendengar perkataan Axel, pria itu khawatir Amiera akan tersentuh dan memberikan pria itu kesempatan. “Dari dulu hingga sekarang, aku tidak memiliki perasaan yang lebih padamu. Aku menganggapmu sebagai Kakak. Sama seperti Karin,” ucap Amiera. “Aku tahu, tapi bisakah kamu memberiku kesempatan untuk menunjukkan rasa ku ini?” Axel meraih tangan Amiera, tapi wanita itu segera menarik tangannya. “Tidak, aku tidak ingin lagi berhubungan dengan Karin. Aku muak.” Amiera berdiri dan hendak pergi, tapi dicegah oleh Axel
Amiera terus merapalkan do’a. Airmata wanita itu terus mengalir. Bagaimana tidak, sudah hampir 15 menit tapi dokter belum juga keluar. “Tenanglah, Amel anak yang kuat. Aku yakin dia akan baik-baik saja.” Satria mengusap punggung Amiera, menenangkan wanita itu agar tidak terlalu cemas. Padahal, dia sendiri sebenarnya juga sangat cemas.Meski bukan anak kandungnya, tapi Satria benar-benar sangat menyayangi gadis kecil itu. Amiera hanya bisa mengaggukkan kepala, menghela nafas dalam untuk menenangkan diri. “Dokter, bagaimana keadaan anakku?” tanya Amiera saat melihat dokter keluar.“Pasien sesak nafas karena alergi, tapi keadaannya sekarang sudah tidak apa-apa. Jangan khawatir.” Dokter itu langsung pergi setelah menjelaskan keadaan Amel.Amiera meneteskan airmata. Wanita itu merasa lega karena anaknya baik-baik saja. “Bukanlah Amel hanya alergi udang, kenapa dia bisa memakannya?” tahya Satria heran. Karena dia ataupun Ameira tentu tidak akan pernah memberikan udang pada anak itu. Am
Bagas duduk di bangku yang ada di halaman rumah sakit. Pria itu merenungi apa yang dikatakan oleh mantan istrinya. Dia sadar jika selama ini dia tidak melaksanakan kewajiban sebagai Ayah ataupun suami. Rasa sesal yang mendalam dalam hati Bagas hanya bisa dia simpan. Karena semua itu kini tak ada gunanya lagi. Lelaki yang diinginkan Amiera untuk tetap disisinya bukan lagi dia. Ayah yang diinginkan oleh putrinya pun kini bukan lagi dirinya. Dalam kegundahan, dia dikejutkan dengan kedatangan Luna dan Ibunya. “Ngapain kamu di sini, Mas. Bagaimana keadaan amel?” tanya Luna.Bags menatap tidak suka pada dua wanita yang baru saja datang itu. “Untuk apa kalian kemari?” tanyanya. “Tentu saja kami ingin menjenguk Amel. Apakah dia baik-baika saja?” Luna langsung duduk di samping Bagas, wanita itu menggandeng lengan Bags manja. “Pulanglah, Amel sudah membaik,” ucap Bagas cuek. Bu Hera langsung melotot pada anaknya. Dia tidak terima calon menantu kesayangannya diperlakukan dingin seperti i
PrangBagas melempar vas bunga ke arah tembok. Pria itu benar-benar mengamuk setelah dia tahu jika Luna sengaja memberikan udang pada Amel dan itu adalah ide ibunya. Luna dan Bu Hera saling berpelukan. Selama ini, Bu Hera tidak pernah melihat anaknya semarah ini padanya. Dulu, semua yang dikatakan pria itu hanya menurut saja. Tapi sekarang semua kata-kata yang dia ucapkan sama sekali tidak di dengar oleh Bagas. “Kenapa Ibu tega melakukan ini, dia juga cucumu bukan?”“Dia bukan cucuku. Hanya anak yabg lahir dari rahim Luna lah yang aku akui sebagai cucu,” jawab Bu Hera.“Tapi Amel juga putrimu, Bu. Dalam dirinya mengalir darahku.” Bagas menatap sendu ibunya, seolah dia memohon pada wanita tua itu untuk memperlakukan Amel dengan baik.“Terserah, aku tidak peduli. Yang jelas cucuku hanya satu, yaitu anak dalam kandungan Luna. Jadi kaku harus segwra menikahinya.” Bu Hera menggandeng tangan Luna dan membawa wanita itu naik ke kamarnya. Sedangkan Bagas, pria itu hanya memijat kepalany
Part 1Hari ini adalah tanggal 4 Agustus, di mana hari ini adalah hari ulang tahun pernikahan Amira dan Bagas yang ke3. Amiera yang sengaja menunggu kedatangan suaminya pun berdandan cantik. Hari ini dia bertekad ingin memperbaiki hubungan mereka yang selama beberapa bulan ini memang sudah agak renggang. Deru suara mobil langsung membuat Amira bangkit dan segera membuka pintu. Dia tersenyum melihat suaminya turun dari dalam mobil. Tapi senyum itu pun seketika pudar saat dia melihat seorang wanita cantik juga turun dari mobil yang sama dengan suaminya. "Kenapa kamu belum tidur, ini sudah sangat larut?" tanya Bagas tanpa ekspresi."Aku sedang menunggumu, Mas." Amiera melirik ke arah wanita yang berdiri di samping suaminya."Oh iya, di adalah Luna. Selama sebulan kedepan dia akan tinggal di sini," ucap Bagas lalu menggandeng wanita itu masuk ke dalam rumah. Dia bahkan tidak mempedulikan istrinya yang terpaku, terkejut dengan apa yang di katakan oleh suaminya."Tunggu, Mas. Kenapa dia
PrangBagas melempar vas bunga ke arah tembok. Pria itu benar-benar mengamuk setelah dia tahu jika Luna sengaja memberikan udang pada Amel dan itu adalah ide ibunya. Luna dan Bu Hera saling berpelukan. Selama ini, Bu Hera tidak pernah melihat anaknya semarah ini padanya. Dulu, semua yang dikatakan pria itu hanya menurut saja. Tapi sekarang semua kata-kata yang dia ucapkan sama sekali tidak di dengar oleh Bagas. “Kenapa Ibu tega melakukan ini, dia juga cucumu bukan?”“Dia bukan cucuku. Hanya anak yabg lahir dari rahim Luna lah yang aku akui sebagai cucu,” jawab Bu Hera.“Tapi Amel juga putrimu, Bu. Dalam dirinya mengalir darahku.” Bagas menatap sendu ibunya, seolah dia memohon pada wanita tua itu untuk memperlakukan Amel dengan baik.“Terserah, aku tidak peduli. Yang jelas cucuku hanya satu, yaitu anak dalam kandungan Luna. Jadi kaku harus segwra menikahinya.” Bu Hera menggandeng tangan Luna dan membawa wanita itu naik ke kamarnya. Sedangkan Bagas, pria itu hanya memijat kepalany
Bagas duduk di bangku yang ada di halaman rumah sakit. Pria itu merenungi apa yang dikatakan oleh mantan istrinya. Dia sadar jika selama ini dia tidak melaksanakan kewajiban sebagai Ayah ataupun suami. Rasa sesal yang mendalam dalam hati Bagas hanya bisa dia simpan. Karena semua itu kini tak ada gunanya lagi. Lelaki yang diinginkan Amiera untuk tetap disisinya bukan lagi dia. Ayah yang diinginkan oleh putrinya pun kini bukan lagi dirinya. Dalam kegundahan, dia dikejutkan dengan kedatangan Luna dan Ibunya. “Ngapain kamu di sini, Mas. Bagaimana keadaan amel?” tanya Luna.Bags menatap tidak suka pada dua wanita yang baru saja datang itu. “Untuk apa kalian kemari?” tanyanya. “Tentu saja kami ingin menjenguk Amel. Apakah dia baik-baika saja?” Luna langsung duduk di samping Bagas, wanita itu menggandeng lengan Bags manja. “Pulanglah, Amel sudah membaik,” ucap Bagas cuek. Bu Hera langsung melotot pada anaknya. Dia tidak terima calon menantu kesayangannya diperlakukan dingin seperti i
Amiera terus merapalkan do’a. Airmata wanita itu terus mengalir. Bagaimana tidak, sudah hampir 15 menit tapi dokter belum juga keluar. “Tenanglah, Amel anak yang kuat. Aku yakin dia akan baik-baik saja.” Satria mengusap punggung Amiera, menenangkan wanita itu agar tidak terlalu cemas. Padahal, dia sendiri sebenarnya juga sangat cemas.Meski bukan anak kandungnya, tapi Satria benar-benar sangat menyayangi gadis kecil itu. Amiera hanya bisa mengaggukkan kepala, menghela nafas dalam untuk menenangkan diri. “Dokter, bagaimana keadaan anakku?” tanya Amiera saat melihat dokter keluar.“Pasien sesak nafas karena alergi, tapi keadaannya sekarang sudah tidak apa-apa. Jangan khawatir.” Dokter itu langsung pergi setelah menjelaskan keadaan Amel.Amiera meneteskan airmata. Wanita itu merasa lega karena anaknya baik-baik saja. “Bukanlah Amel hanya alergi udang, kenapa dia bisa memakannya?” tahya Satria heran. Karena dia ataupun Ameira tentu tidak akan pernah memberikan udang pada anak itu. Am
Karin, Axel, Satria dan Amiera akhirnya duduk bersama. Keadaan tiba-tiba hening. “Sejak kapan kamu menyukaiku?” tanya Amiera pada Axel.“Sejak pertama kali kita bertemu. Apa kamu ingat?” “Aku tidak ingat, tapi itu sudah sangat lama.” Amiera menatap Axel dingin, terlihat jelas tak ada rasa suka sedikitpun di sana. “Ya, itu sudah sangat lama. Tapi perasaanku tidak pernah berubah, dasa sukaku masih sama seperti dulu,” ucap Axel sambil tersenyum getir. Satria meremas harinya mendengar perkataan Axel, pria itu khawatir Amiera akan tersentuh dan memberikan pria itu kesempatan. “Dari dulu hingga sekarang, aku tidak memiliki perasaan yang lebih padamu. Aku menganggapmu sebagai Kakak. Sama seperti Karin,” ucap Amiera. “Aku tahu, tapi bisakah kamu memberiku kesempatan untuk menunjukkan rasa ku ini?” Axel meraih tangan Amiera, tapi wanita itu segera menarik tangannya. “Tidak, aku tidak ingin lagi berhubungan dengan Karin. Aku muak.” Amiera berdiri dan hendak pergi, tapi dicegah oleh Axel
Axel menggandeng tangan Karin masuk ke sebuah restoran. Keduanya terlihat sangat akrab. Jika yang tidak tahu, pasti .mengira mereka adalah pasangan. Bahkan saat mereka sudah duduk dan menikmati makanan pun Axel masih sangat perhatian. Pria itu mengelap bibir Karin yang belepotan karena saus tomat. “Kenapa kamu makan seperti anak kecil,” ucap Axel.Karin tersenyum, dia terlihat sangat bahagia dengan perhatian yang diberikan oleh Axel. Tapi tiba-tiba wajah wanita itu berubah murung.“Kenapa, apa kamu mengingat pria brengsek dan wanita jalang itu?” tanya Axel.Karin tidak langsung menjawab, wanita itu justru menangis tersedu.“Apa salahku padanya, kenapa dia justru mengkhianati ku,” ucap Karin di sela tangisannya. Axel memejamkan mata, pria itu menggeser kursinya dan duduk di samping Karin “Kamu tidak punya salah, tapi pria itu yang nggak punya otak,” ucap Axel.“Dia sebenarnya baik, hanya saja kadang dia terlalu bodoh.” Karin membela Bagas, dia seperti tidak terima saat Axel mengat
Dua hari sudah Karin menghilang, itu tentu saja membuat Bagas marah. Pria itu mengarahkan beberapa orang untuk mencari keberadaan Karin. Tapi sayangnya belum juga menemukannya. Kadang dia sendiri bingung dengan apa sebenarnya yang dia inginkan. Dia tidak bisa melepaskan Amiera, tapi juga tak mau jauh dari Karin. Luna pun dia tak rela meninggalkannya. Prang Bagas melemparkan gelas yang digunakan minum alkohol. Pria itu merasa kesal pada dirinya sendiri. Mendengar ada sesuatu yang pecah. Bu Hera pun datang menghampiri anaknya. “Apa yang terjadi, kenapa kamu mengamuk bak kesetanan?” tanyanya. “Tidak ada apa-apa.” Bagas bangkit dan berjalan menuju ke kamarnya. Diikuti tatapan penuh rasa ingin tahu dari sang Ibu. Belum sampai di kamarnya, Bagas di hadang oleh Luna. Wanita itu menggandeng lengan Bagas. “Mas, aku ingin makan sate,” ucap Luna dengan nada manja. Bagas menghela nafas panjang. Pria itu sebenarnya merasa kesal, tapi dia mencoba menahannya. “Hari sudah larut,
“Untuk apa kamu kemari?” teriak Karin.Bagas tidak langsung menjawab, pria itu mendekati Karin dan langsung memeluknya. “Jangan marah ya, sayang. Aku hanya tidak mau Luna menggugurkan anak itu,” ucapnya. “Aku kecewa padamu, kamu menyakitiku,” ucap Karin sambil terus berusaha untuk melepaskan pelukan Bagas. “Aku minta maaf, tapi menurutku kamu juga bersalah. Kenapa kamu meminta Luna untuk menggodaku?” ucap Bagas tanpa rasa bersalah.Karin yang marah pun langsung mendorong Bagas kasar.“Aku melakukan itu karena aku percaya kaku tidak alan mengkhianatimu. Tapi nyatanya kamu malah menghamili wanita jalang itu,” ucap Karin berapi-api. Wanita itu menunjuk ke arah Bagas dengan emosi menggebu-gebu. “Iya, tapi seharusnya kamu bilang dulu sama aku.” Bagas masih berusaha membela diri dan menyalahkan Karin. Karin semakin meradang mendengar perkataan Bagas. Wanita itu meraih vas bunga yang ada di meja lalu melemparnya ke arah Bagas. PrangPrangKarin terus melemparkan benda yang ada di deka
Amiera duduk termenung di ruang tamu. Wanita itu tidak memperdulikan ponselnya yang terus berdering. Dia merasa lelah menjalani kehidupan yang begitu sulit dan juga rumit. Dulu dia sangat berharap suaminya bisa mengejarnya, tapi sekarang dia justru merasa sangat risih. Ya, memang semua itu berubah dengan berjalannya waktu. Wanita mana yang tidak sedih dan kecewa jika berada di posisi Amiera saat ini.Bukan hanya berselingkuh dengan sahabatnya, tapi suaminya juga menghamili wanita lain. Sungguh sangat miris.“Kamu sedang memikirkan apa?” Tiba-tiba Satria berdiri di depannya dan membuyarkan semua lamunanya. “Sejak kapan kamu ada disini?” tanya Amiera sedikit terkejut. Dia sama sekali tidak menyadari kehadiran Satria.“Sudah dari tadi. Tapi kamu sedang asyik melamun jadi tidak menyadarinya.” Satria duduk di sofa dan menatap Amiera.“Maaf,” ucap Amiera.“Tidak masalah. Tapi kamu sedang memikirkan apa, apakah memikirkan Bagas?” Amiera tidak menjawab. Sebagai wanita, dia tahu benar jik
BrakKarin menendang pintu kamar dengan kasar meski tak terkunci. Dia kesal karena mendengar apa yang akan dilakukan Bagas pada Amiera. Dia bukan peduli pada sahabatnya, tapi dia marah dan cemburu karena Bagas membawa Amiera ke kamar.“Bagus, kaku memang benar-benar berani mempermainkan aku “ teriak Karin.Wanita itu mendekati Bagas, menarik pria itu untuk menjauhi Amiera.“Pergilah, jangan pernah lagi mendekati bagas,” ucap Karin pada Amiera.Bagas sendiri terlihat panik. “Aku tidak pernah mendekati sampah, karena ku bukan lalat,” ucap Amiera lalu beranjak pergi. “Ra, kamu tidak boleh pergi. Kaku harus tetap di sini bersamaku,” Bagas melepaskan tangan Karin dan ingin mengejar Amiera, tapi kembali dihentikan oleh Karin. “Kalau kamu berani pergi, kita akan benar-benar putus,” ancam Karin dengan suara lantang.Bagas berhenti seketika, pria itu hanya melihat Amiera pergi menjauh dan meninggalkan rumah.“Rin, tidak bisakah kita hidup bertiga. Kamu dan amiera selama ini berteman dekat.