Share

Berduka

last update Terakhir Diperbarui: 2024-11-08 13:26:48

Dengan tergesa Bagas mengemas pakaian ke dalam koper. Wajah panik terlihat jelas, dia pun buru-buru menyeret koper keluar rumah.

"Mau kemana kamu, Nak?" tanya Ibu Bagas saat melihat anaknya memasukkan koper ke dalam mobil.

"Aku ada kerjaan keluar kota, Bu." Bagas langsung naik ke dalam mobil tanpa peduli pada tatapan sang ibu.

"Keluar kota dengan siapa. Kenapa kamu tidak mengajak Luna?" 

Ibu Bagas menahan pintu mobil dan menatap putranya.

"Bu, ini urusan kantor. Untuk apa aku harus mengajak Luna. Lagipula, ini tidak ada hubungannya dengan dia." 

"Dia kan bisa bantu kamu nanti." ibu Bagas  seolah ingin memaksa anaknya untuk mengajak Luna.

"Bu, tolong jangan buat urusan semakin runyam. Aku terburu-buru.” Bagas memalingkan wajahnya, berharap Ibunya tahu jika dia tidak bisa memenuhi keinginan sang Ibu.

Ibu Bagas menghela nafas panjang dan menutup pintu mobil dengan kesal. Sedangkan Bagas, dia langsung menghidupkan mesin mobilnya dan segera pergi. 

"Ada apa, Tante. Kenapa terlihat kesal begitu?" tanya Luna sambil berjalan mendekati Ibu Bagas. 

"Tante kesal dengan Bagas. Dia keluar kota, tapi dia tidak mengajakmu.”

"Tidak masalah, Tante. Mungkin Mas Bagas ada urusan penting. Nanti biar aku telepon dia." Luna mengusap bahu Ibu Bagas, berusaha membuat wanita itu tenang. Tapi dalam hatinya dia juga merasa kesal dan kecewa. Seharusnya hal ini adalah kesempatan bagus untuk merayu Bagas. 

"Kamu harus bisa menahlukan anak itu. Aku tidak mau dia terus saja terjebak dengan Meira yang tak berguna itu." Ibu Bagas meraih tangan Luna dan menggenggamnya, menatap wajah wanita cantik itu penuh harap.

Luna tersenyum senang, dalam hati dia merasa menang karena punya dukungan.

"Tante tenang saja, Luna akan berusaha."

"Tante akan mendukungmu. Katakan saja jika butuh bantuan." 

Luna menganggukkan kepala. Dia pun berpamitan dan pergi bekerja. 

Sementara di tempat lain, Amiera yang saat ini sedang gelisah karena tidak bisa menghubungi suaminya pun terus menatap ke arah ponsel. Dalam hati dia berharap lelaki yang dia cintai datang dan menghibur dirinya. Tidak butuh dia datang dan memeluknya, hanya butuh suaminya menelepon dan menanyakan keadaan Ibunya. Hanya saja yang dia inginkan tidak pernah terjadi. 

"Mas, kenapa kamu terus seperti ini?" Air mata Amiera tanpa sadar menetes. Dia benar-benar ingin mendapatkan perhatian dari sang suami di saat sulit seperti sekarang. Ini memang bukan kali pertamanya Bagas bersikap begitu, dia sudah sering membuat Ameira kecewa.

Amiera termenung.  Entah sampai kapan dia harus menjalani kehidupan yang seperti sekarang. Dari pertama menikah hingga sekarang, dia terus berusaha untuk mengejar perhatian sang suami. Kadang, dia ingin menyerah, tapi dia tidak berani untuk menghadapi kenyataan kedepannya.

"Mbak, kondisi Ibu anda memburuk." Tiba-tiba seorang perawat datang menghampirinya dengan wajah panik.

Amiera pun terbangun dari lamunannya, bangkit dan mengikuti langkah perawat dengan tergesa. 

"Apa yang terjadi, Sus. Kenapa bisa Seperti ini?" tanya Amiera saat mereka sudah berada di depan ruang ICU. 

"Detak jantung Bu Ranti tiba-tiba melemah. Tapi dokter sudah menanganinya," jawab perawat itu lalu masuk kedalam ruangan. 

Amiera menatap pintu ruang ICU nanar. Pandangannya tiba-tiba menggelap.

"Ibu harus bertahan, jangan tinggalkan aku dan Amel." Amiera terduduk di lantai, pikiran wanita itu 

Dia mengambil ponsel, berusaha menghubungi suaminya, tapi ponselnya tidak aktif. Wanita itu beralih menghubungi Karina, tapi sahabatnya itu juga  tak mengangkat panggilannya.

Amiera menangis. Bingung harus melakukan apa. Akhirnya dia hanya diam dan menunggu dengan kepanikan.

Hampir setengah jam Amiera duduk di lantai dan menunggu dokter keluar. Dia terus berdoa agar semuanya baik-baik saja. Wanita itu langsung bangkit saat melihat pintu ruangan di depannya terbuka. 

"Bagaiaman keadaan Ibu saya, Dok?" tanya Amiera.

Dokter menghela nafas panjang. Dia mengusap pundak Amiera pelan. "Kami sudah berusaha, tapi Tuhan berkata lain. Kamu yang sabar ya!"

 

Tubuh Amiera lunglai seakan tak bertulang. Tiba-tiba badannya terasa berat dan dia tak sadarkan diri. 

Saat Amiera terbangun, dia berada di sebuah ruangan. Wanita itu membuka matanya, dia pun ingat dengan kejadian terakhir dan  langsung menangis tersedu. Dia bangun  dan segera berlari keluar.

"Dimana Ibuku?" teriak Amiera saat melihat dokter lewat di depannya.

"Tenanglah. ibumu ada di ruang jenazah, kamu harus segera mengurusnya," ucap Dokter.

Amiera berjalan gontai, mengikuti langkah perawat yang menunjukkan keberadaan jenazah sang Ibu. Wanita itu kembali histeris saat melihat tubuh kaku sang Ibu.

"Bangun, Bu. Jangan tinggalkan Amiera?"  Amiera mengguncang tubuh  bu Ranti dan hilang kendali.

"Tenanglah, Ra. Kamu tidak boleh seperti ini. Kasihan Tante Ranti jika kamu Seperi ini," ucap seorang lelaki yang tiba-tiba datang dan meraih pundak Amiera. 

"Siapa kamu?" tanya Amiera  terkejut.

"Namaku Satria," jawab lelaki itu sambil menatap Amiera sendu.  Wajah lelaki itu terlihat sedih saat menatap Amiera.

"Satria?" Amiera berusaha mengingat siapa lelaki yang ada di depannya.

"Iya, dulu saat SMA aku pernah ...

Satria tidak meneruskan kalimatnya. Wajah lelaki itu menunduk.

"Iya, aku ingat. Tapi kenapa kamu ada di sini?" 

"Itu tidak penting. Lebih baik sekarang kita urus jenazah Tante Ranti. Kasihan jika terlalu lama di sini," ucap Satria.

Amiera mengangguk setuju. Amiera terus menangis. Sementara Satria mengurus administrasi agar jenazah Bu Ranti bisa segera di bawa pulang. 

Satu jam kemudian, Jenazah Bu Ranti pun di bawa pulang ke rumah duka. 

Amiera sedikit terkejut karena semua persiapan pemakaman sudah di urus oleh Satria. Sedangkan dia daritadi terus berusaha untuk menelpon suaminya, tapi sama sekali tidak di angkat. 

Sampai jenazah di makamkan, Bagas tak juga bisa di hubungi.

"Apa suamimu sangat sibuk?" tanya Satria yang melihat Amiera terus berusaha menelpon suaminya.

"Iya, dia di luar kota," jawab Amiera sambil menundukkan kepalanya. Dia ingin menyembunyikan wajah penuh kecewanya dari Satria.

"Ya sudahlah, toh semuanya sudah berlalu. Yang penting sekarang kamu harus jaga kesehatan, ingat kamu masih punya Amel yang harus diurus," ucap Satria dengan senyum tipis di bibirnya.

Amiera menganggukkan kepalanya. 

“Jadi kamu tidak kunjung pulang karena ingin berduaan dengan lelaki itu?” Tiba-tiba Ibu mertua Amiera datang dan langsung menatap sinis ke arah Satria. 

“Ibu, mana Mas Bagas?” tanya Amiera sambil melihat keluar, berharap suaminya datang.

“Dia masih di luar kota. Aku datang bersama Luna,” jawab Ibu Bags ketus. 

Tak lam, Luna pun masuk. Dia langsung mendekati Amiera dan memeluknya.

“Aku turut berduka cita ya, Mbak,” ucap Luna.

“Terimakasih.” Amiera tersenyum walau dalam hati  sangat kecewa karena suaminya tidak datang.

“Apa Mbak Amiera sudah menelepon Mas Bagas?” tanya Luna dengan suara lembut.

“Sudah, tapi tidak diangkat.” Suara Amiera serak, menahan sedih dan kekecewaan.

“Coba aku bantu telepon,” ucap Luna lalu mengambil ponsel dalam tasnya. Dia pun mulai menelepon dan tak lama, Bagas lanĝsung mengangkatnya. 

Luna tersenyum smirk, dia langsung mengatakan pada Bagas jika Ibu Amiera meninggal. Tapi yang membuat semuanya terkejut adalah, ada suara seorang wanita yang memanggil Bagas dengan begitu mesra. 

Luna yang saat itu menyalakan loudspeaker ponselnya pun langsung melirik ke arah Amiera. Dia segera mematikan ponselnya. 

Amiera menangis tersedu. Meski dia tidak ingin berprasangka. Tapi dia juga tidak bisa menahan pikiran buruk tentang hal itu. Wanita itu segera berlari ke kamar dan

Bab terkait

  • Rayuan Sang Pelakor Bayaran   part 7. Curiga

    "Jangan menangis, Ra. Jangan berpikir yang terlalu jauh." Satria mendekati Amiera yang terus menangis. Berusaha menghibur wanita itu agar tidak terlalu memikirkan apa yang tadi dia dengar. "Aku kehilangan orang tuaku. Tapi di luaran sana suamiku entah bersama dengan wanita mana." Satria menghela nafas panjang. Jujur dalam hati dia juga kesal dengan apa yang tadi dia dengar. "Tunggu saja sampai suamimu pulang, tanyakan padanya baik-baik," ucap Satria.Amiera mengusap air matanya. Wanita itu bangkit dan menatap Satria."Terimakasih untuk hari ini. Kamu sudah banyak membantuku," "Tidak perlu berterimakasih, aku senang melakukan ini untukmu." Satria tersenyum, hatinya merasa sangat bahagia di tatap oleh wanita yang selalu dia kagumi semenjak SMA."Tapi setelah ini, tolong jangan menemui ku lagi. Aku tidak mau orang berpikir macam-macam tentang kita," ucap Amiera.Satria terpaku sesaat. Kata-kata yang di ucapkan Amiera sedikit menyinggung perasaannya, tapi lelaki itu tetap berusaha te

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-08
  • Rayuan Sang Pelakor Bayaran   Mulai lelah

    Karin membawa Amel kekamar Amiera. Wanita itu langsung meletakkan Amel yang sedang tidur di atas ranjang. Amiera hanya diam, wanita itu menatap sahabatnya lekat. “Kamu kenapa, Ra. Kenapa menatapku begitu?” “Tidak ada, aku hanya merasa sangat beruntung karena memiliki sahabat yang sangat baik dan pengertian sepertimu.” Amiera berjalan mendekati ranjang, menatap sendu ke arah putrinya dan mengusap kepalanya dengan lembut. “Lebih baik kamu istirahat. Hari sudah larut” ucap Karin lalu membalikkan badan dan hendak pergi. “Rin. Jika aku pernah memiliki salah, tolong maafkanlah.” Amiera menatap punggung sahabatnya, mata wanita itu terlihat berkaca-kaca. Karin tampak bingung. “Apa di antara kita ada masalah, Ra?” Karin kembali mendekati Amiera dan menatap sahabatnya lekat. Hati wanita itu mulai tidak tenang. “Aku tidak merasa ada masalah, aku hanya takut kamu yang memilikinya,” jawab Amiera. Karin semakin bingung. Dia terus menatap sahabatnya dengan segudang tanya dalam hat

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-09
  • Rayuan Sang Pelakor Bayaran   Part 9. Ancaman

    Part 9. Rayuan sang pelakor bayaran“Ibu akan tahu nanti,” jawab Bagas lalu beranjak pergi dengan cepat. Tidak peduli dengan Ibunya yang terus memanggilnya. Luna yang dari tadi bersembunyi di kamar mandi pun muncul dan mendekati Ibu Bagas. “Sudahlah, Tante. Jangan paksa Mas Bagas. Aku mungkin tidak cukup baik untuknya.” Luna menundukkan wajahnya, berpura-pura sedih dengan apa yang terjadi.Ibu Bagas bangkit dan mendekati Luna. Dia menggenggam tangan wanita itu dan berusaha untuk menghiburnya.“Kamu tidak usah khawatir. Siapapun wanita itu, dia tidak akan berhasil menikah dengan Bagas.”“Tapi Tante sudah dengar sendiri kalau Mas Bagas tidak akan menikah denganku, tapi dengan wanita lain.” Luna kembali menunjukkan wajah menyedihkan di depan Ibu Bagas, bahkan kali ini dia mengeluarkan airmata buayanya.“Aku tidak akan setuju. Bahas pasti akan menurut,” ucap Ibu Bagas tegas. Meyakinkan Luna hingga wanita itu pun diam-diam tersenyum. “Semoga saja Mas Bagas mendengarkan Tante.” Luna pun

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-11
  • Rayuan Sang Pelakor Bayaran   part 10. Kemarahan Bagas

    Amiera sedang menyuapi anaknya sarapan. Dari pagi Amel terus merengek ingin bertemu dengan ayahnya. Tapi sudah berkali-kali di telepon, Bagas tidak mengangkatnya. Selain merasa kesal, Amiera juga kecewa. “Makanlah yang banyak, Nak.” Amiera terus membujuk putrinya. Tapi gadis kecil itu justru menutup mulut dengan kedua tangan mungilnya. “Eh, kenapa gadis cantik Paman gak mau makan?” Tiba- tiba Satria datang dan langsung duduk di samping Amel. “Gak mau makan, maunya Ayah,” ucap Amel dengan suara serak menahan tangisnya. Satria melihat ke arah Ameira sekilas. Dia mengambil alib makanan yang ada di tangan Amiera. “Makan dulu, ya. Nanti Paman kasih kamu hadiah,” bujuknya. Wajah Amel berubah ceria. Dia langsung membuka mulutnya. Satria menyuapi Amel hingga nasi yang ada di piring hampir habis, itu membuat Amiera berkaca-kaca. Seandainya, jika lelaki yabg begitu perhatian pada Amel itu adalah suaminya, dia pasti akan sangat bahagia. “Apa yang kamu lihat, Ra?” Satri

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-13
  • Rayuan Sang Pelakor Bayaran   part 11. Hubungan terlarang

    Bagas menghela nafas berkali-kali. Dia tidak habis pikir dengan perubahan sikap sang istri yang begitu besar. Dari yang biasanya penurut dan tak banyak bicara. Kini menjadi wanita yang susah untuk diajak bicara. Bahkan menurutnya, Amiera kini seolah sangat membenci dirinya. Lamunan Bagas buyar saat ponselnya berdering. Nama Luna terpampang di layar ponsel. Dia pun mengangkatnya, berbicara sebentar lalu memutuskan untuk pergi. Mobil yang dikemudikan Bagas belok ke sebuah rumah sang Ibu. Pria itu turun dengan tergesa. Dia langsung masuk ke rumah itu, di sana dia melihat Luna sedang memijat kaki Ibunya. “Bagaimana Ibu bisa jatuh?” tanya Bagas sambil duduk di dekat sang Ibu. “Ibu terpeleset, untungnya tidak apa-apa,” jawab Luna. Bags menatap sang Ibu, membuat wanita yang bernama Herawati itu kesal. “Aku benar-benar jatuh, aku tidak bohong kali ini,” ucapnya dengan serius. Bagas menghela nafas panjang. Selama dia menikah dengan Amiera, entah sudah berapa kali ibunya itu b

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-15
  • Rayuan Sang Pelakor Bayaran   part 12. Meminta cerai

    “Cerai ?” Bagas terkejut dengan perkataan Meira. Dia sama sekali tidak menyangka wanita yang selama ini sangat takut ditinggalkan olehnya justru mengucapkan kata cerai.“Ya. Lebih baik kita cerai. Bersama pun tidak ada gunanya. Hanya saling menyakiti,” jawab amiera dengan mata memerah menahan tangis.Bagas terpaku. Selama ini dia selalu menginginkan perceraian. Dia ingin bersama Karin, tapi entah mengapa saat Amiera meminta cerai, hatinya terasa begitu sakit. “Apa kamu ingin bercerai karena dia?” Bagas menunjuk ke arah Satria yang sepertinya juga terkejut dengan apa yang diucapkan Amiera.“Apa kamu pikir seperti itu?” tanya Amiera sinis.“Ya, selama ini kamu tidak pernah seperti ini. Tapi setelah bertemu dengannya kamu berani meminta cerai dariku.” Amiera terkekeh.“Aku memang selama ini diam, tapi aku tidak buta. Aku menerima semuanya, tapi aku tetap merasa sakit.” Air mata Amiera mengalir deras di pipi. Dia langsung mengusapnya dengan kasar. Mengingat hari-hari sulit yang sudja

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-16
  • Rayuan Sang Pelakor Bayaran   part 13. Perdebatan

    ‘Luna.. keluar kamu!” Karin berteriak sambil menggedor pintu rumah Bu Hera. Tak lama kemudian, Luna muncul di gandeng ibunya Bagas. “Ngapain kamu kemari, Ameira tidak ada disini.” Bu Hera menatap karin, dia mengira jika wanita itu sedang mencari menantunya. Karin tidak mempedulikan Bu Hera, dia terus menatap Luna. “Dasar wanita sialan, kenapa kamu mengkhianatiku?” “Jaga mulutmu, berani sekali kamu bicara kasar pada calon menantuku.” Bu Hera mendorong Karin hingga wanita itu mundur beberapa langkah. “Calon menantumu itu aku, Tante.” Karin menujuk ke arah dirinya sendiri, dia tidak menyangka jika Bu Hera justru ingin menjodohkan Bagas dengan Luna. “Kamu … Bu Hera tidak percaya, dia menyangka jika Karin hanya membohonginya. “Apa Tante tidak tahu jika putramu akan segera bercera dan menikah denganku.” Karin tampak sombonh, dia seolah inhin menunjukkan pada Luna jika Bagas hanya menyukainya. Tapi nyatajya, Luna sama sekali tidak peduli, bahkan wanita itu hanya tedseny

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-18
  • Rayuan Sang Pelakor Bayaran   part 14. Provokasi yang tidak mempan

    “Untuk apa kamu datang kemari?” tanya Amiera tanpa mempersilahkan luna duduk. Terlihat jelas kebencian di matanya. “Apakah kamu tidak ingin mempersilahkan aku duduk.” Luna melihat ke arah Amiera sinis. “Tidak, aku yakin kamu kemari tidak untuk duduk bukan. Jadi cepat katakan, apa yang kamu inginkan?” Luna tidak mempedulikan Amiera, dia duduk di sofa dan meletakkan tasnya di atas meja. “Aku sangat haus, bisakah aku minta minum,” ucapnya. “Tidak usah basa-basi. Cepat katakan apa maumu. Atau kalau tidak, cepatlah pergi.” Amiera sama sekali tidak peduli dengan permintaan Luna. Wanita cantik itu tetap berdiri dan menatap Luna tajam. “Baiklah, ternyata kamu sungguh sudah tidak sabar mendengar berita bagus dariku,” ucap Luna. “Cepat katakan!” bentak Amiera. “Tidak usah berteriak, aku tidak tuli.” luna berdiri dan menghampiri Amiera. “kamu tidak tuli, tapi kamu tidak tahu malu,” ucap Amiera dengan nada sinis. “Apa maksudmu?” “Apa perlu bertanya, apa kamu tidak merasa

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-19

Bab terbaru

  • Rayuan Sang Pelakor Bayaran   Part 34. Bimbang

    Bagas mondar mandir di depan ruang ICU. Karin yang duduk di bangku pun menatap pria itu tidak suka.“Apa kamu sangat menyayangi anak dalam kandungan pelacur itu?” tanya Karin dengan nada sinis.Bagas menatap Karin tidak suka. “Kamu seorang wanita, seandainya ini terjadi padamu, bagaimana rasanya?”“Oh, jadi sekarang kamu membandingkan dia dengan aku. Apa dia pantas? Dia hanya wanita yang aku bayar untuk membuat Amiera pisah denganmu,” ucap Karin dengan mata berkaca-kaca.Bagas terpaku saat melihat mata Karin berkaca-kaca. “Aku tak bermaksud begitu, Rin. Aku hanya ingin semuanya berjalan dengan baik.” “Jadi kamu tidak ingin meninggalkan wanita itu?” tanya Karin dengan tatapan nanar.Bagas kembali terdiam. Kebimbangan kembali menghampirinya.Melihat Bagas hanya diam, Karin mengusap air mata yang mulai mengalir di pipinya. “Baik, jika memang kamu tidak akan meninggalkan wanita itu, maka aku yang akan pergi.” Karin membalikkan badan dan beranjak pergi.Melihat Karin menjauh, hati Bagas

  • Rayuan Sang Pelakor Bayaran   Part 33. Pertengkaran Karin Dan Luna

    “Terima kasih sudah membelaku,” ucap Amiera saat mereka sudah berada dalam mobil. “Tidak usah berterima kasih, kamu adalah calon istriku, sudah sewajarnya aku bela.” Satria tersenyum manis, dia mencondongkan tubuhnya ke arah Amiera dan membuat wanita itu terkejut dan salah tingkah.“Apa yang ingin kamu lakukan?” tanya Amiera dengan jantung yang berdegup kencang.q“Memakaikan sabuk pengaman,” ucap Satria sambil tersenyum.Amiera terdiam, dia mengira jika pria itu akan menciumnya, pipinya pun memerah.Satria menyalakan mobil dan segera mengantar Amiera pulang. Sedangkan Amiera, dia hanya diam sepanjang perjalanan. “Ra, bisakah kita menikah secepatnya?” tanya Satria saat Amiera akan turun dari mobilnya.“Apakah harus terburu-buru?” tanya Amiera sambil menundukkan kepala.“Aku takut kamu akan berubah pikiran dan meninggalkan aku.”Satria menatap wajah Amiera lekat, terlihat banyak harapan di wajah pria itu.“Tenanglah, aku bukanlah orang yang gampang berubah pikiran.” Amiera melepaska

  • Rayuan Sang Pelakor Bayaran   Part 32. Kesialan Bagas

    Bagas berjalan keluar dari rumah Karin, pria itu mengusap wajahnya kasar. Dia bingung harus melakukan apa. Saat ini dia tidak ingin kehilangan Karin, tapi dia juga tidak mau menggugurkan anak yang dikandung Luna. Dengan enggan dia masuk ke dalam mobil dan menyalakannya. Dia tak ingin pulang, belum sanggup untuk menghadapi Luna dan juga Ibunya. Ada sedikit rasa bersalah dalam diri pria itu pada Luna. Meski tak ada perasaan apapun pada wanita itu, tapi dia pernah tidur dengannya dua kali. Mungkin perasaan tidak ada, tapi bayi dalam kandungan itu adalah darah dagingnya.Titt …Hampir saja Bagas menabrak pejalan kaki yang sedang menyeberang. Membuat pria itu terkejut dan ngerem mendadak.“Apa kamu buta, gak lihat kalau lampu merah?” bentak wanita yang hampir saja dia tabrak.“Kamu yang jalan sembarangan.” Bagas turun dari mobil dan menyeret wanita itu ke tepi jalan dengan kasar.“Dasar pria bajingan.” Wanita itu mendorong Bagas dengan sekuat tenaga, membuat Bagas emosi. “Katakan siapa

  • Rayuan Sang Pelakor Bayaran   Part 31. Pernikahan

    Seminggu sudah berlalu, hari ini adalah hari di mana Bagas dan Luna menikah. Kediaman Bu Hera tampak ramai, karena mereka melaksanakan akad nikah di rumah.“Akhirnya kamu akan resmi menjadi bagian keluarga ini,” ucap Bu Hera sambil mengusap rambut Luna lembut. “Semua ini berkat kerja keras Ibu,” ucap Luna sambil bergelut manja di lengan Bu Hera.“Apapun keinginanmu, Ibu pasti akan berusaha untuk kabulkan.” Bu Hera tersenyum senang, dia pun membawa Luna untuk turun untuk melakukan ijab qabul.“Apa ijab qabul sudah bisa dimulai?” tanya penghulu pada Bagas.Bagas tidak menjawab, pria itu justru melamun. Entah apa yang saat ini dia pikirkan. “Pak, apakah sudah siap ijab?” penghulu kembali mengulangi pertanyaannya. “Sebentar, Pak.” Bagas berdiri dan meninggalkan ruangan itu, dia mengeluarkan ponsel dari sakunya dan menelepon seseorang. “Siapa yang kamu telepon?” tiba-tiba Bu Hera muncul di belakang Bagas.“Bu,kenapa kamu ada di sini?” Bagas terkejut dan langsung mematikan ponselnya.“

  • Rayuan Sang Pelakor Bayaran   Part 30. Bukan Penjual Mie Ayam

    Bagas membuka matanya pelan, pria itu memegangi kepalanya. Matanya berbinar saat melihat ada Ameira di sana. ‘Ra, kamu disini?” Bagas langsung ingin memeluk Amiera, tapi wanita itu langsung menghindar. “Kalau kamu sudah sembuh, lebih baik kamu segera pulang. Ibu dan dua kekasihmu pasti kebingungan mencari,” ucap Amiera.Bagas terdiam “Kepalaku masih pusing,” ucapnya sambil memegang kepalanya. Bagas pun melihat ke arah lain, di sana dia melihat ada Satria. Wajah yang tadinya berbinar pun berubah kesal.“Kenapa kamu ada disini?” tanya Bagas sedikit ketus.“Seharusnya aku yang bertanya, kenapa kamu bisa ada di rumah orang tuaku?” Satria berdiri dan mendekat ke tempat tidur. “Orang tuamu?” Bagas terkejut, dia melihat ke arah Amiera, seolah ingin meminta wanita itu memberikan jawaban yang benar.Satria hanya mendengus kasar, kesal karena Bagas melihat ke arah wanita yang dia cintai. “Tidak usah bertanya pada Amiera, tanya saja pada ayah dan Ibuku, mereka siap memberi jawaban yang ben

  • Rayuan Sang Pelakor Bayaran   Part 29. Insiden Tak Terduga

    Semakin hari, hubungan Amiera dan Satria semakin dekat. Keduanya sering pergi bersama, baik itu bersama Amel atau hanya berdua saja.Kedekatan mereka tentu saja membuat Bagas kesal. Pria itu semakin menyesal karena telah menyia-nyiakan Amiera. Menyesal karena baru menyadari betapa dia mencintai ibu dari anaknya setelah dia benar-benar kehilangan. Seperti halnya hari ini. Bagas pulang bekerja dan ingin menemui Amel. Tapi saat sampai di rumah Amiera, pria itu justru melihat Amiera sedang duduk di teras rumah bersama dengan Satria dan Amel. Mereka bercanda tawa layaknya keluarga kecil yang bahagia.Tangan Bagas mengepal, menahan nyeri dalam hatinya. Akhirnya dia memutuskan untuk pergi. Dia mengemudi dengan kecepatan tinggi.Brak …Tanpa sengaja Bagas menabrak gerobak mie ayam yang tiba-tiba menyeberang. Kepala pria itu berdarah karena membentur setir. “Ahh..Bagas memegang kepalanya, pria itu turun dari mobil dengan menahan kesakitan. “Apa Bapak baik-baik saja?” tanya Bagas pada Bap

  • Rayuan Sang Pelakor Bayaran   Part 28. Rindu Ayah

    PrangBagas melempar vas bunga ke arah tembok. Pria itu benar-benar mengamuk setelah dia tahu jika Luna sengaja memberikan udang pada Amel dan itu adalah ide ibunya. Luna dan Bu Hera saling berpelukan. Selama ini, Bu Hera tidak pernah melihat anaknya semarah ini padanya. Dulu, semua yang dikatakan pria itu hanya menurut saja. Tapi sekarang semua kata-kata yang dia ucapkan sama sekali tidak di dengar oleh Bagas. “Kenapa Ibu tega melakukan ini, dia juga cucumu bukan?”“Dia bukan cucuku. Hanya anak yabg lahir dari rahim Luna lah yang aku akui sebagai cucu,” jawab Bu Hera.“Tapi Amel juga putrimu, Bu. Dalam dirinya mengalir darahku.” Bagas menatap sendu ibunya, seolah dia memohon pada wanita tua itu untuk memperlakukan Amel dengan baik.“Terserah, aku tidak peduli. Yang jelas cucuku hanya satu, yaitu anak dalam kandungan Luna. Jadi kaku harus segwra menikahinya.” Bu Hera menggandeng tangan Luna dan membawa wanita itu naik ke kamarnya. Sedangkan Bagas, pria itu hanya memijat kepalany

  • Rayuan Sang Pelakor Bayaran   Part 27. Ancaman Amiera

    Bagas duduk di bangku yang ada di halaman rumah sakit. Pria itu merenungi apa yang dikatakan oleh mantan istrinya. Dia sadar jika selama ini dia tidak melaksanakan kewajiban sebagai Ayah ataupun suami. Rasa sesal yang mendalam dalam hati Bagas hanya bisa dia simpan. Karena semua itu kini tak ada gunanya lagi. Lelaki yang diinginkan Amiera untuk tetap disisinya bukan lagi dia. Ayah yang diinginkan oleh putrinya pun kini bukan lagi dirinya. Dalam kegundahan, dia dikejutkan dengan kedatangan Luna dan Ibunya. “Ngapain kamu di sini, Mas. Bagaimana keadaan amel?” tanya Luna.Bags menatap tidak suka pada dua wanita yang baru saja datang itu. “Untuk apa kalian kemari?” tanyanya. “Tentu saja kami ingin menjenguk Amel. Apakah dia baik-baika saja?” Luna langsung duduk di samping Bagas, wanita itu menggandeng lengan Bags manja. “Pulanglah, Amel sudah membaik,” ucap Bagas cuek. Bu Hera langsung melotot pada anaknya. Dia tidak terima calon menantu kesayangannya diperlakukan dingin seperti i

  • Rayuan Sang Pelakor Bayaran   Part 26. Keracunan

    Amiera terus merapalkan do’a. Airmata wanita itu terus mengalir. Bagaimana tidak, sudah hampir 15 menit tapi dokter belum juga keluar. “Tenanglah, Amel anak yang kuat. Aku yakin dia akan baik-baik saja.” Satria mengusap punggung Amiera, menenangkan wanita itu agar tidak terlalu cemas. Padahal, dia sendiri sebenarnya juga sangat cemas.Meski bukan anak kandungnya, tapi Satria benar-benar sangat menyayangi gadis kecil itu. Amiera hanya bisa mengaggukkan kepala, menghela nafas dalam untuk menenangkan diri. “Dokter, bagaimana keadaan anakku?” tanya Amiera saat melihat dokter keluar.“Pasien sesak nafas karena alergi, tapi keadaannya sekarang sudah tidak apa-apa. Jangan khawatir.” Dokter itu langsung pergi setelah menjelaskan keadaan Amel.Amiera meneteskan airmata. Wanita itu merasa lega karena anaknya baik-baik saja. “Bukanlah Amel hanya alergi udang, kenapa dia bisa memakannya?” tahya Satria heran. Karena dia ataupun Ameira tentu tidak akan pernah memberikan udang pada anak itu. Am

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status